Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

Tesis, Agustus 2011


Hartini
PENGARUH DEKOK DAUN JAMBU BIJI MERAH ( Psidium guajava.L ) TERHADAP
JUMLAH KECEPATAN DAN MORFOLOGI SPERMATOZOA TIKUS PUTIH JANTAN
( Rattus norvegicus )
ABSTRAK
Laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,25 % per tahunnya. Untuk itu diperlukan
pengendalian jumlah penduduk, salah satunya adalah pelaksanaan program keluarga berencana.
Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas berupa kondom dan
vasektomi. Oleh karena itu penelitian bahan kontrasepsi yang berasal dari tanaman menjadi
alternatif alat kontrasepsi pria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
dekok daun jambu biji merah terhadap jumlah, kecepatan dan morfologi spermatozoa tikus putih
jantan ( Rattus norvegicus ).
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan post test only control group design,
terhadap tikus putih jantan dengan berat 200 300 gr. Sampel terdiri dari 24 ekor tikus yang
dibagi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol ( K ), perlakuan I, II dan III . Kelompok perlakuan
diberikan dekok daun jambu biji merah ( Psidium guajava. L ) dengan dosis masing-masing : 5 gr,
10 gr dan 15 gr setiap hari selama 48 hari. Setelah 48 hari perlakuan tikus di korbankan dan
diperiksa jumlah, kecepatan dan morfologi sdpermatozoa.
Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terjadi penurunan jumlah spermatozoa pada
pemberian dekok daun jambu biji merah dengan dosis 5 gr dan 10 gr perhari . Pada pemberian
dosis 15 gr terjadi penurunan jumlah spermatozoa tikus putih jantan. Analisis data diperoleh
pengaruh yang bermakna antara kelompok kontrol dengan P3 dengan nilai p<0,05 dan tidak ada
pengaruh yang bermakna antara kontrol dengan P1 dan P2. Hasil penelitian untuk kecepatan dan
morfologi spermatozoa didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat bermakna antara kontrol
dengan kelompok P1, P2 dan P3, terjadi penurunan kecepatan spermatozoa mulai dari P1, P2 dan
P3 bila dibandingkan dengan kontrol dan terjadi peningkatan morfologi yang abnormal mulai dari
P1, P2 dan P3 bila dibandingkan dengan kontrol dengan nilai kemaknaan p = 0,001
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan ada pengaruh pemberian dekok daun jambu biji
merah ( Psidium guajava.L ) dengan dosis 15 gr/hr terhadap penurunan jumlah spermatozoa , ada
pengaruh pemberian dekok daun jambu biji merah ( Psidium guajava.L ) dengan dosis 5 gr, 10 gr
dan 15 gr terhadap penurunan kecepatan spermatozoa dan peningkatan morfologi abnormal
spermatozoa tikus putih jantan ( Rattus norvegicus ).
Kata kunci : Dekok daun jambu biji merah, jumlah, kecepatan, morfologi, spermatozoa

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK


Tesis, August 2011
Hartini
THE EFFECT OF RED GUAVA LEAF ( Psidium guajava.L ) DECOC TO
QUANTITY SPEED AND MORPHOLOGY OF SPERMATOZOA OF WHITE MALE RATS
( Rattus norvegicus )
ABSTRACT
Population growth rate of about 1.25% per year. Therefore, we need population control, one of which is
the implementation of family planning programs. Until now, materials or tools are very limited male
contraceptive in the form of condoms and vasectomy. Therefore the study of contraceptive materials derived from
crops into alternative means of male contraception. This study aims to determine the effect of giving dekok red
guava leaves on the amount, velocity and sperm morphology of male white rats (Rattus norvegicus)
This study uses the method of approach post test only control group design, to the white male rats
weighing 200-300 gr. The sample consisted of 24 rats that were divided four groups: control group (K), treatment
I, II and III. Treatment group were given red dekok guava leaf (Psidium guajava. L) with each dose: 5 grams, 10
grams and 15 grams per day for 48 days. After 48 days of treatment in the sacrificed mice and examined the
number, speed and morphology spermatozoa.
The study found that there was no decrease in the number of spermatozoa in the provision dekok red
guava leaves with a dose of 5 g and 10 g per day. At the dose 15 g decrease in the number of spermatozoa male
white rats. Analysis of data obtained a significant effect between the control group with a P3 with a value of p
<0.05 and no significant effect between control with P1 and P2. The results for speed and morphology of
spermatozoa was found that there is a very significant influence among the control groups P1, P2 and P3, a
decline in sperm velocity ranging from P1, P2 and P3 when compared with controls and increased abnormal
morphology ranging from P1, P2 and P3 when compared with controls with a significance value of p = 0.001.
From the results of research can be concluded no effect of giving dekok red guava leaf (Psidium
guajava.L) with a dose of 15 g / hr to decrease the number of spermatozoa, there is the effect of giving dekok red
guava leaf (Psidium guajava.L) with a dose of 5 g, 10 g and 15 g of spermatozoa decreased speed and an increase
in abnormal sperm morphology male white rats (Rattus norvegicus).
Key words : Dekok red guava leaves, number, velocity, morphology, spermatozoa.
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia saat ini 219,9
juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar
1,25 % per tahun ( Shihab, 2005). Jumlah penduduk
yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
kualitas hidup, terlihat dari belum terpenuhinya hakhak warga negara seperti kecukupan pangan, kualitas
pendidikan yang bermutu, lingkungan dan gaya hidup
sehat, serta keamanan fisik dan sosial .Untuk itu
diperlukan pengendalian jumlah penduduk.(Shihab,
2005).
Pengendalian jumlah penduduk yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah antara lain melalui
pengendalian angka kelahiran berupa program
Keluarga Berencana (Moelok, 2005). Program
Keluarga Berencana (KB) telah dicanangkan oleh
pemerintah Republik. Indonesia sebagai program
nasional. Salah satu usaha yang telah dilaksanakan
dalam program KB adalah penyediaan sarana
kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi pada prinsipnya
adalah untuk mencegah terjadinya pembuahan atau
peleburan antara sel sperma pria dengan sel telur
wanita. Sarana kontrasepsi ini lebih banyak ditujukan
pada kaum wanita, sedangkan pada pria masih
terbatas, sehingga perkembangan kontrasepsi pria

