Anda di halaman 1dari 10

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.

1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Pembuatan Stirena dari Limbah Plastik Dengan


Metode Pirolisis
Angga Rizka P.P dan Sri Rachmania Juliastuti
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: Juliaz30@chem-eng.its.ac.id
Abstrak Stirena merupakan senyawa turunan benzene
yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan polimer sintetik
polistirena melalui proses polimerisasi. Polistirena sendiri
banyak digunakan untuk membuat insulator listrik, boneka, sol
sepatu, piring, dan cangkir. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisa pengaruh suhu pada proses pirolisis limbah plastik
PS terhadap yield dan kualitas stirena yang dihasilkan. Limbah
plastik yang digunakan adalah PS (Polistirena). Dalam metode
Pirolisis, limbah plastik polistirena (PS) dipanaskan dalam suatu
reaktor yang bebas oksigen sampai suhu 400, 450, 500 dan 550
o
C, tekanan operasi dijaga pada 1 atm. Proses pirolisis dilakukan
sampai semua bahan habis, yaitu ditandai dengan tidak adanya
lagi tetesan dari kondensor. Saat pirolisis berlangsung, vapor
yang dihasilkan masuk pada kondensor, untuk dikondensasi.
Vapor yang terkondensasi ditampung dalam Elenmeyer (difase
inilah dihasilkan stirene). Gas
yang tak terkondensasi pada
kondensor ditampung dalam plastik penampung. Pengambilan
sampel dilakukan setelah tiap run selesai. Pirolisis atau
devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Produk
pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2,
CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. Analisa sampel PS
dilakukan dengan FTIR dan Thermogravimetric analysis. Analisa
produk gas pirolisis dilakukan dengan gas chromatography dan
flame ionization detector (GC-TCD/FID). Analisa produk liquid
dilakukan dengan gas kromatografi ditambah dengan detektor
spektrometri massa (GC-MS). Dari hasil experimen diperoleh
bahwa suhu terbaik untuk mendapatkan stirena adalah 500 oC
dengan perolehan stirena sebesar 39,35 % area dan yield 0,584
gram/gram limbah plastik.
Kata Kunci : Limbah Plastik, Pirolisis, Stirena.

I. PENDAHULUAN

tyrene merupakan salah satu turunan benzene. Dimana


memiliki nama lain vinilbenzen, peniletilen, sterol,
stirolena, dll. Styrene merupakan senyawa yang stabil,
tetapi kemungkinan polimernya dapat menimbulkan cahaya.
Biasanya ditaruh atau pengirimannya menggunakan inhibitor
yang tidak melarutkan. Substansi ini bereaksi cepat dengan
asam kuat, tembaga dan garam logam. Merupakan zat yang
sangat berbahaya dan beracun, karsinogen, mutagenik, korosif
dan menyebabkan terbakar.

Dari hasil penelitian toksisitas styrene apabila dihirup


oleh manusia dengan konsentrasi terkecil 10000 ppm selama
30 menit merupakan konsentrasi yang dapat membunuh
manusia. Styrene mempunyai sifat-sifat mudah menguap,
terasa panas jika terhirup, tertelan ataupun terkena kulit, dapat

juga menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, memiliki resiko


kerusakan pada mata yang sangat parah, apabila disamping
senyawa ini sebaiknya jangan bernafas terlalu dalam.
Styrene digunakan sebagai bahan baku utama
pembuatan karet sintetis. Adanya kandungan grup vinil
memungkinkan styrene untuk berpolimerisasi menjadi polimer
sintetik polystyrene. Polystyrene banyak digunakan untuk
pembuatan isolator listrik, boneka, sol sepatu serta piring dan
cangkir.
Bahan plastik dalam pemanfaatannya di kehidupan
manusia memang tak dapat dielakkan. Sebagian besar
penduduk di dunia memanfaatkan plastic dalam menjalankan
aktifitasnya. Penduduk amerika serikat menggunakan
sedikitnya 25 juta ton plastic setiap tahunnya. Belum ditambah
pengguna plastic di Negara lainnya. Bukan suatu yang
mengherankan jika plastic banyak digunakan. Plastic memiliki
banyak kelebihan dibandingkan bahan lainnya. Secara umum
plastic memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap
listrik, mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi,
ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan kimia yang
bervariasi. Selain itu plastic juga ringan, mudah dalam
perancangan, dan biaya pembuatan murah. Sayangnya, dibalik
segala kelebihan itu, limbah plastic menimbulkan masalah
bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastic yang tidak
dapat diuraikan dalam tanah. Perlu waktu berpuluh-puluh
tahun untuk tanah menguraikan limbah-limbah dari bahan
plastic. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan
ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai
penelitian dan tindakan. Salah satu caranya dengan mendaur
ulang limbah plastic. Namun, cara ini tidaklah efektif. Pirolisis
merupakan alternative untuk pengolahan limbah plastik,
karena dari proses ini didapatkan liquid dan bahan bakar gas
dari limbah plastik.
Jenis-jenis plastic yang akan digunakan diantaranya
adalah polystirena (PS). Polistirena (PS) adalah sebuah
polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan
digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya adalah , untuk
kantong plastic, tempat makanan, ban. Polistirena bersifat
lebih tahan panas, keras, flexible dan tidak dapat tembus
cahaya. Polistirena dapat mengalami degradasi rantai saat
terkena radiasi ultraungu dari sinar matahari. Pirolisis yaitu
pemanasan pada kondisi bebas oksigen. Dalam proses pirolisis
komponen organik dalam bahan dapat menghasilkan produk
cair dan gas, yang dapat berguna sebagai bahan bakar atau

