IDENTITYCONFLICTDIDARFUR,SUDANTAHUN2003
HubunganInternasional
FISIP
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
ABSTRAK
Konflik Darfur yang dipandang sebagai salah satu krisis kemanusiaan terburuk
pada abad ke-21, pada dasarnya memiliki relasi erat dengan dimensi lingkungan.
Dimensi lingkungan yang dimaksud adalah keadaan environmental scarcity, yang
mengakibatkan sumber daya terbarukan seperti air, lahan subur, dan hutan
menjadi komoditas yang langka di Darfur. Kelangkaan ini diakibatkan oleh relasi
kompleks antara faktor alam dan manusia di Darfur. Faktor alam yang
menyebabkan terjadinya environmental scarcity di Darfur adalah degradasi
lingkungan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan pemanasan global,
sedangkan faktor manusianya terletak pada sistem sosial yang digunakan oleh
penduduk Darfur dalam melakukan eksplorasi sumber daya terbarukan.
Environmental scarcity yang muncul di Darfur selanjutnya menimbulkan berbagai
dampak sosial di tengah masyarakat Darfur baik di bidang politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan konflik Darfur
meletus pada tahun 2003. Konflik Darfur digolongkan ke dalam group-identity
conflict karena aktor-aktor yang terlibat di dalam konflik ini merupakan
kelompok-kelompok identitas berdasarkan etnis, suku, dan ras. Konflik Darfur
pada tahun 2003 merupakan manifestasi dari perebutan akses sumber daya
terbarukan yang semakin langka di Darfur.
ABSTRACT
Darfur conflict is one of the worst humanitarian crisis in 21st century, have a
substantial bound with environmental dimension. The environmental dimension is
the occurrence of environmental scarcity, which affected renewable resources
such as waters, fertile soils, and forests to be rare commodities in Darfur. The
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
CatherineSimon,InTheMiseryofDarfur,IndexonCensorship(2005)34:197,tersediadalam:
http://ioc.sagepub.com/content/34/1/197.full.pdf+html,diaksespada8Oktober2013.
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
ahli yang menyimpulkan bahwa konflik Darfur pada dasarnya disebabkan oleh
faktor politik, ekonomi, dan historis yang sangat kental, serta memiliki relasi
kompleks pula dengan wilayah regional Afrika, terutama negara-negara yang
bertetangga dengan Sudan. 2 Penjelasan dari para ahli tersebut cukup mampu
untuk menggambarkan latar belakang dari konflik Darfur. Meski demikian,
terdapat aspek lain yang selama ini masih dianggap sebagai faktor pelengkap saja
di dalam konflik Darfur, yakni aspek lingkungan.
Aspek lingkungan di dalam konflik Darfur dapat dikatakan merupakan
salah satu aspek yang cukup krusial. Hal ini disebabkan karena sumber daya
terbarukan di Darfur berupa air, lahan subur, dan hutan, telah memenuhi prasyarat
sebagai komoditas yang diistilahkan Gareth Hardin sebagai the commons. Konflik
Darfur, memiliki korelasi kompleks dengan perebutan the commons, oleh aktoraktor yang memiliki kepentingan untuk mengamankan aksesnya di tengah
keadaan degradasi lingkungan yang semakin dahsyat.
Tulisan ini mencoba untuk mengupas dimensi lingkungan dalam konflik
Darfur, yang selanjutnya memiliki relasi kompleks dengan
dampak-dampak
2. RUMUSAN PERTANYAAN
Bagaimana korelasi antara kelangkaan sumber daya terbarukan di Darfur berupa
air, lahan subur, dan hutan dengan konflik bersenjata di Darfur pada tahun 2003?
Contoh, lihat Joyce Apsel, The Complexity of Destruction in Darfur: Historical Processes and
Regional Dynamics, Hum Rights Rev (2009) 10:239259, tersedia dalam:
http://search.proquest.com/docview/194788460?accountid=46437, Dwight D. Murphey, Do
Something About Darfur: A Review of the Complexities, The Journal of Social, Political, and
Economic
Studies;
Summer
2008;
33,
2,
pg.