jauh tertinggal dibandingkan dengan kontrasepsi


wanita . (Prajogo B. 2003)
Keikutsertaan pria dalam KB sering sulit
dimengerti, dan sarana pelayanan klinik KB lebih
banyak ditujukan kepada wanita,
sedangkan
menurut sejarah metode senggama terputus yang
melibatkan partisipasi pria penuh merupakan metode
KB yang tertua. Peranan pria dalam KB sangat
penting karena biasanya suami lebih dominan dalam
penentu kebijakan keluarga. (Man & Lutwark Man,
1981 )
Diakui alat kontrasepsi pria saat ini hanya
kondom dan vasektomi. Kondom sudah digunakan
pria selama 250 tahun, dan dulu sebelumnya dipakai
sebagai pencegah penyakit kelamin, sedangkan
vasektomi merupakan kontrasepsi mantap pada pria
dengan cara pembedahan. Vasektomi bersifat aman,
efektif dan mudah, sebagai kontrasepsi mantap
sangat baik untuk pasangan yang tidak menginginkan
anak lagi, tetapi banyak tidak disukai pria, karena
mereka beranggapan bahwa dengan vasektomi akan
menghilangkan keperkasaan mereka. Oleh karena itu,
para pakar berusaha untuk mencarikan cara yang
aman untuk para pria tetapi tidak akan merasa
dihilangkan sifat keperkasaannya. Salah satu cara

adalah beralih ketanaman yang dapat menghambat


spermatogenesis. Spermatogenesis adalah suatu
proses perkembangan aktif dari sel spermatogenik
primordial menjadi spermatozoa matang. Proses
spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus
testis, proses ini dalam keadaan normal dapat terjadi
setiap saat. Kualitas spermatozoa dapat dilihat dari
berbagai faktor antara : Morfologi (abnormalitas
sperma) dan Motilitas (gerak cepat) dan kuantitas
spermatozoa dapat dilihat jumlah spermatozoa .
Usaha untuk memperoleh bahan kontrasepsi
pria yang berasal dari tanaman telah banyak diteliti,
tetapi hasilnya belum memuaskan, sehingga
penerapannya ke manusia masih diragukan. Oleh
sebab itu pemanfaatan bahan tanaman masih
merupakan prioritas untuk diteliti mengingat bahan
obat-obatan yang berasal dari tanaman mempunyai
keuntungan antara lain toksisitasnya rendah, mudah
diperoleh, murah harganya dan kurang menimbulkan
efek samping. (Arsyad.1986)
Tanaman yang diharapkan dapat menjadi
antifertilitas adalah daun jambu biji (Psidium
guajava L). Penelitian tentang tanaman jambu biji
sebagai alternatif alat kontrasepsi pria secara
tradisional belum banyak diteliti. Daun jambu biji
merah mengandung zat aktif seperti alkaloid,
flavonoid, tanin, minyak atsiri, avicullarin, oleanolic
acid dan beta-sitosterol yang diduga bersifat
antifertilitas. Alkaloid dapat mempengaruhi sekresi
hormon reproduksi yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses spermatogenesis, minyak
atsiri bekerja tidak pada proses spermatogenesis
tetapi pada transportasi sperma, tanin dapat
menggumpalkan sperma sehingga menurunkan
motilitas dan daya hidup sperma (Wien.W. & Dian S.
2007).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Luluk
(2006) di Universitas Muhammadiyah Malang
menunjukkan bahwa pemberian dekok dosis 10 gr
yang diberikan secara berulang memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap kualitas (motilitas,
abnormalitas, livibilitas dan mortalitas spermatozoa
serta meningkatkan abnormalitas dan mortalitas ) dan
penelitian yang dilakukan Khitiyatul Arifah (2006)
menunjukan bahwa pemberian dekok 10 gr
menunjukkan penurunan jumlah sel spermatozoa
normal yang paling tinggi dalam tubulus seminiferus
testis.
Dengan latar belakang di atas peneliti
mengambil judul Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji
Merah (Psidium guajava L) Terhadap Jumlah,
Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih
(Rattus norvegicus)
METODE
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
experimental, dengan rancangan penelitian postest
only control group design yaitu rancangan yang