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

sumber bahan kimia. Bahan-bahan anorganik tetap praktis


tidak berubah dan bebas dari bahan organic mengikat,
sehingga logam dapat dipisahkan dan padat yang tersisa dapat
digunakan kembali atau sebagai pilihan terakhir, akan menjadi
limbah untuk dikubur. Proses pirolisis adalah teknik daur
ulang terutama cocok untuk limbah yang mengandung plastic
berbeda-beda dan bahan lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Stirena
Styrene adalah komponen aromatik paling sederhana
dengan sebuah rantai sisi tidak jenuh. Nama lain dari styrene
antara lain : phenil etilene, vinil benzene, Styron, styrolene,
dan cinnanmene, merupakan senyawa organik dengan rumus
kimia C6H5 CH = CH2 dan mempunyai massa molar 104,15
gram/mol, titik didih 1450C. Styrene termasuk dalam
hidrokarbon siklik berbentuk cair, tidak berwarna yang mudah
menguap dan memiliki bau manis, meskipun konsentrasi
tinggi
memberi
bau
kurang
menyenangkan.
(www.godowell.com)

Gambar 2.1. rumus bangun Polistirena


Styrene ditemui sebagai impurities a tau bahan samping
pada beberapa proses. Styrene terbentuk dari hasil
dekomposisi pirogenic komponen organik. Dari pemecahan
petroleum, dari pembuatan atau pengolahan gas alam dan
batubara. Bagaimanapun, kemurnian dari beberapa produk itu
kecil dan industry modern lebih memilih untuk menghasilkan
styrene secara sintesis.
Styrene monomer dipolimerisasi untuk menghasilkan
beberapa polimer antara lain polystyrene, acrylonitrile
butadiene styrene (ABS), resin styrene-acrylonitrile (SAN),
lateks styrene-butadiene, styrene-butadiene rubber (SBR), SIS
(Styrene-isoprene-styrene),
S-EB-S
(styreneethylene/butylene-styrene), S-DVB (styrene-divinylbenzene)
dan resin polister tidak jenuh. Polimer dari bahan styrene
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan karet, plastik,
insulasi, fiberglass, pipa, peralatan kapal dan otomotif ,
pelapis kertas, dan matras busa. (www.scribd.com)
Styrene dalam industri makanan mulai berkurang, seiring
dengan penemuan dari departemen kesehatan yang
mengindikasikan bahwa styrene mempunyai efek karsinogenik
terhadap tubuh manusia dan dalam jumlah banyak beracun
terhadap saluran pencernaan, ginjal, dan saluran pernafasan
manusia. (https://wordpress.com)
II. 2. Pirolisis
Pirolisis, juga berarti thermolysis (Greek: pur = api;
thermos = hangat; luo = longgar), adalah suatu proses
dekomposisi kimia dan termal, yang pada umumnya
membentuk molekul yang lebih kecil. Secara bahasa, istilah
thermolysis lebih cocok daripada pirolisis, karena kata "api"
menunjukkan adanya oksigen. Padahal, pada sebagian besar

proses pirolisis, digunakan udara yang bebas oksigen, untuk


alasan kualitas, yield, dan safety.
Pirolisis dapat dilakukan pada berbagai level suhu,
waktu reaksi, tekanan, dan dengan adanya katalis atau tidak.
Pirolisis plastik dapat berlangsung pada suhu rendah (<400
o
C), sedang (400-600 oC) atau tinggi (>600 oC). Kondisi
tekanan biasanya pada tekanan atmosfer (1 atm). Tekanan
subatmosfer (vakum) biasanya digunakan jika produk yang
diinginkan tidak stabil secara termal, contohnya pada proses
repolimerisasi, pirolisis karet dan stirena.
II. 3. Kondisi Operasi Pirolisis
1. Komposisi Bahan
a. Konservasi massa mengatakan bahwa produk pirolisis
terdistribusi ke dalam tiga fase, gas, liquid, dan solid, terdiri
dari elemen - elemen yang sama dengan raw materialnya dan
jumlahnya relatifnya tetap. Elemen - elemennya terdistribusi
selama proses pirolisis, hidrogen dan klorin lebih banyak
menjadi fase gas, sedangkan karbon banyak terdapat di arang
(fase solid).
b. Terdapat hubungan yang nyata antara struktur polimer
dengan produk pirolisis primernya, produk primer dari
pemutusan ikatan kemudian mengalami penataan ulang
molekul - molekul dan radikal bebas. Tentunya, reaksi
sekunder benar - benar terjadi dan secara bertahap
mengkonversi produk primer menjadi lebih stabil, dan tidak
reaktif. Oleh karena itu, distribusi produk tergantung pada
waktu, kecepatan pemutusan ikatan dan proses selanjutnya.
Sebagai akibatnya, Pemutusan ikatan lebih mudah pada suhu
tinggi.
2. Suhu
Suhu adalah variabel operasi t erpenting, karena ini
menentukan baik kecepatan dekomposisi termal dan stabilitas
raw material dan produk reaksi. Suhu tinggi (>600 oC) dan
kondisi operasi vakum menghasilkan produk gas-gas
sederhana, suhu rendah dan tekanan tinggi menghasilkan
produk yang lebih viscous, rate pirolisis yang tinggi,
kecenderungan membentuk arang, lebih banyak produk
sekunder, dan dehidrogenasi.
Pirolisis untuk sebagian besar plastik, mulai terjadi
pada suhu sekitar 300 oC dan untuk thermosensitive resin
bahkan pada suhu lebih rendah, contohnya vinyl-based
polymer. Permulaan dari reaksi pirolisis sangat dipengaruhi
oleh adanya zat aditif, seperti stabilizer, plasticizer, dan
pigments. Dalam kebanyakan proses, temperatur sedang (400500 oC) menghasilkan plastik dalam wujud lelehan.
3. Waktu Reaksi
Waktu reaksi yang dibutuhkan pada prinsipnya
ditentukan oleh suhu reaksi. Pembentukan produk primer
seperti monomer, biasanya pada waktu tinggal yang pendek,
sementara untuk pembentukan produk - produk yang stabil
secara termodinamika (H2, CH4, senyawa aromatik, karbon),
membutuhkan waktu yang lama. Tekanan rendah (vakum)
menghasilkan produk primer berupa monomer, sementara
tekanan tinggi menghasilkan produk fraksi liquid kompleks.
4. Tipe Reaktor

