A.
Pengertian.
Asma bronkiale adalah penyakit saluran napas dengan karakteristik berupa peningkatan reaktifitas (
hiperaktivitas ) trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi berupa penyempitan
saluran napas lah yang menyeluruh ( Leksana, dkk, 2005 ).Contoh Asuhan Keperawatan(ASKEP) .
Asma adalah penyakit obstruktif yang dapat pulih yang dicirikan oleh peningkatan reaktifitas trakea dan
bronkus terhadap rangsangan, dimanifestasikan oleh mengi, dan dispnea, penyampitan karena kombinasi
bronkospasme, pembengkakan mukosa, dan peningkatan sekresi ( Susan Martin Tucker, 1998 ).
Etilogi
Belum diketahui secara jelas, factor pencetusnya ( menurut dr. Muhadi Muhiman, 1998 ) adalah:
Reaksi alergi ( Reeves, 2000 )
Terhadap debu, asap, produk pembersih, bau, udara dingin, ispa, dan stress.
Keturunan ( Reeves, 2000 )
Infeksi bakteri atau virus pada saluran pernapasan. Kondisi yang memperburuk keadaan klinis pada
penderita yang lama adalah:
Penghentian pemakaian obat obatan bronkodilator secara mendadak
Pemakaian bronkodilator yang tidak benar
Pemakaian sedative yang berlebihan
Patofisiologi
Alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel plasma menghasilkan Ig E yang selanjutnya
menempel pada reseptor dinding sel mast. Sel mast ini disebut sel mast tersentisisasi.
Bila alergen serupa masuk ke dalam tubuh, maka allergen tersen mengeluarkan sel pada sel mast
tersentisisasi yang kemudian mengalami degranulasi dan mengeluarkan sejumlah mediater seperti
histamine, leukotrin dan factor pengaktifasi platelet, bradikinin, dll. Mediator ini menyebabkan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema, peningkatan produksi mucus, dan kontraksi otot polos
secara langsung atau melalui persyarapan simpatis.
GAMBAR PATWAY ASKEP ASMA
Manifestasi Klinis
Pada anak yang rentan, inflaimasi di saluran napas ini dapat menyebabkan timbulnya episode mengi
berulang, sesak napas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam hari atau pada dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi yang
sebagian besar bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala dab serangan
asma biasanya timbul bila klien terpapar factor pencetus yang sangat beragam dan bersifat individual.
Derajat Serangan Asma
Klasifikasi Asma
Menurut GINA ( Global Inisiatif for Asma ) dan Heru Sundaru, 2000 adalah:
1.
Asma Intermitten
Gejala klinis: kambuhan < 1- 2x seminggu, gejala asma pada malam hari < 2x sebulan, eksaserbasi dapat
mengganggu aktifitas tidur
2.
Gejala Klinis: kambuhan 1 2x seminggu tetapi < 1x /hari, gejala asma malam hari > 2x sebulan,
eksaserbasi dapat mengganggu aktifitas tidur.
3.
Gejala klinis: setiap hari sesak napas atau kambuh, gejala asma malam hari > 1x seminggu, eksaserbasi
dapat mengganggu aktifitas tidur.
4.
Gejala klinis: kambuhan sering, gejala sesak terus menerus atau continue, gejala sesak malam hari
sering, aktifitas fisik terbatas karena asma.
Potensial Komplikasi
Edema pulmoner
Gagal pernapasan
Status asmatikus
Pneumonia
Pemeriksaan Penunjang
EKG: pada klien dengan status asmatikus yang berat mungkin memperlihatkan gambaran
perubahan perubahan pada jantung kanan.
Elektrolit: perubahan kadar kalium dalam darah mungkin terjadi akibat terapi kortikosteroid atau
perubahan perubahan ventilasi yang perlu dikoreksi.
Penatalaksanaan
Medik
Penderita asma dapat tenang atau tidak sedang ada serangan, tetapi juga dapat dalam keadaan serangan
dan serangan tersebut dapat ringan, sedang ataupun berat. Kadang bahkan dapat jauh dalam keadaan
status asmatikus, yakni serangan asma yang berat yang biasanya diatasi dengan obat yang dapat
menolong penderita. Jika serangan sedemikian berat dan mengancanm nyawa penderita maka sebaiknya
penderita segera di bawa ke rumah sakit terdekat.
Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan bronkodilator oral atau aerosol, bahkan yang
ringan sekali tidak memerlukan pengobatan bronkodilator aerosol.
Pada serangan asma yang akut tidak diperlukan kortikosteroid, sedangkan pada serangan ringan kronik
atau serangan ringan sedang perlu tambahan kortikosteroid disamping bronkodilator dan juga diperlukan
pemasangan oksigen.
Serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkodilator aerosol oral atau subcutan dan kortikosteroid
perlu theofilinum ( theofilin ) intravena dan koreksi penyimpangan asma basa serta elektrolit. Oksigen
sangatlah penting untuk klien ini. Keadaan klien yang demikian ini memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Penanggulangan asma:
Oksigen
Periksa keadaan gas darah dan pasang IVSD ( infuse ) dengan cairan 3 : 1, glukosa 10% dan Nacl 0,9%
+ KCL mEq/kolf
Koreksi kekurangan cairan
Koreksi penyimpangan asam basa
Koreksi penyimpangan elektrolit
Thofilin yang sudah diberikan diteruskan. Ukur kadar theofilin dalan darah, pantau tanda tanda
keracunan theofilin. Bila tnda jeracunan tidak ada dan keadaan serangan asma belum membaikmungkkin
perlu ditambah theofilin.
Kortikosteroid dialnjutkan, jika belum diberi harus diberikan. Lebih baik diberikan intravena, karena
status asmatikus sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya edema dan mengembalikan sensitifitas
terhadap obat obat bronkodilator.
Usaha pengenceran lender dengan obat obat mukolitik untuk lendir yang banyak dan lengket di
seluruh cabang cabang bronkus.
Periksa foto thorax
Lakukan pemeriksaan EKG.
Cegah timbulnya stres.
Pantau tanda tanda vital secara teratur agar bila terjadi kegagalan pernapasan dapat segera ditolong, bila
perlu di rawat di ICU.
d.
pemeriksaan fisik
keadaan umum
pemeriksaan head to toe/per sistem
temuan/observasi:
distress pernafasan tiba-tiba
perpanjangan ekspirasi, mengi
perpendekan periode inspirasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret,
penurunan energi, kelelahan, sekresi yang lengket.
b. Pola napas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, peningkatan kerja napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplay O2 (obstruksi jalan napas oleh sekret,
bronkospasme ) kerusakan alveoli.
d. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita dan atau takut serangan berulang.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sesak napas, kelelahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual muntah.
3. Perencanaan
a. Jalan napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, penurunan
energi, sekret yang lengket.
Tujuan : jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
Kolaborasi: bronkodilator
b.
Pola napas tak efektifberhubungan dengan penurunan ekspansi paru, peningkatan kerja napas
Intervensi:
Monitor pernapasan, catat adanya bunyi napas yang abnormal
Catat rasio inspirasi : ekspirasi
pernapasan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplay O2, kerusakan alveoli.
Tujuan : gangguan pertukaran gas tidak terjadi.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
Intervensi :
Kelola penggunaan O2
d. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita dan atau takut serangan berulang
Tujuan: Pasien mendemonstrasikan reduksi rasa takut dan ansietas
Kriteria evaluasi:
Intervensi:
Jelaskan atau beritahu klien tentang proses penyakitindividu, dorong klien untuk bertanya
Diskusikan tentang pemberian terapi, efek samping dan reaksi yang tidak diiginkan
Dorong klien untuk mencari cara cara untuk mengontrol faktor faktor pencetus yang ada di
sekitar klien
Anjurkan untuk menggunakan oksigen yang aman dan merujuk ke perusahaan penghasil sesuai
dengan indikasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sesak napas, kelelahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual muntah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria evaluasi, pasien akan :
BB ideal.
Intervensi :
Hindari makanan yang terlalu panas, terlalu dingin ataupun makanan yang merangsang.
Mulut : bibir agak kering, lidah agak kotor, pharing agak hiperemis, tak ada nyeri telan
Leher : pembesaran kelenjar thiroid (-), tidak ada keterbatasan gerak.
Dada :
Inspeksi : bentuk simetris, retraksi dada (-), tidak ada kelainan bentuk, penggunaan otot bantu
pernafasan (-), ekspirasi diperpanjang.
Palpasi : tidak ada ketertinggalan gerak dinding dada saat bernafas
Perkusi : sonor
Auskultasi : wheezing (+), ronchi (-),S1 dan S2 murni tanpa bising
Abdomen :
Inspeksi : tidak tampak adanya benjolan, pembesaran, luka/ bekas luka
Palpasi : tidak ada pembesaran organ organ intraabdomen, tidak ada nyeri.
Perkusi : thympani.
Auskultasi : peristaltik 16 20x.
Ekstremitas :
Atas : simetris kanan kiri, kuku merah muda, agak kotor, pendek, tidak ada keterbatasan gerak.
Bawah : simetris, kuku merah muda, agak kotor, pendek, tidak ada keterbatasan gerak.
Pengelompokan Data
ANALISA DATA
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafastak efektif berhubungan dengan bronkhospasme ditandai dengan whezing (+),
klien mengeluh sesak nafas, batuk-batuk, sekret susah keluar, RR 30 x/ menit keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien mempunyai riwayat keluarga asma, pasien mengeluh sesak napas.
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan kerja nafas ditandai dengan klien mengeluh
sesak nafas, RR 30 x/ menit, N : 100 x / menit, ekspirasi diperpanjang dan wheezing.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat sesak napas ditandai dengan mata
tampak sayu, sklera kemerahan, lingkaran gelap di bawah mata, keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien susah tidur karena sesak napas.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan Asuhan Keperawatan ini dimulai dari tahapan tahapan seperti yang ada dalam proses
keperawatan, yaitu pengkajian perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Tujuan dilakukan pembahasan dalam kasus ini adalah untuk mengupas kembali pelaksanaan asuhan
keperawatan dan membandingkannya dengan landasan teori pada Bab II, hal ini dilakukan kerana respon
setiap manusia terhadap satu masalah berbeda beda.
Pembahasan Pengkajian.
Pengkajian pada kasus Ny AM ini di mulai dari pengumpulan, pengelompokkan dan analisa data. Data
dari kasus ini dadapat dari pasien dan keluarganya.
Pada Bab II disebutkan bahwa pengkajian pada kasus asma bronkiale antara lain: pasien mengeluh sesak
napas diikuti batuk dan mengi. Adanya riwayat serangan / alergi / eksim / urtikaria / hay fever dan atau
paparan zat zat alergen.
Takipnea, bradikardi, pulsus paradoksus, bradipnea, bradikardi, hipotensi. Penggunaan otot otot bantu
pernapasan, whezing, cyanosis, ekspirasi diperpanjang, VEP1 menurun, hipoksemia, hipokarbia, alkalosis
respiratorik.
Data yang diperoleh adalah RR: 30 x /menit, whezing, riwayat serangan, adanya anggota keluarga yang
mempnyai riwayat yang sama, mata tampak sayu, mata kemerahan, lingkaran gelap di bawah mata,
keluarga pasien mengatakan bahwa pasien susah tidur dan sering rewel.
Data yang tidak ditemukan, namun ada dalam teori adalah cyanosis, bradipnea, bradikardi, VEP1
menurun, hipoksemia, hipokarbia, alkalosis repiratorik. Hal ini disebabkan karena gejala gejala tersebut
muncul pada kondisi yang lebih berat, pemeriksaan penunjang yang lengkap dan memadai. Pada kasus ini
diperoleh data yang tidak terdapat dalam teori yaitu mata tampak sayu, sklera kemerahan, lingkaran gelap
di bawah mata, pasien mengatakan bahwa pasien susah tidur .
Kemudian diagnosa keperawatn yang ada dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus ini adalah
imbalance nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sesak napas, kelelahan, efek samping
obat, produksi sputum, anoreksia, mual dan muntah.
Perumusan diagnosa keperawatn dalam kasus ini, selain mengacu pada teori juga disesuaikan dengan
masalah yang ada berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian. Adanya kesenjangan antara
diagnosa keperawatn yang etrdapat dalam teori dengan yang muncul pada kasus ini lebih disebabkan
karena sifat dari masing masing individu yang unik dan beragamnya respon tubuh terhadap masalah
yang ada.
Pembahasan evaluasi
Secara definitif, evaluasi digunakan untuk mengukur keberhasilan dari suatu tindakan keperawatan yang
telah dilakukan kepada pasien. Dengan menggunakan evaluasi proses ( mengacu pada tindakan
keperawatan ) dan evaluasi hasil ( yang mengacu pada kesimpulan dari tindakan ). Dari sini dpat
diketahui bahwa penulis mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada kasus asma bronkiale. Hal
ini tampak dari keberhasilan pencapaan tujuan, yaitu dapat teratasinya masalah masalah keperawatan
yang timbul.
Pembahasan Pendokumentasian
Kegiatan pendokumentasian perawatan dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan keperawatan.
Pendokumentasian merupakan komunikasi tertulis yang digunakan oleh tim kesehatan sebagai media
informasi dari perkembangan yang dialami oleh pasien ( bila dilakukan di fasilitas kesehatan ). Dalam
melakukan dokumentasi jangan lupa mencantumkan jam, tanggal, tanda tangan dan nama terang dari
perawat yang bersangkutan dalam status/ format asuhan keperawatan pasien.