digunakan untuk mengukur pengaruh perlakuan pada


kelompok eksperimen dengan cara membandingkan
kelompok tersebut dengan kelompok kontrol
(Zainudin, 2000).
Populasi dalam penelitian ini adalah tikus
Rattus novergicus jantan yang terdapat pada Unit
Pemeliharaan hewan percobaan Universitas Andalas
Padang, dengan pertimbangan tikus adalah mamalia
coba atau sering disebut dengan hewan laboratorium.
Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai
model untuk penelitian sebelum diperlakukan pada
manusia.
Tahap persiapan meliputi :
a. Tikus putih jantan dewasa yang memenuhi
kriteria ( baik umur maupun berat badan )
disiapkan sebanyak 24 ekor.
b. Melakukan adaptasi lingkungan selama 1 minggu
untuk penyesuaian terhadap lingkungan dengan
diberi makan yaitu pakan dan minum tikus biasa.
c. Pengelompokkan tikus ( 3 kelompok perlakuan
dan 1 kontrol dimana masing masing terdiri dari
6 ekor tikus ).
d. Membuat dekok daun jambu biji dimana dosis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 gr,
10 gr dan 15 gr berdasarkan dosis pada uji
pendahuluan. Misalkan : untuk mendapatkan
dekok daun jambu biji 40 gr / kg BB maka
dibutuhkan 40 gr daun jambu biji kemudian
ditambahkan 100 cc aquadest, dengan cara
memotong daun jambu biji hingga kecil-kecil dan
memasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan aquadest, lalu memanaskan hingga
mendidih dan membiarkan sampai volume air
menjadi 1:1 ( bahan : air ). Mematikan api dan
mendinginkan sampai suhu 40 C kemudian
disaring untuk mendapatkan filtrat, menyaring
kedalam gelas ukur untuk mendapatkan volume
yang tepat dan jika filtrat yang dihasilkan kurang
dari 100 cc maka ditambahkan aquadest hingga
volume larutan tersebut 100 cc.
Tahap pelaksanaan
a. Memberikan perlakuan dengan cara memberikan
dekok daun jambu biji pada masing masing
kelompok perlakuan secara berulang dengan
dosis 5 gr, 10 gr dan 15 gr setiap jam 06.00 dan
jam 18.00 selama 48 hari ( selama satu tahap
spermatogenesis tikus ).
b. Setelah hari ke -48 disiapkan untuk dilakukan
pematahan batang otak, kemudian dilaparatomi
dan selanjutnya dilakukan pemotongan terhadap
vasdeferen masing masing 2 cm
c. Selanjutnya dilakukan pengambilan spermatozoa
vas deferens dengan cara memijat vas deferens
yang telah dipotong dan kemudian ditampung
dengan menggunakan gelas arloji yang berisi
larutan NaCl 0,9 %.

Pelaksanaan penelitian
Tikus ditempatkan di dalam kandang yang
terbuat dari bahan plastik ( ukuran 30 x 20 x 10 cm )
yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang
dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5 1 cm dan
diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol
persis jam 12 terang ( pukul 06.00 sampai dengan
pukul 18.00 ) dan 12 jam gelap ( pukul 18.00 sampai
pukul 06.00 ),sedangkan suhu dan kelembaban
ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan
( pelet ) dan minum ( air PAM ) disuplai setiap hari.
Persetujuan Ethical clearance dari Komisi Etika
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Pengamatan untuk Jumlah, kecepatan dan
morfologi spermatozoa.
Setelah diberi perlakuan dekok daun jambu
biji merah selama 48 hari, masing-masing hewan coba
dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan
selanjutnya
dibedah.
Kemudian
dilakukan
pengamatan sebagai berikut
4.9.1 Pengambilan sekresi Vas deferens
Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi
Vas deferens dilakukan menurut Suhadi dan Arsyad (
1983 ) sebagai berikut : setelah 48 hari perlakuan
masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara
dislokasi leherdan selanjutnya dibedah.
Kemudian organ testis dikeluarkan beserta
vas deferens. Vas deferen diambil dan diletakkan
kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9 %.
Membuat larutan stok dengan jalan meletakkan Vas
deferens dalam cawan petri yang berisi NaCl
fisiologis 0,9 %, kemudian Vas deferens di plurut
dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9%
tersebut, disebut sebagai larutan stok yang digunakan
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa
seperti dibawah ini ( Soehadi dan Arsyad, 1983 ).
Suspensi sperma dari Vas deferens yang telah
diperoleh dapat digunakan untuk pengamatan yang
meliputi : jumlah, kecepatan dan morfologi
spermatozoa.
4.9.2
Menghitung Jumlah Spermatozoa
Sperma yang telah diaduk homogen dihisap
dengan pipet eritrosit sebanyak 0,5 ml, selanjutnya
ditambahkan larutan George 0,5 ml, setelah diaduk
rata diteteskan diatas kotak kamar hitung improved
newbauer, kemudian dilihat dibawah mikroskop dan
dihitung menggunakan stopwatch jumlah spermatozoa
pada 32 kotak besar pada improved neubauer.
Selanjutnya teteskan sperma yang dicampur larutan
fisiologis ( NaCl 0,9 % ), kemudian dihitung jumlah
spermatozoa yang mati, setelah kedua hasil didapat
maka dihitung jumlah spermatozoa yang mati oleh
larutan George dikurang jumlah spermatozoa yang
mati oleh larutan NaCl, setelah didapatkan hasil maka
didapat jumlah motil spermatozoa, setelah itu
dikalikan dengan 1 juta. Adapun yang biasa

digunakan untuk satuan jumlah total spermatozoa


adalah juta/ml.
4.9.3
Pemeriksaan Kecepatan Spermatozoa
Pemeriksaan dapat dilakukan sejalan dengan
pemeriksaan jumlah total spermatozoa. Sperma
diteteskan sebanyak 1 tetes diatas kamar hitung
Improved Neubauer, kemudian lihat dibawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran 10x. Hitung
sebanyak 25 ekor. Hitung kecepatan pada bilik kecil
dari garis ke garis (atas ke bawah atau kiri ke kanan)
dengan gerakan lurus kedepan secara aktif dan lincah
disertai gerak ekor yang teratur. Hitung dalam detik.
Untuk mencari rata-rata kecepatan, hasil yang didapat
dijumlahkan kemudian dibagi 25.
4.9.4
Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa
Dilakukan dengan cara ambil larutan stok
sebanyak 5 mikro liter (ul ) larutan stok. Kemudian
teteskan pada kaca objek. Buat hapusan dengan cara
mendorong larutan tersebut dengan kaca objek lain ke
depan. Biarkan mengering, fiksasi dengan alkohol 70
%, biarkan mengering selama 15 menit. Beri
pewatnaan giemsa 5 mikro liter ( ul )
( merck
chemical Co, Jerman ) dan dibiarkan mengering
selama 15 menit. Bilas dengan air mengalir dan
dibiarkan kering.
Amati dibawah mikroskop cahaya dalam
beberapa lapangan pandang terhadap sperma yang
abnormal, dengan pembesaran 400 kali, kemudian
dilakukan
penghitungan
jumlah
morfologi
spermatozoa normal dan abnormal. Ciri sperma
normal mempunyai bentuk kepala seperti kait pancing
dan ekor panjang lurus, sedangkan sperma yang
abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan,
dapat berbentuk seperti pisang atau tidak beraturan (
amorphous ), atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak
lurus bahkan tidak berekor, atau hanya terdapat
ekornya saja tanpa kepala.
Hitung jumlah sperma terhadap keseluruhan
total sperma yang terhitung dengan beberapa kali
lapangan pandang (kriteria WHO minimal 5 x
lapangan pandang ( Tadjudin, 1998 ).
HASIL