229,
tersedia
dalam:
http://search.proquest.com/docview/216799854/fulltextPDF/1421BFC88A91A9C4FBF/2?account
id=46437, dan Aleksi Ylnen, Grievances and the Roots of Insurgencies: Southern Sudan and
Darfur,Peace,ConflictandDevelopment:AnInterdisciplinaryJournal,Vol.7,July2005,tersedia
dalam:
http://www.bradford.ac.uk/ssis/peaceconflictanddevelopment/issue7/Rootsof
insurgences.pdf,diaksespada3Desesmber2013.
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
3. KERANGKA TEORITIK
Tulisan ini menggunakan model Environmental Scarcity-Violent Conflict
yang dikembangkan oleh Thomas F. Homer-Dixon. Terdapat tiga tahapan utama
di dalam model Homer-Dixon, yakni genesis of scarcity, social effects, dan violent
conflict. 3 Genesis of scarcity merupakan tahapan yang menganalisis mengenai
keadaan kelangkaan sumber daya terbarukan yang terjadi di suatu daerah tertentu.
Kelangkaan sumber daya terbarukan diakibatkan karena adanya relasi kompleks
antara faktor ideasional dan faktor fisik dalam eksplorasi sumber daya terbarukan
yang diterapkan oleh penduduk sekitar, serta faktor keadaan lingkungan.
Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan memicu keadaan sumber daya
terbarukan, yang oleh Homer-Dixon dibedakan ke dalam tiga jenis yakni supplyinduced, demand-induced, dan structural scarcity. 4 Supply-induced scarcity
adalah keadaan di mana kelangkaan sumber daya terbarukan diakibatkan karena
semakin menipisnya jumlah ketersediaan sumber daya terbarukan. Faktor yang
mempengaruhinya adalah relasi kompleks faktor manusia dan alam, yang
mengakibatkan kemampuan produksi sumber daya terbarukan menjadi semakin
menurun baik secara kuantitas maupun kualitas.
Demand-induced
scarcity
merupakan
keadaan
kelangkaan
yang
ThomasF.HomerDixon,Environment,Scarcity,andViolence,NewJersey:PrincetonUniversity
Press, 1999,hal.134.
4
Ibid,hal.4748.
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
5
6
Ibid,hal.80.
Ibid,hal.141147.
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
menekankan
penghentian
penggunaan
sumber
daya
sehingga
4. PEMBAHASAN
4.1. Faktor Ideasional dan Fisik pada Masyrakat Darfur
Mayoritas penduduk Darfur yang berprofesi sebagai petani, menggunakan
sistem pertanian tradisional tadah hujan. Sistem pertanian tadah hujan merupakan
sistem ladang berpindah ketika kualitas kesuburan lahan telah berkurang, yang
dipadankan pula dengan sistem transhumance, yakni metode pengembaraan
dengan hewan ternak serta menanam produk pertanian yang berumur pendek
(cepat panen) sebagai pemenuhan kebutuhan pokok, serta sistem pertanian
menetap yang juga melibatkan penggembalaan hewan ternak sebagai jaminan
ketersediaan makanan bagi para petani dan penggembala ketika musim kering
datang. 8 Sistem pertanian tradisional ini memang tidak melakukan ekspansi
secara besar-besaran, tetapi keadaan alam yang telah semakin terdegradasi
mengakibatkan sistem ini berkontibusi pada kelangkaan sumber daya terbarukan.
Fenomena pemanasan global dan perubahan iklim tentunya menjamah
pula wilayah Darfur, sehingga bentuk pertanian tradisional ini tidak lagi relevan
dengan upaya pelestarian lingkungan. Sistem pertanian tadah hujan dengan ladang
Ibid,hal.107.
GovernmentofSudan,30Juni2003,Sudan:StabilizationandReconstructionCountryEconomic
Memorandum(VolumeI),tersediadalam:http://www.fmoh.gov.sd/English/Reports/doc/cem%2
0part%201.pdf,diaksespada:1April2013.
8
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
penurunan drastis dari rangeland sebanyak 56% dan lahan hutan 32%. 12 Sistem
pertanian tadah hujan semakin memperburuk keadaan lingkungan karena tidak
terdapat upaya dalam perbaikan lingkungan.