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Pemilihan tipe reaktor utamanya didasarkan pada


pertimbangan teknis, transfer panas, dan kemudahan untuk
karakterisasi feed dan residunya. Dalam beberapa proses yang
diusulkan, polimer pertama - tama dilarutkan dalam suatu bath
berisi lelehan polimer atau wax, atau didispersikan ke dalam
salt bath, untuk mengurangi viskositas dari lelehannya. Proses
yang lain menganjurkan penggunaan reaktor dengan
properties heat transfer dan pencampuran yang bagus, reaktor
fluidized bed termal atau catalytic. Kenaikan suhu mempunyai
pengaruh terhadap properti termodinamika nya, seperti
relative stability berbagai produknya dan juga pada kondisi
fisik dan kinetik dari campuran yang bereaksi. Suhu dan
kecepatan pemanasan yang tinggi, tekanan operasi yang
rendah, dan waktu tinggal yang singkat, menghasilkan produk
primer yang kurang stabil. Sebaliknya, waktu tinggal yang
lama menghasilkan produk yang lebih stabil. Di Hamburg,
proses pirolisis yang dikerjakan oleh professor kaminsky dan
professor sinn, kondisi diatur sedemikian rupa sehingga
apapun feed nya, akan diperoleh produk berupa aromatik.
II. 4. Dekomposisi Pada Pirolisis dan Produknya
Dekomposisi pada pirolisis umumnya dibagi
berdasarkan pola reaksi yang terutama ditentukan oleh struktur
molekul dan kehadiran katalis. Tabel 2.1 menyajikan hasil
pirolisis, dan dekomposisi yang terjadi sesuai dengan resinnya.
Tabel 2.1 Polimer resin, produk utama, dan macam
dekomposisi pada pirolisis
Resin
PE
PP

Dekomposisi yang terjadi Produk pada suhu


rendah
Random chain rupture
Waxes , paraffin
oils, a-olefins
Random chain rupture

Vaseline, olefins

PVC

Eliminasi HCl dari


HCl (<300
rantai, dehidrogenasi,
benzene
dan pembentukan rantai
siklik
PS
Kombinasi
dariStirena
unzipping
dan
chainoligomernya
rupture ,
untuk
membentuk oligomers
PMMA Unzipping
MMA

Produk pada suhu


tinggi
Gasses and light
oils
Gasses
oils

and light

Toluena (>300 oC)

dan Stirena
oligomernya

PTFE
PE

Unzipping

Monomer

Transfer -hidrogen,
penataan ulang dan
dekarboksilasi

Asam benzoat dan


vinyl terephthalate

PA-6

Unzipping

Caprolactam

dan

MMA
dalam
jumlah
lebih
sedikit,
dekomposisi lebih
lanjut
TFE

Poliolefin, terutama PP dan PE, yang merupakan


komoditas utama plastik, terdekomposisi menjadi parafin dan
olefin. Distribusi massa molekul dan rasio parafin terhadap
olefin menurun dengan meningkatnya suhu dan lama waktu
reaksi.

Polistirena PS terutama menghasilkan stirena, dan


oligomernya, dimer dan trimer. Campuran PS + PE
terdekomposisi dalam pengaruh PS, dengan produk pirolisis
yang lebih jenuh, PE bertindak sebagai penyedia hidrogen.
Dekomposisi PE sedikit dipercepat dengan kehadiran PS.
PET terdekomposisi melalui transfer -hidrogen, penataan
ulang, dan dekarboksilasi, dengan produk utama asam benzoat
dan vinil terephthalate.
II. 5. Kinetika dan Mekanisme Pirolisis
Studi tentang kinetika dan mekanisme pirolisis dapat
dipertimbangkan sebagai wilayah bidang science, yang
berhubungan dengan perilaku termal bahan organik, konstitusi
molekul atau kopolimer, termasuk irregularities, seperti
structural defect dan incorporation molecules dan radikal
bebas.
Tabel 2.2 Some kinetic data (By courtesy of Professor
Bockhorn, University of Karlsruhe)

Type of
resin

PA 6
PS
PVC

HDPE
PP
PET

Melting
Density
o
point, ( C)
218-224
110
>140

134
163
260

Temperatur Maximum E
Apparent
o
reaction
e range ( C) rate of
order, n
decomposit
o
ion at ( C) (kJ/mol)
1,12
310-450
415
211
~1
1,05
320-415
355
172
1,04
1,4 210-350 (I) 250-280 (I)
140
1,5
350-500
425 (II)
(II)
0,954
340-500
475
290
1,8
0,91
340-460
425
262
0,83
1,41
360-410
400
190
0,3

