Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TENTANG
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Disusun Oleh :
Nama
: Hera Rosdiana
NIM
: 4412216186
Jurusan
: Teknik Industri
UNIVERSITAS PANCASILA
2015
5. Terjadinya perang
6. Adanya organisasi-organisasi ekonomi regional
CONTOH KASUS
Ekspor dan Impor Beras di Indonesia dan Kasus Beras Sintetis atau Plastik
yang Beredar di Indonesia.
Dalam masalah ini, sebenarnya kita sama-sama mengetahui bahwa negara
kita ini merupakan negara yang sangat subur dan yang paling menguntungkan
adalah negara kita merupakan negara dengan penghasil komoditi utama yaitu beras.
Dalam hal Ekspor dan Impor, ternyata Indonesia dengan segala keunggulan
dibidang pertanian khususnya dalam hal komoditi beras, masih membeli (Impor)
beras dari negara lain.
Diantara negara yang menjalin kerjasama dengan Indonesia dalam hal impor
beras antara lain : Thailand, Vietnam, Kamboja dan Myanmar. Dari negara-negara
tersebut, contohnya Myanmar yang bisa mengekspor beras ke Indonesia karena
mereka mendapatkan surplus sekitar dua juta ton beras disebabkan oleh konsumsi
masyarakat mereka yang rendah.
Berikut data negara pemasok beras ke Indonesia pada Februari 2015:
1. Thailand 1.030 ton atau US$ 615.000.
2. Vietnam 550 ton atau US$ 219.000.
3. Pakistan 6.000 ton atau US$ 2,1 juta.
4. China 32 ton atau US$ 121.000.
5. Malaysia 300 ton atau US$ 28.000.
Dalam hal ini, ada beberapa faktor mengapa Indonesia melakukan impor
beras dari luar negri sedangkan kita sama-sama mengetahui bahwa negara kita
Indonesia ini termasuk negara yang sangat subur.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kita dapat mengidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
dan
dengan
melibatkan
lembaga-lembaga
penelitian,
studi
hujan yang secara kontinyu dapat di-update secara otomatis dari stasiunstasiun iklim yang telah dipasang. Selain itu, Balitklimat telah dan sedang
menyusun kalender tanam yang diharapkan dapat membantu Dinas
Pertanian, petani dan pelaku agribisnis serta pengguna lainnya dalam
budidaya dan pengembangan tanaman pangan khususnya dan tanamantanaman semusim lainnya.
Mengapa harus Impor ?
Pertama, bulog mengklaim bahwa mereka mengimpor dengan tujuan
mengamankan stok beras dalam negeri. Bulog berargumen bahwa data
produksi oleh BPS tidak bisa dijadikan pijakan sepenuhnya. Perhitungan
produksi beras yang merupakan kerjasama antara BPS dan Kementrian
Pertanian ini masih diragukan keakuratannya, terutama metode perhitungan
luas panen yang dilakukan oleh Dinas Pertanian yang megandalkan metode
pandangan mata.
Selanjutnya, data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat.
Data ini kemungkinan besar merupakan data yang underestimate atau
overestimate.
Angka
konsumsi
beras
sebesar
139
kg/kapita/tahun
sebenarnya bukan angka resmi dari BPS. Jika merujuk pada data BPS yang
didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), konsumsi
beras pada tahun ini mencapai 102 kg/kapita/tahun. Angka ini underestimate,
karena SUSENAS memang tidak dirancang untuk menghitung nilai konsumsi
beras nasional.
Sebenarnya kebijakan impor beras ini juga bisa menjadi tantangan
tersendiri bagi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para
petani dituntut untuk berproduksi bukan hanya mengandalkan kuantitas tetapi
juga kualitas. Tentunya hal ini sedikit sulit terjadi tanpa adanya dukungan dari
pemerintah. Hal ini dikarenakan petani lokal relatif tertinggal dari petani luar
negeri terutama dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi
kepastian jaminan pasar sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam
komoditas tanaman pangan.
Mengapa Tidak Impor ?
beras yang tidak bermutu seperti pada kasus beras plastik yang berasal dari
negara-negara yang bekerja sama dengan indonesia dalam hal impor.