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium


Farmakologi Fakultas Farmasi Kampus Limau Manis
Universitas Andalas Padang pada bulan April Juni
2011. Hasil penelitian tentang pengaruh dekok daun
jambu biji merah ( Psidium guajava L ) terhadap
jumlah, kecepatan dan morfologi spermatozoa tikus
putih jantan
( Rattus norvegicus ) adalah sebagai
berikut :

5.1 Jumlah Spermatozoa


Tabel 5.1. Rata-rata Jumlah Spermatozoa
(juta/ml) Tikus Putih Jantan
Dewasa (Rattus Norvegicus ) setelah
pemberian Dekok
Kelompok
perlakuan
Kontrol

2
175

Ulangan
3
4
205 158

1
176

5
120

P1

130

286

134

240

P2

145

181

156

P3

28

58

59

6
121

Jumlah
total
955

Ratarata
159,17

130

154

1074

179,00

146

179

180

987

164,50

74

68

59

346

57,67

p=0,448
Berdasarkan Tabel 5.1 diperoleh rata-rata
jumlah spermatozoa berbeda antara kelompok kontrol
dengan beberapa perlakuan. Dimana pada kelompok
P1 dan P2 terjadi peningkatan jumlah spermatozoa
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan
rata rata jumlah spermatozoa terjadi setelah
pemberian perlakuan dengan dekok daun jambu biji
merah dengan dosis 5 gr dan 10 gr. Jumlah rata-rata
spermatozoa terendah ditemukan pada kelompok P3
yaitu 57,67 dan yang tertinggi terdapat pada
kelompok P1 ( perlakuan dengan dekok daun jambu
biji dosis 5 gr ) yaitu 179,00. Setelah dilakukan uji
normalitas diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti data
tersebut terdistribusi normal. Dengan demikian dapat
dilanjutkan uji parametrik anova.
Tabel 5.2. Hasil Uji Anova terhadap Jumlah
Spermatozoa Tikus Putih Jantan
Dewasa (Rattus norvegicus) setelah
pemberian Dekok
Kelompok
Kontrol
PI ( 5 gr )
P2 ( 10 gr )
P3 ( 15 gr )

Mean
159,17
179,00
164,50
57,67

SD
33,54
67,26
17,42
15,86

Sig
0,001

Dari tabel uji ANOVA didapatkan nilai


p<0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang
bermakna rata-rata jumlah spermatozoa antara kontrol
dengan perlakuan. Dengan demikian dapat dilanjutkan
dengan uji Post Hoc Bonferroni yang dapat dilihat
pada tabel 5.3

Tabel 5.3. Uji multiple comparisons Bonferroni


terhadap Jumlah Spermatozoa Tikus
Putih
Jantan
Dewasa
(Rattus
norvegicus ) setelah pemberian Dekok
(I) Dosis
perlakuan

(J) Dosis
perlakuan

Kontrol

P1
P2
P3
P2
P3
P3

P1
P2

Mean
Difference
( I-J )

95 % Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
-86,39
46,73
-71,89
61,23
34,94
168,06
-52,06
81,06
54,77
187,89
40,27
173,39

Sig

-19,83
-5,33
101,50*
14,50
121,33*
106,83*

1,000
1,000
0,001
1,000
0,000
0,001

( < 0,05 )
Dari tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa
antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan
P1 dan P2 tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna dimana nilai p > 0,05 , sedangkan antara
kontrol dengan kelompok perlakuan P3 menunjukkan
perbedaan yang bermakna (p < 0,05 ).

5.2 Kecepatan Spermatozoa


Tabel 5.4. Rata-rata Kecepatan Spermatozoa
(detik) Tikus Putih Jantan Dewasa
(Rattus norvegicus) setelah pemberian
Dekok
Kelompok
perlakuan
Kontrol
P1
P2
P3

1,25
1,80
1,80
1,80

0,90
2,50
2,00
2,00

Ulangan
3
4
0,75
2,00
1,85
2,20

1,50
2,25
1,90
2,45

Total
(dt)

0,70
1,80
1,75
2,50

1,95
2,50
2,75
2,00

7,05
12,85
12,05
12,95

p=0,053
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh rata-rata
kecepatan spermatozoa berbeda antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan. Dimana terjadi
penurunan kecepatan
bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Penurunan kecepatan terjadi mulai
dari P1 sampai P3. Penurunan kecepatan tersebut
sebanding dengan peningkatan dosis yang diberikan,
artinya semakin besar dosis dekok yang diberikan
semakin besar terjadinya penurunan kecepatan
spermatozoa pada tikus tersebut. Setelah dilakukan uji
normalitas diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti data
tersebut terdistribusi normal. Dengan demikian dapat
dilanjutkan uji parametrik anova.

