Anda di halaman 1dari 8

Vol.14.No.1.Th.

2007

The Variation Of Microsatellite Dna Among Fat

The Variation Of Microsatellite DNA Among Fat, Medium And Thin Tail Local
Sheeps
C. Sumantri* U.Fauzi** dan A. Farajallah**
Departemen Biologi, Bagian Zoologi FMIPA dan Bagian Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, IPB
Email:
ABSTRACT
Background: The application of genetics molecular marker for selection and breeding dramatically has changed the
animal genetic quality. The objectives of this study were to evaluate a genetic variation and to examine a genetic
distance from fat, medium and thin tail local sheeps through CSSM018, ILST054 and IDVGA30 micro satellite loci.
Methods: A total 96 head of the local sheeps namely 48 fat, 24 medium and 24 thin tails respectively were used in this
study. The genetic variation for each population was calculated into allelic forms involving total number of alleles,
mean number of alleles per locus, frequency of each allele for each population; whereas heterozygosis and the genetic
distance were calculated according to Nei (1987).
Result: The result showed that the allelic distribution at each locus of CSSM018, IDVGA30 and ILSTS054 had the
allelic polymorphism of 5,4 and 4 respectively. CSSM018 locus had the highest variation compared to ILST054 and
IDVGA30 loci. The frequency of D allele of CSSM018 was 0,7927 and an allele of the IDVGA30 was 0,7917. These
two alleles were identified only for the fat tail sheep. The B allele of ILSTS054 was 0,7708 and found only for the
medium tail sheep. The heterozygous value () of CSSM 018 locus was the highest (0,5607) in the fat tail, moderate in
the medium tail (0,5523) and the lowest in the thin tail (0,4885). The heterozygous value () of ILSTS054 was 0,3375
for the fat tail, 0,3511 for medium tail and 0,3768 for thin tail respectively. The genetic distance of thin tail sheep to
medium tail was shorter (0,7558) compared to the fat tail (0,8011).
Key words: Local sheeps, microsatellite DNA and genetic distance
Keragaman DNA Mikrosatelit Pada Domba Lokal Ekor Gemuk, Sedang Dan Tipis
ABSTRAK
Latar Belakang : Aplikasi penanda genetik molekuler untuk seleksi dan pemuliaan secara dramatis telah meningkatkan
mutu genetik ternak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman DNA mikrosatelit dan jarak genetik dari
lokus SSM018, IDVGA30 dan ILSTS054 antara domba Ekor Gemuk (DEG), Sedang (DES) dan Tipis (DET).
Metode: Sejumlah 96 ekor domba lokal meliputi 48 ekor gemuk, 24 ekor sedang dan 24 ekor tipis digunakan dalam
penelitian. Keragaman genetik untuk setiap populasi domba dihitung dalam bentuk alel meliputi total jumlah alel,
jumlah alel per lokus, frekuensi alel dari setiap populasi; sedangkan keragaman () dan jarak genetik (D) dianilisis
berdasarkan Nei (1987).
Hasil: Hasil distribusi alel dari setiap lokus CSSM018, IDVGA30 dan ILSTS054 menunjukkan adanya polimorfisme
dengan masing-masing jumlah alel adalah 5,4 dan 4. Alel D pada lokus CSSM 018 dan alel A pada lokus IDVGA hanya
ditemukan pada ekor Gemuk, sedangkan alel B pada lokus ILSTS 054 hanya ditemukan pada ekor sedang. Nilai
heterozigositas berkisar antara 0,3375-0,5607. Lokus CSSM 018 pada ekor gemuk memiliki keragaman yang paling
tinggi ( = 0,5607), dengan nilai rataan heterozigositas () berkisar antara 0,4645 - 0,4694. DET mempunyai jarak
genetik yang lebih dekat dengan DES (D=0,7558), Jarak genetik antara ekor sedang dengan ekor gemuk lebih dekat
(0,7804), bila dibandingkan dengan DEG (D =0,8011).
Kata kunci: Domba lokal, DNA mikrosatelite dan jarak genetik.

* Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
** Departemen Biologi, FMIPA IPB Bogor.