Ketika lahan subur dan rangeland semakin menipis, pembalakan hutan
menjadi hal yang perlu dilakukan akibat tuntutan pemenuhan kebutuhan
agrikultur. Darfur telah mengalami deforestasi sebanyak 1,19% setiap tahunnya
pada periode 1973-2000, dengan jumlah total 30,3% dari luas hutan yang terdapat
di Darfur pada periode yang sama. 13 Studi ini menggunakan sampel luas lahan
hutan sekitar 2.500km2 di setiap areanya. Daerah Jebel Marra mengalami
penyusutan lahan hutan sejumlah 29,4%, sementara daerah Timbisquo berkurang
sebanyak 29,1%, dan daerah Um Chelutta merosot hingga 32,4% pada periode
1973-2000.
4.3. Demand-induced Scarcity di Darfur
1.503.000 orang menghuni Darfur Utara dengan angka pertumbuhan
populasi mencapai 3,2% pada periode 1998-2003, Darfur Barat memiliki
1.614.000 orang penduduk dengan angka pertumbuhan 2,4% pada periode yang
sama, dan jumlah populasi dan angka pertumbuhan tertinggi terdapat di Darfur
Selatan, masing-masing 2.859.000 orang dan 3,5%. 14 Berdasarkan data
kependudukan ini, wilayah Darfur memiliki jumlah penduduk sebanyak 5.970.000
orang dengan angka pertumbuhan rata-rata sebesar 3,03%. Hal ini juga berarti
bahwa Darfur dihuni oleh sekitar 20% dari seluruh penduduk Sudan, jika
mengacu pada jumlah penduduk Sudan di tahun 2003 yang mencapai 30,3 juta
orang.
Angka pertumbuhan populasi yang cukup tinggi di Darfur mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan terhadap sumber daya terbarukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumsi yang juga semakin melesat tajam. Total konsumsi
dan penggunaan air Sudan pada tahun 1990, diperkirakan sekitar 15,5km3,
kemudian meningkat pada tahun 1995 menjadi 17,8km3, dan kembali meningkat
12
UnitedNationsEnvironmentProgram,op.cit.
Ibid.
14
GovernmentofSudan,30Juni2003,Sudan:StabilizationandReconstructionCountryEconomic
Memorandum
(Volume
II),
tersedia
dalam:
http://www.fmoh.gov.sd/English/Reports/doc/cem%20part%202.pdf, diakses pada: 1 Februari
2014.
13
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
15
FAO,
2013,
AQUASTAT
Database
(Water
Use),
tersedia
dalam:
http://www.fao.org/nr/water/aquastat/data/query/results.html?csv=1, diakses pada:2 Februari
2014.
16
Ibid.
17
FAO,
2013,
AQUASTAT
Database
(Land
Use),
tersedia
dalam:
http://www.fao.org/nr/water/aquastat/data/query/results.html?csv=1, diakses pada:2 Februari
2014.
18
RichardBarltrop,DarfurandTheInternationalCommunity:TheChallengesofConflictResolution
inDarfur,NewYork:I.B.Tauris,2011,hal.1314.
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
partainya yakni NIF (National Islamic Front), sehingga mekanisme check and
balances tidak terjadi dalam Pemerintah Sudan.
4.5. Migrasi Penduduk dari Luar Sudan
Tren penurunan imigran yang masuk ke Sudan terjadi sejumlah 1.273.141
orang pada tahun 1990, menjadi 1.111.143 orang pada tahun 1995, dan kembali
menurun menjadi 853.867 orang pada tahun 2000. 19 Meski secara umum jumlah
imigran di Sudan mengalami penurunan pada periode 1990-2000, tidak secara
otomatis menurunkan tensi segmentasi sosial yang dapat menimbulkan friksifriksi di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan populasi di
Sudan sendiri mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Meski tren penurunan terjadi pada migrasi di Sudan, akan tetapi
setidaknya migrasi turut ambil bagian dalam peningkatan jumlah populasi di
Sudan. Ledakan populasi inilah yang selanjutnya semakin meningkatkan potensi
friksi sosial di masyarakat, mengingat sumber daya terbarukan semakin langka.
Persaingan di tengah masyarakat dalam mendapatkan akses air, lahan, subur, dan
hutan di Darfur menjadi tidak terhindarkan.
4.6. Penurunan Produktivitas Ekonomi Sudan
Sektor agrikultur, kehutanan, perikanan, dan perburuan merupakan sektor
ekonomi dengan persentase tertinggi yang berkontribusi terhadap GDP Sudan.