II. 6. Thermo Gravimetric Analysis (TGA)


Metode TGA merupakan prosedur yang cukup
banyak dilakukan dalam karakterisasi bahan. Pada prinsipnya
metode ini mengukur berkurangnya massa material ketika
dipanaskan dari suhu kamar sampai suhu tinggi yang biasanya
sekitar 900 oC. Alat TGA dilengkapi dengan timbangan mikro
didalamnya sehingga secara otomatis berat sampel setiap saat
bisa terekam dan disajikan dalam tampilan grafik.
Pada pemanasan yang kontinyu dari suhu kamar,
maka pada suhu suhu tertentu material akan kehilangan
cukup signifikan dari massanya. Kehilangan massa pada suhu
tertentu dapat mengindikasikan kandungan dari bahan uji,
meski tidak bisa secara spesifik merujuk pada suatu senyawa
tertentu seperti yang misalnya ditunjukkan oleh puncak
puncak dari histogram FTIR ataupun XRD. Sehingga biasanya
TGA digunakan untuk melakukan analisa proximate seperti
kadar air, kadar senyawa volatil dan kadar abu dalam bahan.
Sebenarnya TGA bisa beroperasi dalam kondisi inert
dengan mengalirkan gas tertentu seperti nitroen ataupun
helium. Tapi TGA juga bisa beroperasi dalam atmosfer gas
non-inert seperti udara dan oksigen yang memungkinkan
terjadinya reaksi dengan sampel dengan adanya kenaikan
suhu. Sehingga disini TGA juga bisa berfungsi sebagai reaktor
untuk menganalisa massa bahan yang bereaksi dalam kondisi
operasi tertentu. Salah satu contohnya pada penelitian mencari

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

katalis yang tepat untuk membakar soot (partikel karbon yang


terkandung dalam asap knalpot mesin disel), yang dilakukan
dengan cara soot dicampur katalis dimasukkan dalam TGA
jika dinaikkan suhunya dan dialirkan udara maka akan terjadi
reaksi pembakaran yang akan menurunkan massa yang
terdeteksi oleh TGA. Katalis yang baik tentunya bisa
menurunkan suhu reaksi yang signifikan dibandingkan tidak
memakai katalis.
Cara pemakaian alat ini sangatlah mudah. Material
yang berupa serbuk cukup dimasukkan kedalam cawan kecil
dari bahan platina, atau alumina ataupun teflon. Pemilihan
bahan dari cawan ini perlu disesuaikan dengan bahan uji.
Pastikan bahan uji tidak bereaksi dengan bahan cawan serta
tidak lengket ketika dipanaskan. Analisa memerlukan juga
bahan standar sebagai referensi dan penyeimbang dari
timbangan mikro. Biasanya dipakai alumina sebagai standar
yang juga perlu dimasukkan dalam cawan. Alumina dan bahan
uji kemudian dimasukkan kedalam alat TGA seperti gambar
dibawah ini.

Dibawah ini contoh hasil analisa TGA dari sampel yang


mengandung karbon.

Gambar 2.3. Interpretasi Grafik TGA


Untuk garis hijau adalah grafik weight loss (TG) fungsi waktu,
sedangkan merah adalah temperatur fungsi waktu sedangkan
biru adalah DTA fungsi waktu. Bisa dilihat pada grafik TG
pada suhu sekitar 100 oC, 200 oC dan 500 oC terjadi penurunan
berat yang signifikan yang kemungkinan besar dikarenakan
kehilangan air, unsur volatil dan karbon secara berurutan.
III.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan


Limbah Industri, Jurusan Teknik Kimia, FTI-ITS. Limbah
plastik (PS) yang akan digunakan diperoleh dari pemulung pemulung di daerah Keputih Tegal, Sukolilo, Surabaya.
III.1 Variabel Penelitian
Gambar 2.2. Instrumen Thermo Gravimetric Analysis
Yang perlu dilakukan dengan sangat hati hati adalah ketika
meletakkan cawan cawan diatas pan timbangan. Karena
lengan dari pan timbangan sangat mudah patah sehingga
dalam menempatkan dan mengambil kontainer perlu
dilakukan dengan hati hati.
Setelah sampel dimasukkan maka kita bisa memprogram
urutan pemanasannya. Pemanasan bisa diprogram sesuai
dengan kebutuhan misalkan kita bisa mengatur memanaskan
sampel sampai 110 oC dan ditahan 10 menit kemudian
pemanasan dengan cepat dilanjutkan sampai 900 oC kemudian
suhu diturunkan menjadi 600 oC ditahan selama 30 menit. Kita
dapat memprogram t emperatur dan juga kecepatan
pemanasan, alat ini bisa memanaskan sampai sekitar 1000 oC
dengan kecepatan sampai 100 oC/menit atau lebih tergantung
tipe alat.