Rakyat Indonesia dihebohkan dengan qberedarnya barang tiruan asal
China yang membahayakan kesehatan. Barang yang dimaksud bukanlah
mainan, produk pakaian bekas, ataupun elektronik tiruan dari negara itu yang
lazim ditemui di pasar.
Adalah beras, komoditas pangan pokok yang dikonsumsi hampir 250
juta penduduk Indonesia. Heboh beras palsu berbahan plastik ini awalnya
santer diperbincangkan di media sosial setelah cara pembuatannya
diunggahnya video di lama youtube beberapa tahun lalu. Karena itu,
beredarnya beras palsu yang kabarnya berasal dari Taiyuan, provinsi
Shaanxi, China, dengan sekejap mata tersebar luas di media sosial dan
menjadi topik hangat di negara-negara yang masyarakatnya konsumen beras.
Saat ini, beras palsu tersebut dikabarkan telah mencapai di pantai
beberapa negara Asia seperti, Vietnam, Malaysia dan India. Bahkan berita
terbaru seperti dikutip dari Malaysia Cronicle, beras plastik itu sudah
mendarat di Singapura.
Di Indonesia, informasi telah beredar beras palsu itu berasal dari Dewi
Septiani, seorang pedagang nasi uduk dan bubur ayam di Ruko GT Grande
Mutiara Gading Timur, Bekasi.
Secara kasat mata beras palsu tersebut tidak terlalu jelas terlihat. Tapi,
ukurannya lebih besar jika diperhatikan dengan seksama, warna putihnya
juga lebih bersih dan mengkilat. Namun, perbedaan akan sangat mencolok
setelah dimasak. Beras palsu jika ditekan menggunakan dua jari akan
meninggalkan bekas putih dan hancur dengan cepat. Sedangkan beras asli,
meskipun ditekan masih lebih pulen, selain itu
dengan air jika dimasak menjadi bubur. Beras yang diduga berbahan plastik
sintetis tersebut tidak menyatu dan masih terlihat bentuk awalnya.
Beras yang palsu dari China, kabarnya menggunakan bahan baku kentang
atau umbi-umbian yang dicampur oleh resin sintetik. Resin sendiri adalah
eksudat (getah) yang dikeluarkan oleh banyak jenis tetumbuhan, terutama
oleh jenis-jenis pohon runjung (konifer). Getah ini biasanya membeku, lambat
atau segera, dan membentuk massa yang keras dan, sedikit banyak,
transparan. Dalam hal ini resin yang dipakai adalah sintetis dan yang telah
dicampur bahan kimia.
Kepala ahli gizi National Heart Institute (IJN), Mary Easaw-John seperti
dikutip dari The Straits Times Asia menegaskan beberapa zat seperti resn
plastik, tidak diperbolehkan untuk konsumsi. "Dan dalam jika dikonsumsi
dalam jangka panjang memiliki implikasi serius pada sistem pencernaan,"
ujarnya.
Di China sendiri menurutnya, pemalsuan makanan adalah masalah serius
yang terjadi. Karena sekitar 300.000 orang jatuh sakit dan setidaknya enam
bayi meninggal pada 2008, ketika susu dan formula bayi di negara itu
ditemukan produksinya dicampur oleh melamin.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menerbitkan aturan peredaran
merek beras menyusul adanya temuan beras yang diduga terbuat dari plastik
di Bekasi. Aturan tersebut nantinya berupa Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag). Menteri perdagangan Rachmat gobel menyatakan bahwa akan
melakukan pengetatan terhadap izin kepada perusahaan-perusahaan yang
khususnya di (kegiatan) distribusi beras, termasuk kepada mereka yang
mempunyai merek-merek (beras) sendiri. Pemerintah mengakui selama ini
Kemendag tidak memiliki data merek beras yang beredar. Dampaknya,
Kemendag tidak dapat segera mengetahui siapa yang memproduksi suatu
merek beras. Oleh sebab itu Kemendag akan mendata semua merek beras
yang beredar di pasaran.
Selain itu, produsen beras yang memproduksi beras campuran dalam satu
kemasan (oplosan) juga wajib melaporkan kepada Kemendag. Direktur
Jenderal
Standardisasi
dan
Perlindungan
Konsumen
Kementerian