Page 1
Page 2
Page 3
Page 4
DBH dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan milik daerah adalah 20% dua
puluh persen, yang dibagi dengan rincian sebagai berikut :
1. 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan
2. 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan
DBH dari penerimaan kehutanan yang berasal dari Iuran Hak
Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dibagi
dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk daerah. DBH dari
penerimaan kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi dibagi dengan
perimbangan 60% untuk pemerintah dan 40% untuk daerah. Bagian
pemerintah digunakan untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional,
sedangkan dana rebiosasi bagian daerah digunakan untuk kegiatan rahabilitasi
hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.
DBH dari Penerimaan Pertambangan Umum yang dihasilkan dari wilayah
daerah yang bersangkutan dibagi dengan perimbangan 20% untuk pemerintah
dan 80% untuk daerah. Dana bagi hasil dari Penerimaan Pertambangan Umum
yang berasal dari Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian
daerah dibagi dengan rincian 16% untuk propinsi yang bersangkutan dan 64%
untuk kabupaten/kota penghasil. Sedangakan Penerimaan Pertambangan
Umum yang berasal dari Iuran Eksploitasi (Royalty) yang menjadi bagian
daerah dibagi dengan imbangan 16% untuk propinsi, 32% untuk
kabupaten/kota penghasil dan 32% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya
dalam propinsi yang bersangkutan.
DBH dari Penerimaan Perikanan dibagi dengan imbangan 20% untuk
pemerintah dan 80% untuk seluruh kabupaten/kota. DBH dari Pertambangan
Minyak Bumi setelah dikurangi pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dibagi dengan imbangan 84,5% untuk
pemerintah dan 15,5% untuk daerah. dana bagi hasil yang menjadi bagian
daerah dibagi dengan imbangan 3% untuk provinsi, 6% untuk kabupaten/kota
penghasil dan 6% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi
yang bersangkutan.
Audit Sektor Publik
Page 5
Page 6
dan kabupaten atau kota sebesar 90% dari total DAU. Hal ini sesuai dengan PP No.
55 tahun 2005 Pasal 37 yaitu:
1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam
persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto.
2. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan
antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan
kabupaten/kota.
3. Dalam hal penentuan proporsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat
dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh
persen).
4. Jumlah keseluruhan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dalam APBN.
Selanjutnya dari jumlah DAU 90%, yang ditujukan untuk kabupaten dan kota,
maka setiap kabupaten dan kota akan mendapatkan DAU sesuai dengan hasil
perhitungan Formula DAU yang ditetapkan berdasarkan Celah Fiskal dan Alokasi
Dasar. Hal ini sesuai dengan PP No. 55 tahun 2005 Pasal 40 yaitu:
1. DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas
celah fiskal dan alokasi dasar.
2. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara
kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
3. Kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan
menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan
Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks
Pembangunan Manusia.
4. Kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur berdasarkan
Pendapatan Asli Daerah dan DBH.
5. Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Ketentuan perolehan DAU untuk Kabupaten/Kota menurut PP No.55 tahun 2005
pasal 45 yaitu :
1. Daerah yang memiliki celah fiskal lebih dari 0 (nol), menerima DAU sebesar
alokasi dasar ditambah celah fiskal.
Page 7
2. Daerah yang memiliki celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU
sebesar alokasi dasar.
3. Daerah yang memiliki celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil
dari
alokasi
dasar,
menerima
DAU
sebesar
alokasi
dasar
setelah
Page 8
daerah. Sedangkan piutang retribusi daerah adalah sisa utang retribusi atas nama wajib
retribusi yang tercantum pada surat ketetapan retribusi daerah, surat tagihan retribusi daerah,
surat ketetapan retribusi daerah kurang bayar dan surat ketetapan retribusi daerah kurang
bayar tambahan yang belum kedaluwarsa dan retribusi lainnya yang masih terutang.
Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, Kepala Daerah dapat
menghapuskan piutang pajak dan/atau retribusi apabila sudah kadaluwarsa. Kondisi
kadaluarsa menyebabkan piutang pajak dan/atau retribusi tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, disebabkan karena:
1. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak
mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak ditemukan;
2. Wajib Pajak tidak memiliki kekayaan lagi;
3. Hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa; atau
4. Sebab lain sesuai dengan hasil penelitian.
Page 9
Page 10
Lingkungan Pengendalian
Dalam lingkungan pengendalian ,auditor harus memahami struktur Organisasi
klien (pemerintah daerah) atas kegiatan penerimaan. Pengajuan pertanyaan
mengenai dan penelaahan terhadap bagan Organisasi sangat membantu
klien.
Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian terdiri atas:
1. Otorisasi yang memadai
2. Adanya pemisahan tugas
3. Dokumen dan catatan
Page 11
2. PROSES AUDIT
Proses pemeriksaan atas siklus pendapatan mencakup pemeriksaan atas:
1. Pendapatan Daerah, meliputi : pos pajak daerah, retribusi laba, bagian laba usaha
daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah.
2. Dana Perimbangan, mencakup : bagi hasil pajak, bukan pajak, DAU, DAK, dana
perimbangan dari pusat.
3. Lain-lain pendapatan yang sah
3. MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT
Transaksi-transaksi dalam siklus pendapatan sangat berpengaruh terhadap laporan
keuangan. Kesalahan dalam membedakan antara pendapatan yang diterima secara tunai
dengan pendapatan yang diterima secara kredit (piutang) akan menimbulkan salah saji dalam
laporan keuangan. Risiko bawaan dari sikus bawaan dapat disebabkan oleh tingkat volume
transaksi. Tingginya volume transaksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya salah saji.
Semakin tinggi volume transaksi maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam pencatatan transaksi tersebut.
Setelah tujuan audit ditetapkan dan berbagai bidang yang diaudit dianalisis dalam
prosedur analitis awal, tingkat materialitas untuk angka-angka yang diaudit harus ditetapkan.
Auditor tidak mungkin memeriksa semua hal untuk memastikan bahwa semuanya telah
diperlakukan dengan selayaknya dalam suatu sistem atau telah dilaporkan dengan benar. Ia
harus memutuskan sampai tingkatan mana memeriksa hal-hal tersebut yang sesuai dengan
tujuantujuannya, dan karena hal inilah konsep materialitas dan risiko muncul dalam audit.
Banyak faktor yang menyebabkan auditor tidak dapat memeriksa semua hal, seperti:
Jangka waktu audit.
Sifat audit dan kapasitas sumber daya yang ada.
Keterbatasan anggaran, dan Suatu opini audit memiliki probabilitas untuk dikatakan
benar, tidak benar 100%. Pembaca laporan audit memberikan kepercayaan pada opini
berdasarkan probabilitas bahwa laporan itu salah. Dengan asumsi bahwa auditor
memiliki kemampuan yang layak, probabilitas laporan audit memberikan hasil yang
benar berkaitan secara langsung dengan kedalaman pemeriksaan yang dilakukan, dan
hal ini terejawantahkan dalam nilai-nilai yang diterapkan kepada materialitas dan
risiko.
Audit Sektor Publik
Page 12
Materialitas
Boynton, Johnson & Kell (2001:286) dalam bukunya mendefinisikan materialitas
sebagai berikut:
Besarnya suatu pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang, di luar keadaan di
sekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang bergantung pada informasi
tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.
Definisi lain dari materialitas menurut Arens & Loebbecke (2003:42) dalam bukunya
yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf mendefinisikan materialitas sebagai berikut :
Suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas
salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang
rasional
Mulyadi (2002) mendefinisikan materialitas sebagai berikut:
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi,
yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau
pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
Berdasarkan definisi definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah
besaran jumlah nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dimana salah saji
dapat dikatakan material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi
keputusan para pegguna laporan keuangan.
