Kondiloma Akuminata
Kondiloma Akuminata
PENDAHULUAN
Kondiloma Akuminata (KA) adalah salah satu jenis penyakit menular seksual
(sexually transmitted disease). Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh negara, termasuk Indonesia. IMS dapat mealui hubungan seksual
(HUS), baik secara genito genital, oro genital maupun ano genital pada HUS yang
berlainan jenis atau sesama jenis.
Dipekirakan bahwa di antara 500.000 1 juta kasus baru didiagnosis setiap tahun di
Amerika saja, dengan klinis genital warts yang diperkirakan 1% populasi seksual aktif.4
Kondiloma akuminata disebabkan oleh Human Papilloma virus (HPV). HPV adalah virus
yang sangat menular dan dapat ditularkan melalui kontak seksual genital, anal dan oral.
Kontak seksual yang terinfeksi HPV pada individu mempunyai peluang 75% untuk terjadi
kondiloma akuminata.4 Baik laki-laki maupun perempuan rentan untuk terjadi infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Kondiloma akuminata ialah vegetasi oleh human papilloma virus tipe tertentu,
bertangkai dan permukaannya berjonjot.1
2.2
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini termasuk Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS). Frekuensinya
pada pria dan wanita sama. Tersebar kosmopolit dan transmisi melalui kontak kulit
langsung.1
United States
Annual Incidence dari kondiloma akuminata adalah 1%. Kondiloma akuminata
merupakan Sexually Transmitted Disease (STD) yang paling umum. Prevalensi telah
dilaporkan melebihi 50%. Prevalensi dan risiko tertinggi adalah pada kalangan dewasa
muda pada usia dekade ketiga dan pada remaja. Peningkatan 4 kali lipat atau lebih
dalam prevalensi telah dilaporkan dalam 2 dekade terakhir.2
Internasional
Prevalensi Internasional telah dilaporkan bervariasi. Data yang tersedia dari
Inggris, Panama, Italia, Belanda, negara-negara berkembang melaporkan infeksi HPV
kurang lebih sama dengan yang ada di Amerika Serikat.2
Mortalitas/Morbiditas
Mortalitas adalah sekunder dari transformasi maligna pada karsinoma baik pada
laki-laki maupun wanita. Hal ini merupakan potensial onkogenik yang telah dilaporkan
3 kali lipat risiko kanker genitourinaria pada pria yang terinfeksi. Namun ini jarang
terjadi pada HPV tipe 6 dan 11.2
2.3
ETIOLOGI
Virus penyebabnya adalah Human Papilloma Virus (HPV), ialah virus DNA yang
tergolong dalam family virus Papova. Sampai saat ini telah dikenal sekitar 60 tipe VPH
, namun tidak seluruhnya dapat menyebabkan kondiloma akuminata. Tipe yang pernah
ditemui pada kondiloma akuminata adalah tipe 6, 11, 16,18, 30,31, 33,35, 39, 41, 42,
44, 51, 52, dan 56.1
Pada referensi lain menyebutkan, lebih dari 120 subtipe yang berbeda dari HPV
yang telah diidentifikasi, dengan 40 subtipe yang mampu menginfeksi traktus
anogenital. Jenis ini dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu low risk, intermediate risk,
dan high risk. HPV tipe 6 dan 11 jarang menimbulkan kanker serviks sehingga disebut
subtipe low risk. Infeksi dari genotif ini bertanggung jawab sekitar 90% pada formasi
genital warts. Sebaliknya tipe 16 dan 18 sangat berhubungan dengan displasia serviks
sehingga dianggap high risk, subtipe onkogenik. Penelitian menunjukkan infeksi pada
genotif ini adalah sampai 70% terjadi Squamous Cell Carcinoma (SCC) dari serviks.
HPV tipe 31, 33, 45, 51, 52, 56, 58, dan 59 adalah tipe intermediate risk, sering
3
ditemukan pada neoplasma skuamosa, tetapi jarang dihubungkan dengan SCC serviks.
