Pelaksanaan penelitian
Tikus ditempatkan di dalam kandang yang
terbuat dari bahan plastik ( ukuran 30 x 20 x 10 cm )
yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang
dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5 1 cm dan
diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol
persis jam 12 terang ( pukul 06.00 sampai dengan
pukul 18.00 ) dan 12 jam gelap ( pukul 18.00 sampai
pukul 06.00 ),sedangkan suhu dan kelembaban
ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan
( pelet ) dan minum ( air PAM ) disuplai setiap hari.
Persetujuan Ethical clearance dari Komisi Etika
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Pengamatan untuk Jumlah, kecepatan dan
morfologi spermatozoa.
Setelah diberi perlakuan dekok daun jambu
biji merah selama 48 hari, masing-masing hewan coba
dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan
selanjutnya
dibedah.
Kemudian
dilakukan
pengamatan sebagai berikut
4.9.1 Pengambilan sekresi Vas deferens
Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi
Vas deferens dilakukan menurut Suhadi dan Arsyad (
1983 ) sebagai berikut : setelah 48 hari perlakuan
masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara
dislokasi leherdan selanjutnya dibedah.
Kemudian organ testis dikeluarkan beserta
vas deferens. Vas deferen diambil dan diletakkan
kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9 %.
Membuat larutan stok dengan jalan meletakkan Vas
deferens dalam cawan petri yang berisi NaCl
fisiologis 0,9 %, kemudian Vas deferens di plurut
dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9%
tersebut, disebut sebagai larutan stok yang digunakan
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa
seperti dibawah ini ( Soehadi dan Arsyad, 1983 ).
Suspensi sperma dari Vas deferens yang telah
diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan yang
meliputi : jumlah, kecepatan dan morfologi
spermatozoa.
4.9.2
Menghitung Jumlah Spermatozoa
Sperma yang telah diaduk homogen dihisap
dengan pipet eritrosit sebanyak 0,5 ml, selanjutnya
ditambahkan larutan George 0,5 ml, setelah diaduk
rata diteteskan diatas kotak kamar hitung improved
newbauer, kemudian dilihat dibawah mikroskop dan
dihitung menggunakan stopwatch jumlah spermatozoa
pada 32 kotak besar pada improved neubauer.
Selanjutnya teteskan sperma yang dicampur larutan
fisiologis ( NaCl 0,9 % ), kemudian dihitung jumlah
spermatozoa yang mati, setelah kedua hasil didapat
maka dihitung jumlah spermatozoa yang mati oleh
larutan George dikurang jumlah spermatozoa yang
mati oleh larutan NaCl, setelah didapatkan hasil maka
didapat jumlah motil spermatozoa, setelah itu
dikalikan dengan 1 juta. Adapun yang biasa
2
175
Ulangan
3
4
205 158
1
176
5
120
P1
130
286
134
240
P2
145
181
156
P3
28
58
59
6
121
Jumlah
total
955
Ratarata
159,17
130
154
1074
179,00
146
179
180
987
164,50
74
68
59
346
57,67
p=0,448
Berdasarkan Tabel 5.1 diperoleh rata-rata
jumlah spermatozoa berbeda antara kelompok kontrol
dengan beberapa perlakuan. Dimana pada kelompok
P1 dan P2 terjadi peningkatan jumlah spermatozoa
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan
rata rata jumlah spermatozoa terjadi setelah
pemberian perlakuan dengan dekok daun jambu biji
merah dengan dosis 5 gr dan 10 gr. Jumlah rata-rata
spermatozoa terendah ditemukan pada kelompok P3
yaitu 57,67 dan yang tertinggi terdapat pada
kelompok P1 ( perlakuan dengan dekok daun jambu
biji dosis 5 gr ) yaitu 179,00. Setelah dilakukan uji
normalitas diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti data
tersebut terdistribusi normal. Dengan demikian dapat
dilanjutkan uji parametrik anova.
