Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Sdr. H

Umur

: 27 tahun

Alamat

: Alian Kebumen

Pekerjaan

: Buruh

Agama

: Islam

No Register

: 219764

Tanggal masuk : 28 April 2012


Tanggal operasi : 1 Mei 2012
Jenis anastesi
II.

: General Anestesi

KEADAAN UMUM
Kesadaran
: Compos mentis, pasien tampak menahan sakit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Suhu
: 37,1C
Respirasi
: 18 x/menit

III. ANAMNESIS
Keluhan utama
Nyeri perut bagian kanan
Riwayat penyakit sekarang
Nyeri perut dirasakan sejak + 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan terusmenerus dan memberat terutama saat batuk. Mual (+), muntah (-), lemas (+),
tidak ada gangguan BAB maupun BAK. Os belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat operasi (-)
Riwayat mondok di rumah sakit (-)
1

Riwayat asma atau sesak nafas disangkal


Riwayat alergi disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit diabetes mielitus disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Anamnesis sistem

Sistem cerebrospinal
System kardiovaskuler
System respirasi
System gastrointestinal

:
:
:
:

pusing (-), nyeri kepala (-), demam (-)


nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
sesak nafas (-), batuk (-)
mual (+), muntah (-), nafsu makan turun (+),

diare (-), nyeri perut (+)


System urogenital
: BAK normal, nyeri (-), panas (-), hematuria (-)
System integumentum : ekstrimitas edem (-), sianosis (-)
System musculoskeletal : nyeri tulang (-), gangguan gerak (-), penurunan
tonus otot (-)
Kebiasaan /Lingkungan
Riwayat merokok dan komsumsi alkohol disangkal
IV.

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax

sekret (-)
: bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
: pendengaran normal, bentuk daun telinga normal, secret (-)
: bibir pucat (-), kering (-)
: pembesaran limfonodi (-)
: Inspeksi : dinding dada simetris (+), sikatrik (-)
Palpasi
: nyeri tekan (-), fremitus normal kanan kiri, krepitasi (-)
Auskultasi : vesikuler +/+, ronki basah halus -/-, ronki basah kasar

-/-, suara jantung S1, S2 normal


Perkusi
: sonor, batas jantung normal
Abdomen
: distensi abdomen (-), nyeri tekan (+), peristaltik (+)
Ekstrimitas : edema (-), sianosis (-)
V.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
2

VI.

AL
HB
BT
CT
Gol.Darah
GDS
HbsAg
Apendicogram

: 9.700/uL
: 12,5 g/dL
: 2 detik
: 3 detik
:O
: 115
: (-)
: non filling apendix

KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang,
maka:
Diagnosa pre-operatif : apendicitis
Status operatif

: ASA II

BAB II
TINDAKAN ANESTESI
Keadaan pre-operatif

: pasien datang tanggal 28 April 2012. Keadaan


pasien

tampak

menahan

sakit,

kooperatif,

tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 x/menit,


suhu 37,1C, respirasi 18 x/menit
Jenis Anestesi

: anestesi

umum,

semi

closed,

general

endotracheal anestesi dengan ET respirasi


kontrol
Premedikasi yang diberikan : ondansetron 4 mg, atropin sulfat 0,5 mg
Anestesi yang diberikan

Induksi anestesi

Menggunakan kombinasi ketamin 50 mg, dan propofol 50 mg. Setelah itu


pasien diberi O2 murni selama 1 menit, disusul pemberian atracurium
besylate 35 mg setelah terjadi relaksasi kemudian dilakukan intubasi dengan
ET. Setelah diperiksa pengembangan paru dan simetrisasi suara paru kiri dan
kanan ET difiksasi dan dihubungkan dengan sistem apparatus anestesi.

Pasien dibantu sampai terjadi pernapasan spontan.


Maintenance
Status anestesi dipertahankan menggunakan kombinasi enfluran 2 vol%, O2
2 l/menit, dan N2O 3 l/menit. Selain itu diberikan pula ketorolac 30 mg,
asam traneksamat 500 mg, dan deksametason 10 mg.
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi dikontrol tiap
5 menit. Tekanan darah sistolik berkisar antara 98-123 mmHg, diastolik 7587 mmHg, dan nadi antara 71-85 x/menit. Infus RL sebagai cairan rumatan.