Pasien dengan kondiloma akuminata dapat terinfeksi stimultan oleh beberapa jenis
HPV.4
Beberapa tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi, yaitu tipe
16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering dijumpai pada kanker
serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering ditemui pada kondiloma akuminata dan
neoplasia intraepitelial serviks derajat ringan.1 kondiloma juga dapat menjadi koinfeksi
yang high risk HPV seperti HPV tipe 16. Merupakan penyakit menular seksual,
dengan transmisi rata-rata 60% di antara partner seksual.3
HPV adalah virus yang sangat menular dan dapat ditularkan melalui kontak
seksual genital, anal dan oral. Kontak seksual yang terinfeksi HPV pada individu
mempunyai peluang 75% untuk terjadi kondiloma akuminata.4
HPV TYPE
1, 2, 4, 26, 27, 29, 41, 57, 65, 75-78
1, 2, 4, 60, 63
3, 10, 27, 28, 38, 41, 49
1-4, 7,10,28
2, 27, 57
16
2, 3, 10, 12, 15, 19, 36, 46, 47, 50
5, 8-10, 14, 17, 20-25, 37,38
or benign)
Nonwarty skin lession
37,38
6, 11
6, 11
16, 18
16
13, 32
16, 18
16, 18
16, 18
ANOGENITAL DISEASE
Condyloma acuminata
HPV TYPE
1-6, 10, 11, 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39-
Bowenoid papulosis
Bowen disease
Giant
condyloma
tumors)
Unspecified intraepithelial neoplasia
30, 34, 39, 40, 53, 57, 59, 61, 62, 64,
66-69
6, 11, 16, 18, 26, 27, 30, 31, 33-35, 40,
42-45, 51-58, 61, 62, 67-69, 71-74, 79,
81-84
6, 11, 16, 18, 31, 33, 35, 39, 42, 44, 45,
Carcinoma of vulva
Carcinoma of vagina
Carcinoma of cerviks
Carcinoma of anus
Carcinoma in situ of penis
Carcinoma of penis
VIROLOGY
HPV adalah sekelompok unenveloped, virus DNA, family Papovaviridae.
Replikasi virus terbatas pada jaringan permukaan lapisan sel basal. Virus akan
menembus epitelium mukosa dan kutaneus untuk mencari selular dari host. Lalu
kemudian menyerang dan menginfeksi keratinosit basal epidermis. Mukosa dapat
terinfeksi di mana saja di sepanjang traktus genital, termasuk vulva, vagina, serviks,
regio perianal pada wanita, serta penil shaft, skrotum, periuretra dan regio perianal pada
pria. Daerah yang terinfeksi in akan ditandai dengan proliferasi DNA dan terbentuknya
warty papule atau plaque.4
Genom virus terdiri dari 6 early-open reading frames (E1, E2, E4, E5, E6, E7)
dan 2 late-open reading frames (L1, L2). Early-open E gen adalah penting untuk
regulasi fungsi dan enkode protein yang terlibat pada replikasi virus dan transformasi
sel. Sebaliknya late-open L gen mengkode protein kapsid virus. Perbedaan genotip L1
6
menyebabkan pola yang sedikit berubah dari virus replikasi DNA, yang diperkirakan
dapat menjelaskan berbagai subtipe HPV. Secara khusus, HPV subtipe low risk akan
terpisah dari DNA sel host dan menjalani replikasi yang independen. Sebaliknya HPV
high risk akan menggabungkan DNA mereka langsung ke material genetik sel host.
Integrasi virus dan DNA sel host seringkali menghasilkan disregulasi dan aktivasi tak
terkontrol dari gen E6 dan E7, dimana mempromosikan transkripsi onkoprotein. Ini
akan mengikat dan menonaktifkan tumor supressor genes p53 dan Rb, menyebabkan
proliferasi sel meningkat dan risiko lebih besar untuk terjadinya keganasan.4
DERMATOPATOLOGI
Secara hisptopatologi, ciri khas sel yang terinfeksi oleh HPV adalah
berkembangnya morfologi keratinosit atipikal yang disebut koilosit. Secara umum,
epidermis
akan
menunjukkan
acanthosis
ditandai
dengan
berbagai
tingkat
2.4. PATOGENESIS
Sel-sel dari lapisan basal epidermis diserang oleh Human Papilloma Virus (HPV).
