Anda di halaman 1dari 16

Petunjuk Pengisian Status

Psikiatrikus
Identitas
Identitas diisi dengan selengkapnya baik identitas pemeriksa
maupun identitas pasien dan narasumber lain. Khusus untuk nama dan
alamat pasien dan narasumber lain sebaiknya dirahasiakan (untuk
nama ditulis inisial saja dan untuk alamat ditulis kotanya saja) agar
tidak menyalahi sifat rekam medis yang rahasia. Pendidikan ditulis
sampai tingkat dan kelas tertinggi yang pernah diikuti (misal SMP kelas
2, Kuliah semester 5, tamat SD).

Petunjuk Pengisian Dan Definisi


Psikopatologi
Keadaan Umum
1.

Kesadaran adalah penghayatan atau pengetahuan yang penuh dari individu akan dirinya
sendiri dan lingkungannya; dalam pemeriksaan psikiatri, setidaknya ada tiga garis pengertian
atau penggunaan kesadaran, yaitu:
a.

Kesadaran dalam pengertian psikoanalitik (dan psikodinamik), adalah kesadaran


berdasarkan teori topografik dari Sigmund Freud.
-

Alam Sadar (Conscious), berisikan hal-hal yang berada dalam tingkat pengetahuan
sadar individu. Isi mental dalam hal ini dapat berupa ingatan, ide, sensasi, emosi,
bayangan mental, dan pengalaman sejenis lainnya.

Alam Prasadar (Preconscious), berisikan hal-hal yang tidak berada dalam tingkat
pengetahuan sadar individu, tetapi yang dengan mudah dapat ditarik ke alam sadar
dengan memusatkan perhatian.

Alam Tidak Sadar (Unconscious), berisikan hal-hal yang tidak dalam tingkat
pengetahuan sadar individu dan sangat sulit ditarik kembali ke Alam Sadar.

b.

Kesadaran dalam pengertian organobiologik (sensorium), merupakan tingkatan


kesadaran yang dinilai dari respon sensoris individu terhadap stimulus yang diberi.

c.

Kesadaran dalam pengertian mental (awareness), diartikan sebagai penghayatan atau


pengetahuan yang penuh dari individu akan dirinya sendiri dan lingkungannya, yang
1

memerlukan suatu persepsi dalam (diri) dan persepsi luar (lingkungan). Karena itu,
kesadaaran mental sangat berkaitan erat dengan kesadaran organobiologik.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas, tampak bahwa ketiga pengertian tersebut tidak
dapat dibedakan. Sejalan dengan itu, tanpa membedakan kesadaran psikik atau
organobiologik, penilaian kesadaran adalah meliputi:
- Compos Mentis, terdapat kemampuan untuk menyadari keadaan diri dan lingkungannya
dengan baik
- Compos Mentis Terganggu, bila kesadaran mental individu mengalami gangguan
- Disorientasi, terdapatnya gangguan pada orientasi waktu, tempat, atau orang
- Kabur, kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan gangguan persepsi dan sikap
- Stupor, hilangnya reaksi disertai ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling
- Delirium, kekacauan motorik dan bicara, gelisah, rasa disorientasi yang disertai rasa takut
dan halusinasi
- Koma, derajat ketidaksadaran yang berat sehingga tidak bisa disadarkan dengan stimulus
apapun
- Koma vigil (mutisme akinetik), koma dimana seseorang tampak tertidur namun bisa
segera dibangunkan
- Twilight state (Keadaan temaram), gangguan kesadaran yang disertai halusinasi
- Dreamlike state (Keadaan seperti mimpi), perubahan kesadaran seperti memasuki alam
mimpi yang muncul mendadak dan bertahan beberapa lama, seringkali disertai halusinasi
visual, akustik, dan olfaktorik. Biasanya berhubungan dengan lesi lobus temporalis
- Somnolensi, Mengantuk yang abnormal yang paling sering ditemukan pada proses
organik
2.

Perhatian adalah proses mental yang sadar dimana individu memilih dan memeriksa dunia
dalam dan dunia luarnya untuk mendapatkan data yang diperlukan; kemampuan untuk
memusatkan pikiran
- Adekuat, kemampuan untuk memusatkan perhatian menuju stimuli yang relevan dan
mempertahankannya dalam waktu yang cukup lama
- Distraktibilitas, ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian karena tertarik kepada
stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak relevan dan menyimpang
- Inatensi, ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian, seringkali akibat kelelahan,
keracunan, atau akibat keadaan psikogenik. Pada retardasi mental, inatensi disebabkan
oleh miskinnya asosiasi pikiran.
2

- Inatensi selektif, hambatan hanya pada hal-hal tertantu, yang biasanya tidak
menyenangkan atau menimbulkan kecemasan
- Hipervigilensi, pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli eksternal dan internal,
biasanya sekunder dari keadaan delusional atau paranoid
3.