Sektor tersebut menyumbang sebesar 39,1% GDP Sudan, di mana sektor lainnya
bahkan tidak sampai memiliki persentase setengah dari angka persentase sektor
agrikultur. 20 Hal ini mengindikasikan bahwa sektor agrikultur merupakan sektor
ekonomi yang paling strategis bagi perekonomian Sudan.
Kelangkaan air, lahan subur, dan hutan telah terbukti mereduksi angka
produksi komoditas agrikultur utama di Sudan seperti sorgum, gandum, milet,
wijen, kacang tanah, kapas, dan bunga matahari di Sudan, meskipun angka
penurunannya tidak akan langsung terlihat secara signifikan. Penurunan produksi
secara massive misalnya terjadi pada perbandingan tahun 1988/89 dengan
1989/90. Produksi Sorgum menurun dari 4,425 juta ton menjadi 1,536, milet dari
19
United Nations. International Migrant Stock: The 2008 Revision, tersedia dalam:
http://esa.un.org/migration/p2k0data.asp,diaksespada:27Maret2013.
20
GovernmentofSudan,30Juni2003,Sudan:StabilizationandReconstructionCountryEconomic
Memorandum(VolumeII),op.cit.
10
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
496.000 ton menjadi 161.000 ton, wijen dari 194.000 menjadi 140.000 ton,
kacang tanah dari 587.000 ton menjadi 218.000 ton, kapas dari 329.000 menjadi
261.000 ton dan bunga matahari dari 46.000 ton menjadi 22.000 ton, sedangkan
gandum baru mengalami penurunan pada periode 1991/92-1992/93, dari 895.000
ton menjadi 453.000 ton. 21
4.7. Elite-rent Seeking Sudan
Transparency International, lembaga yang berbasis di Berlin, Jerman
setiap tahunnya merilis daftar negara-negara dengan tingkat korupsi terendah
hingga tertinggi. Pada tahun 2003 lembaga tersebut melakukan riset di 133 negara
di seluruh dunia. Hasilnya cukup miris, di mana tingkat korupsi di Sudan menurut
Transparency International berada pada urutan 106 dengan skor Corruption
Perception Index (CPI) sebesar 2.3. 22
Laporan di atas menjelaskan mengenai posisi Sudan pada tahun 2003 yang
dengan kata lain dikategorikan sebagai negara dengan praktik korupsi tinggi. Skor
dari CPI yang dimiliki Sudan sangat rendah, dari nilai tertinggi 10.0, Sudan hanya
mendapatkan poin 2.3. Sudan masuk ke peringkat jajaran terbawah yakni 106, di
mana peringkat terendah adalah urutan ke-133.
4.8. Segmentasi Sosial di Darfur
Penduduk Sudan yang berjumlah 30,3 juta jiwa pada tahun 2003, tersebar
di seluruh wilayah Sudan dan sebanyak 1.976.000 jiwa memadati tiga negara
bagian di wilayah Darfur (Darfur Utara, Barat, dan Selatan). Pluralitas menjadi
salah satu indikator yang dimiliki oleh masyarakat Darfur. Masyrakat Darfur
terdiri dari setidaknya 36 jenis kelompok etnis yang saling berinteraksi di bawah
Pemerintah Sudan di Khartoum.
Terdapat sekitar 1.060.000 orang etnis non-Arab yang terdiri dari
Zaghawa, Masalit, dan Fur di Darfur pada tahun 2003, di mana ketiga etnis Afrika
tersebut berjumlah sekitar 54% dari total seluruh penduduk Darfur, yang memiliki
tingkat pluralitas yang cukup tinggi dengan 36 etnis yang menduduki wilayah
21
Ibid.
Transparency International, Corruption Perception Index 2003, tersedia dalam:
http://www.integriteitoverheid.nl/fileadmin/BIOS/data/Publicaties/Downloads/Corruption%20P
erception%20Index%20_Transparancy%20International_2003.pdf,diaksespada:1April2013.
22
11
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
ini. 23 Sedangkan 46% lainnya merupakan jumlah kumulatif dari etnis-etnis lain
yang jumlahnya berbeda-beda dan sebagian besar terdiri dari bangsa Arab yang
juga memiliki suku-suku tertentu pula di dalamnya. Pluralitas ini tentu membawa
potensi friksi sosial yang semakin besar di dalam masyarakat Darfur, ditambah
lagi dengan terjadinya environmental scarcity di wilayah ini.