Tabel 5.2. Hasil Uji Anova terhadap Jumlah
Spermatozoa Tikus Putih Jantan
Dewasa (Rattus norvegicus) setelah
pemberian Dekok
Kelompok
Kontrol
PI ( 5 gr )
P2 ( 10 gr )
P3 ( 15 gr )
Mean
159,17
179,00
164,50
57,67
SD
33,54
67,26
17,42
15,86
Sig
0,001
(J) Dosis
perlakuan
Kontrol
P1
P2
P3
P2
P3
P3
P1
P2
Mean
Difference
( I-J )
95 % Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
-86,39
46,73
-71,89
61,23
34,94
168,06
-52,06
81,06
54,77
187,89
40,27
173,39
Sig
-19,83
-5,33
101,50*
14,50
121,33*
106,83*
1,000
1,000
0,001
1,000
0,000
0,001
( < 0,05 )
Dari tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa
antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan
P1 dan P2 tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna dimana nilai p > 0,05 , sedangkan antara
kontrol dengan kelompok perlakuan P3 menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p < 0,05 ).
1,25
1,80
1,80
1,80
0,90
2,50
2,00
2,00
Ulangan
3
4
0,75
2,00
1,85
2,20
1,50
2,25
1,90
2,45
Total
(dt)
0,70
1,80
1,75
2,50
1,95
2,50
2,75
2,00
7,05
12,85
12,05
12,95
p=0,053
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh rata-rata
kecepatan spermatozoa berbeda antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan. Dimana terjadi
penurunan kecepatan
bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Penurunan kecepatan terjadi mulai
dari P1 sampai P3. Penurunan kecepatan tersebut
sebanding dengan peningkatan dosis yang diberikan,
artinya semakin besar dosis dekok yang diberikan
semakin besar terjadinya penurunan kecepatan
spermatozoa pada tikus tersebut. Setelah dilakukan uji
normalitas diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti data
tersebut terdistribusi normal. Dengan demikian dapat
dilanjutkan uji parametrik anova.
Mean
1,18
2,14
2,01
2,16
SD
0,49
0,32
0,37
0,27
Sig
0,001
ratarata
(dt)
1,18
2,14
2,01
2,16
(I) Dosis
perlakuan
(J) Dosis
perlakuan
Kontrol
P1
P2
P1
P2
P3
P2
P3
P3
Mean
Difference
( I-J )
-,97*
-,83*
-,98*
,13
-,02
-,15
Sig
0,001
0,006
0,001
1,000
1,000
1,000
95 %
Confidence
Interval
Lower Upper
Bound Bound
-1,60
-,33
-1,47
-,20
-1,62
-,35
- ,50
,77
- ,65
,62
- ,78
,48
( < 0,05 )
Dari tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan P1, P2
dan P3 dengan nilai (p < 0,05 ). Tidak ada perbedaan
yang bermakna antara kelompok perlakuan P1 dengan
P2 dan P3. Tidak ada perbedaan yang bermakna
antara kelompok perlakuan P2 dengan P3 dimana nilai
(p > 0,05 )
Morfologi
Normal (%)
96
95
93
92
Morfologi
Abnormal (
%)
4
5
7
8
p=0,075
Total
(%)
38,83
45,17
46,00
46,33
Mean
38,83
45,17
46,00
46,33
SD
4,26
1,91
2,60
3,32
Sig
0,001
(I) Dosis
perlakuan
(J) Dosis
perlakuan
Kontrol
P1
P2
P3
P2
P3
P3
P1
P2
Mean
Difference
( I-J )
-6,33*
-7,17*
-7,50*
- ,83
-1,17
- ,33
Sig
0,014
0,005
0,003
1,000
1,000
1,000
95 %
Confidence
Interval
Lower Upper
Bound Bound
-11,66 -1,00
-12,50 -1,84
-12,83 -2,17
- 6,16
4,50
-6,50
4,16
-5,66
5,00
( p < 0,05 )
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan P1, P2 dan P3. Tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
perlakuan P1 dengan P2 dan P3 dan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan
P2 dan P3.
Hasil
penelitian
tentang
morfologi
spermatozoa baik morfologi spermatozoa normal
maupun morfologi spermatozoa abnormal dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :
3.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan
kesimpulan diatas maka disarankan untuk peneliti
selanjutnya agar :
1. Melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kadar hormon testosteron yang juga dapat
berpengaruh terhadap kesuburan pria
2. Melakukan penelitian pengaruh pemberian dekok
daun jambu biji merah
( Psidium guajava L ) terhadap organ reproduksi
pria.