Sikap adalah keadaan yang diperlihatkan oleh seseorang yang dapat menjadi patokan
terhadap jiwa orang tersebut
- Kooperatif, bersahabat, menuruti petunjuk atau perintah, dan mau bekerja sama dan
mampu memberi respon relevan
- Indifferent, tidak menunjukkan suatu kecenderungan tertentu atau tidak memberikan
respon psikis terhadap stimulus dan tidak menunjukkan adanya dorongan internal
sehingga sulit untuk menentukan arah sikapnya
- Apatik, sikap acuh tak acuh, masa bodoh dan tidak menghiraukan apapun yang terjadi di
sekelilingnya, hanya mengikuti dorongan internal
- Agresif, didominasi sikap melawan dan menunjukkan agresifitas terhadap lingkungan
sekitar
- Negativistik, respon terhadap petunjuk atau perintah berupa tindakan yang bertolak
belakang, tanpa alasan objektif
- Dependen, sikap ingin menggantungkan diri secara berlebihan pada pemeriksa atau orang
lain
- Infantile, sikap kekanak-kanakan dan tidak menunjukkan kedewasaan
- Curiga, sikap yang tidak percaya dan seolah-olah menyangsikan maksud dari perkataan
atau gerakan orang lain
- Rigid, sikap kaku dan tidak fleksibel
- Berubah-ubah, sikap yang tidak stabil, selalu berganti-ganti sikap dan seringkali
menunjukan kegelisahan
- Tegang, sikap yang tidak tenang dan diliputi kegelisahan
- Stereotipik, sikap yang bertahan dalam satu keadaan saja dalam waktu yang lama dan
sering tidak masuk akal

4.

Inisiatif adalah dorongan internal untuk melakukan perbuatan baru, tidak sekedar mencontoh
atau merespon stimulus eksternal

5.

Tingkah Laku Motorik adalah perbuatan dan pergerakan yang dipengaruhi keadaan jiwa
seseorang dan dapat dilihat.
- Normoaktif, dorongan yang wajar untuk bergerak dan relevan dengan lingkungan
- Hiperaktif, dorongan yang besar untuk bergerak, sehingga cenderung tidak terbendung
- Hipoaktif, dorongan yang sangat kurang untuk bergerak walaupun diberi stimulus
eksternal
- Gelisah, gerakan yang menunjukkan adanya ketegangan jiwa yang memuncak
- Terkoordinasi, adanya keadaan gerakan yang harmonis (ditulis : ada/tidak)
3

- Stereotipik, gerakan yang bertahan dalam satu/dua gerakan yang khusus dan tidak sesuai
dengan stimulus eksternal
- Mannerism, gerakan yang bermacam-macam dan aneh, yang seringkali menarik perhatian
dan tidak sesuai dengan stimulus eksternal
6.

Karangan/Tulisan/Gambaran

7.

Ekspresi Fasial adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari wajah seseorang untuk
menentukan keadaan emosionalnya (ditulis: wajar, curiga, bengong, sedih, marah, cemas,
takut, datar dll)

8.

Verbalisasi adalah kejelasan pengucapan kata-kata (termasuk artikulasi) saat berbicara.


(ditulis: jelas, kurang jelas, tidak jelas)

9.

Cara Bicara adalah kelancaran berbicara seseorang. (ditulis: lancar, monosilabel, gagap,
terbata-bata, formal, berpantun, dll)

10. Kontak Psikis adalah kesanggupan seseorang untuk mengadakan hubungan mental atau
emosional. Terdiri dari kontak mata, fisik, dan verbal. (ditulis : ada, kurang, minimal, tidak ada)

Keadaan Khusus (Spesifik)


Keadaan Afektif (Mood)
a. Afek adalah emosi yang segera dirasakan berkaitan dengan ide; representasi mental dari
objek berupa ekspresi emosi yang bisa dilihat
-

Sesuai (appropriate), kondisi dimana irama emosional sesuai


dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai

Tidak sesuai (inappropriate), ketidakharmonisan antara irama


perasaan emosional dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai

Tumpul (blunted), gangguan afek berupa penurunan intensitas


irama perasaan yang terungkap

Terbatas (restricted/constricted), penurunan intensitas irama


perasaan yang masih kurang buruk dibanding afek tumpul

Datar (flat), tidak ada atau hampir tidak adanya ekspresi afek yang
bermanifestasi sebagai suara yang monoton dan wajah yang tidak berubah