Keadaan pasca operasi


Operasi selesai dalam waktu 55 menit, tetapi pemberian agen anestesi masih
dipertahankan dengan tujuan agar tindakan ekstubasi dilakukan pada
keadaan belum sadar penuh sehingga tidak menimbulkan reflek batuk dan
mencegah kejadian kejang otot yang dapat mengakibatkan gangguan
pernapasan dan hipoksia.
Ruang Rumatan
Pasien dipindah ke ruang peulihan dan diobservasi pernafasan, tekanan
darah, dan nadi. Pasien boleh dialihkan ke bangsal apabila skor Aldrete > 8.
Program pasca operasi
Pasien dikembalikan ke bangsal dengan catatan:
Setelah sadar penuh, pasien harus tiduran dengan kepala ditinggikan

dengan bantal. Pasien belum boleh duduk maupun berdiri dalam 24 jam.
Kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 30 menit.
Pasien diberi ketorolac 30 mg IV, boleh diulang tiap 8 jam, apabila

merasa kesakitan.
Diberi ondansetron 4 mg IV bila mual atau muntah
Diberi petidin 12,5 mg bila pasien menggigil
4

Cairan infus RL dan O2 dengan nasal kanul


Bila pasien sudah sadar penuh dan peristaltik (+) boleh dicoba minum
dan makan

BAB II
PEMBAHASAN
Tindakan anestesi umum dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Tindakan anestesi yang
memadai meliputi 3 komponen:
1. Hipnotik
2. Analgetik
3. Relaksasi
Premedikasi merupakan tindakan awal anestesi dengan memberikan obat-obat
pendahuluan yang terdiri dari golongan anti kolinergik, sedatif, dan analgetik
sebelum pemberian obat anestesi. Tujuan dari pemberian premedikasi adalah:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, meliputi bebas dari rasa takut, tegang
2.
3.
4.
5.

dan khawatir, serta bebas nyeri dan mencegah mual muntah.


Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan reflek vagus.
Mempermudah dan memperlancar induksi.
Mengurangi dosis obat anestesi.
Mengurangi rasa sakit dan gelisah pasca operasi

A. PREMEDIKASI
1. Ondansetron 4 mg
Ondansetron merupakan obat yang berfungsi sebagai antiemetik untuk
mencegah mual dan muntah. Mekanisme kerja dengan memblokade hormon
serotonin yang menyebabkan muntah. Antiemetik secara umum juga dapat
digunakan untuk mengatasi efek samping dari analgetik golongan opioid,
anestesi umum, dan kemoterapi juga untuk mengatasi vertigo ataupun migrain.
5

Tujuan utama dari pemberianantiemetikpada premedikasi adalah untuk


mengurangi mual dan muntah pasca bedah.
Mekanisme kerja
Antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan cara
menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya refleks
muntah. Konsentrasi maksimum (30 ng/ml) dalam plasma dicapai dalam waktu
10 menit dengan pemberian Ondansetron 4 mg i.v.
Bioavalibilitas oral absolut Ondansetron sekitar 60%. Kondisi sistemik
yang setara juga dapat dicapai melalui pemberian secara i.m atau i.v. Waktu
paruhnya sekitar 3 jam. Volume distribusi dalam keadaan statis sekitar 140 L.
Ondansetron yang berikatan dengan protein plasma sekitar 70-76%.
Ondansetron dimetabolisme sangat baik di sistem sirkulasi, sehingga hanya
kurang dari 5 % saja yang terdeteksi di urine.
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis

Cara Pemberian
p.o. ; 1 jam sebelum anestesi
diikuti 8mg tiap 8jam dalam 16
jam
Pengobatan PONV
4 mg
i.v. perlahan, saat induksi anestesi
Kemoterapi
sangat Awal : 8 mg
i.v. perlahan, sesaat sebelum
emetogenik
Diikuti : 1 mg/jamkemoterapi
selama 24 jam atau
infus
2 x 8 mg
Atau
i.v. dengan jarak waktu 2 4 jam
Awal : 32 mg
Diikuti 2 x 8 mg
infus selama 15 menit sesaat
sebelum keomterapi
p.o. selama 5 hari
Kemoterapi
kurang Awal : 8 mg
i.v. perlahan, sesaat sebelem
emetogenik
Atau 8 mg
kemoterapi
Dilanjutkan : 2 x 8 mg p.o. 1 2 jam sebelum kemoterapi
p.o. sampai 5 hari
Kemoterapi pada anak Awal : 5 mg /m
Infus selama 15 menit, sesaat
> 4 tahun
Dilanjutkan : 2 x 4 mg sebelum kemoterapi
p.o. selama 5 hari
Pencegahan PONV

