Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1

Perilaku

II.1.1 Pengertian Perilaku


Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas, yang merupakan hasil
akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara berbagai macam gejala seperti perhatian,
pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi gejala itu muncul bersama-sama dan saling
mempengaruhi (Notoatmojo, 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk
perilaku manusia antara lain :
1. Pengamatan
a. Penglihatan
b. Pendengaran
c. Modalitas pengamatan lain.
2. Tanggapan
3. Fantasi
4. Ingatan
5. Berfikir
6. Motif
Faktor perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan
dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara garis besar perilaku
manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari
ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku
manusia. Secara lebih terinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak (niat), minat,
motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoatmojo, 2007).
Namun demikian, pada realitasnya sulit dideteksi gejala kejiwaan yang
menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut
ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor

pengalaman, agama (keyakinan), sarana fisik, sosiobudaya masyarakat, dan sebagainya


sehingga membentuk perilaku (Notoatmojo, 2007).
Disamping asumsi-asumsi tersebut, ada beberapa asumsi lain antara lain asumsi
yang mendasarkan kepada teori kepribadian dari Spranger. Yang membagi kepribadian
manusia menjadi 6 macam nilai kebudayaan. Kepribadian seseorang ditentukan oleh
salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Selanjutnya, kepribadian
tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia yang bersangkutan (Notoatmojo,
2007).

II.1.2 Perubahan Perilaku


Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain :
1. Teori Stimulus Organisme (SOR)
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi
dengan organisme (Notoatmojo, 2007).

2. Teori Festinger (Dissonance Theory)


Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang
yang akan menyebabkan perubahan perilaku dikarenakan adanya perbedaan
jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah kognitif yang tidak
seimbang dan sama-sama pentingnya (Notoatmojo, 2007).

3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut (Notoatmojo, 2007).
Menurut Katz (1960) dalam (Notoatmojo, 2007) perilaku dilatarbelakangi
oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :

a. Perilaku memiliki fungsi instrumental


b. Perilaku berfungsi sebagai mechanism defence atau sebagai pertahanan
diri dalam menghadapi lingkungannya.
c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti.
d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam
menjawab suatu situasi.

4. Teori Kurt Lewin


Kurt Lewin (1970) berpendapat dalam (Notoatmojo, 2007) bahwa perilaku
manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan
pendorong (driving force) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining
forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan
antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang sehingga ada tiga
kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yakni:
a. Kekuatan-kekuatan pendorong yang meningkat
b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

II.1.3 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku


Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang
digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Di bawah ini
diuraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO. Menurut WHO, perubahan
perilaku dikelompokkan menjadi tiga (Notoatmojo, 2007) :
1. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia sellau berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apbila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota
masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.
2. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh
subjek.

3. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)


Apabila terjadi suatu inovasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian
orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan
sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan
tersebut. Hal ini disebabkan karna setiap orang mempunyai kesediaan untuk
berubah yang berbeda-beda.

II.1.4 Proses Terjadinya Perilaku


Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yakni:
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3. Evaluation (menimbang nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).
Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut
akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting) (Mupitundeno,2009).

II.2

Kepribadian

II.2.1 Pengertian Kepribadian


Kepribadian menurut PPDGJ II adalah pola persepsi, cara mengadakan
hubungan dengan cara berfikir yang menetap tentang lingkungan dengan diri sendiri
dan dinyatakan secara luas di dalam konteks kehidupan sosial dan hubungan pribadi
seseorang.

II.2.2 Struktur Kepribadian


Dalam teori psikoanalitik struktur kepribadian terdiri dari Id, Ego, dan Superego.
Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif libinal, dimana sistem
kerjanya dengan prinsip kesenangan Pleasure Principle. Ego adalah bagian
kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana dimana sistem kerjanya pada dunia luar
untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongandorongan Id agar tidak melanggar nilai-nilai Superego. Superego adalah bagian moral
dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik-buruk, salahbenar, boleh-tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan Ego (E. Koswara, 1994).