Labil, perubahan irama yang cepat dan tiba-tiba dan tidak


berhubungan dengan stimuli eksternal

b. Mood adalah emosi yang meresap dan dipertahankan dalam waktu lama, yang dialami
secara subjektif dan dilaporkan oleh seseorang dan terlihat oleh orang lain
4

Eutimik, mood dalam rentang normal

Hipertimik, mood yang meningkat (gembira) di atas rentang


normal
Elasi, mood yang diliputi keyakinan dan kesenangan yang patologis
Expansive, ekspresi tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian berlebihan
terhadap kepentingan atau makna diri
Ekstasi, kegembiraan yang luar biasa dan melebihi batas
Hipotimik, mood yang menurun (sedih) di bawah rentang normal

Berkabung (grieving), kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata


Depresi, perasaan kesedihan yang patologis
Anhedonia, kehilangan minat terhadap semua aktivitas
Distimik, mood yang ditandai oleh

Irritable, mudah terganggu dan marah


Disforik, mood yang gelisah dan tidak menyenangkan
Poikilotimik (Labil), osilasi antara euforia dan depresi atau

kecemasan

Aleksitimia,

ketidakmampuan

atau

kesulitan

dalam

menggambarkan atau menyadari emosi atau mood seseorang

Hidup Emosi
Suatu corak perasaan jiwa yang datangnya secara tiba-tiba dalam waktu yang relatif
singkat, hebat dan disertai kegiatan-kegiatan fisik
a. Stabilitas, frekuensi/keseringan perubahan reaksi emosional (ditulis: stabil, labil)
b. Kedalaman, amplitudo/kekuatan reaksi emosional (ditulis: dalam, normal, dangkal)
c. Pengendalian, kemampuan penguasaan emosi diri (ditulis: terkendali, tidak terkendali)
d. Adekuat-Inadekuat, kesesuaian reaksi emosional dengan makna dan isi perasaan (ditulis:
adekuat, inadekuat)
e. Echt-Unecht, kesungguhan dari ekspresi emosional (ditulis: echt, unecht)
f. Skala Differensiasi, tingkat pembedaan reaksi emosional (ditulis: melebar, normal,
menyempit)
g. Einfuhlung (Empati), tingkat perabarasaan emosi oleh orang lain (pemeriksa) (ditulis: bisa
dirabarasakan, sukar dirabarasakan, tidak bisa dirabarasakan)
5

h. Arus Emosi, kecepatan reaksi emosional terhadap rangsangan (ditulis: cepat, normal,
lambat)

Keadaan dan Fungsi Intelek


a. Daya ingat (amnesia, dsb), kemampuan untuk mengingat dengan baik kejadian di masa
lampau
b. Daya Konsentrasi, kemampuan untuk memusatkan perhatian secara adekuat (ditulis:
baik, kurang, mudah beralih)
c. Orientasi (waktu, tempat, dan orang), kemampuan individu untuk mengenali hubungan
dirinya dengan lingkungannya secara temporal, spatial, dan personal.
d. Luas Pengetahuan umum dan sekolah, kesesuaian taksiran pengetahuan penderita
dengan tingkat pendidikannya.
e. Discriminative Judgement, kemampuan untuk menilai secara benar dan untuk bertindak
secara tepat di dalam situasi tersebut
f. Discriminative Insight, kemampuan untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari
suatu situasi (seperti sekumpulan gejala), terutama keadaan diri
g. Dugaan taraf intelegensi, taksiran kemampuan kognitif (IQ atau perkiraan kasar) dinilai
dari performa pendidikannya di lembaga pendidikan formal.
h. Kemunduran intelektual (demensia, dsb), gangguan kemampuan untuk melakukan hal
yang sebelumnya telah dikuasai

Kelainan Sensasi dan Persepsi


a. Ilusi, mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal nyata
b. Halusinasi, persepsi sensoris yang palsu dan tidak disertai stimuli eksternal nyata

Keadaan Proses Berpikir


a. Psikomotilitas, kecepatan pergerakan pikiran yang ditandai dengan ide yang muncul
b. Mutu, tingkat kemudahan pemahaman dari ekspresi pikiran melalui pembicaraan
c. Arus Pikiran
-