Penetrasi virus ini menembus kulit dan menyebabkan mikroabrasi mukosa. Awalnya
fase laten dari virus dengan tidak adanya tanda atau gejala dan dapat berlangsung dari
satu bulan sampai beberapa tahun. Setelah fase laten, produksi dari DNA virus, capsid
dan partikel dimulai. Sel host terinfeksi dan berkembang morfologi koilocytosis atipikal
dari kondiloma akuminata.2
masa inkubasi 3
minggu sampai 8 bulan sebelum manifestasi klinis. Rata-rata gejala fisik dimulai
sekitar 2-3 bulan setelah kontak awal. Virus dapat juga sebagai dormant pada sel
epitelial dalam jangka waktu yang lama. Infeksi ini dapat bertahan lama dan dapat tidak
terdeteksi sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis asimptomatik.4
Buschke-Lowenstein Tumor
Vegetasi yang besar disebut sebagai giant condyloma (Bushke) yang pernah
dilaporkan menimbulkan degenerasi maligna, sehingga harus dilakukan biopsi.1 sering
terdapat pada gland penis, daerah perianal.5
10
Condyloma acuminatum.
11
2.6
DIAGNOSIS
a.
Anamnesis
Partner seksual multipel dan usia coitus yang lebih muda merupakan faktor
b.
Lesi pada mukosa oral, laring atau trakea (tapi jarang) mungkin terjadi karena
kontak oral-genital.2
Riwayat hubungan seksual anal baik pada lak-laki maupun perempuan dapat
Pemeriksaan Fisik
Erupsi papular single atau multipel dapat diobservasi. Erupsi mungkin muncul
mutiara, filiform, kembang kol (caulifowler) atau plaquelike. Semuanya ini
dapat secara halus (terutama pada penis), verukosa atau lobular. Erupsi ini
vesikelm discharge).
Melihat lesi perianal, terutama pada pasien dengan riwayat atau risiko dari
imunosupresi atau hubungan seksual secara anal.
c.
Pemeriksaan Penunjang
Kolposkopi (Stereoskopi Mikroskopik)
Hal ini sangat berguna untuk mengidentifikasi (sebagian besar) lesi pada
13
Biopsi diindikasikan untuk lesi yang atipikal, rekurent setelah terapi awal
berhasil atau resisten terhadap pengobatan atau pasien dengan risiko tinggi
untuk neoplasia atau imunosupresi
2.7
DIAGNOSA BANDING
a.
Veruka vulgaris
Vegetasi yang tidak bertangkai , kering dan berwarna abu-abu atau sama dengan
warna kulit.1 terutama terdapat pada anal-anak, tetapi dapat juga pada dewasa dan
orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor,
walaupun penyebarannya dapat ke tubuh bagian lain termasuk mukosa mulut dan
hidung. Kutil ini bentuknya bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikular,
permukaan kasar (verukosa). Dengan goresan dapat timbul autoinkolusi sepanjang
goresan (fenomenan Kobner).1
b.
Kondiloma latum
Sifilis stadium II, klinis berupa plakat yang erosif, ditemukan banyak Spirochaeta
pallidum1.
c.
bermetastasis jauh. Umur yang paling sering adalah 40-50 tahun (dekade V-VI)
dengan lokalisasi yang tersering adalah di tungkai bawah dan secara umum
ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.1
d.
Moluskum Kontagiosum2
Penyakit yang disebabkan oleh pox virus, klinis berupa papul-papul, pada
permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan moluskum.
Penyakit ini merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Transmisinya melalui
kontak kulit langsung. Lokalisasi di daerah muka, badan dan esktremitas,
sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna.
2.8
PENATALAKSANAAN
15
nyeri otot, kelelahan dan malaise. Tingkat kekambuhan kecil yaitu sekitar 13%.
Sinecatechins 15% ointment
Adalah ekstrak botani yang telah disetujui tahun 2006 di USA oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk penatalaksanaan genital warts. Bahan aktifnya adalah
ekstrak teh hijau, yang diduga memiliki antioksidan, antivirus dan efek antitumor.
Meskipun mekanisme yang tepat masih belum jelas, obat ini diperkirakan
memodulasi respon inflamasi melalui penghambatan faktor transkripsi AP-1 dan
NF-kB, yang keduanya disebabkan oleh spesies oksigen reaktif. Dapat diberikan 3
kali sehari sampai 4 bulan. Biasanya, jika perbaikan tidak terlihat dalam beberapa
minggu, pengobatan dihentikan.4
Efek sampingnya adalah kemerahan, panas, gatal dan nyeri. Efek samping yang
berat adalah limfadenitis, vulvovaginitis, balanitis, tetapi ini sangat jarang.4
Podofilin
Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit di sekitarnya dilindungi dengan
vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6 jam dicuci. Jika belum ada
penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari. Setiap kali pemberian jangan melebihi
0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik. Gejala toksisitas ialah mual,
muntah, nyeri abdomen, gangguan alat napas, dan keringat yang disertai kulit
dingin. Dapat pula terjadi supresi sumsum tulang yang disertai trombositopenia dan
leukopenia. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan karena dapat terjadi
kematian fetus.