Definisi tersebut mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkan baik:
1. Situasi yang berkenaan dengan entitas dan
2. Informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas
laporan keuangan yang diaudit.
Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan suatu entitas
mungkin tidak material bagi laporan keuangan entitas lainnya yang memiliki ukuran atau
Audit Sektor Publik
Page 13
sifat yang berbeda. Juga apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu mungkin
akan berubah dari satu peride ke periode lainnya.
Pernyataan FASB No. 2 mendefinisikan materialitas sebagai jumlah atau besarnya
kekeliruan atau salah saji dalam informasi akuntansi yang, dalam kaitannya dengan kondisi
yang bersangkutan, mungkin membuat pertimbangan pengambilan keputusan pihak yang
berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh salah saji tersebut. Materialitas juga
didefinisikan dalam International Accounting Standard. Menurut standar ini, informasi
dipandang sebagai material bila disajikan salah atau tidak disajikan dapat mempengaruhi
keputusan-keputusan ekonomis yang diambil oleh pengguna laporan yang mendasarkan
keputusan-keputusannya sebagian pada informasi dalam laporan keuangan. Materialitas
bergantung pada ukuran pos atau kesalahan dan bergantung pada situasi-situasi tertentu yang
melingkup kesalahsajian atau peniadaan informasi. Oleh karena itu, materialitas lebih
merupakan pemberian suatu batasan daripada suatu karakteristik kualitatif primer yang harus
dimiliki oleh informasi yang berguna.
Definisi ini pada kenyataannya sulit diterapkan oleh auditor dalam praktik. Definisi ini
memberikan penekanan kepada pengguna yang penuh pertimbangan (reasonable users)
dalam menggunakan laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu,
auditor harus memiliki pemahaman tentang pengguna laporan keuangan dan keputusankeputusan yang mereka buat. Dalam suatu audit keuangan, tujuan audit adalah
memungkinkan auditor menyatakan opininya apakah laporan keuangan, dalam hal-hal yang
material, disajikan sesuai dengan standar akuntansi. Dengan demikian, penilaian apakah
sesuatu itu material merupakan pertimbangan profesional. Tujuan penetapan materialitas
adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika
auditor menetapkan jumlah yang rendah berarti lebih banyak bahan bukti yang harus
dikumpulkan. Tanggung jawab auditor adalah menetapkan apakah suatu laporan keuangan
salah saji dalam jumlah yang material. Apabila auditor berpendapat adanya salah saji yang
material, ia harus memberitahukan hal tersebut pada auditan, sehingga koreksi dapat
dilakukan. Jika auditan menolak untuk mengkoreksi laporan tersebut, pendapat dengan
pengecualian atau pernyataan tidak wajar harus diberikan. Oleh karena itu, auditor harus
memahami benar penerapan materialitas.
Materialitas merupakan konsep relatif, bukan absolut dalam jumlah. Salah saji dalam
jumlah tertentu dapat dianggap material pada sebuah perusahaan kecil tetapi tidak material
Audit Sektor Publik
Page 14
pada perusahaan besar. Karena sifatnya relatif, diperlukan basis untuk menentukan tingkat
materialitas suatu salah saji. Basis penetapan dapat berdasarkan neraca atau laporan laba rugi
atau suatu angka-angka kuantitas input atau output tertentu, seperti besarnya anggaran.
Materialitas menunjukkan dua aspek dari auditing. Aspek pertama yang lebih umum adalah
penggunaan materialitas pada ukuran dan sensitivitas kesalahan yang dapat mempengaruhi
laporan audit. Aspek lainnya seperti yang telah dikemukakan sebelumnya berkenaan dengan
kedalaman pemeriksaan dalam suatu audit. Kedua konsep ini bertautan satu dengan lainnya
karena kedalaman pemeriksaan akan menentukan kemungkinan kesalahan akan ditemukan.