Sumantri,Fauzi dan Farajallah

PENDAHULUAN
Penanda genetik dapat diidentifikasi dengan
berbagai teknik meliputi: teknik Restriction
Length
polymorphisms
(RFLP),
Random
Amplyfied Polymorphism DNA (RAPD), DNA
minisatelit dan DNA mikrosatelit. Marka
Pembantu Seleksi (Marker Assisted Selectian
/MAS) terbukti mampu meningkatkan nilai
genetik ternak dalam program pemuliaan.
Identifikasi marka genetik yang bermanfaat
merupakan langkah awal dan kritis untuk
mendapatkan Marka Pembantu Seleksi (MAS).
Aplikasi penanda genetik molekuler untuk
seleksi dan pemuliaan secara dramatis telah
meningkatkan mutu genetik ternak (Bawden dan
Nicholas, 1999). Mikrosatelit yang paling banyak
dijumpai pada mamalia adalah (dC-dA)n dan (dTdG)n (Moore et al.,1991). Mikrosatelit merupakan
penanda genetik yang sering digunakan untuk
mempelajari sistem perkawinan dan struktur
populasi (Steffen et al. 1993), pautan (linkage),
pemetaan kromoson, dan analisa populasi (Silva
et al., 1999). Mikrosatelit adalah runutan DNA
pendek yang berulang (1-5bp) dan total
panjangnya 10-100bp, mikrosatelit juga disebut
sebagai STRs (Short Tandem Repeats).
Runutan DNA yang berulang (DNA satelit,
DNA mini satelit dan DNA mikrosatelit) dalam
genom total berjumlah 15%. DNA mikrosatelit
ditemukan pada prokariot dan eukariot termasuk
pada mamalia (Bennett, 2000). Mikrosatelit
banyak digunakan oleh peneliti sebagai marka
karena
keberadaanya
melimpah,
bersifat
kodominan dan sangat polimorfik (Bennett,
2000). Penelitian tentang DNA mikrosatelit
CSSM 018, ILSTS 054, dan IDVGA 30 untuk
populasi terbatas pada domba Garut sudah
dilakukan dan menunjukkan adanya hubungan
positif dengan bobot badan (Hidayat, 2005), tetapi
distribusi penyebaran alel-alel tersebut pada
populasi domba ekor gemuk, sedang dan tipis
masih kurang. Penelitian bertujuan untuk
mendapatkan data dasar tentang keragaman
karakteristik genotipik dan alel-alel spesifik untuk
pertumbuhan yang dapat digunakan untuk
kebijakan pengembangan dan perbaikan mutu
genetik domba lokal.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan dari bulan
Februari sampai dengan bulan April 2006 di

Jurnal Protein

Bagian Zoologi, Departemen Biologi Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan
Bagian Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Materi dan Metode Penelitian
Sebanyak 96 ekor domba masing-masing
terbagi kedalam kelompok domba ekor sedang
(24 ekor), tipis (24 ekor) dan gemuk (48 ekor).
Domba ekor gemuk berasal dari Madura,
Donggala, Sumbawa dan Indramayu. Domba ekor
gemuk dari Jawa Timur sudah di pelihara lebih
dari 10 tahun dengan manajemen semi intensif.
Domba ekor sedang berasal dari daerah Ciomas
yang merupakan domba Garut tipe tangkas dan
Margawati yang merupakan domba Garut tipe
pedaging. Domba ekor tipis berasal dari daerah
Jonggol dan Rote. Kriteria pengelompokan
berdasarkan pangkal ekor menurut Diwyanto
(1982) yaitu ekor tipis mempunyai pangkal ekor
kurang dari 4 cm, ekor sedang 4-8 cm dan ekor
gemuk lebih dari 8 cm.
Genotiping Mikrosatelit DNA
1.

Pengambilan Sampel Darah


Sampel darah diambil melalui vena
jugularis menggunakan jarum Vacutainer
sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung vakum yang berantikoagulan. Khusus
lokasi
jauh,
darah
diambil
dengan
menggunakan tabung vakum yang tidak
mengandung
antikoagulan
kemudian
ditambahkan alkohol 95% dan dikocok
membentuk angka 8 dan disimpan dalam suhu
ruang.

2.

Ekstraksi DNA
Ekstrasi DNA dilakukan dengan sedikit
memodifikasi metode Sambrook et al (1989)
dengan menggunakan buffer lisis sel (350 l
1xSTE, dan 40 l 10% SDS) dan 20 l
proteinase-K. DNA dimurnikan dengan
metode fenol-kloroform, yaitu dengan
menambahkan 40 l 5 M NaCl dan 400 l
fenol dan kloroform iso amil alkohol (CIAA).
DNA diendapkan dengan 40 l 5 M NaCl dan
800 l etanol absolut, dan endapan dicuci
dengan menambahkan 400 l, 70% etanol
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
12000 rpm selama 5 menit, kemudian etanol
dibuang dan diuapkan dengan menggunakan
pompa vakum. DNA kemudian dilarutkan
dengan 80 l 80% buffer TE.

