Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Hydropneumothorax

DISUSUN OLEH
Aina Ullafa

2010730006

Pembimbing: dr. Maya Sofa, Sp. B


KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
PERIODE 25 Mei 02 Agustus 2015
RSUD CIANJUR

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya. Paru-paru

dapat dikembang-kempiskan melalui dua cara : (1) dengan

gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2)
dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.
Hidropneumotoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga
disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks.
Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari
mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus ke
arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan sering membuat fistula
bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stafilokokus aureus, Klebsiela,
mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru,
adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari luar
paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses sub
phrenik dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat invasi kuman
piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbul peradangan akut yang diikuti dengan
pembentukan eksudat seros. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup ataupun yang
mati dan peningkatan kadar protein didalam cairan pleura, maka cairan pleura menjadi keruh dan
kental. Endapan fibrin akan membentuk kantung kantung yang akhirnya akan melokalisasi nanah
tersebut.
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada
dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000
penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan
5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1. Hasil dari terapi pada 480 penderita dengan fraktur
multiple costa dan dihubungkan pada trauma dada yang telah dianalisa. Berdasarkan dari trauma;
55 (25,5%) pasien pneumotoraks yang berkembang menjadi 71 (32,8%) - hemathorax, 90
(41,7% -hemopneumotoraks. Terapi konservatif dari pneumo dan hemotoraks dalam beberapa

kasus kebanyakan (biasanya dilakukan tusukan pada rongga pleura, jarang dilakukan drainage).
Pada 47 penderita yang berkaitan dengan trauma yang dengan forced position (posisi setengah
duduk), Bertujuan untuk kateterisasi pada cavum pleura dengan menggunakan stiletto trocar
melengkung dibawah sudut 60 derajat. Pada terapi clotting hematothoraks digunakan
streptokinase yang tercatat berefek positif pada 6 dari 7 pasien. Indikasi untuk torakotomi
dibatasi pada pasien dengan trauma dada yang berhubungan dengan shock dan kehilangan darah
akut. (Rebecca B, 2011).

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan fisiologi sistem respiratorius

Dinding Thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka dinding thorax
membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa
organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari vertebra thoracica dan discus
intervertebralis, costae dan cartilago costalis, serta sternum. Beberapa otot pernafasan yang
melekat pada dinding dada antara
lain :

Otot-otot inspirasi : M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior

superior, dan M. scalenus


Otot-otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior
inferior, M. subcostalis

Traktus Respiratorius

Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua, yaitu traktus respiratorius bagian atas dan
bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga
orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring, trachea, bronchus
(primarius, sekundus, dan tertius), bronchiolus, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan
alveolus. Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus (superior, anterior, inferior), sementara paru-paru
kiri terdiri atas 2 lobus (superior dan inferior). 14
Rongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan jantung. Paru-paru dan
pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di antaranya, sedangkan aorta
descendens serta oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2 lapisan, yaitu:
pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput tipis dari membrana
serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang menghadap mediastinum, pleura ini
beralih meliputi paru-paru sehingga disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura
visceralis ini membugkus paru-paru dan melekat erat pada permukaannya. Ruangan potensial
antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis yang hanya berisi lapisan tipis cairan
untuk lubrikasi.14
Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut
spirometer. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
-

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas
normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.

Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di
atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000 mililiter.

Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstar maksimal yang dapat diekspirasi
melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah normalnya adalah sekitar
1100 mililiter.

Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi
paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.
Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena

gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus . 13

Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis bergantung
pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar akan akan
menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam alveolus.
Sebaliknya bila m.intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga udara akan
terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan intraabdominal maka diafragma akan
terdorong ke atas apabila tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks,
kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdominal menyebabkan ekspirasi jika
m.intercostalis dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan
demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif. 13
Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru dapat dibuat
dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam thoraks bersamaan dengan
mengembangnya thoraks. Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding dada, kekenyalan
jaringan paru, dan tekanan intraabdominal. Hal ini dilakukan pada ventilasi dengan respirator
atau pada resusitasi dengan bantuan napas dari mulut ke mulut
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk
ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut
dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks. Jika
dipasang penyalir tertutup yang diberikan tekanan negatif maka udara ini akan terhisap dan paru
dapat dikembangkan lagi.13

HIDROPNEUMOTORAKS
DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga
pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah

(empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks.