Pada intinya, materialitas berkaitan dengan angka-angka moneter di atas jumlah tertentu yang
menurut auditor akan mempengaruhi tujuantujuan auditnya. Oleh karenanya, materialitas
merupakan hal yang subyektif dan dapat bervariasi dari satu situasi audit ke situasi audit
lainnya.
Oleh karena auditor bertanggung jawab menentukan apakah terdapat salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan
perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan
terhadap informasi tersebut, karena adnaya penghilangan atau salah saji tersebut. Jika klien
menolak untuk mengoreksi salah saji tersebut, maka auditor harus menerbitkan opini wajar
dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa signifikan salah saji
tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, auditor sangat bergantung pada pengetahuan yang
mendalam atas penerapan materialitas.
Ada lima langkah audit yang terkait dengan penerapan konsep materialitas, dua
diantaranya dilakukan pada tahap perencanaan, yaitu:
1) Menetapkan penentuan awal tentang materialitas.
PSA 25 (SA 312) menharuskan auditor untuk memutuskan jumlah gabungan
salah saji dalam laporan yang akan mereka anggap material di awal pengauditan
bersamaan dengan ketika mereka mengembangkan strategi audit secara keseluruhan.
Dinamakan pertimbangan materialitas awal, karena meskipun merupakan opini
professional, penilaian tersebut dapat berubah selama kontrak kerja. Penilaian tersebut
harus didokumentasikan dalam arsip audit. Penentuan ini dinyatakan sebagai
penentuan awal karena akan berubah sepanjang audit proses bila ada perubahan
kondisi. Alasan utama untuk menetapkan penentuan awal ini adalah untuk membantu
auditor merencanakan bukti yang cukup untuk dikumpulkan dan dievaluasi. Jika
auditor menetapkan tingkat materialitas yang rendah maka diperlukan bukti yang
lebih banyak daripada jika auditor menetapkan tingkat materialitas yang lebih tinggi.
Audit Sektor Publik
Page 15
Pertimbangan
materialitas
mencakup
pertimbangan
kuantitatif
dan
Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran atas laporan
Page 16
Selama melakukan audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan awal yang
diistilahkan sebagai penilaian materialitas yang direvisi. Beberapa factor yang memengaruhi
auditor dalam melakukan pertimbangan materialitas awal dalam laporan keuangan. Hal-hal
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam konsep materialitas adalah sebagai berikut :
1. Materialitas Merupakan Konsep Relative, Bukan Absolute
Sebuah salah saji dengan besaran tertentu dapat menjadi material bagi suatu
perusahaan kecil, sebaiknya dengan jumlah salah saji yang sama dapat menjadi
tidak material bagi perusahaan yang besar. Sehingga tidak mungkin untuk
menetukan acuan nilai nominal untuk pertimbangan materialitas awal yang dapat
diterapkan untuk semua klien audit.
2. Dibutuhkan Dasar untuk Mengevaluasi Materialitas
Karena materialitas adalah konsep yang relative, sehingga sangat penting untuk
memiliki dasar dalam menentukan apakah suatu jumlah tertentu material atau
tidak.laba bersih sebelum pajak biasanya dijadikan sebagai dasar dalam
menentukan materialitas bagi perusahaan yang berorientasi laba karena dianggap
sebagai unsure yang sangat penting bagi para penggunanya. Beberapa perusahaan
menggunakan dasar utama yang berbeda, karena laba bersih sering kali naik turun
secara signifikan dari tahun ketahun, sehingga tidak dapat memberikas dasar
secra stabil, atau ketika entitasnya adalah suatu perusahaan nirlaba. Sering kali
dasar utama yang digunakan adalah penjualan bersih, laba kotor, dan total asset
atau asset bersih. Setelah menetapkan dasar utama, auditorjuga harus
memutuskan apakah salah saji tersebut secara signifikan berpengaruh pada
kewajaran dasar lainnyaseperti asset lancar, total asset liabilitas lancar dan ekuitas
pemilik. PSA 25 (SA 312) mengharuskan auditor untuk mendokumentasikan
dasar yang digunakan dalam melakukan pertimbangan materialitas awal kedalam
prinsip audit.
