Anda di halaman 1dari 8

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering

Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN BANDARA: KOMBINASI METODE


SERVICE QUALITY DAN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS
Dyah R. Rasyida1, M. Mujiya Ulkhaq2 , Priska R. Setiowati3, Nadia A. Setyorini4
1,2,3,4
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH. Semarang 50239
Telp. (024) 7460052
E-mail: d.rasyida@gmail.com
ABSTRAKS
Pada era globalisasi ini, peningkatan kualitas pelayanan pada setiap aspek kehidupan manusia dirasa
penting sesuai dengan perubahan kebutuhan pelanggan. Setiap perusahaan jasa disarankan untuk
mempunyai cara yang tepat untuk dapat menarik minat dan mempertahankan loyalitas pelanggan, baik
pelanggan yang baru maupun yang sudah ada. Bandara merupakan pelayanan publik yang juga tidak
bisa terlepas dari pengukuran kualitas pelayanan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Bandara
Internasional Ahmad Yani, Indonesia, yang bertujuan untuk mengukur kualitas pelayanan dan
mengidentifikasi atribut yang terpilih untuk menawarkan strategi yang dapat ditempuh oleh management
Bandara agar dapat mencapai kepuasan pelanggan. Model SERVQUAL digunakan untuk mencapai
tujuan pertama, yaitu dengan mengidentifikasi harapan pelanggan dan persepsi kualitas pelayanan
untuk memungkinkan manajemen Bandara dalam menyesuaikan kebutuhan pelanggan dan memastikan
tercapainya kepuasan pelanggan. Sementara Importance-Performance Analysis (IPA) digunakan untuk
mencapai tujuan kedua, yaitu dengan menggabungkan skor kesenjangan model SERVQUAL. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai kesenjangan yang didapat adalah negative, yang berarti bahwa
kualitas pelayanan yang dirasakan secara keseluruhan cukup rendah. Oleh karena itu, peneliti
menyarankan agar pengelola bandara harus segera meningkatkan kualitas layanan untuk mencapai
kepuasan pelanggan. Rekomendasi berdasarkan hasil dan analisis penelitian diberikan dalam rangka
untuk meningkatkan tingkat daya saing yang tinggi pada Bandara Internasional.
Kata Kunci: bandara, kepuasan pelanggan, importance-performance analysis, SERVQUAL
1.

PENDAHULUAN
Kualitas pelayanan saat ini telah dianggap sebagai alat yang strategis untuk memposisikan dan
berfungsi sebagai sarana untuk mencapai efisiensi operasional, meningkatkan kinerja bisnis (Mehta et al,
2000), serta faktor kunci bagi keberhasilan penyedia layanan. Peningkatan kualitas pelayanan akan
menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan (Parasuraman et al, 1985; Gilbert and Veloutsou, 2006;
Chow et al, 2007). Selain itu, pelayanan yang baik mendahului retensi pelanggan dan mengarah untuk
mengulangi perilaku pembelian pelanggan (Ladhari et al, 2008) yang dapat meningkatkan pangsa pasar
penyedia layanan dan menghasilkan pendapatan yang tinggi (Luo and Homburg, 2007).
Terdapat banyak penelitian dalam kualitas pelayanan yang diterapkan untuk beberapa sektor, seperti:
restoran, kesehatan, perbankan, portal web, hotel, dan pariwisata. Namun, penyelidikan layanan bandara
tetap agak terbatas. Mungkin ini karena gagasan konvensional dirasakan bahwa bandara adalah suatu
bentuk monopoli alami dan sering dilihat sebagai proposisi take-it or leave-it (Sohail, and Al-Gahtani,
2005). Tidak adanya persaingan antara bandara membuat kualitas layanan menjadi kurang diperhatikan.
Pelanggan sering tidak memiliki pilihan, terlepas dari harga dan tingkat kualitas layanan. Bahkan jika
seseorang menemukan pengaturan parker yang kurang baik, fasilitas terminal yang membingungkan,
restoran dan outlet ritel dengan harga tinggi, atau padatnya fasilitas transportasi darat, pelanggan dipaksa
untuk menerima situasi yang ditawarkan oleh otoritas bandara (Rhoades et al, 2000).
Namun demikian, hal tersebut merupakan keadaan sebelumnya dari bandara. Saat ini, dengan
meningkatnya persaingan, terdapat tumbuhnya urgensi di antara pemasar Bandara untuk membedakan
diri dengan memenuhi kebutuhan pelanggan (Fodness and Murray, 2007). Oleh karena itu, para peneliti
mengukur persepsi pelanggan kualitas layanan bandara dikembangkan dalam suara pelanggan (Chen,
2002) pengukuran ini digunakan untuk membangun tolok ukur kinerja (Fodness and Murray, 2007),
(Chen, 2002), untuk mengidentifikasi peluang layanan perbaikan (Yehan and Kuo, 2003), dan untuk
menghindari kehilangan lalu lintas pelanggan yang berharga (Rhoades et al, 2000).
Masalah kualitas pelayanan pengukuran telah meningkat karena karakteristik yang unik layanan ini:
tidak berwujud, tahan lama, dan heterogen. Referensi (Parasuraman et al, 1988) telah mengembangkan