Vol.14.No.1.Th.2007

3.

4.

Amplifikasi DNA Mikrosatelit dengan


Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi PCR dilakukan menurut metode
Sambrook et al. (1989) yang telah
dimodifikasi yaitu melakukan pencampuran
yang merata 100 ng/l DNA 1,5 l cetakan
dengan campuran 10 x PCR Promega buffer
1,25 l; MgCl2 1 l, dNTP 1 l, primer
masing-masing 0,5 l (Cockett et al. 1994),
enzim Taq polimerase 0,15 l dan air steril
sampai volume tabung PCR 12,5 l. Tabung
PCR ini diinkubasi pada mesin thermocycler
(TaKaRa PCR Thermal Cycler MP4), dengan
program sebagai berikut: Tahap 1, 1 x ulangan
meliputi proses denaturasi awal pada suhu 94
C selama 5 menit, Penempelan primer pada
suhu 56 C selama 1 menit, pemanjangan
molekul DNA pada suhu 72 C selama 1
menit. Tahap II, 30 x ulangan meliputi
denaturasi pada suhu 94 C selama 55 detik,
penempelan primer pada suhu 56 C selama 1
menit, pemanjangan molekul DNA pada suhu
72 C selama 1 menit 10 detik. Tahap III, 1 x
ulangan, pemanjangan akhir molekul DNA
pada suhu 72 C selama tujuh menit.
Elektroforesis
DNA mikrosatelit
produk
PCR
dipisahkan dengan teknik elektroforesis gel
poliakrilamid 8% yang dilanjutkan dengan
pewarnaan perak. Sebanyak 2 l produk PCR
dicampur dengan Loading dye. Elektroforesis
dilakukan selama 2,5 jam pada arus listrik
konstan 165 mA atau sampai pewarna
Bromthymol blue mencapai bagian bawah
gel. Pewarnaan digunakan dengan metode
pewarnaan perak (silver staining) menurut
Tegelstrom (1992).

The Variation Of Microsatellite Dna Among Fat

6.

Analisis Data
Frekuensi masing-masing alel setiap lokus
mikrosatelit dihitung berdasarkan rumus Nei
(1987) :
Xi = (2nii + nij) / (2N)
Keterangan : j 1
Xi = frekuensi alel ke-i
nij = jumlah individu untuk genotip AiAj
nii = jumlah individu untuk genotip AiAi
N = jumlah sampel
Derajat heterozigositas () dihitung
berdasarkan frekuensi alela pada tiap lokus
DNA mikrosatelit dengan rumus Nei (1987)
sebagai berikut:
= 2n (1-xi2) / (2n-1)
Keterangan : xi = frekuensi alel Lokus ke-i
n = jumlah sampel
= heterozigositas lokus
Ragam heterozigositas (Vsl()) diantara
individu dalam satu kesatuan frekuensi alela
populasi pada tiap lokus DNA mikrosatelit
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
2
Vsl() =

{2(2n-2) {xi3 (xi2)2}+xi2-(xi2)2}

2n(2n-1)
dan standar error (SE) diperoleh dari akar
ragam heterozigositas.
Rerata heterozigositas () dari semua
lokus DNA mikrosatelit yang diuji (r)
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
= j / r
Keterangan : j =

5.

Penentuan
Posisi
Pita
DNA
Mikrosatelit
Jika terdapat dua pita maka sampel
tersebut bersifat heterozigot dan jika terdapat
satu pita maka bersifat homozigot. Untuk
memudahkan skoring pita yang paling bawah
diberi sandi A dan selanjutnya B, C, dan
seterusnya sampai pita paling atas. Asumsi
yang mendukung yaitu semua pita yang
memiliki laju sama merupakan alel yang
homolog (Nei, 1987).

derajat heterozigositas
untuk lokus ke-j
r = jumlah lokus yang diuji
= rataan heterozigositas

Struktur populasi domba digambarkan


melalui keragaman genetik keseluruhan
populasi (HT), keragaman genetik dalam
subpopulasi (HS), dan keragaman genetik
antara subpopulasi (DST). Nilai-nilai tersebut
digunakan untuk menentukan koefisien
diferensiasi genetik (GST)
HS = 1 JS
HT = 1 JT

Sumantri,Fauzi dan Farajallah

Jurnal Protein

dengan JS dan JT adalah:


HASIL DAN PEMBAHASAN
JS = Jk / s = xi2; JT = xi2
Jk = xki2
DST = HT HS
GST = DST / HT

1.