8 mg

Radioterapi
Usia Lanjut

Pasien dengan
gangguan fungsi
ginjal
Pasien dengan
gangguan fungsi
hepar

Awal : 8 mg
p.o. 1 2 jam sebelum radioterapi
Dilanjutkan : 8 mg
p.o. sampai 12 jam
Dapat ditolerir dengan
baik pada usia >65 tahun.
Tidaka
diperlukan
penyesuaian dosis, hanya
perlu dipertimbangkan
frekuensi
dan
cara
pemberiannya
Tidak
diperlukan
penyesuaian dosis harian,
frekuensi
dan
cara
pemberian
Total dosis harian tidak
boleh lebih dari 8 mg

Efek Samping
Ondansetron pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Konstipasi
merupakan efek samping yang paling sering ditemukan (11%). Kadang dapat
dijumpai sakit kepala, wajah ke merahan (flushing), rasa panas atau hangat di
kepala dan epigastrium yang bersifat sementara. Peningkatan aminotransferase
tanpa disertai gejala-gejala, Kadang juga dapat dijumpai peningkatan serum
transaminase (5%) dan ruam kulit (1%), sedasi dan diare, karena meningkatnya
waktu transfer di usus besar.
Pernah dilaporkan terjadinya reaksi hipersensitif sampai kejadian
anafilaksis dan gangguan visual sementara (pandangan kabur). Juga pernah
dilaporkan terjadinya gerakan-gerakan tanpa sadar, setelah pemberian
Ondansetron secara cepat, tetapi kasus ini sangat jarang dan tanpa disertai
gejala-gejala sisa.

2. Sulfas Atropin 0,5 mg

Atropin

merupakan

agen

preanestesi

yang

digolongkan

sebagai

antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik


mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada saraf postganglionik
kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversibel dan dapat diatasi
dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian
antikolinesterase.
Dosis

Premedikasi, injeksi intra vena 300-600 g, segera sebelum induksi


anestesi, anak-anak 20 g/kg (maksimal 600 g). Pemberian injeksi
subkutan atau intramuscular 300-600 g 30-60 menit sebelum induksi;

anak-anak 20 g/kg (maksimal 600 g).


Intra-operative bradikardia, pemberian injeksi intravena, 300-600 g (dosis
yang lebih besar pada kondisi emergensi); anak-anak 1-12 tahun 10-20

g/kg
Untuk mengendalikan efek muskarinik pada penggunaan neostigmin dalam
melawan penghambatan neuromuskular kompetitif, pemberian injeksi
intravena 0,6-1,2 mg ; anak-anak dibawah 12 tahun (tetapi jarang

digunakan) 20 g/kg (maksimal 600 g) dengan neostigmin 50 g/kg.


Pengobatan bradikardia, pulseless electrical activity (PEA) dalam serangan
jantung. Dosis untuk bradiasistolik adalah 0,5-1 mg IV setiap 3-5 menit,
sampai dosis maksimum 0,04 mg/kg. Untuk gejala bradikardia, dosis biasa
adalah 0,5-1,0 mg IV, dapat mengulang setiap 3 sampai 5 menit sampai
dosis maksimum 3,0 mg

Efek Samping
Efek samping antimuskarinik termasuk kontipasi, transient (sementara)
bradikardia (diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret
bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan kehilangan akomodasi, fotophobia,
mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang terjadi kadangkadang : kebingungan (biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing.
8

B. INDUKSI
1. Ketamin 50 mg
Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anesthethic
termasuk golongan phenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0chlorophenil)-2

(methylamino)

cyclohexanone

hydrochloride.

Ketamin

mempuyai efek analgesi yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya kurang
(tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah
(anestesi disosiasi). Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang
berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi.
Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan
pasien pada saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat.
Pasien tidak tampak tidur. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab
bila diajak bicara dan tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot
rahang biasanya baik setelah pemberian ketamin. Demikian juga reflek batuk.
Dosis dan Pemberian
iv : dosis 1-4 mg/kgBB, dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama
kerja 15-20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.
im : dosis 6-12 mg/kgBB, dosis rata-rata 10 mg/kgBB dengan lama kerja
10-25 menit, terutama untuk anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan.
Pulih sadar pemberian ketamin kira-kira tercapai antara 10-15 menit, tetapi
sulit untuk menentukan saatnya yang tepat, seperti halnya sulit menentukan
permulaan kerjanya

