Anda di halaman 1dari 2

Series Story [A-Z] [A] Autumn Glow

_____
Matahari masih meringkuk sabar dibalik punuk si hitam kelam. Membentuk
remang cenderung kelam pada setiap sisi kota tanpa terkecuali.
Mendung senyap setia hadir pertanda akan turun hujan. Bahkan meski
jarum jam baru saja membentuk sudut sembilan puluh derajat kearah barat
laut, sang dewa gelap telah tanpa gentar mempertontonkan
keangkuhannya, tak membiarkan sosok lain dibalik punggung menunjukkan
kebolehan. Awal musim gugur memang seyogianya begitu. Bak anak kecil,
terang gelap beradu kebolehan. Sama-sama ingin berlabel sang pemenang.
Tapi toh nyatanya gelap memang lebih diberkati.
Tak ada yang salah dengan itu. Ya, bahkan mungkin telah menjadi hal yang
teramat lumrah bagi kota yang bermil-mil jauhnya dari garis khatulistiwa.
Birmingham. Salah satu kota dari jejeran kota di Inggris Raya yang
senyatanya tak sepadan dengan kota lain disudut tropis sana. Tentu dalam
urusan kontribusi cahaya matahari.
Tapi dibalik kenyataan yang telah mengakar nyaris sembilan belas tahun
sejak tubuhku tercecah ditempat ini. Sejak aku dengan tanpa logika
memaksa keluar dari kungkungan rahim ibu yang telah mengantungku
selama sembilan bulan, dengan tanpa logika pula aku berharap akan ada
sesuatu yang berbeda di musim gugur tahun ini. Setidaknya, aku berharap
sang terang akan menang dalam satu periode.
Mengenyampingkan kenyataan orang-orang bertubuh tinggi, berkulit putih
dan berambut pirang disekelilingku, yang bak peramal cuaca ulung,
menyelipkan benda bernama payung diantara sekumpulan barang yang
mereka bawa. Tapi apa peduliku? Aku tak sesiaga orang-orang ber-ras
kaukasoid itu. Karena senyatanya bagiku awan gelap diatas sana hanya
kedok kekalahan sang gelap dan awal kemenangan sang terang.
Percayalah aku bukan peramal cuaca yang amat ulung. Bukan pula pawang
hujan dengan berbagai benda aneh penangkal rintik air langit. Aku hanya
bermodal sebait doa yang kusebut mantra, yang bahkan telah
kudengungkan sejak bangkit dari alam mimpi pagi tadi. Setidaknya aku

percaya Tuhan menyayangiku dan akan mengabulkan doa hambanya yang


tiada sempurna sepertiku ini.
Dan mari bertaruh! Lalu percayalah Tuhan memang menyayangi gadis
sepertiku.
Langkahku yang sejak tadi terayun dengan ritme sedang, menyusuri jalanan
kota yang cukup ramai, seketika terhenti. Kehangatan mulai menjalari
jemariku yang tak tertutup sarung tangan. Sudah saatnya, kekalahan bagi
sang gelap. Pertunjukan yang telah kutunggu sejak berjam-jam lalu. Dan
sialnya bak tirai pembuka cahaya, sesosok tubuh jangkung terbalut mantel
hitam melintas tanpa perintah, membuatku teralih fokus seketika.
Autumn Glow.
Aku bahkan tak lagi memikirkan mentari yang perlahan mulai
menampakkan keperkasaannya. Ketertarikanku terenggut oleh sosok pria
jangkung bermantel hitam yang kini melangkah berlawanan arah. Bukan
karena aku menemukan ketampanan malaikat pada pahatan wajahnya. Jujur
aku bahkan tak sempat memperhatikan hal sedetil itu. Aku lebih dulu
terbuai oleh gumaman yang oh, aku belum terlalu tuli untuk tak mendengar
atau hanya sekedar salah mendengarnya yang hanya berjarak 5 cm dalam
garis horisontal.
Ia menggumamkan kata itu, autumn glow. Aku yakin, seyakin keyakinan
yang kumiliki. Dan bodohnya, aku menemukan secuil senyum kemenangan
pada bibirnya. Seolah semua berjalan sesuai kehendaknya. Turut menang
bersama sang terang yang berhasil mengalahkan sang gelap. Seakan
kendali sang surya berada digenggaman tangannya.
Sejak kecil aku tak pernah percaya pada jenayang. Peramal masa kerajaan
ditanah kelahiran ibuku, Korea. Tapi aku benar-benar mengutuk pria itu
yang membuatku mempercayai hal seaneh itu hanya dalam waktu kurang
dari satu menit.
Sebut aku gila karena peduli pada hal seremeh itu. Karena toh memang
nyatanya logikaku tertelan oleh ketertarikanku yang bangkit mengambil
alih.

~ To be Continue ~

Anda mungkin juga menyukai