3. Factor-Faktor Kualitatif Juga Memengaruhi Materialitas.
Faktor kualitatif seperti:
1. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum dan kecurangan
2.
Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang
mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratio keuangan pada
tingkat minimum tertentu.
Page 17
3.
4.
laporan keuangan
dikuantifikasikan, estimasi pendahuluan mengenai materialitas untuk tiap akun bisa didapat
dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual.
Pengalokasian ini dapat dilakukan untuk akun neraca dan labarugi. Tapi karena kebanyakan
salah saji pada laporan labarugi juga mempengaruhi neraca dan hanya terdapat akun neraca
maka banyak auditor melakukan alokasi berdasarkan akun-akun neraca. Dalam melakukan
alokasi auditor harus mempertimbangkan (1) kemungkinan salah saji dalam akun, dan (2)
biaya yang mungkin untuk menguji akun.
3) Memperkirakan Salah Saji dan Membandingkan dengan Penilaian Awal
Salah saji dalam suatu akun dapat berbentuk satu dari dua jenis ini, yaitu salah saji yang
diketahui salah saji yang mungkin. Salah saji yang diketahui adalah salah saji dimana auditor
dapat menetukan jumlah salah saji dalam akun tersebut. Salah saji yang mungkin terdapat dua
jenis, pertama yaitu salah saji yang muncul karena adanya perbedaan antara penilaian
Page 18
manajemen dan penilaian auditor mengenai estimasi saldo akun. Yang kedua adalah proyeksi
salah saji bedasarkan pengujian auditor atas sampel yang diambil dari populasi.
4) Mengestimasikan Salah Saji Gabungan
5) Membandingkan Estimasi Salah Saji Gabungan dengan Materialitas dalam Penilaian
Awal atau Penilaian yang Direvisi
Dalam menilai tingkat materialitas suatu entitas, program, aktivitas atau layanan
pemerintah, auditor sektor publik perlu menetapkan tingkat materialitas yang lebih rendah
daripada tingkat materialitas yang ditetapkan dalam audit-audit pada sektor swasta karena
adanya akuntabilitas publik dari auditan, berbagai persyaratan peraturan perundang-undangan
dan visibilitas dan sensitivitas dari program-program pemerintah. Auditor juga harum
mempertimbangkan kenyataan bahwa laporan-laporan pada sektor publik berkaitan erat
dengan aspek legal dan kepatuhan pada peraturan-peraturan yang berlaku. Auditor sektor
publik dalam menetapkan tingkat materialitas, baik dalam nilai absolut rupiah maupun dalam
persentase, harus memperhatikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga audit karena
audit yang dilakukannya tidak berdiri sendiri melainkan bagian dari rencana strategis yang
telah ditetapkan oleh lembaga. Pada bidang-bidang tertentu, pertimbangan politis suatu
lembaga atau pos atau permasalahan mengharuskan auditor menetapkan tingkat materialitas
khusus yang hanya berlaku untuk pos tersebut dan hal ini umumnya telah ada dalam panduan
yang diberikan kepada auditor oleh lembaga auditnya.
Hubungan Antara Materialitas dengan Bukti Audit
Materialitas
merupakan
satu
diantara
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi
RISIKO
Page 19
Risiko (risk) penerimaan auditor bahwa terdapat beberapa tingkat ketidakpastian dalam
menjalankan fungsi audit. Auditor menangani risiko dalam perencanaan bukti audit umumnya
dengan menggunakan model risiko audit. Dalam menilai tingkat materialitas suatu entitas,
program, aktivitas atau layanan pemerintah, auditor sektor publik perlu menetapkan tingkat
materialitas yang lebih rendah daripada tingkat materialitas yang ditetapkan dalam audit-audit
pada sektor swasta karena adanya akuntabilitas publik dari auditan, berbagai persyaratan
peraturan perundang-undangan dan visibilitas dan sensitivitas dari program-program
pemerintah. Auditor juga harus mempertimbangkan kenyataan bahwa laporan-laporan pada
sektor publik berkaitan erat dengan aspek legal dan kepatuhan pada peraturan-peraturan yang
berlaku.