Kondisi operasi :
Tekanan : 1 atm
3
-1
Flowrate nitrogen : 1 dm menit
Bahan yang dipirolisis : Polistirena (PS)
Variabel penelitian :
Suhu yang digunakan pada proses pirolisis
adalah : 400, 450, 500 dan 550 oC.
III.2 Besaran yang diukur
Selama penelitian dilakukan beberapa pengukuran
besaran-besaran berikut:
Tabel 3.1 Besaran yang diukur dan waktu
pengukuran
Besaran yang diukur
Waktu pengukuran
Temperatur
Setiap saat (dijaga selama proses
pirolisis)
Tekanan
Setiap saat (dijaga selama proses
pirolisis)
Flowrate nitrogen
Pada saat mulai run
Yield dan Komposisi Setiap akhir run
dari liquid hasil pirolisis

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

III.3 Peralatan yang digunakan


Alat-alat yang digunakan antara lain :
1. Tabung gas nitrogen
2. Regulator gas nitrogen
3. Reaktor pirolisis
4, Elektrik Heater
5. Reaktor thermocouple
6. Kondenser
7. Elenmeyer penampung liquid hasil pirolisis
8. Kantong plastik penampung gas
III.4 Bahan yang digunakan
Bahan - bahan yang digunakan antara lain :
1. Limbah plastik PS
2. Air sebagai utilitas pendingin
3. Gas Nitrogen
III.5 Prosedur penelitian
a. Persiapan Bahan
Pengambilan limbah plastik PS
Limbah plastik (PS) diperoleh dari pemulung pemulung yang ada di kawasan Keputih Tegal, Sukolilo,
Surabaya.
Pencucian dan pengecilan ukuran plastik PS
Limbah plastik yang diperoleh kemudian dicuci
dengan air, untuk menghilangkan kotoran-kotoran.
Kemudian, bahan tersebut dikeringkan. Terakhir, bahan
plastik tersebut dipotong-potong dengan ukuran 3-5 mm.
Analisa bahan dilakukan dengan FTIR dan TGA.
b. Pembuatan stirena
Pirolisis
Proses pirolisis dilakukan menggunakan Reaktor
stainless steel unstirred 3,5 dm3 reaktor semi batch
operasi pada tekanan 1 atmosfer. 50 g sampel
ditempatkan ke dalam reaktor dan nitrogen dialirkan
selama 15 menit, untuk mengkondisikan udara dalam
reaktor bebas oksigen. Kemudian, sampel dipanaskan
sampai 400, 450, 500 dan 550 C dan dipertahankan
dalam setiap vari abel pada suhu tersebut sampai tidak
ada tetesan liquid stirena dari kondensor. Tidak ada
pengambilan sampel selama percobaan berlangsung.
Pengambilan sampel dilakukan setelah percobaan selesai
dilakukan, untuk kemudian dianalisis pengaruh suhu
terhadap yield dan kualitas stirena yang dihasilkan GCMS.
Kondensasi
Dalam tiap run setiap uap meninggalkan reaktor
dialirkan ke rangkaian air pendingin gas-cair separator,
dimana liquid terkondensasi dikumpulkan. Liquid
terkondensasi kemudian dianalisa dengan GC-MS.
Produk tak terkondensasi dilewatkan dan dikumpulkan
secara keseluruhan dalam drum penampung, untuk
kemudian dianalisa dengan GC-TCD/FID.

III.6 Diagram alir percobaan


Plastik PS

Pencucian

Analisa Sampel
FTIR dan TGA

Pelletizing 3-5mm
Proses pirolisis (50 gram Plastik PS) dipanasi pada
suhu 400, 450, 500
dan 550 oC
Kondensasi
Produk solid

liquid stirena

Analisa produk
solid dengan
TGA

Analisa produk
liquid dengan
GC-MS

Analisis
produk gas
dengan GCTCD/FID

Gambar 3.1 Diagram alir proses pembuatan stirena dari


limbah plastik (PS)
III.7 Gambar Peralatan

Gambar 3.2 Rangkaian alat proses pirolisis


Keterangan gambar :
1. Tabung nitrogen
2. Regulator tabung nitrogen
3. Reaktor pirolisis

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4. Elektrik furnace
5. Reaktor thermocouple
7. Kondensor
9. Plastik penampung gas
10, Alat pembacaan suhu thermocontroller.
III.8 Teknik Analisis
III.8.1 Analisa GC-MS
1. Mengambil sampel sejumlah 0,5 ml, memasukkan ke
dalam tabung venojek 10 cc
2. Menambahkan 5 ml N-hexan ke dalam wadah diatas
3. Memvortex selama sekitar 3 menit.
4. Mencentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama
5 menit
5. Supernatan (fase hexan) diambil secukupnya untuk
diinjeksikan ke dalam GC-MS
6. Menyalakan alat GC-MS dan mengatur seluruh
komponen yang terkait hingga sampel siap
diinjeksikan dan siap running.
7. Mengatur tampilan analisa.
8. Mengisikan data sampel atau menekan sampel login
pada monitor sambil menunggu GC dan MS pada
kondisi ready
9. Menekan tombol start pada monitor, sehingga
automatic injector membersihkan syringe sesuai
setting, kemudian sampel diinjeksikan pada auto
injector.
10. Selama setting waktu awal atau bila grafik sudah
menunjukkan agak datar analisis GC-MS dapat
dihentikkan dengan menekan tombol stop pada
monitor.
11. Puncak grafik diidentifikasi pada tiap waktu retensi
dari puncak awal sampai puncak a khir dan
dicocokkan dengan references pada program GC-MS
tekan similary search. Hasil identifikasi akan
menunjukkan komponen yang paling mirip dari
beberapa komponen, berat molekul serta tinggi intens
peaknya dan yang teratas adalah yang paling
mendekati.
III.8.2 Analisa GC TCD
Gas yang dapat dianalisa :
1. Metana (CH4)
2. Propana
3. Etilen
4. CO2
Alat :
1. Seperangkat alat kromatografi gas yang
dilengkapi dengan detector penangkap
electron ( ECD Ni-63), kolom kapiler DB-1
2. Alat injeksi
Bahan :
Gas hasil pirolisis
Prosedur :
1. Gas yang dianalisa diambil melalui alat
injeksi dengan volume 100 l.
2. Alat injeksi disuntikkan pada inlet sampel
sehingga gas masuk melewati kolom-kolom
di dalam alat kromatografi.