II.2.3 Perkembangan Kepribadian


Teori Psikoanalitik mengenai perkembangan kepribadian berlandaskan dua,
premis pertama bahwa kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman
masa kanak-kanak. Kedua, energi seksual (libido) ada sejak lahir, dan kemudian
berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada prosesproses alamiah organisme (E. Koswara, 1994).
Freud menegaskan bahwa pada manusia terdapat 5 fase atau tahapan
perkembangan psikoseksual yang kesemuanya menentukan bagi pembentukkan
kepribadian, dan masing-masing fase berkaitan dengan daerah erogen tertentu, dimana
yang disebut daerah erogen adalah bagian tubuh tertentu yang peka dan bisa
mendatangkan kenikmatan seksual apabila dikenai rangsangan (E. Koswara, 1994).
Daerah-daerah erogen itu adalah mulut atau bibir (oral), alat pembuangan atau dubur
(anal), dan alat kelamin (genital). Adapun fase-fase perkembangan psikoseksual itu
adalah sebagai berikut :
1. Fase Oral (0-1 Tahun)
Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama
kehidupan. Pada fase ini pusat kepuasan ada pada daerah oral atau mulut.
Bila tugas perkembangan ini tercapai, maka anak akan belajar : menghisap,
menelan, memainkan bibir, makan, kenyang, dan anak dapat tidur dengan
nyenyak. Bila tugas perkembangan ini tidak tercapai, anak akan

10

menunjukkan perilaku: mengigit, mengeluarkan air liur, marah atau


menangis jika tidak terpenuhi.
Dalam awal pertumbuhan ego yang terjadi pada tingkat oral ini terbentuk
enam mekanisme dasar, yaitu : introjeksi, indentifikasi primer, proyeksi,
fiksasi, regresi, penolakan.
2. Fase Anal (1-3 Tahun)
Perkembangan ego pada tingkat ini ditandai oleh kemampuan untuk
mengasah objek, sadar dan toleran terhadap kecemasan, perkembangan
kemampuan bicara dan berfikir, serta tumbuh pertahanan terhadap
impulsivitas.
Pada tingkat ini ada dua kemampuan menguasai yang penting pada anak:
pertama, kemampuan menguasai tubuh sendiri seperti berjalan, bicara, dan
menahan buang air besar. Kedua, kemampuan menilai dan berfikir yang
sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya kemampuan berbahasa. Dalam
perkembangan selanjutnya dalam tingkat anal ini, Ego mulai dapat menunda
untuk sementara, atau membelokkan arah untuk selamanya, dorongandorongan Id.
Perkembangan Psikoseksual ini ada 2, yaitu :
a. Tahap anal ekspulsif, dimana anak mendapatkan kepuasan seksual dari
proses buang air besar.
b. Tahap anal retensif, dimana anak mendapatkan kepuasan seksual dengan
menahan tinjanya dalam perut.

Pada fase ini juga memiliki peran yaitu membantu anak untuk belajar
mengontrol pengeluaran tepat waktu dan tempat serta dapat melakukan
dengan mandiri.
3. Fase Falik atau Phallic (3-6 Tahun)
Pada Fase Falik daerah organ pertama adalah kelamin. Disini ada 3
perkembangan penting :
a. Meningkatkan minat pada seks : dalam keluarga berupa kompleks
oedipoes dan dalam diri sendiri berupa fantasi-fantasi tertentu.

11

b. Proses pertumbuhan superego.


c.

Makin banyak dipergunakannya mekanisme pertahanan ego. Tandatanda dari periode ini adalah meningkatnya kegiatan masturbasi,
meningkatnya keinginan untuk bersetubuh dengan lawan jenis, dan
meningkatnya kecendrungan ekshibionis (menunjuk alat kelaminnya
kepada orang lain).

d. Inti dari perkembangan jiwa pada fase falik ini adalah kompleks
oedipoes, berarti cinta dari anak perempuan kepada ayahnya begitupun
sebaliknya. Disamping itu ada perasaan benci, iri, dan bermusuhan.
4. Fase Laten (6-12 Tahun)
Pada fase ini anak cenderung mempunyai orientasi sosial keluar rumah,
disini anak sangat senang untuk bermain. Pada fase ini terjadi perkembangan
intelektual dan sosial, anak mempunyai banyak teman dan membentuk
kelompok. Impuls agresifitas lebih terkontrol. Perkembangan psikoseksual
cenderung memasuki masa tenang.
5. Fase Genital (13-18 Tahun)
Fase genital adalah penghubung antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada
fase ini terdapat 3 tahapan yaitu :
a. Tahap Pra Puber, ditandai dengan meningkatnya kembali dorongan
libido.
b. Tahap Puber, ditandai dengan pertumbuhan fisik
c. Tahap Adptasi, Remaja bersangkutan menyesuaikan diri terhadap
dorongan seksual dan pertumbuhan fisik yang tiba-tiba.
Perkembangan identitas merupakan hal penting yang terjadi pada remaja,
anak mulai berkelompok disini peran lingkungan sangat penting membantu
perkembangan identitas pada remaja sehingga pada akhir remaja diharapkan
peran seksual dapat dicapai.