Auditor sektor publik dalam menetapkan tingkat materialitas, baik dalam nilai absolut
rupiah maupun dalam persentase, harus memperhatikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
lembaga audit karena audit yang dilakukannya tidak berdiri sendiri melainkan bagian dari
rencana strategis yang telah ditetapkan oleh lembaga. Pada bidang-bidang tertentu,
pertimbangan politis suatu lembaga atau pos atau permasalahan mengharuskan auditor
menetapkan tingkat materialitas khusus yang hanya berlaku untuk pos tersebut dan hal ini
umumnya telah ada dalam panduan yang diberikan kepada auditor oleh lembaga auditnya.
Risiko dalam audit berarti bahwa auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian
tertentu dalam pelaksanaan audit. Risiko adalah penilaian auditor akan kemungkinan terjadi
kesalahan dalam simpulan-simpulannya yang dinyatakan dalam laporan audit. Risiko audit
dapat didefinisikan sebagai risiko yang dihadapi auditor dengan menderita kerugian karena
menghasilkan laporan atau memberikan opini audit yang tidak layak. Kerugian ini dapat
berupa rusaknya reputasi auditor atau dalam bentuk kompensasi moneter atas kerugian yang
diderita pihak lain (misalnya auditan atau pihak yang memberikan penugasan) atau bahkan
keduanya. Menurut Nasamiku Liandu, laporan/opini yang tidak layak ini dapat terjadi karena:
Page 20
Page 21
pengendalian intern. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bawaan adalah sifat kegiatan
auditan, integritas manajemen, motivasi manajemen, hasil audit sebelumnya, penugasan
pertama atau berulang, hubungan istimewa, transaksi nonrutin, pertimbangan yang
diperlukan, kemungkinan terhadap kecurangan, dan unsur-unsur populasi.
Ketika memulai audit, tidak banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah risiko
bawaan. Auditor harus menilai faktor-faktor di atas yang mempengaruhi risiko bawaan dan
memodifikasi
bukti
audit
untuk
memastikan
bahwa
faktor-faktor
tersebut
telah
Page 22
mempengaruhi risiko bawaan, seperti kemungkinan kecurangan dan rutinitas transaksi, juga
akan berbeda dari satu bidang audit ke bidang audit lainnya.
Untuk alasan tersebut, auditor umumnya akan menetapkan tingkar risiko bawaan yang
berbeda-beda pada bidang-bidang berbeda kecuali pada entitas auditan ada satu faktor
menyeluruh yang kuat, seperti integritas manajemen. Risiko audit yang dapat diterima pada
umumnya ditetapkan oleh auditor untuk digunakan sepanjang pelaksanaan audit dan besarnya
selalu tetap untuk setiap bidan/siklus/akun. Misalnya, diasumsikan auditor menetapkan risiko
audit yang dapat diterima pada tingkatan menengah karenasedikitnya jumlah pengguna
laporan auditan dan program-program diselenggarakan dengan baik (tidak ada permasalahanpermasalahan dalam organisasi). Auditor akan cenderung menggunakan risiko audit yang
dapat diterima pada tingkatan menengah untuk audit inventaris, pembangunan gedung,
penerimaan bukan pajak, pembayaran honor dan transaksi-transaksi utama lainnya. Auditor
menggunakan tingkatan risiko yang sama karena faktor-faktor yang mempengaruhi risiko
audit terkait dengan audit secara keseluruhan, bukannya bidang/siklus/akun individual.