Selain itu, diferensiasi populasi juga


dinyatakan sebagai jarak genetik baku (Nei,
1987), yaitu:
D = ln [ JXY / (JXJY)1/2]
Keterangan : D = Jarak genetik
JX, JY = rataan frekuensi alel kuadrat pada
populasi X dan Y berdasarkan
jumlah lokus
JXY = rataan frekuensi X dan Y ber da
sarkan jumlah alel yang diuji

Variasi Alel
Sekuen DNA yang berbeda pada lokus
yang sama disebut sebagai alel (Nei dan
Kumar, 2000). Alel ditentukan oleh variasi
pita DNA yang muncul pada PAGE
(Polyacrylamide
Gel).
Keragaman
mikrosatelit disebabkan karena adanya variasi
dalam jumlah pengulangan runutan basa.
Perbedaan yang muncul dianggap sebagai alel
yang berbeda. Perbedaan alel yang dihasilkan
disebabkan perbedaan jumlah pengulangan
basa (Bennet, 2000). Gambar 1, 2 dan 3
memperlihatkan pola elektroforesis lokus
CSSM018, ILST054 dan IDVGA30.

Gambar 1. Pola Pita Lokus CSSM018

Gambar 2. Pola Pita Lokus ILSTS054

Gambar 3. Pola Pita Lokus IDVGA-30

Vol.14.No.1.Th.2007

Estimasi panjang alel DNA mikrosatelit


dilakukan dengan menggunakan program R
komputer yaitu dengan menkonversi jarak
migrasi alel pada gel dengan jarak migrasi
marker pada masing-masing gel (Gbr. 1, Gbr.
2 dan Gbr. 3). Estimasi panjang alel lokus
CSSM018 adalah 126-144 pb, panjang alel
lokus ILSTS054 adalah 106-112 pb, dan
Panjang alel lokus IDVGA-30 adalah 120-128
pb (Tabel 1.). Perbedaan ukuran fragmen
tersebut
disebabkan
karena
adanya
penambahan (insersi), pengurangan (dilesi)

The Variation Of Microsatellite Dna Among Fat

dan perubahan pada jumlah copy DNA


runutan DNA yang berulang (Dowling et al.,
1996). Freking et al. (1998) menyatakan
bahwa estimasi ukuran panjang alel lokus
CSSM018, IDVGA-30 dan ILSTS054
masing-masing 120 pb,120 pb dan 140 pb.
Hidayat (2004) menyatakan bahwa estimasi
panjang basa lokus CSSM018 adalah 126-144
pb, lokus IDVGA-30 adalah126-130 pb.
Perbedaan estimasi panjang alel lokus
ILSTS054 disebabkan karena adanya
perbedaan primer reverse yang digunakan.

Tabel 1. Estimasi Panjang Alel Mikrosatelit CSSM018, ILSTS054 dan IDVGA-30


Alel Lokus CSSM018 Lokus ILSTS054 Lokus IDVGA-30
A
126
106
120
B
128
108
122
C
136
110
124
D
138
112
128
144
2.

Frekuensi Alel
Berdasarkan
jumlah
alel,
lokus
CSSM018 juga memiliki jumlah alel yang
lebih bervariasi dibandingkan dengan jumlah
alel pada Lokus ILSTS054 dan Lokus
IDVGA-30 (Tabel 2.). Domba Ekor Gemuk
memiliki variasi alel yang lebih tinggi pada
masing-masing lokus, yaitu 5 macam alel
pada lokus CSSM018 dan 4 macam alel pada
lokus IDVGA-30 dan tiga macam pada lokus
ILSTS054. Alel D pada lokus CSSM018, dan
alel A pada lokus IDVGA30 hanya ditemukan
pada Domba Ekor gemuk (DEG), sedangkan

alel B pada lokus ILSTS054 hanya ditemukan


pada
Domba
Ekor
Sedang
(DES).
Kemungkinan alel-alel tersebut merupakan
alel spesifik untuk DEG dan DES. Alel A
pada lokus ILST054 dengan frekuensi
masing-masing 0,7927 (DEG) ; 0,7917 (DES)
dan
0,7708
(DET).
Hasil
tersebut
menunjukkan bahwa alel A pada lokus ILSTS
054 umum ditemukan pada domba Indonesia,
sedangkan Alel D pada lokus CSSM 018 dan
A pada lokus IDVGA30 hanya ditemukan
pada DEG sehingga dapat dijadikan sebagai
penciri genetik.