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

sebuah model untuk mengukur kualitas layanan yang disebut dengan Model SERVQUAL. Dalam model
ini, kualitas pelayanan terkait dengan konsep persepsi dan harapan pelanggan. Persepsi merupakan hasil
dari perbandingan pelanggan sebelum layanan harapan dengan pengalaman layanan yang sebenarnya.
Harapan pelanggan berfungsi sebagai standar atau titik referensi terhadap yang kinerja dinilai. Layanan
ini akan dianggap baik jika persepsi melebihi harapan dan sebaliknya.
Penelitian ini mencoba untuk menggabungkan model SERVQUAL dengan teknik Importance
Performance Analysis (IPA) berdasarkan (Martilla and James, 1977). Teknik IPA dapat digunakan untuk
memprioritaskan atribut layanan berdasarkan pentingnya kinerja yang merupakan hasil model
SERVQUAL. Tujuan dari penelitian ini adalah dua. Pertama adalah untuk menilai kualitas pelayanan
bandara menggunakan model SERVQUAL. Hal ini dapat memberikan beberapa wawasan mengenai
bagaimana pelanggan menilai kualitas pelayanan bandara, sehingga memungkinkan para manajer dari
bandara turun ke posisi tersebut dan memperbaiki kualitas layanan mereka sesuai dengan pesaing mereka
dan untuk menemukan dimensi layanan yang mereka butuhkan untuk ditingkatkan. Yang kedua adalah
untuk mengidentifikasi atribut pemilihan Bandara dianggap penting untuk menawarkan implikasi
strategis yang harus ditempuh untuk meningkatkan daya saing mereka dan menarik lebih banyak
pelanggan. Untuk menunjukkan penerapan metode yang diusulkan, studi kasus dilakukan di Ahmad Yani
International Airport (AYIA), Indonesia.
2.

METODOLOGI PENELITIAN
Model SERVQUAL terdiri dari lima dimensi pelayanan dengan dua set 22 butir pernyataan untuk
ekspektasi dan persepsi . Kualitas pelayanan yang dirasakan diukur dengan mengurangkan nilai persepsi
pelanggan dari skor ekspektasi pelanggan, baik untuk setiap dimensi dan keseluruhan . Besar dan arah
dari hasil mengidentifikasi bidang kekuatan dan kelemahan dari layanan bandara. Lima dimensi yang
memiliki komponen berbeda dari kualitas pelayanan yang dirasakan adalah: tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan empathy (Parasuraman et al, 1988).
Tangibles adalah tentang aspek fisik yang terlihat. Dimensi Tangibles Bandara dapat dilihat dari
kebersihan kamar kecil, fasilitas parkir mobil, kenyamanan ruang tunggu, dan penampilan karyawan
bandara. Item pernyataan mewakili dimensi ini adalah : Bandara harus memilikiperalatanyang up-to -date
(Q1), fasilitas fisik bandara harus menarik secara visual (Q2), karyawan bandara harus berpakaian dengan
baik dan tampil rapi (Q3), dan penampilan fisik fasilitas bandara harus sesuai dengan jenis layanan yang
diberikan (Q4).
Reliability adalah kemampuan untuk memberikan layanan handal segera dan akurat. Hal ini terkait
dengan kecukupan informasi penerbangan, seperti menampilkan informasi mengenai lokasi bagasi dan
ketersediaan petugas yang dapatdiandalkan. Item pernyataan mewakili dimensi ini adalah: ketika
karyawan berjanji untuk melakukan sesuatu dengan waktu tertentu makaharus melakukannya (Q5), ketika
pelanggan memiliki masalah karyawan bandara harus simpatik dan meyakinkan (Q6), karyawan harus
dapatdiandalkan (Q7), karyawan harus menyediakan layanan mereka pada saat mereka berjanji untuk
melakukannya (Q8), dan karyawan harus menyimpan catatan mereka secara akurat (Q9).
Responsiveness adalah kemauan untuk merespon keinginan atau kebutuhan dukungan pelanggan
dan layanan cepat. Ini termasuk akses bandara yang cepat, izin keamanan yang efektif dan efisien, dan
juga ruang sirkulasi untuk pengambilanbagasi yang lancer. Item pernyataan meliputi: karyawan tidak bisa
diharapkan untuk memberitahu pelanggan kapan tepatnya layanan akan dilakukan (Q10), tidak realistis
bagi pelanggan untuk mengharapkan layanan yang cepat dari karyawan (Q11), karyawan tidak selalu
harus bersedia untuk membantu pelanggan (Q12), dan tidak apa-apa jika karyawan terlalu sibuk untuk
merespon permintaan pelanggan dengansegera (Q13).
Assurance meliputi pengetahuan, keterampilan, sopan santun, dan kepercayaan yang dimiliki oleh
karyawan, serta bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan. Item pernyataan milik dimensi ini adalah:
pelanggan harus dapat mempercayai karyawan (Q14), pelanggan harus dapat merasa aman dalam
transaksinya dengan karyawan (Q15), karyawan harus sopan (Q16), dan karyawan harus mendapatkan
dukungan yang memadai dari manajemen bandara untuk melakukan pekerjaan mereka dengan baik
(Q17).
Empathy berarti kemudahan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami
kebutuhan pelanggan. Hal ini dapat diamati dari ketersediaan waktu untuk check-in dan pemeriksaan
imigrasi, komplainpelayanan untuk setiap pelanggan, dan kualitas proses pelayanan pelanggan . Item
pernyataan milik dimensi ini: karyawan tidak boleh diharapkan untuk memberikan pelanggan perhatian
individu (Q18), karyawan tidak bisa diharapkan untuk memberikan pelanggan perhatian pribadi (Q19),
tidak realistis untuk mengharapkan karyawan untuk mengetahui apa kebutuhan pelanggan mereka (Q20),
tidak realistis untuk mengharapkan karyawan untuk memiliki kepentingan pelanggan mereka dari hati