Flight of ideas, ide yang saling menyusul dengan cepat tanpa arah umum

Inkoherensi, ide yang berturutan diungkapkan tanpa urutan-urutan yang logik dan
ditandai dengan disorganisasi struktur kalimat

Sirkumstansial, pikiran yang maju secara pelan karena melibatkan detail kecil dan
tidak perlu namun masih mencapai tujuannya
6

Tangensial, pikiran yang maju secara pelan karena melibatkan detail kecil dan
tidak perlu namun tidak mampu mencapai tujuannya

Terhalang (blocking), terputusnya aliran pikiran secara tiba-tiba sebelum


mencapai tujuan

Terhambat (inhibition), inisiasi dan majunya aliran pikiran melambat dan ide yang
dilontarkan sedikit. Dibutuhkan rangsangan berulang untuk kembali mengalirkan
pikiran individu.

Perseverasi, respon dari stimuli terdahulu yang menetap dan berulang

Verbigerasi, pengulangan kata atau frasa spesifik yang tidak relevan

Lain-lain

d. Isi Pikiran
-

Pola Sentral, topik atau ide yang menjadi pokok pemikiran penderita

Waham, keyakinan salah dan tidak terbantahkan dan tidak sesuai dengan latar
belakang individu. Waham dapat dideskripsikan berdasarkan rincian berikut:
o

Menurut objek: allopsikik (bila objek waham merupakan orang lain) dan
autopsikik (bila objek waham merupakan dirinya sendiri)

Menurut sifat: primer (bila tidak didahului gejala lain) dan sekunder (bila
didahului gejala lain); serta sistematik dan non-sistematik/bizar

o
-

Menurut isi: persekutorik, grandiosa, erotomania, cemburu, dsb

Ide terfiksir, pikiran-pikiran salah yang belum sampai taraf waham dan masih bisa
dibantah atau dikoreksi. Bisa berupa kecurigaan, ide bunuh diri, idea of reference,
ide kebesaran, dll

Fobia, rasa takut patologis yang persisten, irrasional, dan berlebihan terkait
dengan objek atau situasi tertentu, dan individu tersebut dapat menyadari
ketakutan tersebut tidak beralasan

Hipokondria, kekhawatiran berlebihan terhadap kondisi kesehatan yang


didasarkan pada interpretasi yang tidak realistis terhadap tanda atau gejala fisik

Konfabulasi, tindakan/usaha pengisian kekosongan yang terdapat atau terjadi


dalam ingatan dengan hal-hal yang bersifat, atau dengan pengalaman realita, yang
tidak cocok dengan hal yang ditemukannya sekarang

Banyak sedikit isi pikiran,

Perasaan inferior, perasaan rendah diri yang berlebihan/patologis

Perasaan berdosa/salah, perasaan berdosa dan bersalah yang berlebihan


7

Rasa permusuhan/dendam, perasaan tidak suka/kebencian yang nyata terhadap


orang lain

Lain-lain

e. Pemilikan Pikiran
-

Obsesi, pikiran yang terus mendesak kesadaran dan tidak dapat ditentang
walaupun disadari ide tersebut tidak relevan/logis sehingga menimbulkan
kegelisahan yang nyata

Alienasi (thought insertion), pikiran tidak dihayati sebagai milik sendiri dan
dianggap datang dari kekuatan luar tertentu

f. Bentuk Pikiran
-

Autistik, pikiran yang dibuat dan hanya dimengerti oleh penderita

Dereistik, pikiran yang menyimpang dari logika, pengalaman, dan fakta realitas

Simbolik, pikiran yang diungkapkan dengan menggunakan perumpamaan

Paralogik, menyimpulkan kesamaan antara dua hal karena persamaan objek

Simetrik, kecenderungan pikiran untuk menyamakan objek dan subjek

Konkritisasi, hilangnya kemampuan berpikir abstrak

Lain-lain

g. Lain-lain
-

Neologisme, suatu kata baru yang dibuat dan hanya dapat dipahami oleh
penderita, yang seringkali merupakan kondensasi dari beberapa ide

Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan


a. Abulia/Hipobulia, penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir disertai sikap acuh
terhadap konsekuensinya, biasanya menyertai defisit neurologis
b. Vagabondage, dorongan untuk berjalan yang berlebihan, seringkali menyebabkan
perjalanannya tidak terarah
c. Katatonia, kelainan motorik khas dalam gangguan nonorganik
-

Posturing, mengambil postur tertentu (biasanya aneh dan tidak sesuai keadaan)
yang dipertahankan dalam waktu yang tidak masuk akal