12

II.3

Perilaku Seksual

II.3.1 Pengertian Perilaku Seksual


Perilaku Seksual terdiri dari berbagai macam perilaku dan ditentukan oleh suatu
interaksi faktor-faktor yang kompleks (Harold & Benjamin, 1994). Perilaku Seksual
dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan orang lain, baik oleh lingkungan, atau
kultur budaya yang dibawa atau diturunkan dari orang tua dimana seseorang tinggal.
Menurut PKBI (1981) dalam (Harmoko, 2007) Pengertian Perilaku Seksual
adalah segala bentuk kegiatan yang dapat memberikan penyaluran pada dorongan
seksual yang dilakukan oleh dua orang yang berjenis kelamin berbeda mulai dari
bermesraan, bercumbu, sampai dengan hubungan kelamin.
Sarwono (2000) mengatakan dalam (Notoatmojo, 2007) bahwa perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang disorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenis mulai
dari perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu sampai dengan
bersenggama.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan perilaku seksual murid SMA itu adalah perilaku seksual pranikah yang artinya
adalah suatu perbuatan yag dapat diobservasi baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dilakukan oleh dua individu berjenis kelamin berbeda, mulai dari
berkencan, bercumbu sampai bersenggama, tetapi belum ada ikatan yang sah menurut
norma, hukum, ataupun agama (Harmoko, 2007).

II.3.2 Aspek Perilaku Seksual


Menurut PKBI (1998) aspek-aspek perilaku seksual adalah :
1. Bermesraan
Aspek ini mengungkap aktivitas psikologis dua individu yang berlainan jenis
dalam kesamaan tujuan untuk saling berbagi rasa yang diungkap dalam katakata manis, pandangan mata yang mesra, namun belum sampai pada
aktivitas bercumbu (Harmoko, 2007).
2. Bercumbu
Aspek ini mengungkap pendekatan-pendekatan jasmaniah yang dilakukan,
seperti saling memegang, berciuman, berpelukan atau berangkulan, saling

13

tempel alat kelamin, yang dapat membangkitkan gairah seksual, tapi belum
sampai hubungan kelamin (Harmoko, 2007).
3. Hubungan kelamin/ seksual
Hubungan kelamin berati melakukan kegiatan senggama atau seksual.
Hubungan kelamin adalah hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang
berbeda jenis kelamin, dengan memasukkan penis ke dalam vagina dan
masing-masing orang akan memperoleh kepuasan (Harmoko, 2007).

II.3.3 Faktor yang mempengaruhi Perilaku Seksual


Menurut para ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi remaja untuk berperilaku
seksual yaitu :
1. Faktor Fisik
Sarwono (2000) menyatakan bahwa mulai berfungsinya hormon-hormon
seksual yang dapat meningkatkan dorongan seksual yang harus disalurkan
sehingga keinginan remaja untuk berperilaku seksual semakin kuat
(Harmoko, 2007) .
2. Pengaruh Orang Tua (Pola Asuh Orang Tua)
PKBI (2000) mengemukakan bahwa kurangnya komunikasi secara terbuka
antara orang tua dengan remaja dalam masalah seputar seksual dapat
mengakibatkan

penyimpangan

perilaku

seksual.

Markum

(1997)

menambahkan, bahwa pendidikan seks pasif (tanpa komunikasi dua arah)


bisa mempengaruhi sikap serta perilaku seseorang, karena dalam pendidikan
seks anak tidak cukup hanya melihat dan mendengar sekali atau dua kali,
tetapi harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Orang tua wajib
meluruskan informasi yang tidak benar disertai penjelasan risiko perilaku
seks yang salah (Harmoko, 2007).
3. Pengaruh Alat Kontrasepsi
Menurut Sarwono (1981) dengan banyak beredarnya alat kontrasepsi secara
bebas dipasaran serta mudah diperoleh oleh siapa saja tanpa ada batasan
tegas, seringkali, disalahgunakan oleh para remaja terutama dalam
melakukan hubungan seksual dengan pasangannya (Harmoko, 2007).