Efek Ketamin
a. Analgetik

Merupakan analgesi yang sangat kuat, sehingga meskipun penderita sudah


sadar, efek analgesiknya masih ada. Nyeri yang dihambat terutama adalah
nyeri somatik, untuk analgesik nyeri viseral hampir tidak ada sehingga tidak
efektif untuk operasi organ-organ viseral.
b. Relaksasi
Anastetik ini tidak mempunyai daya pelemas otot, kadang-kadang malah
tonus otot meningkat disertai gerakan-gerakan yang tidak terkendali,
sehingga ketamin tidak begitu baik bila digunakan sebagai obat tunggal,
seperti pada operasi intra abdominal dan operasi lain yang membutuhkan
penderita diam.
c. Hipnotik
Anestesi ini sering digunakan untuk induksi dan disusul dengan pemberian
eter atau N2O. Dalam keadaan tidur dapat terjadi gerakan-gerakan spontan
dari lengan, tungkai, bibir, mulut bahkan sampai bersuara, walaupun
dosisnya ditingkatkan sampai dosis yang mendepresi pernafasan. Karena
anastetik ini menimbulkan nistgmus, maka tidak dapat digunakan untuk
operasi mata khususnya strabismus.
d. Anestesi Disosiatif
Anestesi yang menggunakan ketamin menyebabkan desosiasi karena obat ini
mempengaruhi asosiasi di korteks serebri. Eksitasi dapat terjadi pada
pemberian ketamin, pencegahannya dengan pemberian obat tranquilizer.
Ketamin juga berefek gangguan psikis setelah sadar dan gejala kejang
sewaktu dalam anestesi. Efek ini dapat dicegah dengan pemberian valium.

e. Sirkulasi

10

Ketamin akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga berakibat


terjadinya peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan curah jantung.
Karena itu efeknya menguntungkan untuk anestesi pada pasien syok.
f.

Pernafasan
Depresi pernafasan jarang terjadi dan reversibel kecuali dosis terlalu besar
dan adanya obat-obat depresan sebagai premedikasi. Ketamin menyebabkan
dilatasi bronkus dan bersifat antagonis terhadap efek kontraksi bronkus oleh
histamin. Baik untuk penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus
pada anestesi umum yang ringan.

g. Kardiovaskuler
Tekanan darah sistole dan diastole akan meningkat. Kenaikan rata-rata antara
20-25 % dari tekanan darah semula, mencapai maksimal beberapa menit
setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit kemudian.
h. Efek Lainnya
Ketamin dapat meningkatkan gula darah 15 % dari keadaan normal,
walaupun demikian bukan merupakan kontraindikasi mutlak untuk penderita
dengan DM. Ketamin juga dapat menyebabkan hipersalivasi, tapi efek ini
dapat dikurangi dengan pemberian premedikasi antikolinergik.
Aliran darah ke otak, tekanan intrakaranial dan tekanan intra okuler
meningkat pada pemberian ketamin. Karena itu sebaiknya jangan digunakan
pada pembedahan pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat
(edema serebri, tumor intrakranial) dan pasien pada pembedahan mata.
2. Propofol 50 mg
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Propofol digunakan
untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa
dan pasien anak-anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan
minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam
etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik
11

pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
Mekanisme dan efek kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi
diperkirakan efek primernya berlangsung di reseptor GABA-A (Gamma Amino
Butired Acid).
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dosis kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis
induksi (2 mg/kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana
tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi.
Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa
kasus dapat menyebabkan henti nafas.
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0-2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 -75 g/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum: 100-150 g/kg/min IV (titrate
to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila
digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada
dalam lingkungan yang steril dan hindari penggunaan profofol dalam
kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari
bakteri.
12

Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri
ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena.. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati-hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan
pankreatitis.
3. Atracurium besylate 35 mg
Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif
dan kompetitif (non-depolarising) dengan kerja sedang. Non-depolarising agent
bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor
site pada motor-end-plate. Atracurium dapat digunakan pada berbagai tindakan
bedah dan untuk memfasilitasi ventilasi terkendali. Atracurium tidak
mempunyai efek langsung terhadap tekanan intraokuler, dan karena itu dapat
digunakan pada bedah opthalmik.
Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui
eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu
fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase nonspesifik.
Sebagai ajuvan terhadap anestesi umum agar intubasi trakea dapat
dilakukan dan untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau
ventilasi terkendali, serta untuk memfasilitasi ventilasi mekanik pada pasien
Intensive Care Unit (ICU).