3. Dalam pemakaian Nacl 0,9 % untuk pengenceran
spermatozoa tikus dilakukan perbandingan 1 : 1
antara aqua bidestilata dengan Nacl 0,9 % agar
spermatozoa tikus tidak mati dalam larutan stok
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2000. Parameter Standart Ekstrak
Tumbuhan
Obat
Cetakan
Pertama.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendra
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Anonimous.
2002.Alkaloid.http://www.wikipedia.alkaloi
d/org/com.
Anonimous.
2004
Minyak
Atsiri.http://www.wikipedia.minyak
atsiri/org/com.
Arsyad. K. M. 1986. Kemungkinan Perkembangan
Kontrasepsi Pria. Medika. 4: 342-351
Bardin, J. 1986, Pituitary - Testicular-Axis, dalam
Reproduksi Endocrinology. Saunders,
Philadelphia
Berne, Robert M, 1983 . Endocrine System, dalam
Physiology^ Philadelphia. Bohmer, T,
Johansen L ( 1980 ). Cernitine In The
Epididimisand in the Spermatozoa :
Physiology Aspoet and Clinical Application,
dalam
Animal
Model
In
Human
.Reproductive, Raven Presss, New York.
Carnerro and Kelly,1998. Sistem Reproduksi Pria,
Dalam
(
Tambayong
J,
Alih
Bahasa).Histology Dasar, Edisi ke-8, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Clemont, Y 1982. Kenetic of Spermatogenesisi in
Animals, Seminiferous Epytelium Cycle and
spermatogonial renewal, Philadelphia.
Compenhaver, et,all.1988. The Male Reproductive
Toxicity of Lead in Animal and Humans. In
Occup Environ.
Dep.Kes .RI
1992.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Guyton, AC, Hall JE ,1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Hafez,E,S.E 1996. Human Semen and Fertility
Regulation in Men. The CV.Mosbyuni)
Hefez dkk, 2000, Biology of Spermatozoa
Hess, R.A. 1999. Spermatogenesis, Overview in
Encyclopedia of Reproduction 4 : 539-545
Howard, J.Cooke, Philippa, T.K. Sunder. 2002, Figur
2 Organization of the Testis Journal Nature
reviews genetic, Diakses tanggal 6 Oktober
2010
http://en.wikipedia.org/wiki/Flavonoid
http://en.wikipedia.org/wiki/Tanin
http://en.wikipedia.org/wiki/aromatase
Junqueira,L.C.1997 Fertility & Infertility in Domestic
Animals. Balliere Tindall Ltd : 64
Kartasaputra, G.1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat
Obat. Rineka Cipta. Jakarta.
---------------------------. Manfaat Tanaman Berkhasiat
Obat. Rineka Cipta. Jakarta.
Khitiyatul Arifah, 2006. uji efektivitas dekok daun
jambu biji (psidium guajava l.) terhadap sel
spermatozoa normal dan abnormal dalam
tubulus seminiferus testis tikus putih jantan.
Lessson, TS ,1996. The Male Reproductive System.
In Histology, 4 th Ed, Philadelphia : WB
Saunders
Luluk Rohaniyah. 2006. Laporan Penelitian:Pengaruh
Pemberian Dekok Daun Jambu Biji Terhadap
Kualitas
Spermatozoa
Tikus
Putih.Universitas Muhammadiyah Malang
Man & Lutwark, 1981. Penduduk Indonesia. Hasil
sensus Penduduk tahun 2000-2001, Jakarta :
Badan Pusat Statistik, hal 3.
Matsuko,1993. Pathophysiology of Male Infertility:
Evaluation and Treatment, Philadelfia.
Moelok, 2005. Kontrasepsi Pria : masa kini dan masa
akan datang.
Nasution,
A.W,1993.
Biologi
Kedokteran
(Reproduksi)
Fakultas
Kedokteran
Universitas Andalas Padang
--------------------,
1999.
Andrologi.
Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas padang
Nukman, M. , 2006. Pengaturan Fertilitas Pria
dengan mememfaatkan Bahan Alam. Dalam
Dengan Fertilitas dan Fungsi seksual yang
baik mencapai kebahagiaan keluarga yang
lebih baik.
------------------- 1999. Kontrasepsi Pria : Masa kini
dan Masa akan datang, Medika, Jakarta.
Prajogo.B, 2003
Dikembangkan Kontrasepsi
Hormonal
Pria.
Dalam
http://www.kontrasepsihormonalpria.com/ke
s.