Fleksibilitas Cerea, mempertahankan sikap tubuh yang diberikan kepadanya


(seperti lilin)

Rigiditas, melawan usaha luar untuk mengubah posisi tubuhnya (seperti patung)

Stupor, penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik imobilitas
dan tampaknya tidak menyadari sekelilingnya

Lain-lain: Katalepsi, luapan katatonik, dll.

d. Kompulsi, impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara berulang
-

Pyromania, dorongan untuk membakar

Kleptomania, dorongan untuk mengambil barang yang bukan miliknya (mencuri)

Trikotilomania, dorongan untuk mencabut rambut di tubuhnya

Dipsomania, dorongan untuk minum minuman beralkohol

Satiriasis/Nimfomania, dorongan untuk berhubungan seksual

Lain-lain: Judi patologis, belanja berlebih patologis, dll

e. Raptus/Impulsivitas, dorongan yang datang tiba-tiba dan tidak dapat ditahan/ditunda


f. Mannerisme, pergerakan tidak disadari yang menjadi kebiasaan seseorang
g. Kegaduhan Umum, dorongan yang muncul secara berlebihan dan tidak terkendali di
hampir semua aspek kejiwaan
h. Autisme, penarikan diri secara aktif dari alam nyata ke alam fantasi yang kemudian
mendominasi pikiran penderita
i. Deviasi Seksual, penyimpangan dalam identitas, orientasi, dan atau preferensi seksual
dari yang sewajarnya
j. Logore, dorongan berbicara yang terus-menerus dan tidak dapat dikendalikan
k. Ekolalia, pengulangan kata yang diucapkan orang lain
l. Ekopraksia, keadaan patologis dimana seseorang meniru gerakan orang lain
m. Mutisme, tidak bersuara tanpa adanya penjelasan kelainan struktural
n. Lain-lain
-

Anxietas adalah kegelisahan yang tampak secara nyata dan berlebihan

Reality Testing Ability, kemampuan untuk membedakan realitas dan bukan, dinilai pada
alam perasaan, alam pikiran, dan alam perbuatan

Diagnosis Multiaksial
Diagnosis pada ilmu kedokteran jiwa terdiri dari 5 aksis, yang dikenal sebagai diagnosis
multiaksial. Aksis I,II,III merupakan aksis dari segi organobiologik dimana faktor-faktor ini berasal
dari masing-masing individu itu sendiri, yaitu merupakan faktor internal, sedangkan aksis IV
merupakan faktor lingkungan yang berada di luar individu tersebut jadi merupakan faktor eksternal
dan aksis V merupakan interaksi antara kedua faktor tersebut yaitu bagaimana kemampuan
adaptasi dari individu tersebut terhadap lingkungannya.

AKSIS I

Gangguan Klinis

Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis

Gangguan Klinis
Adalah sindrom klinik yang merupakan gabungan dari beberapa gejala-gejala yang
kemudian membentuk suatu diagnosis klinik, jadi bukan hanya satu gejala saja kemudian dibuat
menjadi satu diagnosis.
Contoh ada gejala anxietas lalu ditegakkan diagnosis ANXIETAS, ini jelas salah karena
anxietas dapat ditemukan dalam semua gangguan psikiatrik baik yang psikotik maupun yang nonpsikotik. Jadi karena kita mengikuti kaidah PPDGJ maka diagnosis ditegakkan menuruti pembagian
yang ada di dalamnya. Demikian juga gejala depresi yang dapat meliputi banyak diagnosis.
Pada gangguan klinis ini variasi diagnosis banyak sekali, tetapi penting untuk diingat
bahwa setidaknya kita harus dapat membedakan apakah kondisi tersebut bersifat PSIKOTIK atau
NON-PSIKOTIK dimana hal ini terkait nantinya dengan terapi, karena sangat berbeda. Tentunya
kita harus dapat memastikan apakah ada kelainan pada RTA-nya yang intinya adalah tidak adanya
daya tilikan (discriminative insight) pada alam pikiran dengan mempunyai manifestasi yang banyak
seperti gangguan asosiasi, halusinasi, waham, dll., yang biasanya juga dapat diikuti oleh gangguan
aspek lain seperti pada alam perasaan dan alam perbuatan. Jelas pada kondisi psikotik akan
terdapat AUTISME yang merupakan gabungan antara perilaku autistik yang dilandasi oleh cara pikir
yang autistik.
Cara penulisan diagnosis ini menurut kaidah PPDGJ yang benar adalah dengan
menuliskan terlebih dahulu NOMOR KODE dari diagnosis tersebut.