Tabel 2. Frekuensi Alel lokus CSSM018, IDVGA 30 dan ILST 054


Jenis
CSSM018 (48 ekor)
IDVGA30 (47 ekor)
Alel
DEG
DES
DET
DEG
DES
DET
A
0,2708 0,5625 0,2083 0,0319
B
0,0625 0,0208 0,0417 0,2872 0,2381 0,4091
C
0,6042 0,3750 0,6875 0,0667 0,1429 0,0833
D
0,0104
0,6383 0,6667 0,5455
E
0,0521 0,0417 0,0625
3.

Keragaman Genotipe
Nei dan Kumar (2000) menyatakan
bahwa variasi genetik terjadi jika terdapat dua
alel atau lebih dalam suatu populasi (biasanya
lebih dari 1%). Berdasarkan jenis genotipe,
lokus CSSM018 memiliki genotipe yang lebih
bervariasi yaitu terdiri atas 9 genotipe
dibandingkan dengan lokus ILSTS054 dan

ILST054 (41 ekor)


DEG
DES
DET
0,7927 0,7917 0,7708
0,0417
0,1951 0,1667 0,1875
0,0122
0,0417

lokus IDVGA-30 yang terdiri atas 5 jenis


genotipe dan 6 jenis genotipe, secara
berurutan. Hal tersebut berbeda dengan hasil
penelitian Hidayat (2004) yang menyatakan
bahwa lokus IDVGA-30 (12 macam genotipe)
lebih beragam dibandingkan dengan lokus
CSSM018 yang bersifat monomorfik pada
domba PUSLITNAK (Pusat Penelitian

Sumantri,Fauzi dan Farajallah

Jurnal Protein

Ternak) Bogor. Dengan sampel yang sama,


dilaporkan bahwa pada domba PUSLITNAK
Bogor terdapat lima macam genotipe dengan
tiga alel pada lokus CSSM018 dan ILST054
(Hidayat, 2005). Frekuensi genotipe tertinggi
pada DEG, DES dan DET yaitu genotipe AA
pada lokus ILSTS 054 dengan frekuensi
masing-masing 0,6829; 0,6250 dan 0,6250,
Hal tersebut berbeda dengan hasil
penelitian Hidayat (2004) yang menyatakan

bahwa lokus IDVGA-30 (12 macam genotipe)


lebih beragam dibandingkan dengan lokus
CSSM018 yang bersifat monomorfik pada
domba PUSLITNAK (Pusat Penelitian
Ternak) Bogor. Dengan sampel yang sama,
Hidayat (2005) melaporkan bahwa pada
domba PUSLITNAK Bogor terdapat lima
macam genotip dengan tiga alel pada lokus
CSSM018 dan ILST054.

Tabel 3. Frekuensi genotipe lokus CSSM018, IDVGA 30 dan ILST 054


CSSM018
IDVGA 30
Jenis
Genotipe DEG
DES
DET
DEG
DES
DET
DEG
(48)
(24)
(24)
(47)
(30)
(22)
(41)
AA
0,1020 0,2917 0,0833 0,0213
0,6829
AC
0,3333 0,5417 0,1667 0,0213
0,1951
AD
0,0244
AE
0,0833
BB
0,2766 0,2381 0,4091
BC
0,0833
0,0833
BD
0,0208
0,0213
BE
0,0208
CC
0,3750 0,0417 0,5417
0,0976
CD
0,0638 0,1905 0,0909
CE
0,0417 0,0833 0,0417
DD
0,5957 0,5714 0,5000
EE
0,0208
4.