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

(Q21), dan karyawan tidak boleh diharapkan memiliki jam operasi yang sesuai untuk semua pelanggan
mereka (Q22).
Meskipun (Parasuraman et al, 1988) mengungkapkan lima kesenjangan dalam model SERVQUAL,
dalam penelitian ini hanya gap 5 yang diukur. Ini menyangkut persepsi dan ekspektasi pelanggan
terhadap layanan yang disampaikan; sedangkan empat gap lainnyayang pertama diidentifikasi sebagai
fungsi dari cara di mana layanan ini disampaikan, yaitu mengenai persepsi dan ekspetasi dalam penyedia
layanan: manajemen. Kesenjangan antara ekspektasi pelanggan dan persepsi diukur dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Gap 5 = Ppi Epi,
(1)
Dimana Ppi mengacu pada nilai rata-rata item pertanyaanpersepsipelanggan ke-i dan Epi adalah
nilai rata-rata item pertanyaanekspektasipelanggan ke-i.
Ke22 item pernyataan kemudian digunakan untuk menganalisis perbedaan antara kepentingan dan
kinerja dalam atributseleksi AYIA: teknik IPA . Ini adalah bentuk ruang dua dimensi dimana sumbu
vertikal menggambarkan pentingnya atribut seleksi, sedangkan sumbu horisontal menjelaskan seberapa
baik bandara dalam melakukan pelayanan. Bagian persepsi dalam model SERVQUAL merupakan kinerja
dan ekspektasi merupakankepentingan.
Bentuk ruang dua dimensi IPA dikategorikan menjadi empat kuadran: concentrate here, keep up the
good work, low priority, dan possibly overkill. Kuadran pertama terletak di sudut barat laut, yaitu
concentrate here, memiliki atribut yang menjadi prioritas manajemen bandara dalam memiliki bentuk
kepentingan tinggi mengenai ekspektasi pelanggan, tetapi menunjukkan kepuasan rendah atau peringkat
kinerja rendah. Kuadran kedua, yaitu keep up the good work, mengidentifikasi bahwa kedua kepentingan
dan kinerja pelanggan sudah tinggi dalam penilaian dan harus dipelihara dengan baik oleh pengelola
bandara. Hal ini terletak di suduttimurlaut. Atribut yang dinilai rendah, baik di bagian kepentingan dan
kinerja, dimasukkan ke dalam kuadran ketiga, yaitu low priority, yang terletak di sudut baratlaut. Kuadran
terakhir atau keempat mewakili possible overkill, di mana ada atribut yang tidak perlu yang perlu
dipertahankan oleh manajemen bandara karena memiliki kepentingan rendah tetapi peringkat kinerja
tinggi.
Studi kasus dilakukan di AYIA yang terletak di Semarang, Indonesia. Seratus responden dipilih
secara acak dari berbagai sumber untuk menjamin keragaman opini tentang kualitas pelayanan bandara.
Mereka adalah mahasiswa, dosen, ibu rumah tangga, pengusaha, karyawan, dan pegawai negeri sipil.
Selain itu, respondenberusialebih dari 18 tahun dan telah berpengalaman dalam mendapatkan manfaat dan
memahami layanan dari AYIA dalam 6 bulan sebelumnya. Calon responden pertama kali didekati dan
ditanya apakah mereka ingin berpartisipasi dalam survei. Semua item pernyataan diukur jenis skala 7Likert, mulai dari 1 yang menunjukkan sangat tidak setuju hingga 7 untuk sangat setuju.
Untuk memastikan keandalan, Cronbach alpha (Cronbach,1951) digunakan untuk masing-masing
dimensi. Dimensi yang memiliki nilai lebih dari 0,6 dianggap handal atau konsisten (Nunnally, 1951).
3.