10

Contoh : F 20.04 Skizofrenia paranoid, Remisi tidak sempurna.


F

merupakan kode untuk seluruh gangguan psikiatrik.

20.0

merupakan kode untuk Skizofrenia(20) dan subtipe paranoid (0)

merupakan kode untuk jenis perjalanan penyakit berupa Remisi tidak


sempurna , kode terakhir ini bervariasi dari 0 sampai 9.

Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis


Merupakan kondisi awal dari proses konsultasi, misalnya ada kesulitan belajar yang belum
tentu dapat ditegakkan menjadi diagnosis dari gangguan klinis atau mungkin diagnosis tertunda.
Sebagai hasil akhir mungkin akan cukup ke bagian psikologi saja atau bila ada gangguan klinis ke
psikiater.

AKSIS II

Gangguan Kepribadian.

Retardasi mental.

Gangguan Kepribadian
Diagnosis gangguan kepribadian ditegakkan apabila telah memenuhi kriteria diagnosis
yang sesuai. Apabila keadaan klinis tidak memenuhi kriteria tersebut, namun sudah diputuskan
mengarah ke salah satu diagnosis kepribadian yang ada, maka hendaknya ditetapkan sebagai
ciri/gambaran kepribadian khas. Penegakan diagnosis gangguan kepribadian juga harus
menyertakan nomor kode dari gangguan tersebut dan bila aksis ini merupakan diagnosis utama
maka harus ditambahkan lagi belakangnya keterangan (Diagnosis Utama). Bila masih merupakan
ciri/gambaran kepribadian, maka tidak perlu disebutkan nomor kodenya.
Contoh :

Axis II

: F60.0 Gangguan kepribadian paranoid

Axis II

: Gambaran kepribadian skizoid

Retardasi Mental
Diagnosis ini dibuat bila terdapat perkembangan intelegensi subnormal dengan tetap
menulis nomor kode dan bila memang merupakan diagnosis utama juga harus disebutkan, seperti
yang telah disebutkan di atas.

11

AKSIS III
Kondisi medik umum
Di sini merupakan kondisi fisik yang kelainannya ada mulai kode A sampai dengan Z
(kecuali F) sesuai dengan pengkodean pada ICD-10. Secara ringkas, rujukan kode ini ada di buku
saku PPDGJ-III. Contoh hal yang penting adalah ada gangguan sistemik seperti masalah pada hati,
jantung, dan ginjal. Keterangan seperti ini diperlukan untuk pemilihan dan pemberian obat,
pertimbangan konsul ke bagian yang terkait, peringatan kepada lingkungan sekitar (misalnya bila
ada penyakit infeksi), dsb.

AKSIS IV
Faktor stresor : Masalah psikososial dan lingkungan
Di sini biasanya yang dinilai adalah yang terjadi dalam kurun waktu lebih kurang setahun
terakhir, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi beberapa tahun sebelumnya tetapi yang
traumanya atau akibatnya masih ada/terasa sampai sekarang, atau mungkin juga belum terjadi
tetapi sudah membayang, misalnya PNS dengan kemampuan ekonomi pas-pasan yang akan
pensiun. Hendaknya juga diberi spesifikasi mengenai derajat berat-ringannya stresor, serta apakah
stresor tersebut tergolong sebagai stresor pemberat ataukah sebagai stresor pencetus. Sesuai
dengan penjelasan dalam DSM-IV (yang menjadi rujukan diagnosis multiaksial dalam PPDGJ-III),
maka hendaknya didaftarkan semua kemungkinan stresor yang ada.
Derajat berat-ringan stresor secara umum didefinisikan sebagai seberapa besar
kemungkinan terjadinya gangguan kejiwaan akibat stresor tersebut pada populasi umumnya.
Derajat ini dikelompokkan menjadi 0 (tidak jelas), 1 (tidak ada), 2 (hampir tidak ada), 3 (ringan), 4
(sedang), 5 (berat), 6 (sangat berat), 7 (malapetaka).

AKSIS V
GAF Scale
Di sini akan dinilai gejala, fungsi, dan disabilitas dari individu yang dapat bersifat ringan,
sementara, sedang, berat, sangat berat/persisten dan serius terkait dengan lingkungan rumah,
keluarga, di luar rumah termasuk lingkungan dimana dia berinteraksi seperti sekolah/akademi,
pekerjaan, agama dll dimana dia ikut terlibat. Penilaian mengenai GAF scale bersifat sangat
subjektif dan membutuhkan pengalaman untuk menentukan secara lebih tepat. Karena itu,
pemberian nilai GAF scale dianjurkan tidak dengan angka pasti, tapi dalam rentang nilai. Nilai GAF
12

scale sejatinya selalu berubah dalam waktu yang singkat, namun yang dituliskan disini adalah
rentang GAF scale yang dipertahankan selama setidaknya beberapa bulan.
Perkiraan GAF scale dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa keluhan (seperti
yang berhubungan dengan agresi, usaha bunuh diri, dll.) bisa dijadikan patokan perkiraan GAF
scale pada waktu tersebut. Selain itu, penentuan GAF scale juga bisa dilakukan dengan menilai
berat-ringannya disabilitas yang dialami seseorang, pada fungsi kejiwaan, akibat gangguan yang
dialaminya.
GAF scale dinilai selama satu tahun terakhir perkembangan gangguan kejiwaan yang
dialami. Ada 3 nilai yang bisa diidentifikasi pada rentang waktu tersebut, yaitu
I-

Nilai tertinggi. Nilai ini mempunyai makna prognostik bagi penderita, dalam arti
semakin tinggi akan semakin baik prognosisnya

II-

Nilai terendah, biasanya sewaktu MRS dan mempunyai nilai terapeutik. Semakin
rendah akan memerlukan terapi yang lebih kuat/tinggi dosisnya.

III-

Nilai terakhir, yang juga bermakna terapeutik, semakin cepat kenaikannya berarti
terapi berhasil bila tidak naik berarti obat tidak mempan. Waktu yang dipakai adalah
waktu terakhir kali bertemu pasien, biasanya waktu follow up (baik pasien rawat inap
atau rawat jalan)

Makna Hirarki
Banding

Blok

Diagnosis

Dan

Diagnosis

PPDGJ-III menganut sistem hirarki dalam diagnosisnya. Seperti diketahui, diagnosis dalam
PPDGJ-III dibagi menjadi blok-blok diagnosis yang diurutkan dari 0 sampai 9 (digit II). Urutan ini
disusun untuk menunjukkan bahwa blok diagnosis dengan angka lebih kecil dapat memiliki gejalagejala pada blok diagnosis sesudahnya.
Contoh:
Dalam hirarki blok, Gangguan Mental Organik menempati tempat yang paling atas (F0), ini
berarti GMO dapat memiliki semua gejala dari kelompok yang di bawahnya termasuk kelompok
psikosis fungsional dan kelompok gangguan non-psikotik.
Sesudah GMO adalah skizofrenia yang dapat memiliki gejala-gejala gangguan afektif,
gangguan paranoid dan gangguan neurotik/anxietas. Tetapi sebaliknya, skizofrenia tidak bisa
memiliki sebab-sebab organik yang jelas pada GMO.
Sehingga bila diagnosis sudah pasti skizofrenia maka diagnosis-diagnosis lainnya yang
ada di bawah hierarki menjadi gugur. Sebagai contoh bila diagnosis banding:
13

(1) Skizofrenia
(2) Gangguan paranoid
Hal ini tidak mungkin karena salah satu kriteria gangguan paranoid adalah tidak adanya
gejala dari skizofrenia. Sehingga diagnosis banding skizofrenia berkisar pada subtipenya.
Demikian pula untuk diagnosis lainnya, tidak bisa dibandingkan dengan diagnosis di
bawahnya apabila tanda khas blok tersebut telah ditemui.

Resume Dan Formulasi Diagnostik


Resume merupakan ringkasan yang berisi data-data yang ada termasuk juga gejala-gejala
baik yang ditemukan ataupun yang seharusnya ada tetapi tidak ditemukan yang penting bagi
penegakan diagnosis dan diagnosis banding.
Disini yang akan dituliskan adalah mengenai
1. Identifikasi
Identifikasi ditulis dengan lengkap, namun lebih singkat
2.

Status Internus
Termasuk di sini adalah pemeriksaan vital sign dan sistem-sistem tubuh

3.

Status Neurologikus
Termasuk di sini adalah pemeriksaan neurologis umum maupun spesifik sesuai
kebutuhan

4.

St.Psychiatricus.
- Sebab Utama
- Keluhan Utama
- Riwayat perjalanan penyakit: dibuat dalam satu baris lajur horizontal, mulai dari
awal penyakit sampai MRS dengan catatan lebih rinci untuk kurun waktu satu
tahun terakhir karena berisi data untuk aksis IV&V
- Riwayat-riwayat lainnya
Kemudian dibuat suatu rangkuman psikopatologi yang diambil dari semua sumber data

yang telah diperoleh sebelumnya, yakni alloanamnesis, autoanamnesis, dan observasi baik saat
pertama kali bertemu maupun dari follow up yang dilakukan setelahnya. Hal ini menunjukkan bahwa
semua kemungkinan psikopatologi dipastikan telah dinilai (assessed) dan tidak ada yang
terlewatkan, karena data inilah yang digunakan untuk penegakan diagnosis nantinya. Perlu diingat
bahwa penulisan resume psikopatologi ini, bila datanya menunjukkan perubahan atau perbedaan,
maka perlu diambil yang paling mengarah ke diagnosis (biasanya merupakan suatu gejala yang
paling patologis) dan bila perlu ditambahkan keterangan waktu pengambilan datanya.
14

Contoh:
Psikopatologi
yang dicari

dari RPP
/alloanamnesis

Kegaduhan
umum
Mutisme
Halusinasi

status presens
/autoanamnesis &
observasi

follow up
/autoanamnesis &
observasi

Kesimpulan
/resume

+
-

+
+

Ilustrasi di atas menunjukkan keadaan pasien yang saat datang dengan keluhan utama
berupa kegaduhan umum, namun saat pertama kali diwawancara menunjukkan mutisme (walaupun
sebelumnya menurut sumber alloanamnesis tidak ada) dan tidak lagi menunjukkan kegaduhan
umumnya. Setelah diberikan terapi dan keadaan pasien sudah kooperatif dan tenang, diadakan
follow up yang mana pasien mengakui bahwa tingkah laku sebelumnya dilakukan karena ada suara
yang menyuruhnya demikian. Maka pada resume psikopatologi hendaknya semua gejala tersebut
ditulis ada, dan bila perlu ditambahkan keterangan waktu pengambilan datanya.
Setelah data yang diambil dirasakan cukup untuk menegakkan diagnosis, maka diperlukan
suatu dukungan teoritis untuk membenarkan diagnosis tersebut. Landasan teori yang dimaksud
adala kriteria diagnosis yang sesuai dan diterima. Kriteria diagnosis standar untuk Indonesia adalah
PPDGJ, namun juga boleh menggunakan kriteria diagnosis non-PPDGJ selama kriteria tersebut
diterima dan hendaknya disebutkan dalam formulasi. Dalam penulisan formulasi juga harus
mencantumkan dasar keputusan diagnosis pada aksis lainnya, serta kemungkinan diagnosis
banding beserta alasannya.
Contoh Formulasi Diagnostik skizofrenia dengan menggunakan Kriteria Bleurer
Seorang wanita, berumur 40 tahun, sudah kawin dengan kepribadian premorbid cenderung
ke arah skizoid, selama 2 tahun ini sudah 6 kali dirawat, dengan gejala awal penyakit yang
insidious, yang kemudian menjadi kronik dan sering kambuh dengan gejala sisa. Saat ini pasien
hanya tinggal dirumah saja, mengurung diri serta tidak mampu bergaul lagi
(semua yang ada pada alenia ini menunjukkan data-data yang ada pada Aksis IIkepribadian premorbid, Aksis I-perjalanan penyakitnya dan juga Aksis III bila ada, serta juga Aksis
V-untuk penilaian GAF scalenya).
(Alenia berikut ini untuk penegakan diagnosis)
15

Didapatkan kompleks gejala primer berupa autisme; gangguan asosiasi berupa inkoherensi
dan kadang disertai neologisme; adanya pendataran afek disertai dengan pendangkalan hidup
emosi, skala diferensiasi menyempit dan agak sukar dirabarasakan, di samping itu juga terdapat
kecenderungan ke arah ambivalensi.
Ditemukan juga gejala sekunder yaitu waham yang sangat menonjol berupa waham kejar
dan waham-waham lain yang bizar dan tidak sistematik; terdapat juga gejala halusinasi
pendengaran berupa phonema yang terus menerus terutama siang hari; dijumpai juga gejala
depersonalisasi yang bertahan dalam waktu relatif lama; gejala lain adalah mannerisme.
(Alenia berikut ini adalah untuk diagnosis dan diagnosis banding)
Atas dasar rangkaian gejala diatas dapatlah ditegakan suatu diagnosis nosologik menurut
kriteria Bleurer berupa skizofrenia. Dan karena waham merupakan gejala yang dominan, maka
ditentukan juga subtipenya berupa skizofrenia jenis paranoid. Tambahkan bila ada kemungkinan
diagnosis banding dan apa alasannya.

16

Anda mungkin juga menyukai