1,2

Sedangkan pneumotoraks itu sendiri

ialah suatu keadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan
kolaps jaringan paru4,5,6.
KLASIFIKASI
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan kejadian.
2. Berdasarkan lokalisasi.
3. Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.
4. Berdasarkan jenis fistel 4,5,6.
Berdasarkan kejadian
(a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tandatanda sakit.
(b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita penyakit,
mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis
dan karsinoma bronkus.
(c) Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura parietalis
sebagai akibat dari trauma.
(d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga pleura,
dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat. Pada zaman dulu
pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru 4,5,6.

Berdasarkan Lokalisasi
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis4,5,6

Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru


a) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks mengalami kolaps.

(>50% volume paru)


b) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian. (< 50% volume paru)
Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai
berikut4,5,6:

Gambar 1. Kolaps Paru.7


Rumus mengukur volumenya :

( A x B )( a x b ) X 100
( A x B)

Berdasarkan jenis fistel


(a) Pneumotoraks ventil
Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga
pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.

(b) Pneumotoraks terbuka

Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan terbuka dengan
bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama dengan tekanan di
udara bebas.
(c) Pneumotoraks tertutup
Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan biasanya akan
diresobsi spontan.
Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat berubah.
Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula
berubah menjadi pneumotoraks ventil. 4,5,6
INSIDEN DAN PREVALENSI
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada dilkakukan, namun
insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun.
Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang
mendapatkan 8:1. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi
pneumotoraks ventil 3 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks
menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali 4,5,6.
Insiden empiema di bagian Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 1987 dirawat
3,4% dari 2.192 penderita rawat inap. Dengan perbandingan pria:wanita = 3,4:1.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang diameternya
tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan sering ditemukan di
daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan
udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang
berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti,
tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.
1) Faktor infeksi atau radang paru.
Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada dinding
alveoli yang akan menjadi titik lemah.

2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.


Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada
waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura
viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula
bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai
ventil4,5,6.

Pleura adalah membran tipis terdiridari 2 lapisanyaitu pleura viseralis dan pleura parietalis.
Pleura merupakan suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding toraks kanan
dan kiri,melapisi permukaan superior diafragma kanan dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan
kiri yang semuanya disebut pleura parietalis. Kemudian pada pangkal paru, membran serosa ini
berbalik melapisi paru dan disebut pleura viseralis yang berinvaginasi mengikuti fisura yang
membagi tiap lobusnya. Diantara pleura parietal dan viseral terdapat ruang yang disebut rongga
pleura yang didalamnya terdapat cairan pleura seperti lapisan film karena jumlahnya sangat
sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura parietal dan viseral. Cairan pleura masuk ke
dalam rongga pleura dari dinding dada yaitu bagian pleura parietalis dan mengalir meninggalkan
rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa. melumasi
permukaan pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernafasan.
Arah aliran cairan pleura tersebut ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik di
kapiler sistemik. Pleura tersebut sering kali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi
cairan misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudatif karena infeksi, hemotoraks bila rongga
pleura berisi

darah, cairan limfe, piotoraks atau empiema thoracis bila berisi nanah,

pneumotoraks bila berisi udara dan bila disertai cairan di dalam

rongga pleura disebut

hidropneumotoraks.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai
sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batukbatuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin
lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari
derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan
COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat.

Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru yang
terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah
waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu
sampai empat hari.
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain;
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.
Keluhan-keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendirisendiri, bahkan ada
penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita pneumotoraks
ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya
dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah
dimediastinum.4,5,6
PEMERIKSAAN FISIK
a) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batukbatuk, sianosis serta iktus
kordis tergeser kearah yang sehat.
b) Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stem fremitus melemah, trakea
tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto
toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila pneumotoraks
disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang
merupakan batas udara dan caftan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi
maksimal.4,5,6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Pada gambaran radiologi hidropneumothorax merupakan perpaduan antara gambaran
radiologi dari efusi pleura dan pneumothorax. Pada hidropneumothorax cairan pleura selalu
bersama-sama udara, maka meniscus sign tidak tampak. Pada foto supine maka akan dijumpai
air fluid level meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya
udara di atas cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumothorax ini ruang pleura sangat
translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih

tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak
homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang
menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.
2. Analisis gas darah
Gambaran hipoksemi, meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada
pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema , hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat
tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "output", sehingga dengan
demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.
3. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis 4,5
DIAGNOSIS BANDING
1. Emfisema pulmonum
2. Kavitas raksasa
3. Kista paru
4. Infarkjantung
5. Infark paru
6. Pleuritis
7. Abses paru dengan kavitas4,5
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan (Umum) :
Tujuan utama penatalaksanaan adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip penatalaksanaan pneumotoraks adalah
sebagai berikut :
Primary Survey Airway Assessment :
perhatikan patensi airway

dengar suara napas


perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakandinding dada
BreathingAssesment :
Periksa frekuensi napas
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraks
Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
CirculationAssesment
Periksa frekuensi denyut jantung dan denyut nadi
Periksa tekanan darah
Pemeriksaan pulse oxymetri
Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Penatalaksanaan Pneumothoraks (Spesifik)
a. Pneumotoraks Simpel
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intratoraks yang progresif. Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas ,hyperresonance (perkusi), pengembangandada
Penatalaksanaan: WSD
b. Pneumotoraks Tension
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara
dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).Ciri:
Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi: kolaps total paru,mediastinal
shift (pendorongan mediastinumke kontralateral), deviasi trakhea ,venous return
hipotensi&respiratory distressberat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengancepat, takipneu, hipotensi, JVP ,
asimetris statis & dinamis
Merupakan keadaanlife-threatening tdk perlu Ro
Penatalaksanaan :

Dekompresi segera:large-bore needle insertion(sela iga II, lineamid-klavikula)


WSD

c. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dadasehingga udara dapat keluar dan masuk
rongga intra toraks denganmudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1.Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanismeventil)
2.Pasang WSD dahulu baru tutup luka

3.Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atauorgan intra toraks lain.


4.Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
Tindakan Dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%.
Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan
udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui
jarum tersebut
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding

ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah

dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infusset yang berada di
dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah
jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembuske rongga pleura,
jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik
infusset. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yangberisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampakgelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yangberada di dalam
botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (torakskateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura denganperantaraan
troakar atau dengan bantuan klem penjepit.Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah
yangtelah dibuatdengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 padalineamidaksilaris atau pada linea
aksilaris posterior.Selainitu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garismidklavikula. Setelah troakar
masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masihtertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter
toraksyang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melaluipipa plastik lainnya. Posisi
ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung

udaradapat

dengan

mudah

keluar melalui

perbedaan

tekanan

tersebut.

Penghisapandilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetappositif. Penghisapan ini


dilakukan dengan memberi tekanannegatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar parucepat
mengembang. Apabila paru telah mengembangmaksimal dan tekanan intra pleura sudah negative
kembali,maka sebelum dicabut dapat dilakukuan ujicoba terlebihdahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam.Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadipositif maka
pipa belum bias dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasimaksimal.
Water Seal Drainage (WSD)
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan Chest-Tube (pipa
dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura dengan maksud
untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura, seperti misalnya pus pada
empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga pleura, misalnya
pneumotoraks. Bedanya dengan tindakan pungsi atau torakosentesis adalah kateter dipasang
pada dinding toraks dalam waktu yang lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung.
Indikasi : pneumothorax, hemothorax, empiema, efusi pleura
Tujuan pemasangan :
1. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
2. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
3. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian.
4. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
Tempat pemasangan
1. Apikal