Tabel 5.5. Hasil Uji Anova terhadap Kecepatan


Spermatozoa Tikus Putih Jantan
Dewasa (Rattus norvegicus ) setelah
pemberian Dekok
Kelompok
Kontrol
PI ( 5 gr )
P2 ( 10 gr )
P3 ( 15 gr )

Mean
1,18
2,14
2,01
2,16

SD
0,49
0,32
0,37
0,27

Sig
0,001

ratarata
(dt)
1,18
2,14
2,01
2,16

Dari tabel uji anova didapatkan nilai


p<0,05 yaitu 0,000 yang berarti terdapat perbedaan
yang
sangat
bermakna
rata-rata
kecepatan
spermatozoa antara kontrol dengan kelompok
perlakuan . Dengan demikian dapat dilanjutkan
dengan uji Post Hoc Bonferroni yang dapat dilihat
pada tabel 5.6
Tabel 5.6. Uji multiple comparisons Bonferroni
terhadap Kecepatan Spermatozoa
Tikus Putih Jantan Dewasa
(Rattus
Norvegicus)
setelah
pemberian Dekok

(I) Dosis
perlakuan

(J) Dosis
perlakuan

Kontrol
P1
P2

P1
P2
P3
P2
P3
P3

Mean
Difference
( I-J )
-,97*
-,83*
-,98*
,13
-,02
-,15

Sig
0,001
0,006
0,001
1,000
1,000
1,000

95 %
Confidence
Interval
Lower Upper
Bound Bound
-1,60
-,33
-1,47
-,20
-1,62
-,35
- ,50
,77
- ,65
,62
- ,78
,48

( < 0,05 )
Dari tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan yang sangat bermakna antara
kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan P1, P2
dan P3 dengan nilai (p < 0,05 ). Tidak ada perbedaan
yang bermakna antara kelompok perlakuan P1 dengan
P2 dan P3. Tidak ada perbedaan yang bermakna
antara kelompok perlakuan P2 dengan P3 dimana nilai
(p > 0,05 )

5.3 Morfologi Spermatozoa


Tabel 5.7. Rata-rata morfologi abnormal
Spermatozoa Vas deferens ( % )
Tikus Putih Jantan Dewasa (Rattus
norvegicus ) setelah pemberian
Dekok
Kelompok
perlakuan
Kontrol
P1
P2
P3

Morfologi
Normal (%)
96
95
93
92

Morfologi
Abnormal (
%)
4
5
7
8
p=0,075

Total
(%)
38,83
45,17
46,00
46,33

Berdasarkan Tabel 5.7 diperoleh rata-rata


morfologi spermatozoa berbeda antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan dimana
menunjukkan peningkatan rata-rata morfologi
abnormal. Peningkatan morfologi abnormal terjadi
mulai dari P1 sampai P3. Peningkatan morfologi

abnormal tersebut sebanding dengan peningkatan


dosis yang diberikan, artinya semakin besar dosis
dekok yang diberikan semakin besar terjadinya
peningkatan morfologi abnormal spermatozoa pada
tikus tersebut. Setelah dilakukan uji normalitas
diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti data tersebut
terdistribusi normal. Dengan demikian dapat
dilanjutkan uji parametrik anova.
Tabel 5.8. Hasil Uji Anova terhadap Morfologi
Spermatozoa Tikus Putih Jantan
Dewasa (Rattus norvegicus ) setelah
pemberian Dekok
Kelompok
Kontrol
PI ( 5 gr )
P2 ( 10 gr )
P3 ( 15 gr )

Mean
38,83
45,17
46,00
46,33

SD
4,26
1,91
2,60
3,32

Sig
0,001

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa


terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata morfologi
spermatozoa antara kontrol dengan kelompok
perlakuan dimana didapatkan nilai p<0,05 yaitu
0,001. Dengan demikian dapat dilanjutkan dengan uji
Post Hoc Bonferroni yang dapat dilihat pada tabel 5.9
Tabel 5.9

Uji multiple comparisons Bonferroni


terhadap Morfologi Spermatozoa
Tikus Putih Jantan Dewasa
(Rattus norvegicus ) setelah
pemberian Dekok

(I) Dosis
perlakuan

(J) Dosis
perlakuan

Kontrol

P1
P2
P3
P2
P3
P3

P1
P2

Mean
Difference
( I-J )
-6,33*
-7,17*
-7,50*
- ,83
-1,17
- ,33

Sig
0,014
0,005
0,003
1,000
1,000
1,000

95 %
Confidence
Interval
Lower Upper
Bound Bound
-11,66 -1,00
-12,50 -1,84
-12,83 -2,17
- 6,16
4,50
-6,50
4,16
-5,66
5,00

( p < 0,05 )
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan P1, P2 dan P3. Tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok
perlakuan P1 dengan P2 dan P3 dan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan
P2 dan P3.
Hasil
penelitian
tentang
morfologi
spermatozoa baik morfologi spermatozoa normal
maupun morfologi spermatozoa abnormal dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :

yang membengkok ( pewarnaan


giemsa, pembesaran 400 x )

Gambar 5.1. Morfologi spermatozoa tikus putih


jantan ( kelompok kontrol) bentuk
morfologi normal dengan kepala
seperti kait pancing (1) dan ekor lurus
(2) ( pembesaran 400 x )

Gambar 5.2. Morfologi spermatozoa tikus putih


jantan kelompok (P1) bentuk
morfologi abnormal dengan ekor
yang membengkok (pembesaran
400x)