Pada kasus-kasus tertentu, auditor akan menggunakan tingkat risiko audit yang dapat
diterima pada tingkatan yang lebih rendah pada bidangbidang audit tertentu. Misalnya,
tingkat risiko audit pada pengeluaranpengeluaran tertentu yang berasal dari pinjaman luar
negeri umumnya ditetapkan lebih rendah daripada bidang-bidang lain karena adanya berbagai
persyaratan tambahan dan pelaporan tambahan berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran
tersebut.
Satu kelemahan utama dalam aplikasi model risiko audit ini adalah sulitnya mengukur
komponen-komponen dari setiap modal. Seberapa baiknya upaya auditor dalam perencanaan
audit, penilaian risiko audit yang dapat diterima, risiko bawaan dan risiko pengendalian dan
juga risiko deteksi yang direncanakan merupakan upaya yang sangat subyektif dan
kesesuaian dengan kenyataan hanya diupayakan sebaik mungkin. Oleh karena itu, auditor
hanya menggunakan ukuran-ukuran relatif dalam menilai tingkat risiko, yaitu rendah, sedang
atau tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada pengukuran jumlah bukti audit yang sesuai
dengan tingkat risiko deteksi yang direncanakan Konsep materialitas dan risiko dalam
auditing berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Risiko adalah ukuran ketidakpastian
sedangkan materialitas adalah ukuran jumlah atau magnitude. Digunakan bersama-sama,
keduanya mengukur tingkat ketidakpastian pada suatu jumlah. Tujuan utama auditor
menggunakan materialitas dan risiko adalah untuk membantu auditor dalam mengumpulkan
bukti yang kompeten secukupnya dengan cara yang paling efisien.
Page 23
yang
merupakan
indikator
yang
baik
untuk
menilai
tingkat
Page 24
Sulit bagi auditor untuk memprediksi kegagalan keuangan sebelum hal itu terjadi,
namun beberapa factor berikut dapat menjadi indikator yang baik atas meningkatnya
kemungkinan kegagalan keuangan tersebut.
a) Posisi likuiditas. Jika klien terus menerus kekurangan kas dan modal kerja, hal ini
mengindikasikan adanya masalah dimasa mendatang dalam pembayaran utangutangnya. Auditor harus menilai kemungkinan dan seberapa besar penurunan posisi
likuiditas yang terjadi terus-menerus.
b) Laba (rugi) ditahun-tahun sebelumnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan
perubahan laba relative terhadap saldo yang tersisa dalam saldo laba.
c) Metode pertumbuhan pembiayaan. Auditor harus mengevaluasi apakah asset tetap
klien dibiayai oleh pinjaman jangka pendek atau jangka penjan, karena sejumlah
besar kas keluar yang dibutuhkan dalam waktu yang singkat akan memaksa
perusahaan untuk mengalami kebangkrutan.
d) Sifat kegiatan operasi klien. Beberapa jenis bisnis secara alamiah lebih berisiko
dibandingkan dengan bisnis lainnya.
e) Kompetensi manajemen. Manajemen yang kompeten secara terus menerus akan
mewaspadai adanya potensi kesulitan keuangan dan memodifikasinya dengan
berbagai metode operasi untuk meminimalkan pengaruh dari masalah jangka
pendek. Auditor harus menilai kemampuan manajemen sebagai bagian dari
evaluasi atas kemungkinan terjadinya kebangkrutan.
3. Evaluasi Auditor Terhadap Integritas Manajemen
Perusahan-perusahaan dengan integritas rendah sering kali menjalankan aktivitas
bisnis mereka dengan cara-cara yang dapat menimbulkan konflik dengan para
pemegang sahamnya, pemerintah dan pelanggannya. Pada akhirnya, konflik-konflik
tersebut sering kali tercermin dalam persepsi pengguna terhadap kualitas audit dan
dapat mengakibatkan adanya tuntutan hukum dan ketidaksetujuan lainnya.