3. Hasil akan tercetak secara otomatis pada


layar monitor yang terhubung dengan alat
kromatografi berupa luas area.
4. Menghitung hasil secara kuantitatif dengan
standar yang ada berdasarkan perbandingan
luas area dengan % mol.
5. Didapatkan % area sampel yang dianalisa
untuk tiap komponen gas.

IV. PRINSIP-PRINSIP PUBLIKASI


IV.1 Analisa Bahan Baku Polistirena (PS)
IV.1.1 FTIR

Gambar 4.1 Spektrum FTIR PS


Pada spektrum FTIR sampel limbah plastik pada
gambar 4.1 terlihat adanya peak yang kuat dan tajam pada
panjang gelombang 3058,97-3024,33 cm-1. Panjang
gelombang ini menunjukkan adanya gugus C-H aromatik.
Terlihat juga peak pada panjang gelombang 2919,96 cm-1, ini
menunjukkan adanya CH2 asimetrik. CH2 simetrik pada
panjang gelombang 2848,90 cm-1. Deformasi CH2 dan C=C
dari cincin aromatik pada 1451,21 cm-1. Pembelokan C-H
pada bidang pada : 1068,08 cm-1 (Leon Bermudez & Salazar,
2008). Dengan kehadiran peak - peak tersebut menunjukkan
bahwa bahan yang digunakan dalam pirolisis tersebut adalah
polistirena. Salah satu contoh seperti yang tercantum pada
lampiran FTIR (Lampiran A).
IV.1.2 Termogravimetric Analysis (TGA)

Gambar 4.2 Termogram (TGA) PS (pemanasan sampai 600


o
C)

Karakterisasi sifat thermal polimer PS dilakukan


dengan TGA dengan kecepatan pemanasan konstan 10 oC per
menit. Temperatur degradasi polimer ditentukan dengan
termperatur saat terjadinya peluruhan massa sampel dalam
proses pemanasan. Dari termogram diatas, PS yang digunakan
dalam penelitian ini mulai terdegradasi pada suhu 380 oC.
Degradasi yang terjadi pada PS hanya terjadi melalui
satu tahap atau degradasi tersebut langsung terjadi melalui
pemutusan rantai utama polimer menghasilkan molekul yang
lebih kecil (monomer stirena). Pada suhu sekitar 100 oC juga
tidak terjadi degradasi, menunjukkan bahwa sampel tersebut
tidak mengandung a ir. Polimer PS mengalami inisiasi
digradasi pada suhu 380 oC dengan kecepatan peluruhan
rendah. Dengan meningkatnya suhu, kecepatan peluruhan
makin tinggi sampai pada suhu tertentu (430,83 oC) dan
mengalami penurunan kembali (Pramono, edi dkk 2012).
Kecepatan degradasi mendekati nol menunjukkan
bahwa molekul polimer tersebut pada kondisi yang stabil
terhadap temperatur uji atau sampel dalam cawan krus sudah
habis. Pada penelitian ini, pengujian sampai pada suhu 600 oC
didapati bahwa sampel polimer terdegradasi secara sempurna
(kecepatan degradasi = 0 mg/ oC), dimana tidak diperoleh zat
sisa pada cawan krus pada akhir pengujian.

Massa Liquid (gram)

400

450
500
Suhu (C)

550

600

Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara suhu dengan liquid


(stirena) hasil pirolisis

Massa solid (gram)

5,5
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
350

450

550

650

Suhu (C)
Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara suhu dengan solid hasil
pirolisis

0,240
0,220
0,200
0,180
0,160
0,140
0,120
0,100
350

450

550

650

Suhu C
Gambar 4.5. Grafik hubungan antara suhu dengan yield
pirolisis

Tabel 4.1 Pengaruh suhu terhadap massa liquid (stirena),


massa solid, dan yield
Suhu (oC)
400
450
500
550

IV.2 Hasil Pirolisis liquid

350

Yield (gram stirena/gram


limbah plastik)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Liquid (Stirena)
Volume (ml)
11,288
11,400
13,380
11,099

Massa (gram)
9,694
9,790
11,491
9,532

Yield (gram
stirena/gram
Solid (gram)
limbah plastik
0,194
5,3510
0,196
4,8200
0,230
4,7240
0,191
4,3204