STUDI KASUS
Studi kasus kali ini meneliti penerapan model SERVQUAL di AYIA dan menganalisis gap
(perbedaan) antara persepsi dan harapan pelanggan untuk setiap dimensi SERVQUAL. Sebelum
menganalisis gap tersebut, dilakukanuji reliabilitas untuk memeriksa apakah atau tidak skor responden
pada setiap salah satu indikator cenderung berkaitan antara indikator tersebut dengan indikator lainnya.
Cronbach alpha oleh Cronbach (1951) digunakan sebagai batas bawah untuk memperkirakan keandalan
tes psikometri. Hal ini berkisar antara 0 dan 1, dimana skor 0 menunjukkan tidak ada reliabilitas internal
dan skor 1 menunjukkan reliabilitas internal yang sempurna. Nunnally (1994) mengemukakan bahwa
nilai alpha Cronbach harus lebih besar dari 0,6 untuk menjamin dimensi yang handal. Alpha Cronbach
untuk setiap dimensi model SERVQUAL dihitung menggunakan software SPSS 17.0 dan ditunjukkan
pada Tabel 1. Perhatikan bahwa semua dimensi untuk setiap bagian memiliki nilai alpha Cronbach lebih
dari 0,6 menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan terpercaya.
Nilai rata-rata kemudian dihitung untuk setiap pertanyaan yang telah dijawab oleh seluruh
responden. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2. Atribut pada harapan pelanggan dengan skor tertinggi
untuk setiap dimensi adalah: Q1 dari tangibles, Q5 dari reliability, Q12 dari responsiveness, Q16 dari
assurance, dan Q20 dari empathy; dimana reliability memiliki rata-rata skor terbesar, yaitu 6,597.
Tampaknya bahwa pelanggan berharap lebih pada layanan reliable dan accurate. Skor tertinggi adalah Q5
menunjukkan bahwa pelanggan menuntut karyawan bersikap simpatik dan meyakinkan untuk membantu
pelanggan ketika mereka memiliki masalah. Di sisi lain, atribut pada harapan pelanggan dengan skor

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

terendah untuk masing-masing dimensi adalah: Q2 dari tangibles, Q8 dari reliability, Q10 dari
responsiveness, Q14 dari assurance, dan Q19 dari empathy; sedangkan empati memiliki nilai rata-rata
terendah, yaitu 4.470. Pelanggan tidak mencari perhatian pribadi dan komunikasi yang baik dari
karyawan. Hal ini dibuktikan bahwa Q18, yaitu karyawan tidak harus diharapkan untuk memberikan
pelanggan perhatian individu.
Tabel 1 Cronbachs alpha Model Service Quality

Dimensi

Jumlah Item

Tangible
Reliability
Responsiveness
Assurance
Empathy

Harapan
Persepsi
Harapan
Persepsi
Harapan
Persepsi
Harapan
Persepsi
Harapan
Persepsi

4
4
5
5
4
4
4
4
5
5

Cronbachs
Alpha
0.726
0.886
0.692
0.853
0.759
0.638
0.650
0.794
0.693
0.649

Untuk bagian persepsi, assurance memiliki skor rata-rata tertinggi yaitu 4,536. Atribut dengan skor
tertinggi adalah: Q3, Q9, Q10, Q16, Q22 yang terdiri dari tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
dan empathy. Kelihatannya bandara memiliki karyawan berpengetahuan, terampil, dan dapat dipercaya
sebagai yang terbaik di antara dimensi lain. Q16 dianggap sebagai nilai tertinggi yang menyiratkan bahwa
bandara memiliki karyawan sopan. Sebaliknya, dimensi yang memiliki rata-rata nilai terendah adalah
tangibles, yaitu 3,958. Atribut dengan nilai terendah untuk setiap dimensi adalah: Q2 dari tangibles, Q5
dari reliable, Q11 dari responsiveness, Q17 dari assurance, dan Q19 dari empathy. Atribut yang dianggap
sebagai kinerja terburuk dari bandara adalah penampilan fasilitas fisik, Q2, yaitu fasilitas fisik bandara
harus menarik secara visual. Hal itu merupakan sinyal bahwa bandara harus meningkatkan kinerjanya
dengan menggunakan informasi yang ditampilkan dalam analisis SERVQUAL.
Tabel 2 juga menunjukkan gap untuk setiap butir item yang dihitung dengan menggunakan
Persamaan (1). Rata-rata keseluruhan harapan adalah 5,697, sedangkan nilai persepsi adalah 4,291.
Tampaknya skor untuk gap keseluruhan adalah -1,407, hal ini menunjukkan bahwa harapan memiliki nilai
lebih besar dari persepsi. Parasuraman et al. (1985) menyatakan bahwa lebih positif hasil skor
kesenjangan, semakin tinggi kualitas pelayanan yang dirasakan dan dengan demikian mengarah ke
tingkat yang lebih tinggi kepuasan pelanggan. Menurut hasil, kualitas pelayanan AYIA dirasakan oleh
pelanggan tidak memenuhi harapan pelanggan karena gap bernilai nilai negatif. Hal ini diperparah bahwa
semua nilai gap untuk setiap butir pernyataan negatif kecuali Q18 dan Q19.
Tabel 2 Hasil Responden Harapan dan Persepsi dari Service Quality