Nilai Heterozigositas
Nilai heterozigositas () merupakan
cara yang paling akurat untuk mengukur
variasi genetik, heterozigositas disebut juga
sebagai keragaman gen (Nei, 1987). Tabel 4
memperlihatkan lokus CSSM018 mempunyai
nilai heterozigositas (0,4885 sampai 0,5607)
hampir sama dengan lokus IDVGA30
(0,4901=0,5405)
tetapi
lebih
tinggi
dibandingkan dengan lokus ILSTS054
(0,3511=0,3768). Keragaman genetik dalam
populasi
diukur
dengan
rata-rata
Tabel 4. Nilai Hetrozigositas () dan
30 dan ILSTS 054
Bangsa
Domba
CSSM 018
DEG
0,56070,0018
DES
0,55230,0018
DET
0,48850,0053

ILST 054
DES
(24)
0,6250
0,3333

DET
(24)
0,6250
0,2083
0,0833

0,0417

0,0833

heterozigositas () jika lokus yang diamati


lebih dari satu lokus (Nei dan Kumar 2000).
Nilai rata-rata heterozigositas pada populasi
total dalam penelitian diperoleh (0.4645
sampai
0,4694),
lebih
rendah
bila
dibandingkan dengan Peternakan Lesan Putra
berdasarkan lokus CSSM018 dan IDVGA 30
yaitu 0.6899 (Hidayat, 2004). Dan juga
dengan domba PUSLITNAK dengan lokus
CSSM018 dan ILSTS054 yaitu 0.5655
(Hidayat, 2005).

Rerata Heterozigositas () lokus CSSM 018, IDVGA


() SE
IDVGA 30
0,51000,0017
0,49010,0041
0,54050,0010

ILSTS 054
0,33750,0030
0,35110,0059
0,37680,0056

() SE
0,46940,0022
0,46450,0039
0,46860,0040

Vol.14.No.1.Th.2007

5.

The Variation Of Microsatellite Dna Among Fat

Diferensiasi dan Jarak Genetik


Deferensiasi genetik bertujuan untuk
mempelajari keragaman genetik baik dalam
subpopulasi maupun antara subpopulasi (Nei,
1987). Diferensiasi genetik diperoleh dengan
menghitung keragaman rata-rata dalam
subpopulasi (HS), keragaman genetik dalam
populasi total (HT) dan keragaman genetik
antar subpopulasi (DST).
Hasil penelitian menunjukkan nilai
keragaman genetik antara subpopulasi D ST =
0.0540, keragaman genetik dalam populasi
total HT = 0.1328, keragaman rata-rata dalam
subpopulasi HS = 0.3698, sehingga diperoleh
koefisien deferensiasi genetik GST = 0.1276.

Berdasarkan hasil tersebut, keragaman di


dalam subpopulasi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan keragaman antara
subpopulasi. Menurut Nei (1987) nilai GST
dipengaruhi oleh keragaman genetik pada
populasi total, semakin tinggi keragaman pada
populasi total maka nilai koefisien
diferensiasi genetik semakin rendah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa domba lokal
yang terdapat di Indonesia belum terlalu jauh
berbeda secara genetik. Nilai tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan nilai koefisien
deferensiasi pada sapi PO (peranakan ongol)
yaitu 0.3710 (Satriani, 2001).

Tabel 7. Nilai Diferensiasi Genetik Domba Ekor Tipis (DET), Domba Ekor Sedang
(DES) dan Ekor Gemuk (DEG)
Bangsa Domba
HT
HS
DST
GST
DEG
0,4649
0,3953
0,0696
0,1497
DES
0,4623
0,4052
0,0571
0,1235
DET
0,4615
0,2834
0,1781
0,3858
Jarak genetik adalah perbedaan antara
populasi atau spesies pada tingkat gen yang
diukur berdasarkan nilai numerik. Jarak
genetik dihitung berdasarkan frekuensi
genetik pada subpopulasi. Cara pengukuran

jarak genetik didasarkan pada tujuannya,


sehingga dikelompokan menjadi dua yaitu:
untuk klasifikasi populasi dan untuk
mempelajari evolusi (Nei 1987).

Tabel 8. Jarak Genetik Domba Ekor Tipis (DET), Sedang (DES) dan Gemuk (DEG)
Bangsa
Bangsa
DET
DES
DEG
DET
0,0000
0,7558
0,8011
DES
0,0000
0,7804
DEG
0,0000
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Kesimpulan
Lokus CSSM018 memiliki variasi genotipe
dan alel yang tinggi. Alel D pada lokus CSSM
018 dan Alel A pada lokus IDVGA 30 dapat
dijadikan sebagai alel spesifik untuk domba ekor
gemuk (DEG), sedangkan alel B pada lokus
ILSTS054 untuk domba ekor sedang (DES).
Lokus CSSM018 mempunyai nilai heterozigositas
paling tinggi ( = 0,5607) pada ekor gemuk. Ekor
tipis memiliki jarak genetik dengan ekor sedang
(D=0,7558) dan dengan ekor gemuk (D=0,8011),
sedangkan ekor sedang dengan ekor gemuk
(D=0,7804).