Setelah selesai run tiap variabel, maka dilakukan


pengukuran terhadap massa liquid dan solid hasil pirolisis.
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa, korelasi antara suhu dan
massa liquid, berbanding lurus. Semakin tinggi suhu, semakin
besar liquid hasil pirolisis. Sedangkan untuk sisa pirolisis
berupa solid, semakin tinggi suhu, semakin sedikit solid yang
tersisa (Gambar 4.4).
Hasil pengukuran run tiap variabel secara lebih
detail, disajikan dalam tabel 4.2. Pada suhu 400 oC didapatkan
massa liquid dan solid berturut-turut sebesar 9,694 dan 5,35
gram. Sehingga yield pada suhu 400 oC sebesar 0,194 gram
stirena/gram limbah plastik. Pada suhu 450 oC didapatkan
massa liquid sebesar 9,790 gram, sehingga diperoleh yield
sebesar 0,196 gram stirena/gram limbah plastik dan massa
solid sebesar 4,82 gram. Saat suhu 500 oC diperoleh 11,491
gram liquid dengan yield 0,230 gram stirena/gram limbah
plastik dan 4,72 gram solid. Dan pada variabel 550 oC
diperoleh 9,532 gram liquid dengan yield 0,191 gram
stirena/gram limbah plastik dan 4,32 gram solid.
Hasil ini sesuai dengan a nalisa TGA, dimana
semakin tinggi suhu, maka semakin cepat rate degradasi. Hal
ini menyebabkan semakin banyaknya liquid yang dihasilkan
dan semakin sedikitnya solid yang tersisa (Gambar 4.2). Pada
suhu 400 oC diperoleh hasil paling sedikit karena pada suhu
tersebut baru terjadi proses awal degradasi dengan rate
peluruhan yang rendah (-0,04 mg/oC). Pada suhu 450 oC
diperoleh hasil yang lebih banyak, hal ini dikarenakan naiknya
rate peluruhan
(-0,138 mg/oC). Pada 500 oC diperoleh
hasil yang lebih banyak lagi, dengan rate peluruhan (-0,0002
mg/oC). Pada 550 oC diperoleh hasil yang paling banyak

dengan rate peluruhan (1,03 . 10-6 mg/oC). Walaupun rate


peluruhan pada suhu 500 dan 550 oC sangat rendah, namun
dihasilkan hasil yang paling banyak. Hal ini karena pada suhu
tersebut, proses degradasi telah mencapai tahap akhir dan telah
melalui rate puncak degradasi 430,83 oC sehingga hampir
semua bahan sebenarnya telah terdegradasi saat reaktor
mencapai suhu ini.
Tabel 4.2 Daftar senyawa yang selalu muncul pada setiap
perlakuan suhu dan
Luas peak nya (% area) dari 400 oC s/d 550 oC
o

Suhu C
450

500

550

22,221

21,342

21,157

26,058

3,408

0,457

2,019

0,442

Styrene 34,206
Isopropylbenzene
6,23

34,284

39,354

31,711

No.
1

Senyawa
Ethylbenzene

p-Xylene

3
4

400

5,972

5,311

7,886

5
6

Cyclopropyl-benzene
Propylbenzene

0,493
0,797

0,434
0,595

0,438
0,591

0,376
0,67

Alpha-methylstirene

12,089

13,96

14,341

13,617

8 1,2 Benzedicarboxylate

10,138

4,161

6,066

4,731

89,581

81,205

89,277

85,493

10,419

18,795

10,723

14,507

100

100

100

100

Subtotal
9

Trace Substance
Total

Tabel 4.3 Daftar senyawa yang selalu muncul pada setiap


perlakuan suhu dan volumenya (ml) dari 400 oC s/d 550 oC
o

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

400
Senyawa
Ethylbenzene
7,333
p-Xylene
1,125
Styrene 11,288
Isopropylbenzene
2,056
Cyclopropyl-benzene
0,163
Propylbenzene
0,263
Alpha-methylstirene
3,989
1,2 Benzedicarboxylate
3,346
Subtotal
29,562
Trace Substance
3,438
Total
33

Suhu C
450
500
550
7,096
7,193
9,12
0,152
0,687 0,155
11,4
13,38 11,099
1,986
1,806
2,76
0,144
0,149 0,132
0,198
0,201 0,235
4,642
4,876 4,766
1,384
2,062 1,656
27,001 30,354 29,922
6,249
3,646 5,078
33,25
34
35

Volume (ml)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00

Ethylbenzene
Styrene
Alpha methyl
styrene
Isopropilbenz
ene
400

450
500
Suhu C

550

Gambar 4.6. Grafik hubungan antara suhu dengan volume


liquid hasil pirolisis (Ethylbenzene, Styrene, Alphamethylstyrene dan Isopropilbenzene)
Komponen utama penyusun pirolisis liquid, disajikan
dalam Tabel 4.2. Karena banyaknya senyawa yang muncul,
maka senyawa yang disajikan hanyalah senyawa yang selalu
muncul dalam setiap suhu (8 senyawa). Jumlah % area dari
kedelapan senyawa tersebut pada masing-masing suhu dari
suhu 400-550 oC berturut-turut adalah 89,581%, 81,205%,
89,277% dan 85,493%. Secara lebih detail, Tabel 4.2 diatas
juga menunjukkan bahwa pada setiap variabel, produk yang
paling melimpah adalah stirena dengan persentase antara
31,71% s.d 39,35% area. Produk yang melimpah selanjutnya
adalah Ethylbenzene (21,34-26,058 % area), alpha methyl
styrene (12,089-14,341%), 1,2 Benzedicarboxylate (4,161%10,138%) dan Isopropyl benzene (5,311-7,886%). Kemudian
khusus untuk senyawa stirena, alfa metil stirena, ethyl
benzene, dan isopropilbenzene, terdapat hubungan dari
keempat senyawa ini karena hasil penjumlahan dari
keempatnya adalah relatif sama pada tiap suhu yaitu 63,453%,
62,194%, 66,413% dan 66,326%. Secara garis besar, dapat
dikatakan bahwa terdapat kecenderungan bahwa fluktuasi
kelimpahan Stirene dan Alfa metil stirene berbanding terbalik
dengan kelimpahan Ethylbenzene dan Isopropilbenzene (A
Lopez, et al., 2011).
Keberadaan
senyawa
Ethylbenzene
dan
Isopropilbenzene dimungkinkan terbentuk dari reaksi stirena
itu sendiri, dan tidak berasal dari degradasi sampel aslinya
(Onwudili, et al., 2009). Hal ini sesuai dengan hasil yang
didapat dalam penelitian ini. Juga patut diperhatikan bahwa
hasil stirena turun secara signifikan dari suhu 500 ke 550 oC
yang menunjukkan bahwa stirena terbentuk pada suhu 400500 oC dan kemudian terdekomposisi menjadi senyawa lain,
terutama Ethylbenzene dan Isopropilbenzene.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