Gambar 5.3 Morfologi spermatozoa tikus putih


jantan kelompok ( P2 ) bentuk
morfologi abnormal dengan ekor

Gambar 5.4 Morfologi spermatozoa tikus putih


jantan
kelompok
(P3)
bentuk
morfologi abnormal dengan ekor yang
membengkok ( pembesaran 400 x ).
Diskusi:
Dari hasil penelitian pada tabel 5.1 ,menunjukkan
pemberian dekok daun jambu biji merah ( Psidium
guajava. L ) memperlihatkan respon terhadap
penurunan rata-rata jumlah spermatozoa tikus pada
kelompok P3 dengan dosis tertinggi ( 15 gr ). Pada
kelompok kontrol rata-rata jumlah spermatozoa
adalah 159,17 juta/ml, kemudian pada P1 dan P2
meningkat yaitu 179,00 juta/ml dan 164,50 juta/ml,
penurunan hanya terjadi pada P3 yaitu 57,67 juta/ml
Secara statistik dengan menggunakan uji
anova diperoleh perbedaan rata-rata jumlah yang
signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan ( p<0,05 ). Untuk mengetahui perbedaan
yang signifikan antara kontrol dengan masing-masing
perlakuan,
maka
dilanjutkan
uji
Multiple
Comparisons. Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan
perbedaan yang signifikan rata-rata jumlah
spermatozoa antara kontrol dengan P3 ( p<0,05 ).
Jumlah spermatozoa yang dihasilkan sangat
tergantung pada proses langsung yang terjadi selama
proses spermatogenesis dalam tubulus seminiferus.
Bila spermatogenesis berlangsung normal maka akan
dihasilkan jumlah spermatozoa yang normal juga.
Sebaliknya jika selama proses spermatogenesis terjadi
gangguan, maka perkembangan sel spermatogonium
akan mempengaruhi jumlah spermatozoa yang
terbentuk. Hal ini sangat tergantung pada besarnya
gangguan yang terjadi selama proses spermatogenesis.
Pada perlakuan P1 dan P2 dengan dosis
dekok daun jambu biji merah 5 gr dan 10 gr tidak
memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah
spermatozoa hal ini di duga zat aktif dalam dekok bila
belum bekerja pada dosis yang kecil bila
dibandingkan dengan pemberian dosis tertinggi yaitu

15 hr /hari yang dapat menganggu proses


spermatogenesis Penurunan jumlah spermatozoa
setelah pemberian dekok dosis tertinggi diduga karena
zat aktif yang terdapat didalamnya seperti Flavanoid
senyawa ini merupakan golongan senyawa yang
berfungsi sebagai antiandrogenik dengan cara
menghambat enzim aromatase yaitu enzim yang
berfungsi mengkatalis konfersi androgen menjadi
estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron.
Tingginya konsentrasi testosteron akan berumpan
balik negatif ke hipofisis yaitu tidak melepaskan FSH
atau LH
begitu juga dengan Alkaloid bekerja
menekan sekresi FSH dan LH sehingga akan
mangganggu spermatogenesis (jantan/pria). akibatnya
akan berpengaruh terhadap jumlah spermatozoa (
Toelihere. 1985 ).
Jumlah sperma yang dihasilkan testis tidak
cukup untuk mendiagnosa fertil atau infertilnya
seseorang. Karena adakalanya jumlah spermatozoa
yang normal tetapi bila memiliki morfologi dan
kecepatan yang kurang baik akan bisa menyebabkan
infertil. Sebaiknya dengan jumlah spermatozoa yang
sedikit tapi memiliki morfologi dan kecepatan normal
maka masih bisa fertil ( Guyton, 1997 )
6.2 Kecepatan Spermatozoa Akibat Pemberian
Dekok
Kecepatan spermatozoa adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu oleh
seekor spermatozoa yang mempunyai gerak aktif,
progresif, dan lurus maju kedepan. Hasil penelitian
pada tabel 5.4 terlihat bahwa pemberian dekok daun
jambu biji merah ( Psidium guajava. L ) selama 48
hari sangat berpengaruh terhadap penurunan
kecepatan spermatozoa.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji
statistik anova satu arah dengan derajat kepercayaan (
< 0,05 ) rata-rata kecepatan spermatozoa kelompok
perlakuan lebih lambat bila dibandingkan dengan
kontrol ( 1,175/detik ). Lebih lambatnya kecepatan
spermatozoa sebanding dengan dosis dekok daun
jambu biji merah yang diberikan selama 48 hari.
Semakin tinggi dosis dekok yang diberikan, semakin
berkurang kecepatan spermatozoa. Penurunan
kecepatan yang paling tinggi adalah pada P3 dengan
pemberian dekok 15 gr sehari.
Kecepatan spermatozoa ditentukan oleh
berbagai faktor diantaranya bentuk anatomi
spermatozoa, metabolisme dan cairan semen. Faktor
inilah yang nantinya akan mempengaruhi gerakan
spermatozoa sehingga dihasilkan suatu gerak yang
aktif, progresif dan lurus kedepan.
Gerakan spermatozoa normal berasal dari
gerak kepala, leher dan ekor yang berirama teratur.
Gerakan ini membutuhkan energi yang disuplai dari
bagian tengah spermatozoa dan dialirkan ke ekor.
Pada bagian itu terdapat mitokondria yang memecah
bahan-bahan tertentu untuk mengeluarkan energi.