Dimension
Tangible

Reliability

Responsiveness
Assurance

Q1
Q2
Q3
Q4
Q5
Q6
Q7
Q8
Q9
Q10
Q11
Q12
Q13
Q14

Harapan
6.488
6.023
6.039
6.110
6.730
6.583
6.600
6.500
6.570
5.001
5.587
6.010
5.374
4.786

Persepsi
3.770
3.559
4.480
4.023
4.330
4.345
4.570
4.619
4.667
4.603
4.131
4.555
4.212
4.481

Gap 5
2.718
2.464
1.559
2.087
2.400
2.238
2.030
1.881
1.903
0.398
1.456
1.455
1.162
0.305

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

Dimension

Empathy
Rata-rata

Q15
Q16
Q17
Q18
Q19
Q20
Q21
Q22

ISBN: XXXX-XXXX

Harapan
5.780
6.678
6.130
3.868
3.828
5.293
4.616
4.745
5.697

Persepsi
4.630
4.714
4.320
4.010
3.949
3.989
4.091
4.343
4.291

Gap 5
1.150
1.964
1.810
0.142
0.121
1.304
0.525
0.402
1.407

Gap yang bernilai negatif menunjukkan bahwa AYIA memiliki kemampuan yang sedikir kurang
untuk menyediakan layanan "terbaik" bagi pelanggan dan harus melakukan sesuatu untuk mencapai
kepuasan pelanggan. Teknik IPA dapat digunakan untuk membangun strategi berdasarkan kepentingan
dan kinerja dari sudut pandang pelanggan. Rata-rata untuk setiap butir item diplot dalam ruang keadaan
dua dimensi. Sumbu horisontal mengacu pada persepsi atau seberapa baik bandara sedang melakukan
aktivitasnya, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan; sedangkan sumbu vertikal mengacu pada
harapan atau pentingnya aktivitas. Martilla & James (1977) menyarankan untuk menggunakan nilai
median dari nilai rata-rata saat data terkonsentrasi pada nilai-nilai tertentu, sedangkan untuk data evaluasi
relatif, itu lebih efektif untuk menggunakan nilai rata-rata. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, IPA
dilakukan dengan menerapkan nilai rata-rata. IPA dari persepsi kualitas pelayanan AYIA digambarkan
pada Gambar 1.

Gambar 1: Importance-Performance Analysis

Grafik terbagi menjadi empat kuadran yang menunjukkan prioritas yang akan diberikan kepada
masing-masing atribut. Empat kuadran tersebut adalah: concentrate here sebagai kuadran pertama, keep
up the good work sebagai kuadran kedua, low priority sebagai kuadran ketiga, dan possible overkill
sebagai kuadran keempat. Beberapa item yang tergabung pada kuadran pertama adalah Q1, Q2, dan Q4.
Atribut ini dianggap penting tetapi mengindikasikan kepuasan rendah dengan kinerja bandara. Q3, Q5,
Q6, Q7, Q8, Q9, Q12, Q15, Q16, dan Q17 adalah milik kuadran kedua, menunjukkan bahwa bandara
menyediakan layanan yang ramah, menghargai pelanggan dengan sopan, dan merasa senang dengan
kinerja bandara. Item pada kuadran ketiga adalah Q11, Q13, Q18, Q19, Q20, dan Q21. Bandara ini dinilai
rendah dalam hal memberikan layanan kepada pelanggan, tetapi mereka tidak menganggap fitur ini
menjadi penting. Yang terakhir atau kuadran keempat terdiri dari Q10, Q14, dan Q22, kuadran ini