Dosis dan Cara Pemberian


Rute pemberian : injeksi intravena atau infus kontinyu.
Dewasa :
13

Pemberian melalui injeksi intravena


Dosis yang dianjurkan: 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh
yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35
menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik
setelah injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg.
Blokade penuh dapat diperpanjang dengan dosis tambahan sebesar 0,1-0,2
mg/kg sesuai kebutuhan. Pemberian dosis tambahan secara berturut-turut tidak
meningkatkan akumulasi efek blokade neuromuskuler. Pemulihan spontan sejak
akhir blokade penuh terjadi dalam waktu sekitar 35 menit diukur dari respon
pemulihan tetanik sebesar 95% fungsi neuromuskuler normal.
Blokade neuromuskuler oleh atracurium dapat dengan cepat dipulihkan
dengan memberikan dosis standar anticholinesterase agent, seperti neostigmine
dan edrophonium, disertai atau didahului dengan pemberian atropine, tanpa
terjadi rekurarisasi.
Pemberian infuse intravena
Setelah pemberian dosis awal, atracurium dapat digunakan untuk
pemeliharaan blokade neuromuskuler selama tindakan bedah yang lama dengan
memberikan continuous infusion pada dosis 0,3-0,6 mg/kg/jam.
Hipotermi yang diinduksi sampai suhu tubuh 25-26oC dapat menurunkan
laju inaktivasi atracurium, oleh karenanya blokade penuh neruomuskular dapat
dipertahankan dengan pemberian kira-kira separuh dosis semula pada kondisi
dengan suhu tubuh yang rendah tersebut.
Anak-anak :
Dosis untuk anak-anak lebih dari satu bulan sama dengan dosis untuk
dewasa berdasarkan berat badan.
Lanjut usia :
Atracurium

dapat

diberikan

dengan

dosis

standar.

Namun

direkomendasikan agar dosis awal yang diberikan adalah dosis terendah dan
diberikan secara perlahan.
14

Efek samping

Skin flushing, hioptensi atau bronkospasme ringan dan sementara, yang

berhubungan dengan pelepasan histamine.


Sangat jarang terjadi: reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien
yang mendapatkan atracurium bersamaan dengan beberapa obat lain.
Pasien ini biasanya memiliki satu atau lebih kondisi medis yang
memudahkan terjadinya kejang (contohnya trauma kranial, edema serebri,
uremia).

C. MAINTENANCE
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan cara intravena
(anestesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena
inhalasi. Rumatan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur
ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, dan diusahakan agar
pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang
cukup.
Pada pasien ini digunakan rumatan inhalasi menggunakan campuran N2O
dan O2 ditambah dengan enfluran, ketorolac 30 mg, asam traneksamat 500 mg,
dan deksametason 10 mg.
1. N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tiak berbau,
tidak berasa, dan lebih berat daripada udara. Gas ini tidak mudah terbakar.
Tetapi bila dikombinasi dengan zat anestetik yang mudah terbakar akan
memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran eter dan N2O.
Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik
yang kurang kuat sehingga lebih sering digunakan dalam rumatan. Gas ini
memiliki efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen
efeknya seperti 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesic maksimum 35%. N2O diekskresi dalam bentuk utuh melalui paruparu dan sebagian kecil melalui kulit.
15

2. Enfluran
Enfluran merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan,
mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime.
Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual
dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2-4,5% dikombinasi
dengan O2 atau campuran N2O-O2. Dosis rumatan 0,5-3 % volume.
Enfluran dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non volatil
yang dikeluarkan melalui urin. Sisanya dikeluarkan lewat paru-paru dalam
bentuk asli. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat daripada halotan dan
isofluran.
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
dibanding halotan. Depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, depresi lebih
jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi otot lurik lebih baik dibandingkan
halotan.
3. Ketorolac 30 mg
Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini
merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas
antipiretik lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat
sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja
perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

Indikasi
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac
tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan
diberikan segera setelah operasi. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan
sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum
diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui

16

mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim


dan sirkulasi fetus.
Dosis
Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan
1030 mg tiap 4 s.d. 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis
efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh > 90 mg untuk orang
dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal, dan
pasien dengan berat badan

< 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih

dari 2 hari.
Anak-anak:
Keamanan dan efektivitas pada anak-anak belum ditetapkan. Oleh karena itu,
Ketorolac tidak boleh diberikan pada anak di bawah 16 tahun.
4. Asam Traneksamat 500 mg
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans
dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Asam traneksamat merupakan
competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin.
Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dari faktor
pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk
membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Dosis

Fibrinolisis lokal: angioneuritik edema herediter, dosis yang dianjurkan


adalah 500-1000 mg (IV) dengan injeksi lambat (1 ml/menit) 3 x sehari.
Untuk pengobatan lebih dari 3 hari dapat dipertimbangkan pemberian oral.