Energi dibagian tengah disalurkan ke distal atau ekor,


dan ekor kemudian bergerak. Energi yang keluar
menyebabkan dua macam gerakan. Pertama gerakan
bergelombang keujung ekor, kedua bersifat sirkular.
Energi yang keujung ekor itu tidak lurus kebelakang,
tetapi arahnya melingkari batang tubuh bagian tengah,
terus keujung ekor
( Hafes dkk, 2000 ).
Adenosin Tri Phospat ( ATP ) didapatkan
dari enzymatic hydrolisis ATP dan menyebarkan
gelombang ke flagella spermatozoa. Fosfatagen
lainnya ( fosfat berenergi tinggi ) dalam sel sperma
dapat bertindak sebagai cadangan pendukung. Sel-sel
sperma mengandung sekitar 150 moles ATP dan 85
mole ADP ditambah sekitar 20 moles fruktosa 1,6
diphospate dan triose phospate yang digabungkan.
Fruktosa dihasilkan oleh kelenjer vesikula seminalis
dan disekresikan pada plasma semen. Banyak asam
dikarboxyli, tricarboxylic dan asam lemak yang
masuk ke dalam metabolisme sperma melalui siklus
krebs ( Hafes dkk, 2000 ).
Penurunan
kecepatan
spermatozoa
kemungkinan disebabkan oleh zat aktif Tanin yang
terdapat di dalam dekok daun jambu biji merah (
Psidium guajava. L ). Tanin dapat mengikat enzimenzim kunci untuk sintesis protein, menggumpalkan
sperma dan pembentukkan senyawa komplek dengan
phospat energi tinggi akibatnya phospat dalam tubuh
menjadi tidak aktif. Dengan tidak aktifnya phospat
dalam
tubuh
mengakibatkan
energi
untuk
metabolisme pada spermatozoa menurun sehingga
kualitas nutrisi yang dibutuhkan oleh semen menjadi
berkurang. Zat lain yang terdapat dalam dekok adalah
minyak
atsiri
yang
dapat
menggumpalkan
spermatozoa
dan
menganggu
transportasi
spermatozoa.
( Winarno, W. 1997)
6.3 Morfologi Spermatozoa Akibat Pemberian
Dekok
Dari hasil penelitian pada tabel 5.7
menunjukkan bahwa pemberian dekok daun jambu
biji merah ( Psidium guajava. L ) dengan beberapa
dosis yang berbeda memperlihatkan respon terhadap
peningkatan rata-rata morfologi
abnormalitas
spermatozoa tikus, dimana mulai dosis terendah
perlakuan ( P1 ) telah menunjukkan peningkatan ratarata morfologi abnormal spermatozoa tikus.
Peningkatan morfologi abnormal spermatozoa
sebanding dengan tingkat dosis yang diberikan setiap
hari selama 48 hari. Terlihat bahwa semakin tinggi
dosis dekok yang diberikan maka semakin tinggi
peningkatan morfologi abnormalitas spermatozoa
yang terjadi. Pada kelompok kontrol rata-rata
morfologi abnormal spermatozoa adalah 38,33 %
setelah P1 terjadi peningkatan menjadi 45,17 %.
Peningkatan terus terjadi pada P2 yaitu 46,00 % dan
pada P3 menjadi 46,33 %.
Berdasarkan uji anova diperoleh perbedaan
rata-rata morfologi abnormal yang sangat bermakna
antara kelompok kontrol dengan perlakuan P1, P2 dan

P3 (p<0,05). Untuk mengetahui perbedaan yang


signifikan antara kontrol dengan masing-masing
perlakuan, maka dilakukan uji Multiple Comparisons.
Berdasarkan tabel 5.9 terlihat bahwa perbedaan ratarata morfologi abnormal spermatozoa yang signifikan
antara kontrol dengan P1, P2 dan P3 ( p<0,05 ).
Meningkatnya bentuk spermatozoa yang
abnormal dapat terjadi karena berbagai macam
gangguan dalam proses spermatogenesis terutama
pada tahap spermiogenesis. Gangguan ini bisa
disebabkan oleh akibat hormonal, radikal bebas dan
bahan kimia. ( yatim, 1994 ).
Spermatogenesis dapat terjadi melalui
beberapa tahap pembelahan. Tahap awalnya
spermatogonia akan mengalami perubahan menjadi
spermatosit primer, kemudian menjadi spermatosit
sekunder dan menjadi spermatid. Sebelum spermatid
menjadi spermatozoa ada fase yang dilewati
spermatid yang disebut fase spermiogenesis. Fase ini
terdiri dari fase golgi, tutup, akrosom dan pematangan
bertujuan untuk membentuk morfologi normal
spermatozoa yang terdiri dari kepala, leher dan ekor
yang normal. ( Rugh, 1997 ).
Salah satu zat aktif yang terkandung didalam
dekok daun jambu biji merah adalah zat flavonoid
yang dapat menghambat enzim aromatase yaitu enzim
yang berfungsi mengkatalis konfersi androgen
menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon
testosteron. Tingginya konsentrasi testosteron akan
berumpan balik negatif ke hipofisis yaitu tidak
melepaskan folikel stimulating hormon ( FSH ) atau
luteinizing hormon ( LH ) sehingga akan menghambat
spermatogenesis.
Zat lain yang terdapat dalam dekok daun
jambu biji merah adalah alkaloid dimana zat ini dapat
mempengaruhi spermatogenesis dengan menekan
sekresi hormon reproduksi ( FSH dan LH ) yang
diperlukan untuk berlangsungnya spermatogenesis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian pengaruh dekok daun
jambu biji merah ( Psidium guajava.L ) terhadap
jumlah, kecepatan dan morfologi spermatozoa tikus
putih jantan ( Rattus norvegicus ) dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pemberian dekok daun jambu biji merah (
Psidium guajava.L ) dengan dosis 15 gr dapat
menurunkan jumlah, spermatozoa tikus putih
jantan ( Rattus norvegicus ) secara signifikan jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol , tetapi
pemberian 5 gr dan 10 gr dekok tidak dapat
menurunkan jumlah spermatozoa .
2. Pemberian dekok daun jambu biji merah (
Psidium guajava.L ) dapat menurunkan kecepatan
spermatozoa tikus putih jantan ( Rattus
norvegicus ) , dimana penurunan ini
menunjukkan sangat signifikan pada setiap
kelompok perlakuan.

3.

Pemberian dekok daun jambu biji merah (


Psidium guajava.L ) berpengaruh secara
significan pada setiap perlakuan terhadap
morfologi spermatozoa tikus putih jantan ( Rattus
norvegicus ) .

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan
kesimpulan diatas maka disarankan untuk peneliti
selanjutnya agar :
1. Melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kadar hormon testosteron yang juga dapat
berpengaruh terhadap kesuburan pria
2. Melakukan penelitian pengaruh pemberian dekok
daun jambu biji merah
( Psidium guajava L ) terhadap organ reproduksi
pria.
3. Dalam pemakaian Nacl 0,9 % untuk pengenceran
spermatozoa tikus dilakukan perbandingan 1 : 1
antara aqua bidestilata dengan Nacl 0,9 % agar
spermatozoa tikus tidak mati dalam larutan stok
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2000. Parameter Standart Ekstrak
Tumbuhan
Obat
Cetakan
Pertama.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendra
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Anonimous.
2002.Alkaloid.http://www.wikipedia.alkaloi
d/org/com.
Anonimous.
2004
Minyak
Atsiri.http://www.wikipedia.minyak
atsiri/org/com.
Arsyad. K. M. 1986. Kemungkinan Perkembangan
Kontrasepsi Pria. Medika. 4: 342-351
Bardin, J. 1986, Pituitary - Testicular-Axis, dalam
Reproduksi Endocrinology. Saunders,
Philadelphia
Berne, Robert M, 1983 . Endocrine System, dalam
Physiology^ Philadelphia. Bohmer, T,
Johansen L ( 1980 ). Cernitine In The
Epididimisand in the Spermatozoa :
Physiology Aspoet and Clinical Application,
dalam
Animal
Model
In
Human
.Reproductive, Raven Presss, New York.
Carnerro and Kelly,1998. Sistem Reproduksi Pria,
Dalam
(
Tambayong
J,
Alih
Bahasa).Histology Dasar, Edisi ke-8, Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Clemont, Y 1982. Kenetic of Spermatogenesisi in
Animals, Seminiferous Epytelium Cycle and
spermatogonial renewal, Philadelphia.
Compenhaver, et,all.1988. The Male Reproductive
Toxicity of Lead in Animal and Humans. In
Occup Environ.