1.

Bawden, W.S. and Nicholas, K.R. 1999.


Molecular genetics of milk production. In
The Genetics of Cattle. Edited R. Fries and A.
Ruvinsky. CABI Publishing. London. UK.
539-576.

2.

Bennet,
P.
2000.
Microsatellites.
J.Clin.Pathol:Mol.Pathol ;53:177-183

3.

Cockett, N.E., Jackson, S.p., Shay, T.L.,


Nielson, D., Moore, S.S., Steele, M.R.,
Barendse, W., Green,R.D., and Georges, M.,
1994. chromosomal localization of the
callipyge gene in sheep (Ovis aries) using

Sumantri,Fauzi dan Farajallah

bovine
DNA
markers.
Natl.Acad.Sci.91:3019-3023.
4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Jurnal Protein

Proc.

Diwyanto, K. 1982. Pengamatan fenotip


domba priangan serta hubungan antara
beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan.
Tesis. Fakultas Pasca sarjana, Institut
Pertanian Bogor.Bogor

1991. The conservation of dinucleotide


microsatellites among mammalian genomes
allow the of heterilogous PCR primer pairs in
closely related species. Genomics. 10:654660.
11.

Nei, M. 1987. Molecular Evolutionary


Genetics.: Columbia University Press. New
York.

12.

Nei, M, and Kumar. S. 2000 Molecular


Evolution
and
Phylogenetics.
Oxford
University Press. Inc. New York.

13.

Sambrook, J., Fritsch, E.F., and Maniatis


T. 1989. Molecular Cloning Laboratory
Manual 3rd Ed. Cold Spring Harbour Lab.
Press. New York.

14.

Hidayat. 2004. Penggunaan penanda


molekuler mikrosatelit IDVGA-30 dan
CSSM018 sebagai penanda sifat cepat
tumbuh pada domba Garut. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Satriani, N. 2001. Keragaman genetic


sapi Peranakan Ongole (PO) berdasarkan uji
DNA
mikrosatelit.
Skripsi.
Fakultas
matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ,
Institut Pertanian Bogor. Bogor

15.

Hidayat, W. 2005. Keragaman DNA


mikrosatelit CSSM054 dan ILST054 serta
hubungannya dengan produktivitas domba
Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Silva, F., Gusmao, L. and Amorim A.


1999. Segregation analysis of tetra and
pentanucleotide
short
tandem
repeat
polymorphism : Deviation from Mendelian
expectations. Electrophoresis, 20:1697-1701.

16.

Kumar, S., Tamura K. and Nei. M.1993.


MEGA. Molecular Evolutionary Genetics
Analysis. Version 1.01. Institute of Molecular
Evolutioner Genetic. The Pennsylvania
University, USA.

Steffen, P., Eggen, A., Dietz, A.B.,


Womack, J.E., Stranzinger, G. And Fries, R.
1993. Isolation and mapping polymorpic
microsatellites in cattle. Anim. Genet. 24:121124.

17.

Tegelstrom, H. 1992. Mitochondrial DNA


in natural population: An improved routine
for screening of genetic variation baed on
sensitive silver staining. Electrophoresis.
7:226-229.

Dowling, T.E., Moritz, C. Palmer, J.D.


and Rieseberg, L.H. 1996. Nucleic Acid III.
Analysis of fragment and Restriction sites. In.
D.M. Hillis, C. Moritz and B.K. Mable
(Editor). Moleculer Systematics. 2nd Edition.
Sinauer Associates, Inc. Massachusetts. USA.
Freking, B.A., Keele, J.W., Beattie, C.W.,
Kappes, S.M., Smith, T.P.L., Sonstegard, T.S.,
Nielsen, M.K., and Leymaster, K.A. 1998.
evaluation of the ovine Callipyge locus: I.
Relative chromosomal position and gene
action. J. Anim. Sci. 76:2062-2071.

Moore, S.S., Sargeant, L.L., King, J.J.,


Mattick, J.S., Georges, M. And Hetzel, D.J.S.

Anda mungkin juga menyukai