Perdarahan abdominal setelah operasi: 1 gram, 3 x sehari (injeksi IV pelanpelan) pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram, 3-4 x sehari
(mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara
makroskopis).
17

Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemofilia:

Sesaat sebelum operasi: 10 mg/kg BB (IV)

Setelah operasi: 25 mg/kg BB (oral) 3-4 x sehari selama 2-8 hari.

(pada penderita yang tidak dapat diberikan terapi oral dapat dilakukan terapi
parenteral 10 mg/kgBB/hari dalam dosis bagi 3-4 kali)
Efek samping

Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan
hilang bila dosis dikurangi.

Reaksi hipotensi dan pusing dapat terjadi pada pemberian intravena yang
cepat. Untuk menghindari hal tersebut, maka pemberian dapat dilakukan
dengan kecepatan tidak lebih dari 1 ml/menit.

5. Deksametason 10 mg
Deksametason

adalah

glukokortikoid

sintetik

dengan

aktivitas

imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametason


bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang.
Aktivitas anti-inflamasi Deksametason dengan jalan menekan atau mencegah
respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang
mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.

Mekanisme kerja
Inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi substansi yang berasal dari
metabolisme asam arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Deksametason
mempunyai efek antiemetik, diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan
prostaglandin (inhibisi pelepasan asam asam arachidonat dan modulasi
substansi yang berasal dari metabolisme asam arachidonat) secara sentral
sehingga terjadi penurunan kadar 5-HT3 di sistem saraf pusat, menghambat
pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi ikatan antara

18

serotonin dengan reseptor 5-HT3, pelepasan endorfin, dan anti inflamasi yang
kuat di daerah pembedahan dan diduga glukokortikoid mempunyai efek yang
bervariasi pada susunan saraf pusat dan akan mempengaruhi regulasi dari
neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal dan konfigurasi neuron.
Dosis
Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 5-10 mg dan pada anak
150 g/kgBB. Deksametason paling efektif bila diberikan sebelum induksi
anestesi. Walaupun batas dosis deksametason untuk profilaksis PONV sangat
luas namun dosis 2,5 mg, 5 mg, dan 0,15 mg/kgBB intravena dilaporkan
bermakna

menurunkan

kekerapan

PONV

yang

berhubungan

dengan

pembedahan ginekokogi dan laparoskopi ginekologi sedangkan dosis 0,056


mg/kgBB intravena merupakan dosis terkecil yang pernah diteliti umtuk
mencegah PONV.
D. INTUBASI ENDOTRAKHEA
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada
intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakhea
ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah
dibantu dan dikendalikan
Tujuan Intubasi Endotrakhea
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk
membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar
tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan
oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakhea:
a. Mempermudah pemberian anestesia.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernafasan.

19

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan


tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
Sebelum mengerjakan Intubasi Trakhea, peralatan yang harus disiapkan
adalah STATICS, yaitu S (Scope, laringoskop, steteskop), T (Tube, pipa
endotrakeal), A (Airway tube,pipa orofaring / nasofaring), T (Tape, plester), I
(Introducer, stilet, mandren), C (Connector, sambungan-sambungan),

(Suction, penghisap lendir). Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal


antara lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan
oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian
suplai oksigen melalui masker nasal.
b. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan
oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian
suplai oksigen melalui masker nasal.
c. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
d. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau
sebagai bronchial toilet.
e. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat
atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
Beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain :
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.

20

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra


servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
E. PASCA OPERASI
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di
ruang pulih adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas
motorik,seperti skor Aldrete (lihat tabel). Idealnya pasien baru boleh
dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas
8, pasien boleh keluar ruang pemulihan.
Skor
2

Warna
Merah muda

Pucat

Sianosis

Parameter Penilaian
Pernfasan
Sirkulasi
Kesadaran
apat bernapas TD
Sadar, siaga
dalam dan
menyimpang dan orientasi
batuk
<20% dari
normal
Dangkal
TD
Bangun
menyimpang

pertukaran

20-50 % dari kembali

udara adekuat normal


Apnea atau TD

tertidur
Tidak

obstruksi

berespon

>50%

Seluruh
ekstremitas
dapat
digerakkan
dua

namun cepat ekstremitas

namun

menyimpang

Aktivitas

dapat
digerakkan

Tidak
bergerak

dari

normal

21

Anda mungkin juga menyukai