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

menunjukkan bahwa bandara dinilai akan melakukan pekerjaan yang baik, tapi pelanggan merasa sedikit
tidak penting.
4. PEMBAHASAN
A. Model SERVQUAL
Konsep dalam mengukur gap (perbedaan) antara harapan dan persepsi pada metode SERVQUAL
terbukti sangat praktis untuk menilai kualitas pelayanan yang dirasakan. Dengan sedikit modifikasi,
Model SERVQUAL dapat digunakan oleh setiap organisasi jasa (Parasuraman et al. 1985). Hampir di
semua penelitian, termasuk pada penelitian ini, model SERVQUAL yang telah digunakan adalah hanya
untuk gap 5 yaitu mengukur perbedaan antara harapan pelanggan dan persepsi. Adapun alasan mengapa
layanan gagal adalah semakin besar kesenjangan, semakin sulit untuk memuaskan pelanggan. Gap 5
adalah seperti black box, karena pelanggan tidak memberitahu penyedia layanan apa yang mereka
harapkan atau bagaimana mereka merasakan pelayanan. Pelanggan sering tidak ditanyai atau penyedia
layanan tidak tahu bagaimana cara untuk bertanya. Namun, penerapan model SEVQUAL bisa juga
diperluas untuk analisis perbedaan lain. Ini bisa menjadi motivasi yang baik untuk penelitian selanjutnya.
Informasi yang ditampilkan pada skor gap dapat membantu manajer untuk mengidentifikasi di mana
peningkatan performa terbaik dapat ditargetkan. Peningkatan kinerja di beberapa atribut akan ditujukan
untuk gap yang bernilai negatif terbesar yaitu harapan tinggi tetapi persepsi rendah. Sebaliknya, jika nilai
gap di beberapa atribut positif, harapan tidak hanya bertemu dengan persepsi, tapi dapat melebihi, hal ini
memungkinkan manajer untuk meninjau apakah mereka mungkin "over-supply" terhadap fitur tertentu.
Misalnya, kesenjangan individu terbesar adalah -2,718 yang diperoleh dari pernyataan item pertama atau
Q1. Hal ini menunjukkan bahwa bandara harus memiliki peralatan up-to-date. Pelanggan merasa bahwa
fasilitas fisik di AYIA tidak memenuhi harapan mereka, atau dengan kata lain, pengelolaan bandara tidak
menyediakan peralatan terbaru dalam memberikan layanan kepada pelanggan. Selain itu, rata-rata
kesenjangan terbesar pada dimensi adalah tangible, yaitu -2,207. Hal ini konsisten dengan informasi
sebelumnya bahwa bandara memiliki kemampuan yang kurang dalam menyediakan fasilitas fisik, seperti
misalnya fasilitas parkir mobil, ruang duduk menunggu, check-in counter, klaim bagasi, dan penampilan
karyawan, yang memenuhi harapan pelanggan .
Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa setiap dimensi model SERVQUAL
diperlakukan sama, berarti bobot yang sama diberikan masing-masing untuk setiap dimensi. Namun,
pentingnya dimensi ini dapat membedakan berbagai jenis layanan dan pelanggan (Parasuraman et al.
1991). Misalnya, bagian keamanan dalam dimensi assurance mungkin menjadi penentu kunci atribut
layanan untuk nasabah bank tapi mungkin tidak berarti banyak untuk pelanggan dari salon kecantikan.
Oleh karena itu, yang bisa dilakukan dalam penelitian berikutnya adalah bahwa bobot seharusnya
dimasukkan ke dalam model SERVQUAL.
Model SERVQUAL telah dikritik pada kedua dasar teoritis dan operasional, lihat misalnya Cronin
& Taylor (1992) dan Asubonteng dkk. (1996). Salah satu isu yang utama adalah memperhatikan
penggunaan model diskonfirmasi atau skor gap. Meskipun penggunaan nilai gap adalah intuitif menarik
dan memiliki konseptual yang masuk akal, kemampuan skor tersebut untuk memberikan informasi
tambahan di luar yang sudah terkandung dalam komponen persepsi skala kualitas pelayanan diragukan.
Sementara, persepsi telah didefinisikan dan terukur secara langsung sebagai keyakinan pelanggan tentang
pengalaman pelayanan, harapan adalah subyek yang multitafsir dan dengan demikian penelitian telah
dioperasionalkan secara berbeda oleh para peneliti yang berbeda (misalnya Teas, 1993; 1994; Dabholkar
et al 2000). Cronin & Taylor (1992) mengemukakan konsep dasar skala SERVQUAL membingungkan
pada kepuasan layanan. Mereka menyarankan untuk meninggalkan persepsi saja, membuang bagian
harapan. Mereka memperkenalkan model SERVPERF dan memberikan bukti empiris di empat industri:
bank, pengendalian hama, dry cleaning, dan makanan cepat saji untuk menguatkan keunggulan mereka
"performance-only" sebagai skala SERVQUAL berbasis disconfirmation.
Meskipun kelemahan dibahas, adapun keuntungan SERVQUAL adalah bahwa instrumen yang
dicoba dan diuji dapat digunakan untuk membandingkan tujuan benchmarking (Brysland & Curry, 2001).
Disamping itu, terlepas dari kelemahan yang dimiliki, SERVQUAL juga memiliki keuntungan lain
sementara SERVPERF tidak, ketika dikombinasikan dengan teknik IPA, seperti yang diterapkan dalam
makalah ini, untuk membuat strategi dalam mencapai kepuasan pelanggan, seperti yang akan dibahas
pada bagian berikut.
B. Teknik IPA
Penelitian ini telah mengidentifikasi kepentingan dan kinerja atribut bandara. Sebagai hasil dari
analisis gap dengan menggunakan model SERVQUAL, ada perbedaan yang signifikan antara kepentingan