16
Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik pada lesi yang
baru, tapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau yang berbentuk pipih. 1
podofilin dianggap kurang efektif daripada podophyllotoxin, cryotheraphy atau
electrosurgery.4
Asam triklorasetat (Trichloracetic acid/ TCA)
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%,
dioleskan
setiap
minggu.
5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5 % dalam krim, dipakai terutama pada lesi di meatus
uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya penderita tidak
miksi selama 2 jam setelah pengobatan.1
Tidak lagi direkomendasikan untuk pengobatan rutin. Memiliki aktifitas
antimetabolik dan/atau antineoplastik dan imunostimulatif. Penggunaannya untuk
mencegah kekambuhan setelah ablasi kondiloma, jika dimulai dalam waktu 4
Namun tidak dianjurkan pada lesi yang besar karena mungkin dapat menyebabkan
formasi scar yang permanen. Efek sampingnya adalah minimal, biasanya terbatas
pada nyeri post prosedural.
Cryotheraphy
Bedah Eksisi
Selama bertahun-tahun bedah eksisi dianggap menjadi pilihan utama. 4 bedah
eksisi untuk kondilomata anal yang ekstensif dapat menyebabkan deformitas
kosmetik pada anus dan/atau kanalis anal. Stenosis anal merupakan komplikasi
serius dari surgery anorektal. Dikarenakan risiko striktur dan scar menyebabkan
deformitas pada regio anorektal, beberapa dokter menyarankan setelah bedah eksisi
pada kondiloma anal ekstensif rekonstruksi operasi menggunakan rotasional
bilateral S-flaps atau metode lain seperti V-Y flaps, musculocutaneus flaps, free
18
flaps dan skin grafting. Komplikasi setelah metode ini seperti nekrosis flap, infeksi,
inkotinensia fekal.7
Laser karbondioksida
Terapi laser kabrbondioksida bergantung pada penggunaan konsentrasi sinar
energi cahaya infrared, yang akan memanaskan dan akhirnya akan menguapkan
daerah target. Kemanjuran terapi ini untuk kondiloma masih diperdebatkan. Terapi
laser biasanya dianggap kurang efektif dibandingkan terapi bedah lainnya. Tingkat
kekambuhannya juga cenderung meningkat antara 23-52%. Terapi ini sangat
mahal.4
Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila
dibandingkan elektrokauterisasi.1
Penggunaan karbondioksida untuk treatment laser untuk kondiloma akuminata
yang ekstensiv atau rekurent. Berpotensi untuk mendeteksi infeksi HPV tipe 6.
Anestesi lokal, regional atau general diperlukan. 2
Interferon
Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (i.m atau intralesi) dan topikal (krim).
Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU. i.m 3 kali seminggu selama 6
minggu atau dengan dosis 1-5 mU i.m selama 6 minggu. Interferon beta diberikan
dengan dosis 2x106 unit i.m selama 10 hari berturut-turut.1
Interferon tidak direkomendasikan sebagai modalitas pengobatan utama.
Diproduksi secara alami oleh protein dengan antivirus, antitumor dan
immunomodulatory actions.