Letak selang pada ICS 3 mid klavikula


Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2.
Basal
Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

WSD terdiri dari komponen pipa drainase, botol penampung, botol pengatur tekanan
negatif dengan atau tanpa alat penghisap.
Pipa drainase
Pemilihan pipa drainase yang sesuai, tergantung dari lebar spatium interkostal dan jenis kelainan
pada rongga pleura. Pipa drainase yang berada di dalam rongga pleura harus memiliki banyak
lubang, agar cairan atau udara dapat bebas mengalir dengan lancar.
Botol penampung
Saat ini dikenal 3 sistem WSD :
1. Sistem 1 botol WSD sederhana, dimana keluarnya cairan dan udara dari rongga pleura
terjadi secara aktif pada saat gerakan pernafasan.
2. Sistem 2 botol dengan pompa penghisap botol I, berisi air steril tinggi air botol I kurang
lebih 2 cm di atas ujung pipa yang berhubungan dengan pipa drainase dada, untuk
mendapatkan efek kedap udara. Botol I berfungsi pula untuk menampung cairan dari
rongga pleura. Botol II berfungsi sebagai botol pengaman dan mengatur besarnya tekanan
negatif dari pompa pengisap.
3. Sistem 3 botol dengan pompa pengisap botol I berfungsi sebagai penampung cairan dari
rongga pelura. Botol II untuk mengatur besarnya tekanan negatif dari pompa pengisap,
dengan cara mengatur tingginya pipa pengukur dari permukaan air. Pipa III berfungsi
sebagai pengaman.
Besarnya tekanan negatif dari pompa pengisap untuk dewasa dan anak sangat berbeda.
Dewasa : 12-15 cmH2O (pipa terbenam 12-15 cm), tekanan negatif maksimal 25 cmH2O.
Anak : 8-10 cmH2O (pipa terbenam 8-10 cmH2O)
Teknik pemasangan
1. Posisi pasien duduk atau setengah duduk

2. Setelah dilakukan desinfeksi kulit dan penutupan lapangan operasi dengan duk steril,
dilakukan infiltrasi anestesi dengan lidokain 1-2% pada daerah kulit sampai pleura. Tempat
yang akan dipasang pipa drainase dada, umumnya dilakukan pada spatium intercostal 4
sampai 7 yang dibatasi oleh tepi lateral otot pektoralis mayor, linea midaxilaris dan papilla
mammae, merupakan daerah yang ideal untuk insersi pipa drainase dada. Karena tempat
tersebut memberikan kenyamanan bagi penderita dan memberikan jaringan parut yang
minimal. Kadang digunakan pula spatium intercostal 2, tetapi cara ini tidak disarankan
untuk digunakan oleh karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah subklavia dan
memberikan kosmetik yang buruk
3. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2-3 cm sampai jaringan di bawah kulit.
4. Dengan gunting berujung tumpul atau klem lengkung, jaringan di bawah kulit dibebaskan
sampai pleura, pelan-pelan pleura ditembus hngga terdengar suara hisapan atau keluar
cairan
5. Pipa drainase dada dimasukkan melalui lubang sayatan pada kulit, dengan menggunakan
klem lengkung pipa drainase dada dimasukkan dengan arah ke kranial bila rongga dada
berisi udara, bila rongga udara berisi cairan maka arah pipa drainase dada ke arah basal.
Sebelum pipa drainase diinsersikan, lakukan eksplorasi rongga pleura dengan jari.
Perawatan pasien dengan WSD
1. Pasien dengan posisi tiduran atau setengah duduk
2. Seluruh rangkaian drainase, pipa, botol, harus tersusun rapi
3. Pipa yang keluar dari dinding dada harus difiksasi ke tubuh dengan plester lebar, untuk
mencegah goncangan
4. Dengan pipa yang transparan dilihat aliran cairan (undulasi), bila terjadi gumpalan darah,
pipa diperah sehingga aliran lancar
5. Setiap hari dikontrol foto dada, untuk melihat : keadaan paru, posisi pipa drainase, kelainan
lain (emfisema, bayangan mediastinum)
6. Menghitung jumlah sekret yang keluar , tiap jam atau tiap tiap hari. Serta jenis sekret yang
keluar (darah, pus)
7. Penderita dilakukan fisioterpai nafas tiap hari
8. Adanya kelainan pada sistem drainase harus segera diperbaiki
Pedoman pencabutan pipa drainase dada:
Kriteria pencabutan
a. Sekret serous, tidak hemoragis (dewasa: jumlah < 100cc/24jam, anak: 25-50 cc/24 jam)
b. Paru mengembang (suara paru kanan = kiri; evaluasi foto dada)
Komplikasi

Komplikasi pemasangan WSD pada umumnya terjadi oleh karena perlukaan organ abdomen,
thoraks, pecahnya pembuluh darah besar akibat insersi pipa drainase dada
1. Paru
Emfisema subkutis paling sering terjadi, tetapi umumnya dapat menghilang sendiri.
2. Jantung dan pembuluh darah
Trauma pada jantung dan pembuluh darah besar akan menyebabkan kardiak temponade,
akan tetapi hal ini jarang terjadi. pecahnya pembuluh darah intercostal lebih sering terjadi
terutama pada orang tau, oleh karena pembuluh darahnya berkelok-kelok. Keadaan ini dapat
dihindari dengan pemasangan pipa drainase dada pada tepi superior kosta, menghindari bundel
neurovaskuler pada tepi inferior kosta.
3. Rongga abdomen
Sewaktu ekspirasi, diafragma dapat terangkat sampai setinggi spatium intercostal ,
sehingga insersi pipa drainase dada dapat menyebabkan perforasi gaster, lien, dan hepar. Untuk
menghindari hal tersebut, jangan menginsersi kan pipa drainase dada terlalu rendah.
Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya :terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitisdengan
obstruksi saluran napas diberi antibiotik danbronkodilator
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakanbedah dapat dipertimbangkan, untuk
mengurangi insidensikomplikasi, seperti emfisema.

WAKTU PENCABUTAN KAPAN WSD


WSD dicabut apabila paru telah mengembang sempurna. Untuk mengetahui paru sudah
mengembang ialah dengan jalan penderita disuruh batukbatuk, apabila diselang WSD tidak tampak
lagi fluktuasi permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah mengembang dan juga disesuaikan
dengan hasil pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui secara pasti paru telah mengembang dilakukan
Rontgen foto toraks.
Setelah dipastikan bahwa paru telah mengembang sempurna, sebaiknya WSD jangan
langsung dicabut tapi diklem dulu selama 3 hari. Setelah 3 hari klem dibuka. Apabila paru masih
tetap mengembang dengan baik baru selang WSD dicabut. Selang WSD dicabut pada waktu
penderita Ekspirasi maksimal4,5,8.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www. Lemon. Medical symposium.com
2. http://www. medhelp. org Imedikal Dictionary
3. Putau J, dkk. Piopneumotoraks dengan Bronkopleura. Laporan Kasus. http://www. med UNHAS.
ac. id.
4. Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks di dalam Praktek. http://www.kalbe.co.id.
5. http://www. Turkishrespiratory journal.com
6. Alsagaff H, Mukti A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.edisi 2.
Surabaya: 2002.
7. http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.au/five/images/pneumothorax_3.jpg
8. http://www.learningradiology.com
9. Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20).Water Seal Drainage Pada Pneumothorax Post Trauma

Dinding Thorax . Bagian Ilmu Penyakit Dalam.RSUD Panembahan Senopati Bantul;2010.


http://www.fkumycase.net/.
10. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta : EGC.


11. Rubens MB, Padley SPG. The pleura. Dalam: Textbook of radiology and imaging. Seventh
Edition. Churchill Livingstone. P. 87-105
12. Rubins J. Pleural Efusion. Medscape 20 July 2015. Didapat dari : URL:
http://emedicine.medscape.com/article/299959-workup#aw2aab6b5b2
13. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

2005. P.404-419.
14. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi Tubuh Manusia.

Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.

Anda mungkin juga menyukai