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

dan kinerja dalam atribut pemilihan bandara. Teknik IPA (lihat Gambar 2) menunjukkan bahwa pada
terdapat empat kuadran, beberapa item bergabung menjadi kuadran yang sama, sementara ada beberapa
yang tergabung dikuadran lain.
Beberpa item yang bergabung pada kuadran pertama, yaitu, concentrate here, adalah hal-hal dengan
kinerja rendah tetapi penting dirasakan oleh pelanggan. Oleh karena itu, atribut ini harus menerima
investasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Hal ini dilakukan untuk membawa efek maksimum
dengan investasi minimal. Item yang tergabung dalam kuadran ini adalah Q1, Q2, dan Q4, semua milik
dimensi tangibles. Maka pengelolaan bandara dianjurkan untuk meningkatkan penampilan fisik dengan
peralatan terbaru dan menghapus gangguan yang dapat mengganggu perhatian pelanggan terhadap
fasilitas fisik. Beberapa item yang tergabung dalam kuadran kedua, yaitu keep up the good work, berarti
atribut dianggap penting dan pelanggan yang suka dengan kinerja manajemen bandara. Hal ini
menunjukkan bahwa karyawan AYIA memiliki berpakaian rapi dan tampil rapi serta bersedia untuk
membantu pelanggan; pelanggan merasa aman dalam bertransaksi di bandara. Semua item yang berada
pada kuadran initersebut milik dimensi reliability, yaitu bahwa bandara dapat memberikan layanan
dengan cepat dan akurat. Singkatnya, bandara harus mempertahankan aspek-aspek ini untuk menjaga dan
memelihara kepuasan pelanggan.
Kuadran ketiga, low priority, mengidentifikasi bahwa item yang tergabung disini telah berkerja
dengan memadai tetapi pelanggan menganggap mereka sebagai kurang penting jika dibandingkan dengan
atribut bandara lainnya. Kuadran ini terdiri dari item yang ada pada dimensi responsiveness dan empathy.
Meskipun hasilnya menunjukkan bahwa kedua dimensi tidak dirasakan penting, hal ini tidak berarti
bahwa pengelola bandara harus mengurangi upaya mereka untuk meningkatkan layanan. Pengelola
bandara bisa memberikan reward kepada karyawan yang mampu mempertahankan keterampilan
responsiveness dan empathy mereka kepada pelanggan. Jika pelanggan puas dengan kualitas atribut,
kepuasan tersebut akan memimpin mereka untuk menyebarkan berita dan informasi yang baik sebagai
sarana publikasi bandara. Atribut pada kuadran possible overkill dianggap kurang penting oleh pelanggan
dan merasa terlalu berlebihan, sehingga perlu dikurangi karena investasi yang berlebihan. Jika atribut ini
diterapkan ke area yang lain, maka diduga dapat membawa hasil yang lebih baik.
5.

KESIMPULAN
Penelitian telah menunjukkan bahwa sangat memunginkan untuk mengukur kualitas pelayanan,
bahkan dalam bentuk perusahaan padat modal seperti bandara. Model SERVQUAL yang terdiri dari
aspek harapan dan persepsi yang digunakan ini, telah ditemukan bahwa dapat menyediakan cara
sederhana dan murah relatif melakukan penilaian kualitas layanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penilaian kualitas pelayanan memiliki banyak manfaat potensial bagi manajer bandara. Mengidentifikasi
harapan pelanggan dan persepsi kualitas layanan untuk perusahaan tertentu memungkinkan manajemen
untuk lebih menyesuaikan upaya pemasaran dan untuk memastikan pelanggan agar harapan terpenuhi. Ini
termasuk mengidentifikasi, memprioritaskan dan meningkatkan bidang kelemahan pelayanan dan
memastikan bahwa sumber daya berharga dialokasikan di daerah yang paling efektif. Selain itu, pesan
promosi dapat disempurnakan sehingga pelanggan memiliki harapan yang realistis dari layanan yang
ditawarkan.
Berdasarkan skor kesenjangan, ditemukan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan secara
keseluruhan cukup rendah. Pelanggan memiliki harapan yang lebih tinggi daripada apa yang sebenarnya
mereka dipersepsikan dari bandara dan keinginan pelanggan lebih dari apa yang ditawarkan kepada
mereka. Menggabungkan skor kesenjangan dan hasil dari teknik IPA, peneliti menyarankan pengelola
bandara untuk segera meningkatkan kualitas layanan. Semua aspek kualitas layanan, termasuk efisiensi
pelayanan, kesopanan dan keramahan, serta jaminan harus dipertahankan dan ulasan yang konsisten
untuk melihat apakah ada perbaikan yang diperlukan. Fasilitas fisik harus ditingkatkan untuk mencapai
kepuasan pelanggan. Misalnya, diadakan program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan karyawan,
saling menolong, saling pengertian, kemampuan berbahasa, penampilan dan keterampilan pelayanan.
Selanjutnya, pengelola bandara harus memastikan bahwa semua karyawan diminta untuk terlibat dalam
menetapkan standar kualitas, dan harus menyadari bahwa mempertahankan kualitas pelayanan merupakan
bagian dari pekerjaan mereka
PUSTAKA
A. Brysland and A. Curry. (2001). Service improvements in public services using SERVQUAL, Managing
Service Quality, vol. 11, pp. 389401.