4. Membuat Keputusan Risiko Audit yang Dapat Diterima
Evaluasi yang biasanya dilakukan untuk risiko audit yang dapat diterima adalah
tinggi, sedang atau rendah, dimana risiko audit yang dapat diterima rendah berarti
bagi klien yang berisiko harus mendapatkan bukti yang lebih banyak, penugasan
staf audit yang lebih bepengalaman, dan/atau penelaahan yanag lebih mendalam atas
dokumentasi audit. Sejalan dengan perkembangan kemajuan kontrak kerja, auditor
mendapatkan informasi tambahan mengenai klien, sehingga risiko audit yang dapat
diterima dapat dimodifikasi.
Menilai Risiko Bawaan
Page 25
Masuknya risiko bawaan dalam model risiko audit merupakan slah satu konsep penting
dalam pengauditan. Hal ini mengimplikasikan bahwa auditor harus mencoba untuk
memprediksi bagian mana kemungkinan terdapat salah saji dalam laporan keuangan.
Informasi ini memengaruhi jumlah bukti yang akan dikumpulkan auditor, penugasan staf dan
penelaahan dokumentsi audit.
1.
dengan benar
g) Membuat populasi
h) Factor-faktor yang terkait dengan kecurangan dalam laporan keuangan
i) Factor-faktor yang terkait dengan penyalahgunaan asset
2.
Membuat Keputusan Risiko Bawaan
Auditor harus mengevaluasi informasi yang dapat memengaruhi risiko bawaan dan
memutuskan factor risiko bawaan yang tepat untuk setiap siklus, akun dan untuk setiap
tujuan audit. Beberapa factor seperti kontrak kerja pertama atau kontrak kerja yang
3.
berulang, hanya akan memengaruhi akun-akun atau tujuan audit tertentu saja.
Mendapatkan Informasi Untuk Menilai Risiko Bawaan
Auditor mulai melakukan penilaian atas risiko bawaan selama fase perencanaan dan
memperbarui penilaian tersebut disepanjang pengauditan.
Page 26
1.
Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
2.
3.
Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh
salah satu dari tiga cara berikut ini :
Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas
secara bersama-sama.
Page 27
Page 28
HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan ketentuan pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973, Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) telah melakukan pemeriksaan atas
Audit Sektor Publik
Page 29
Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2004 dan 2005 pada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo di
Sidoarjo. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Standar Audit
Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh BPK-RI.
Pendapatan Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2004 dan 2005 terdiri dari Pendapatan
Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Realisasi Pendapatan
Asli Daerah pada tahun 2004 melebihi target yang ditetapkan, yaitu pada tahun 2004
dianggarkan sebesar Rp 115.924.633.310,00 dan terealisasi sebesar Rp 128.834.195.079,68
atau 111,14% dan tahun 2005 dianggarkan sebesar Rp 125.251.789.300,00 realisasinya
sampai dengan Juli 2005 sebesar Rp 69.675.219.280,80 atau baru mencapai 55,63% dari
anggaran.
Bagian
Dana
Perimbangan
Tahun
2004
dianggarkan
sebesar
Rp
Page 30
DAFTAR PUSTAKA
Murwanto, Rahmadi; Adi Budiarso; Fajar Hasri Ramadhana. Audit Sektor Publik : Suatu
Pengantar Bagi Pembangunan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Lembaga Pengkajian
Keuangan Publik dan Akuntabilitas Pemerintah.Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Departemen Keuangan RI.2008.
Audit Sektor Publik
Page 31
http://merahkuning.wordpress.com/2012/05/20/contoh-makalah-audit-sektor-publik/
2014
28 Oktober
http://www.scribd.com/doc/94408102/Prosedur-Audit-Penerimaan-Pembiayaan 28 Oktober
2014
http://www.scribd.com/doc/50335353/Program-Audit-Untuk-Siklus-Pendapatan 28 Oktober
2014
Page 32