19
20
2.9
VAKSINASI
21
Vaksin human papilloma virus sekarang tersedia untuk mencegah HPV terkait
dengan displasia dan neoplasia termasuk kanker serviks, genital warts (kondiloma
akuminata) dan lesi genital prakanker. Imunisasi seri harus diselesaikan pada anak lakilaki dan perempuan, maupun usia muda, dan perempuan usia 9-26 tahun.2
Vaksin Papiloma Virus (Gardasil) (HPV4)
Merupakan vaksin rekombinan HPV kuadrivalen. Vaksin pertama diindikasikan untuk
mencegah kanker serviks, genital warts (kondiloma akuminata) dan lesi genital
prakanker (misalnya adenokarsinoma serviks in situ, neoplasia intraepitelial serviks
grades 1, 2 dan 3, neoplasia intraepitelial vulva grade 2 dan 3, neoplasia intraepitelial
vagina grade 2 dan 3) disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 da 18. Efikasi vaksin
dimediasi oleh respon imun humoral mengikuti imunisasi seri. Diindikasi untuk
mencegah kondiloma akuminata yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11 pada anak
laki-laki dan perempuan, dan wanita usia 9-26 tahun.2
Dosis Form & Strength
Mencegah Penyakit yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 dan 18
Usia 9-26 tahun: 0,5 ml IM, 3x dosis diberikan pada bulan 0, 2 dan 6.2
Jika usia telah mencapai 26 tahun, tapi imunisasi seri belum selesai, dosis yang
tersisa dapat diberikan setelah usia 26 tahun (CDC Guidelines)2
Indikasi untuk mencegah pada perempuan (9-26 tahun):
Kanker serviks, vulva dan vagina yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18.2
Genital Warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.2
Lesi prekanker atau displastik pada perempuan (9-26 tahun) yang disebabkan oleh HPV
tipe 6, 11,16 dan 18:2
Cervical Intra epithelial Neoplasia (CIN) grade 2/3
Cervical adenocarcinoma in situ
CIN grade 1
Vulvar Intraepitheliasl Neoplasia (VIN) grade 2/3
VIN grade 2/3
Indikasi untuk mencegah pada laki-laki (9-26 tahun):2
22
Genital warts (kondiloma akuminata) yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11
CDC APIP guidelines merekomendasikan imunisasi rutin pada anak laki-laki usia 1112 tahun
Direkomendasikan untuk laki-laki yang sebelumnya belum divaksinasi usia 22-26
tahun yang immunocompromised, test positif untuk infeksiHIV.
Anal Cancer
Diindikasi untuk mencegah kanker anal yang disebabkan oleh HPV tipe 6, 11, 16 dan
18 pada usia 9-26 tahun.2
Pemberian:
Pada regio deltoid atau lengan atas.2
Efek Samping:
Efek samping yang didapat dapat dilaporkan ke Vaccine Adverse Events Reporting
System (VAERS).2
>10%:2
Nyeri saat injeksi, eritema, pembengkakan dan demam
Farmakologi:
Vaksinasi ini menimbulkan kekebalan aktif melalui stimulasi produksi antibodi yang
diproduksi secara endogen. Timbulnya perlindungan terhadap penyakit relatif lama,
tetapi durasi bisa bertahan lama (tahunan).2
Cervarix (HPV2)4
Pada tahub 2009, FDA berlisensi, rekombinan vaksin HPV bivalen (HPV2) untuk
digunakan pada usia 10-25 tahun. Cervarix ditujukan untuk dua jenis onkogenik, yaitu
HPV tipe 16 dan 18, yang berhubungan dengan kanker serviks, CIN grade 1, dan
adenocarcinoma insitu. Secara keseluruhan, American Cancer Society ad Advisory
Committe on Immunization Practice merekomendasikan vaksinasi rutin pada wanita
usia 11 atau 12 tahun dengan 3 dosis baik HPV2 atau HPV4. Vaksinasi serial dapat
dimulai pada usia 9 tahun. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan setelah dosis awal, dan
dosis ketiga 6 bulan setelah dosis awal.
23
2.10 PROGNOSIS
24
Edukasi Pasien:
2.11 Komplikasi
2.12 Pencegahan
Tidak ada medikasi yang efektif 100%. Vaksin HPV dapat dilakukan dan telah
disetejui oleh FDA. The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP)
25
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
26
SARAN
Tidak ada medikasi yang efektif 100%. Vaksin HPV dapat dilakukan dan telah
disetujui oleh FDA. The Advisory Committee on Immunization Practice (ACIP)
merekomendasikan vaksinasi rutin untuk perempuan usia 11-12 tahun dan vaksinasi
catch-up untuk perempuan usia 13-26 tahun. Selain itu hindari hubungan seksual
sebelum menikah dan jangan berganti-ganti pasangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009.
2. Ghadishah,Delaram.Reference:Condyloma-Acuminata.
http://emedicine.medscape.com/article/781735-overview.
3. Lacey, Woodhall, Wikstrom, Ross. European Guideline for the Management of
Anogenital Warts. 2011: 130911.
4. Valarie, Yanofsky, Patel, & Goldenberg. Genital Warts: A Comprehensive Review. The
Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. June 2012: Vol 5:61.
5. Gearhart,Peter.Reference:Human-Papilloma-Virus.
http://emedicine.medscape.com/article/219110-overview
27
28