kata lain semua bahan polimer (PS) sudah terdekomposisi


pada saat proses pirolisis.

IV.3 Hasil Pirolisis Gas


Konsentrasi gas
methane (%)

120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00

V. KESIMPULAN

350

450

Suhu C

550

650

Gambar 4.7. Grafik hubungan antara suhu dengan %


konsentrasi gas methane
(hasil pirolisis).
Analisa GC menunjukkan bahwa gas hasil pirolisis
(Lampiran 2) terdiri dari methane, ethane, dan propane.
Kelimpahan gas methane mencapai 90%. Dapat dilihat bahwa
secara umum, semakin tinggi suhu semakin besar jumlah gas
methane yang dihasilkan. Pada suhu 400 oC dihasilkan gas
methane dan propane berturut - turut sebanyak 88,54 % dan
10,53%. Sedangkan pada suhu 550 oC terdiri dari 91,85%
methane dan 6,34% propane. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa semakin tinggi suhu, maka semakin kuat cracking yang
terjadi sehingga menghasilkan gas dengan fraksi ringan lebih
banyak (A Lopez et al, 2011).
Dari hasil analisa yang didapat, juga tidak terdeteksi
adanya gas CO2 maupun CO. Maka dapat dipastikan bahwa di
dalam reaktor tidak terjadi reaksi pembakaran, melainkan
hanya reaksi pirolisis.

IV.4 Hasil Pirolisis Solid

Gambar 4.8. Termogram (TGA) solid sisa pirolisis.


Karakterisasi solid sisa pirolisis juga dilakukan
dengan TGA dengan kecepatan pemanasan konstan 10 oC per
menit dari suhu kamar s.d 600 oC. Temperatur degradasi solid
ditentukan dengan termperatur saat terjadinya peluruhan
massa sampel dalam proses pemanasan. Dari termogram pada
Gambar 4.8, tidak terjadi penurunan massa solid yang
signifikan dari 8,2 mg menjadi 7,7 mg (= 0,5 mg). Bandingkan
dengan termogram sampel bahan sebelum dipirolisis (gambar
4.2), dimana terjadi penurunan massa sebesar 12,3 mg.
Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa dalam bahan solid
sudah tidak terdapat lagi bahan polimer yang tersisa, dengan

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil percobaan dan analisis yang telah
dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pada proses pirolisis dengan bahan baku limbah
plastik PS, ternyata tidak hanya dihasilkan monomer
stirena, tapi juga dihasilkan senyawa aromatik lain
yang sejenis (Ethylbenzene, Propil benzene, Alfa
metil stirene, Isopropilbenzene, cyclopropyl benzene,
p-xylene dan 1,2 benzedicarboxilate).
2. Suhu operasi 500 oC merupakan suhu yang optimal
untuk proses pirolisis. Karena diatas 500 oC stirena
mengalami degradasi menjadi senyawa ethylbenzene,
propil benzene, dan isopropilbenzene.
V.2 Saran
1. Penelitian sebaiknya dilanjutkan untuk meninjau
pengaruh penggunaan katalis pada proses ini.
2. Untuk penelitan selanjutnya bisa digunakan bahan
sampah lain yang jumlahnya lebih melimpah (PP &
PET).

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Unit Layanan
Pengujian Farmasi Unair (ULPFA), Jurusan Teknik Material
dan Metalurgi ITS, dan Laboratorium Energi ITS yang telah
melakukan analisa - analisa sampel dengan baik, sehingga
penelitian ini bisa berjalan sesuai harapan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]

Lopez. A, I de Marco, Caballero B.M., Laresgoity. M.


F, Adrados. A. 2011. Influence of time and temperature
on pyrolysis of plastic wastes in a semi-batch reactor.
Chemical engineering jurnal.

[2]

Perry, R.H. Chemical Engineers Handbook, eighth


Edition, International Edition, Mc Graw Hill Book
Co.,Singapore, 2008.

[3]

Scheirs. J, Kaminsky. W. Feedstock Recycling and


Pyrolysis of Waste Plastics. John Wiley & Sons Ltd.
Singapore, 2006.

[4]

J.A.
Onwudili, N. Insura, P.T.
Williams,
Composition of products from the pyrolysis of
polyethylene and polystyrene in a closed batch
reactor: effects of temperature and residence time,
J. Anal. Appl. Pyrolysis 86 (2009) 293303.

[5]

Len-Bermdez & Salazar. 2008. Synthesis and


Characterization of The Polystyrene-Asphaltene
Graft Copolymer by FT-IR Spectroscopy. Ciencia,
Tecnologa y Futuro - Vol. 3 Nm. 4

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

10

Anda mungkin juga menyukai