2nd Annual Conference in Industrial and System Engineering


Semarang, 7 Oktober 2015

ISBN: XXXX-XXXX

A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. (1985). A conceptual model of service quality and its
implications for future research, Journal of Marketing, vol. 49, pp. 4150.
A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. (1988). SERVQUAL: a multiple item scale for measuring
consumer perceptions of service quality, Journal of Retailing, vol. 64, pp. 1240.
A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry. (1991). Refinement and reassessment of the SERVQUAL scale,
Journal of Retailing,vol. 67, pp. 420450.
C.H. Yehand Y. L. Kuo. (2003). Evaluating passenger services of Asia-Pacific international airports,
Transportation Research Part E, vol. 39, pp. 3548.
D. Fodness and B. Murray. (2007). Passengers expectations of airport service quality, Journal of Services
Marketing, vol. 21, pp. 492506.
D. Rhoades, B. Waguespack, and S. Young. (2000). Developing a quality index for US airports, Managing
Service Quality, vol. 10, pp. 257262.
G. R. Gilbert and C. Veloutsou. (2006). A cross-industry comparison of customer satisfaction, Journal of
Services Marketing,vol. 20, pp. 298308.
H. L. Chen. (2002). Benchmarking and quality improvement: a quality benchmarking deployment approach,
International Journal of Quality & Reliability Management, vol. 19, pp. 757773.
I. H. Chow, V. P. Lau, T. W. Lo, Z. Sha, and H. Yun. (2007). Service quality in restaurant operations in China:
decision- and experiential-oriented perspectives, Hospitality Management, vol. 26, pp. 698710.
J. A. Martilla and J. C. James. (1977). Importanceperformance analysis, Journal of Marketing, vol. 41, pp. 77
79.
J. C. Nunnally. (1951). Psychometric Theory, 3rd ed., New York: Mc.Graw-Hill.
J. Cronin and S. A. Taylor. (1992). Measuring service quality: a reexamination and extension, Journal of
Marketing, vol. 56, pp. 5567.
K. R. Teas. (1993). Expectations, performance evaluation, and consumers perceptions of quality, Journal of
Marketing, vol. 57, pp. 1834.
K. R. Teas. (1994). Expectations as a comparison standard in measuring service quality: an assessment of
reassessment, Journal of Marketing, vol. 58, pp. 132139.
L. J. Cronbach. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests, Psychometrika, vol. 16, pp. 297
334.
M. S. Sohail and A. S. Al-Gahtani. (2005). Measuring service quality at King Fahd International Airport,
International Journal of Service and Standards, vol. 1, pp. 482493.
P. A. Dabholkar, D. C. Shepherd, and D. I. Thorpe. (2000). A comprehensive framework for service quality: an
investigation of critical, conceptual and measurement issues through a longitudinal study, Journal of
Retailing, vol. 76, pp. 139173.
P. Asubonteng, K. J. McCleary, and J. E. Swan. (1996). SERVQUAL revisited: a critical review of service
quality, Journal of Services Marketing, vol. 10, pp. 6281.
R. Ladhari, I. Brun, and M. Morales. (2008). Determinants of dining satisfaction and post-dining behavioral
intentions, International Journal of Hospitality Management, vol. 27, pp. 563573.
S. C. Mehta, A. K. Lalwani, and S. L. Han. (2000). Service quality in retailing: relative efficiency of alternative
measurement scales for different product-service environments, International Journal of Retail &
Distribution Management, vol. 28, pp. 6272,.
X. Luo and C. Homburg. (2007). Neglected outcomes of customer satisfaction, Journal of Marketing, vol. 71, pp.
133149.

Anda mungkin juga menyukai