UNEP mencatat setidaknya terdapat 19 konflik-konflik horizontal di
Darfur pada periode 1990-2000, yang dilatarbelakangi oleh perebutan lahan
pertanian, penggembalaan, akses air, wilayah administrasi, dan kuasa politik yang
sifatnya lokal, di mana sebagian besar melibatkan etnis Zaghawa, Masalit, dan
Fur. 24 Skala konflik yang ditimbulkan memang belum cukup signifikan, karena
konflik-konflik yang muncul tidak terorganisir dengan baik dan sifatnya sangat
sporadis. Meski demikian, hal ini telah cukup membuktikan bahwa segmentasi
sosial yang diiringi dengan keadaan environmental scarcity di Darfur, telah
membawa potensi friksi sosial yang cukup tinggi di wilayah ini.
4.9. Weakened Institution di Sudan
Alokasi APBN dalam memperbaiki keadaan lingkungan di Sudan
memiliki tren penurunan, dan merupakan faktor pertama yang dapat menurunkan
kapasitas Pemerintah Sudan sebagai institusi sosial. Hal ini dikarenakan tidak
direalisasikannya
ekspektasi
masyarakat
mengenai
perbaikan
degradasi
23
Data dikutip dan diolah dari dua sumber, yakni Government of Sudan, 30 Juni 2003, Sudan:
StabilizationandReconstructionCountryEconomicMemorandum(VolumeII),op.cit.danCultural
Survival,
The
Peoples
of
Darfur,
tersedia
dalam:
http://www.culturalsurvival.org/publications/voices/32/peoplesdarfur, diakses pada: 1 April
2013.
24
UnitedNationsEnvironmentProgram,op.cit.
25
GovernmentofSudan,30Juni2003,Sudan:StabilizationandReconstructionCountryEconomic
Memorandum(VolumeI),op.cit.
12
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
politiknya
demi
melanggengkan
kekuasaannya
di
dalam
26
RichardBarltrop,loc.cit.,hal.31.
GovernmentofSudan,30Juni2003,Sudan:StabilizationandReconstructionCountryEconomic
Memorandum(VolumeII),op.cit.
27
13
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sebuah alternatif narasi
mengenai proses di balik meletusnya konflik Darfur, yang merupakan
14
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
15
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Barltrop, Richard. (2011). Darfur and The International Community: The
Challenges of Conflict Resolution in Darfur. New York: I. B. Tauris.
Homer-Dixon, Thomas F. (1999). Environment, Scarcity, and Violence. New
Jersey: Princeton University Press.
Jurnal
Anonymous,
Government
of
Sudan.
(2003).
Sudan:
Stabilization
and
Government
of
Sudan.
(2003).
Sudan:
Stabilization
and
(2008).
Tersedia
dalam:
<http://search.proquest.com/docview/216799854/fulltextPDF/1421BFC88
A91A9C4FBF/2?accountid=46437>. [Diakses pada 3 Desember 2013].
Simon, Catherine. In The Misery of Darfur dalam Index on Censorship (2005)
[online]. Tersedia dalam: <http://ioc.sagepub.com/content/34/1/197.full.pd
f+html>. [Diakses pada 8 Oktober 2013].
Ylnen, Aleksi. Grievances and the Roots of Insurgencies: Southern Sudan and
Darfur dalam Peace, Conflict and Development: An Interdisciplinary
16
Journal
Vol.
(July
2005).
FerryMaulanaPrateja
(105120407111030)
UniversitasBrawijaya
Tersedia
dalam:
Survival,
The
Peoples
of
Darfur
[online].
Tersedia
dalam:
<http://www.culturalsurvival.org/publications/voices/32/peoples-darfur>.
[Diakses pada: 1 April 2013].
FAO. (2013). AQUASTAT Database (Land Use) [online]. Tersedia dalam:
<http://www.fao.org/nr/water/aquastat/data/query/results.html?csv=1>.
[Diakses pada: 2 Februari 2014].
FAO. (2013). AQUASTAT Database (Water Use) [online]. Tersedia dalam:
<http://www.fao.org/nr/water/aquastat/data/query/results.html?csv=1>.
[Diakses pada: 2 Februari 2014].
FAO.
Forest
Area
Statistics:
Sudan
[online].
Tersedia
dalam:
17