Dep.Kes .RI
1992.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Guyton, AC, Hall JE ,1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Hafez,E,S.E 1996. Human Semen and Fertility
Regulation in Men. The CV.Mosbyuni)
Hefez dkk, 2000, Biology of Spermatozoa
Hess, R.A. 1999. Spermatogenesis, Overview in
Encyclopedia of Reproduction 4 : 539-545
Howard, J.Cooke, Philippa, T.K. Sunder. 2002, Figur
2 Organization of the Testis Journal Nature
reviews genetic, Diakses tanggal 6 Oktober
2010
http://en.wikipedia.org/wiki/Flavonoid
http://en.wikipedia.org/wiki/Tanin
http://en.wikipedia.org/wiki/aromatase
Junqueira,L.C.1997 Fertility & Infertility in Domestic
Animals. Balliere Tindall Ltd : 64
Kartasaputra, G.1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat
Obat. Rineka Cipta. Jakarta.
---------------------------. Manfaat Tanaman Berkhasiat
Obat. Rineka Cipta. Jakarta.
Khitiyatul Arifah, 2006. uji efektivitas dekok daun
jambu biji (psidium guajava l.) terhadap sel
spermatozoa normal dan abnormal dalam
tubulus seminiferus testis tikus putih jantan.
Lessson, TS ,1996. The Male Reproductive System.
In Histology, 4 th Ed, Philadelphia : WB
Saunders
Luluk Rohaniyah. 2006. Laporan Penelitian:Pengaruh
Pemberian Dekok Daun Jambu Biji Terhadap
Kualitas
Spermatozoa
Tikus
Putih.Universitas Muhammadiyah Malang
Man & Lutwark, 1981. Penduduk Indonesia. Hasil
sensus Penduduk tahun 2000-2001, Jakarta :
Badan Pusat Statistik, hal 3.
Matsuko,1993. Pathophysiology of Male Infertility:
Evaluation and Treatment, Philadelfia.
Moelok, 2005. Kontrasepsi Pria : masa kini dan masa
akan datang.
Nasution,
A.W,1993.
Biologi
Kedokteran
(Reproduksi)
Fakultas
Kedokteran
Universitas Andalas Padang
--------------------,
1999.
Andrologi.
Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas padang
Nukman, M. , 2006. Pengaturan Fertilitas Pria
dengan mememfaatkan Bahan Alam. Dalam
Dengan Fertilitas dan Fungsi seksual yang
baik mencapai kebahagiaan keluarga yang
lebih baik.
------------------- 1999. Kontrasepsi Pria : Masa kini
dan Masa akan datang, Medika, Jakarta.
Prajogo.B, 2003
Dikembangkan Kontrasepsi
Hormonal
Pria.
Dalam
http://www.kontrasepsihormonalpria.com/ke
s.

Rismunandar. 2003. Tanaman Jambu Biji. Penerbit


Sinar Baru. Bandung
Rojks dan schill, 1989. Serum prolaktin in male
infertility, Andrologia.
Rudolf Stromberg,1986. The Anatomy Of Laboratory
Rat.Baltimore: The Williams and Wilking
Company.
Rugh. 1997.
The Mouse is Reproduction and
Development Mineopolis :Burgess
Shihab A.2005. Latar Belakang diakses dari
menkokesra.go.htm
Singgih, S. 2005. Menggunakan SPSS untuk Statistik
Parametrik. PT Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Smith, Mangkoewijoyo.S, 1998. Pemeliharaan,
Pembiakan
dan
Penggunaan
Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Edisi 1. UI
Press, Jakarta.
Soehardi K dan Arsyad KM 1983. Analisis Sperma.
Airlangga University Press. Surabaya
Suyono, H. . 2008 .Aseptor KB perlu diajak dan
dihargai partisipasinya, Di up Date tanggal
28 januari 2008. Diakses dari htt: //
www.bkkbn.go.id
Syamsuhidayat, S. Sugati , 1999. Inventaris Tanaman
Obat Indonesia, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Tadjudin, E.K. 1994. Tujuan Kontrasepsi pada Pria.
Majalah Kedokteran Indonesia, Jakarta
--------------------. 1998. Penuntun Laboratorium untuk
pemeriksaan semen manusia dan interaksi
semen getah servik. FKUI. Jakarta
Tjitrosomo and sugiri,1996.Biologi, Jakarta :
Erlangga.
Toelihere,RM..1985. Fisiologi Reproduksi pada
Ternak. Penerbit
Angkasa Bandung.
Bogor.Penerbit Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Who. 1994. Penuntun Laboratorium WHO untuk
Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi
Sperma-Getah Serviks, Jakarta : Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Wien.W, Dian S. 2007. Informasi Tanaman Obat
Untuk
Kontrasepsi
Tradisional.
http://www.kalbefrafma/file/10/InformasiTan
amanObatUntukKontrasepsi 120.pdf.
Winarno.W. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Yatim. Wildan .1994. Reproduksi dan Embriologi.
Bandung , Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai