Anda di halaman 1dari 10

Indonesia Menuju Bonus Demografi 2020: Analisis Sistem Nilai Tukar dengan

Transformasi Cochrane-Orcutt
Yuliana Livi Andam Putri
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (2014)

Abstrak
Indonesia is in a golden era because of demography transition. This condition will affect
the economic growth. Demographic devident that occurred in Indonesia at this time is expected to
accelerate the economic growth as same as what happened in China. With a low dependency
ratio, China could become an industrial center and second largest economy in the world.
Reflecting, Indonesia also has an opportunities. To achieve it, it is necessary to make an
improvement of the quality of labor and technology. In addition, the election system of fiscal and
monetary policy should be considered. China adopted a Fixed Exchange Rate System, but it is
controversial. So that, this paper analize the best exchange rate system in Indonesia while
demographic devident era happend. This paper used the Linier Regression with Cochrane-Occut
transformation with two quantitative variable dan qualitative else. Dependency Ratio and
Floating Exchange Rate System have a positive influenced but Exchange Rate at the end of year
influence GDP negatively.
Key words: Devident Demography, Economic Growth, Fixed Exchange Rate, Floating Exchange
Rate In Control, Floating Exchange Rate
I. Pendahuluan
Melesunya perekonomian China menjadi pembicaraan ahli ekonomi saat ini. Nilai ekspor
April turun 6,4% dari bulan yang sama tahun 2013. Biro Statistik Nasional China mengatakan,
perekonomian China tumbuh 7,4 persen tahun 2014. Itu merupakan laju pertumbuhan yang paling
rendah setelah tahun 1990, yaitu ketika China mulai merasakan bonus demografi.
Bonus demografi adalah kondisi dimana jumlah penduduk usia kerja (Work Age
Population/WAP) melebihi jumlah penduduk muda dan penduduk tua. Hal ini terjadi karena transisi
demografi yang terjadi 4 dekade ke belakang (1970an-2010an). Tingginya jumlah penduduk usia
kerja (Work Age Population/WAP), membuat penawaran tenaga kerja di China meningkat. Dengan
didukung oleh kualitas tenaga kerja, peluang untuk menghasikan output yang besar sangat terbuka.
Tidak heran setelah tahun 1990, ketika China telah membuka diri dengan dunia luar, pertumbuhan
ekonominya meningkat pesat. Bahkan meningkat sampai 12% pada tahun 2006.
Struktur umur penduduk yang seperti ini, hanya bisa dinikmati dalam periode 1-2 dekade
saja. Periode ini disebut window of opportunity. Menurut Bloom, et al. (2001) dalam Sjafii, et al.
(2015), perubahan struktur umur penduduk berakibat pada peningkatan tabungan domestik. Dalam
waktu lebih kurang 20 tahun, setiap Negara yang mengalami salah satu megatrend perekonomian ini
harus memanfaatkan peningkatan tabungan domestik yang terjadi. Investasi harus dioptimalkan. Hal
ini lah yang dilakukan China. Pemerintah menjadi motor dalam melakukan reformasi di semua lini
pemerintahan, bisnis maupun ekonomi.
Selain didukung oleh keadaan dimana banyaknya penduduk usia kerja, pertumbuhan
ekonomi China meningkat karena besarnya intervensi pemerintah dalam menentukan variabel
makro negara tersebut. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah akan efektif ketika meganut
sistem nilai tukar tetap, ekonomi terbuka dan akses modal yang tinggi (Hemming et al (2002) dalam
Nasrudin, et al (2013)). Misalnya, pertumbuhan ekonomi China yang didukung oleh tingginya produk
yang diekspor (Bayraktar, ). Otoritas moneter China membuat kebijakan yang bertujuan untuk agar
1

nilai ekspornya tidak turun dengan menjaga kestabilan nilai mata uang. Dengan sistem nilai tukar
yang dianut, barang ekspor China lebih murah dibandingkan harga barang dan jasa dalam negeri.
Sehingga permintaan terhadap barang impor dari China terus meningkat disaat barang dalam negeri
tidak bisa bersaing karena tingginya harga. Hal ini membuat pemimpin beberapa negara, terutama
Amerika Serikat melakukan upaya diplomasi agar pemerintah China melepas nilai Yuan ke pasar
uang, dibiarkan mengambang bebas mengikuti arus permintaan dan penawaran uang. Alasan
mendasar adalah terciptanya persaingan yang fair dan sempurna dalam globalisasi perekonomian
dunia.
Bagaimana dengan Indonesia?
Ketika memasuki era globalisasi perekonomian dunia, Indonesia diuntungkan oleh kondisi
dimana penduduk usia kerja lebih banyak daripada penduduk bukan usia kerja. Indonesia bisa saja
berpedoman kepada China dalam pengambilan keputusan, baik fiskal maupun moneter. Sistem nilai
tukar tetap sangat tepat ketika pemerintah tengah berusaha meningkatkan nilai ekspor agar tidak
terjadi defisit neraca perdagangan luar negeri. Tetapi hal tersebut menimbulkan permasalahan
dengan mitra dagang Indonesia, termasuk Amerika Serikat.
Oleh karena itu, diperlukan analisis dalam menentukan sistem nilai tukar yang tepat selain
sistem nilai tukar tetap (nilai tukar mengambang terkendali dan nilai tukar mengambang bebas)
dalam rangka memanfaatkan megatren perekonomian yang mulai dihadapi Indonesia.
II. Landasan Teori
2.1. Teori
Pertumbuhan ekonomi adalah indikator ekonomi yang utama digunakan untuk melihat kondisi
perekonomian domestik secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan
Produk Domestik Bruto dengan tidak memperhatikan perubahan harga. Dari sisi penawaran, PDB
berasal dari faktor produksi; tenaga kerja dan modal yang didukung oleh teknologi. Fungsi Cobb
Douglas menyatakan bahwa output yang dihasilkan tergantung pada inputnya, yaitu tenaga kerja
dan modal. Semakin tinggi penawaran dan kualitas tenaga kerja semakin tinggi peluang untuk
meningkatkan output.
Penawaran tenaga kerja berasal dari penduduk WAP, usia 15 60 tahun. Tingginya jumah WAP
suatu Negara menyebabkan rasio ketergantungan penduduk usia muda/POPy (< 15 tahun) dan
penduduk usia tua/POPo (>65 tahun) rendah. Usaha Indonesia dalam mengurangi tingkat kelahiran
sejak tahun 1970 dalam bentuk Program Keluarga Berencana berdampak pada berubahnya struktur
umur penduduk saat ini. Indonesia berada di kondisi dimana WAP lebih banyak daripada penduduk
bukan usia kerja. Inilah yang disebut dengan bonus demografi. Salah satu megatrend ekonomi di
Indonesia ini akan menurunkan beban WAP terhadap penduduk muda dan tua. Tabungan domestik
akan meningkat karena biaya tanggungan WAP berkurang. Bloom, et al. (1999); Birdsall, et al.
(2001); McNicoll (2006); Fent et al. (2008) dalam Sjafii, et al. (2015) menjelaskan bahwa kondisi ini
akan menguntungkan untuk pertumbuhan ekonomi. Indonesia mulai mengalami masa dimana
adanya narow window of opportunity dari struktur penduduk.
Untuk meraih peluang dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut, otoritas moter
dan pemerintah harus menetapkan kebijakan yang tepat. Salah satunya adalah sistem nilai tukar.
China menggunakan sistem nilai tukar tetap untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan
mengesampingkan persaingan yang fair dalam perdagangan bebas. Sistem ini bisa dibilang sistem
yang cocok untuk kondisi China pada saat itu karena perekonomiannya didukung oleh ekspor barang
dan jasa. Selain itu ada juga sistem nilai tukar mengambang terkendali dan sistem nilai tukar
mengambang bebas.
Sistem Nilai Tukar Tetap, tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing
ditetapkan oleh lembaga otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia. Penetapan ini tanpa
memperhatikan permintaan dan penawaran terhadap valuta asing. Untuk mempertahankan nilai
tukar tersebut, BI bisa melakukan pembelian atau penjualan valuta asing serta penjatahan valuta
asing ketika tindakan jual beli tidak bisa mengatasinya.
2

Nilai Tukar Mengambang Terkendali, tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang
asing ditentukan oleh permintaan dan penawaran valuta asing, tetapi masih dalam kontrol
pemerintah yang memberikan batasan pergerakan nilai mata uang tersebut.
Nilai Tukar Mengambang Bebas, tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang
asing ditentukan oleh permintaan dan penawaran valuta asing tanpa ada campur tangan
pemerintah. Sistem nilai tukar ini mengakibatkan nilai kurs bergerak fluktuatif.
2.2. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang membahas tentang bonus demografi dan sistem nilai tukar. Kedua
hal tersebut dibahas dalam dua hal yang berbeda. Sedangkan pada jurnal ini penulis mencoba
menggabungkan keduanya dengan menjadikan China sebagai Negara pembanding.
Bonus Demografi
Apergis (2012) menganalisis dampak dari rasio ketergantungan pada tabungan domestik
menggunakan data panel tahunan. Menggunakan panel unit root, panel cointegration dan causality
test panel. Analisis yang dihasilkan adanya hubungan negatif antara rasio ketergantungan dan
tabungan domestik. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Xu (2012), dalam jangka panjang
terdapat hubungan tabungan rumah tangga, struktur umur penduduk dan GDP per kapita di China
menggunakan analisis VECM. Hasilnya adanya hubungan ketiga variabel tersebut secara
berkesinambungan.
Sistem Nilai Tukar
Bayraktar (tahun tidak diketahui), sistem nilai tukar tetap mendukung dalam pertumbuhan
ekonomi di China. Produk ekspornya bisa bersaing di pasar global walapun dalam jangka panjang
bisa meningkatkan biaya input yang diimpor dari Negara lain. Dalam penelitian ini, Bayraktar
mencoba mengulas tentang alasan suatu Negara memelih Sistem Nilai Tukar.
III. Metode Penelitian
3.1. Sumber Data
Data yang digunakan adalah data Pendapatan Domestik Bruto Indonesia tahun 1978-2014
sebagai variabel terikat dan rasio ketergantungan serta nilai kurs akhir tahun sebagai variabel bebas.
Ketiga variabel ini akan dianalisis menggunakan 2 periode waktu yang berbeda; 1978-1997 ketika
mengambang terkendali dan 1997-2014 ketika mengambang bebas.
Data pertumbuhan ekonomi berasal dari 2 sumber; tahun 1980-2014 dari International
Monetary Fund dan tahun 1978-1979 dari publikasi BPS yang berjudul Perkiraan PDB Triwulanan
Indonesia 1968-1983. Data rasio ketergantungan berasal BPS sedangkan variabel kurs akhir tahun
bersumber dari International Monetary Fund
3.2. Teknik Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda menggunakan software SPSS
20. Variabel bebas pertama dan kedua adalah data kuantitatif sedangkan yang ketiga adalah data
kualitatif dengan 2 kategori.
= 0 + 1 [ ] + 2 [] + 3 3 +
(1)
1 , jika tahun ke t menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas
3 =
0 , jika lainnya
Penggunaan metode ini mengaharuskan data penelitian memenuhi beberapa asumsi, yaitu
kenormalan residual data, tidak ada multikolinieritas diantara variabel independent, data bersifat
homokedastisitas, dan nonautokorelasi.
IV. Hasil
Secara teori, semakin rendah rasio ketergantungan, semakin tinggi tabungan masyarakat,
semakin tinggi pula output yang dihasilkan karena tingginya modal yang bisa diinvestasikan
dalam perekonomian.
Gambar 1. Bonus Demografi: Rasio Ketergantungan Indonesia tahun 1970-2050
Sumber: World Bank, dengan adjustment oleh Wijayanto Samirin

Menurut Samirin (2014), Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi dari tahun
2015 sampai 2025. Setelah itu kondisi demografi Indonesia akan mengalami transisi lagi, dimana
penduduk Indonesia akan didominasi oleh penduduk tua. Pada kondisi ini perekonomian
Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan tenaga kerja, baik dari kualitas maupun kuantitas. Hal
inilah yang menjadi peringatan bagi pemerintah untuk mempersiapkan kebijakan ekonomi yang
efisien dengan memanfaatkan masa keemasan dari tahun 2015-2025. Salah satunya adalah
kebijkan Sistem Nilai Tukar.
Berdasarkan data series dari tahun 1978 sampai 2014, diperoleh persamaan regresi
= -101,42 116,96 [ ] + 1,91[] + 5504,6323 (2)
(0,015)
(0,003)
(0,062)
(0,005)
Adj R2 = 0,843
*dalam ribu satuan

Model diatas bisa menjelaskan variabel Produk Domestik Bruto sebanyak 84%. 16% lainnya
dijelaskan oleh variabel lain. Ketiga variabel tersebut signifikan pada level 5%. Tetapi, ada 2
asumsi yang dilanggar, asumsi autokorelasi dan multikolinearitas. Nilai variabel yang digunakan
mempunyai hubungan dengan variabel itu sendiri pada lag k tertentu serta dengan variabel
independen lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan transformasi agar menghasilkan
model terbaik dan efisien dalam menjelaskan PDB. Transformasi yang dilakukan adalah
transformasi Cochcane-Orcutt.
=
(3)
=
(4)
Dimana, =

2 1
2

1 1

Setelah dilakukan transformasi dengan satu kali iterasi, maka didapatlah persamaan baru,
= 6147,7 104,24 [ ] + 0,536[] + 2759,3643 (5)
(0,1)
(0,000)
(0,048)
(0,163)
Adj R2 = 0,837
*dalam ribu satuan

Ketika = 1
maka,
= -268 30,24 [ ] + 0,536[] + 2759,3643
(0,1)
(0,062)
(0,000)
(0,048)
Adj R2 = 0,837
*dalam ribu satuan

(6)

Dari persamaan (6), dapat diperoleh dua persamaan regresi yang merupakan turunan dari
persamaan tersebut,
Mengambang bebas (3 = 1)
(7)
= -101,42 116,96 [ ] + 1,91[] + 5504,632
= 5403,212 116,96 [ ] + 1,91[]
(8)
Mengambang bebas terkendali (3 = 0)
= -101,42 116,96 [ ] + 1,91[]
Ketika pemerintah menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas pada saat variabel
lain konstan, maka output yang dihasilkan akan lebih tinggi 5,5 triliun per tahunnya jika
dibandingkan dengan kebijakan sistem nilai tukar mengambang terkendali. Artinya, penerapan
Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas akan menimbulkan dampak yang positif terhadap PDB
Indonesia. Hal ini menyimpulkan bahwa sistem nilai tukar yang dipakai oleh pemerintah
Indonesia pada saat ini sudah tepat, walaupun berbeda dengan China. Sistem nilai tukar ini tidak
bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas yang mengharapkan persaingan yang fair.
Sedangkan variabel yang lain, masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda. Rasio
ketergantungan memberikan pengaruh yang negatif sedangkan kurs memberikan pengaruh yang
positif terhadap PDB. Semakin rendah rasio ketergantungan, semakin tinggi PDB, sebaliknya
semakin tinggi nilai kurs maka semakin tinggi nilai PDB Indonesia.
V. Kesimpulan dan Kelemahan
Kesimpulan
Perubahan struktur umur penduduk Indonesia membawa Indonesia ke narrow of window,
bonus demografi. Keadaan ini memberikan pengaruh yang positif kepada pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi pada kondisi ini perlu didukung oleh
pengambilan kebijakan yang tepat. Berdasarkan analisis ini, kebijakan pemerintah pada tahun
1999 untuk melepas nilai rupiah ke pasar uang adalah kebijakan yang paling efektif. Kebijakan
itu akan memberikan dampak positif kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia selama
menikmati bonus demografi ini.
Kelemahan
Tulisan ini mempunyai beberapa kelemahan yang harus diperbaiki oleh penulis sendiri maupun
peneliti yang lain, diantaranya:
1. Penambahan variabel dan lag waktu yang memungkinkan penulis untuk menganalisis sistem
nilai tukar tetap
VI. Daftar Pustaka
Apergis, N. (2012). Dependency Rate and Savings: The African Evidence with Panel Data.
International Journal of Business and Management, VII (4).
Bayraktar, Nihal. (). Currency Misalignment: The China Case. Journal of Case Research in
Business and Economics.
Departemen Keuangan Republik Indonesia. (1982). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 1982/1983.
International Monetary Fund. GDP Growth Indonesia tahun 1980-2020. (online). www.imf.org).
Samirin, Wijayanto, et al. (2014). For Indonesias Economic Future, The Next Five Years Will Be
Decisive. Global Asia Vol. 9, No. 4, Winter.
Sjafii, Achmad, et al. (2015). The Changes in Age Strustural of Population and Domestic Savings:
The Period of Demographic Transition in Indonesia. Proceeding in Kuala Lumpur
International Business, Economic and Law Conference 6, Vol. 3.
World Bank. Dependency Ratio Indonesia tahun 1980-2020. (online). www.worldbank.org).
Xu, Ya. (2012). Demographic Changes, Household Savings and Economic Growth in All China: A
Time Series Approach. Thesis: School of Economics and Management

Lampiran

1. Uji Homoskedastisitas
Persamaan Uji Park
ln 2 = ln 2 + ln +
Pengujian Hipotesis
Hipotesis

Wilayah kritis
Statistik Uji
Statistik Hitung

= : = 0
1 : < 0
= 0,05
= Tolak p-value <
= Uji Park
ANOVAa

Model

Sum of Squares
Regression

df

Mean Square

20,321

10,160

Residual

253,351

34

7,451

Total

273,671

36

Sig.

1,364

,269b

a. Dependent Variable: ln_e2


b. Predictors: (Constant), ln_dr, ln_kurs

= Terima karena p-value >


= Dengan tingkat signifikansi 5%, dapat disimpulkan bahwa data memenuhi
asumsi homoskedastisitas

Keputusan
Kesimpulan

2. Uji Multikolinearitas
Hipotesis
0 :
1 :

= 0,05
Wilayah kritis
= Tolak VIF>5
Statistik Uji
= Uji kolinieritas
Statistik Hitung
Coefficientsa
Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Sig.

Correlations

Collinearity Statistics

Coefficients
B

Std. Error

Beta

Zero-

Partial

Part

Tolerance

VIF

order
(Constant)

6147658,302

3178485,781

1,934

,062

DR

-104236,094

34747,816

-,501

-3,000

,005

-,901

-,463

-,198

,157

6,387

536,710

168,621

1,043

3,183

,003

,873

,485

,210

,041

24,641

2759364,269

1074077,081

,651

2,569

,015

-,777

,408

,170

,068

14,716

1
Kurs
X3
a. Dependent Variable: GDP

Keputusan: Tolak karena VIF>5


Kesimpulan
: Dengan tingkat signifikansi 5%, terdapat kolinearitas antar variabel

3. Uji Kenormalan residual


Hipotesis
0 :
1 :

= 0,05
Wilayah Kritis
= Tolak 0 p-value<
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N

37
Mean

Normal

Parametersa,b

0E-7
890186,0144672

Std. Deviation

Most Extreme Differences

Absolute

,151

Positive

,077

Negative

-,151

Kolmogorov-Smirnov Z

,918

Asymp. Sig. (2-tailed)

,368

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

= Terima 0 karena p-value >


= dengan tingkat signifikansi 5%,residual data bersifat normal

Keputusan
Kesimpulan
4. Autokorelasi

= : = 0
1 : < 0
= 0,01
= Tolak ketika D < , D > 4- dengan = 1,11
= Uji Durbin Watson

Hipotesis

Wilayah kritis
Statistik Uji
Statistik Hitung

Model Summaryb
Model

Adjusted R

Std. Error of

Square

Square

the Estimate

,925a

,856

Change Statistics
R Square

Change

Change

,843 848758,53497

,856

65,450

df1

Durbin-

df2

Sig. F

Watson

Change
3

33

,000

,474

a. Predictors: (Constant), X3, DR, Kurs


b. Dependent Variable: GDP

Keputusan

= Tolak , karena D<

Kesimpulan

= Dengan tingkat signifikansi 1%, dapat disimpulkan bahwa terdapat


autokorelasi

Transformasi Cochrane Orcutt


Nilai Rho=0,7358
Hipotesis
= : = 0

1 : < 0
7


Wilayah kritis
Statistik Uji
Statistik Hitung

= 0,01
= Tolak ketika D < , D > 4- dengan = 1,11 = 1,45
= Uji Durbin Watson

Model Summaryb
Model

R Square

,922a

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate

,851

,837

Durbin-Watson

559732,43805

1,567

a. Predictors: (Constant), lagx3, lagDR, lagKurs


b. Dependent Variable: lagGDP

Keputusan

= Terima karena < <

Kesimpulan

= Dengan tingkat signifikansi 1%, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat


autokorelasi

HASIL TRANSFORMASI
Model Summaryb
Model

Adjusted R

Std. Error of

Square

Square

the Estimate

,922a

,851

Change Statistics
R Square

Change

Change

,837 559732,43805

,851

62,737

df1

Durbin-

df2

Sig. F
Change

33

,000

a. Predictors: (Constant), lagx3, lagDR, lagKurs


b. Dependent Variable: lagGDP

1. Uji Simultan
Hipotesis

Wilayah Kritis
Statistik Uji

= : = 0
1 : 0
= 0,05
= Tolak 0 p-value<
= Uji Analisis Varian
ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

Regression

58966792193973,830

Residual

10338913272789,370

33

Total

69305705466763,195

36

a. Dependent Variable: lagGDP


b. Predictors: (Constant), lagx3, lagDR, lagKurs

Keputusan

= Tolak , karena p-value<

19655597397
991,277
31330040220
5,738

Watson

F
62,737

Sig.
,000b

1,567

Kesimpuln

= dengan tingkat signifikansi 5%, dapat disimpulkan bahwa ada variabel yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

2. Uji Parsial
Hipotesis

Wilayah Kritis

= : = 0
1 : 0
= 0,05
= Tolak 0 p-value<
Coefficientsa

Model

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

Std. Error

Sig.

Correlations

Collinearity
Statistics

Beta

Zero-

Partial

Part

Tolerance

VIF

order
(Constant)
lagDR

-267938,525 187702,938

-1,427

,163

30899,536

18290,169

,193

1,689

,10

,744

,282

,114

,345

2,897

503,378

72,405

,831

6,952

,000

,867

,771

,467

,316

3,162

1454323,885 709201,458

,205

2,051

,048

-,066

,336

,138

,454

2,202

1
lagKurs
lagx3

a. Dependent Variable: lagGDP

Keputusan

= Yang berpengaruh signifikan pada level 5% terhadap GDP adalah kurs dan
X3, sedangkan rasio ketergantungan berpengaruh pada level 10%

3. Uji Kenormalan
Hipotesis
0 :
1 :

= 0,05
Wilayah Kritis
= Tolak 0 p-value<

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N

37
Mean

Normal

Parametersa,b

0E-7
535903,0092799

Std. Deviation

Most Extreme Differences

Absolute

,101

Positive

,101

Negative

-,067

Kolmogorov-Smirnov Z

,617

Asymp. Sig. (2-tailed)

,840

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Keputusan
Kesimpulan

= Terima 0 karena p-value >


= dengan tingkat signifikansi 5%,residual data bersifat normal

4. Uji Multikolinearitas
Hipotesis
0 :
1 :

= 0,05
Wilayah kritis
= Tolak VIF>5
Statistik Uji
= Uji kolinieritas
Statistik Hitung
Coefficientsa
Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Sig.

Correlations

Collinearity

Coefficients
B

Std. Error

Statistics

Beta

Zero-

Partial

Part

Tolerance

VIF

order
(Constant)
lagDR

-267938,525

187702,938

-1,427

,163

30899,536

18290,169

,193

1,689

,10

,744

,282

,114

,345

2,897

503,378

72,405

,831

6,952

,000

,867

,771

,467

,316

3,162

1454323,885

709201,458

,205

2,051

,048

-,066

,336

,138

,454

2,202

1
lagKurs
lagx3

a. Dependent Variable: lagGDP

Keputusan: Terima karena VIF<5


Kesimpulan

: Dengan tingkat signifikansi 5%, tidak terdapat kolinearitas antar variabel

10

Anda mungkin juga menyukai