14

4. Pergaulan bebas
Sarwono (2000) mengatakan bahwa para remaja mempunyai banyak
kebebasan dalam bergaul dengan teman sebaya terutama pergaulan dengan
lawan jenis. Pegaulan yang semakin bebas tanpa adanya suatu pengendalian
pada diri remaja dapat menimbulkan perilaku seksual pranikah (Harmoko,
2007).
5. Pengaruh Media
Penyebaran informasi tentang masalah seksual melalui media cetak atau
elektronik yang menyuguhkan gambar porno, film porno, dan semua hal
yang berbau pornografi, dapat menyebabkan perilaku seksual pada remaja
semakin meningkat (Harmoko, 2007).

II.4

Pola Asuh Orang Tua


Pola Asuh Orang Tua berperan penting terhadap pembentukan kepribadian

seorang anak, dan setiap Orang Tua pun pasti sudah memikirkan Pola Asuh apa yang
akan mereka berikan untuk mendidik dan membentuk kepribadian anak-anaknya. Hal
ini juga tergantung dari kepribadian orang tua.
Pola Asuh Orang Tua yang diterapkan kepada anak bersifat relatif konsisten dari
waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi positif dan
negatif. Berikut macam-macam Pola Asuh Orang Tua menurut Baumrind (1967):

1. Pola Asuh Demokratis


Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan
pola asuh ini bersifat rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau
pemikiran-pemikiran. Orang tua seperti ini juga bersifat realistis terhadap
kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya ke
anak bersifat hangat.

15

2. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak yang harus
dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah, menghukum.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan
kesempatan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anaknya apabila anak sedang dalam bahaya, dan hanya sedikit bimbingan
yang diberikan oleh mereka.
4. Pola Asuh Penelantar
Orang tua tipe ini umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat
minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun
dihemat-hemat untuk anak mereka.

II.5

Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seksual


Anak adalah buah hati orang tua yang merupakan harapan masa depan. Oleh

karena itu, anak harus dipersiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas, sehat, bermoral dan berkepribadian yang baik berguna bagi masyarakat.
Untuk itu, perlu dipersiapkan sejak dini. Anak sangat sensitif terhadap sikap
lingkungannya dan orang-orang terdekatnya. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua
sangat mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk
mengetahui bagaimana cara mengasuh anak dengan baik sehingga terbentuklah
kepribadian yang baik pula.
Keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama
kalinya, dan untuk seterusnya anak banyak belajar di dalam kehidupan keluarga. Karena
itu peranan orang tua dianggap paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya
kepribadian pada diri anak. Sikap orang tua terutama tercermin pada pola asuhannya, di
mana mempunyai sumbangan yang cukup besar dalam perkembangan kepribadian anak.

16

Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orang-orang di


sekitar anak. Keluarga adalah orang yang terdekat bagi anak dan mempunyai pengaruh
yang sangat besar. Segala perilaku orang tua yang baik dan buruk akan ditiru oleh anak.
Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang baik demi
pembentukan kepribadian anak yang baik.
Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola
asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga
mengendalikan anak. Sehingga anak yang juga hidup dalam masyarakat, bergaul dengan
lingkungan dan tentunya anak mendapatkan pengaruh-pengaruh dari luar yang mungkin
dapat merusak kepribadian anak, akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan
menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang
tua.
Orang tua yang bisa dianggap teman oleh anak akan menjadikan kehidupan yang
hangat dalam keluarga. Sehingga antara orang tua dan anak mempunyai keterbukaan
dan saling memberi. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, gagasan,
keinginan, perasaan, serta kebebasan untuk menanggapi pendapat orang lain. Anak-anak
yang hidup dengan pola asuh yang demikian akan menghasilkan karakteristik anak yang
dapat mengontrol diri, anak yang mandiri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stres dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.

II.6

Penelitian Terkait
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri di
Kota Padang Tahun 2007

17

II.7

Kerangka Teori
Pengaruh
Orang Tua
(Pola Asuh)
Pengaruh Alat
Kontrasepsi

Pengaruh
Media

Faktor
Fisik

Pergaulan
Bebas
Perilaku Seksual

Bermesraan

Bercumbu

Hubungan
Kelamin

Pola Asuh Orang tua :

Pola Asuh Demokratis

Pola Asuh Permisif

Pola Asuh Otoriter

Pola Asuh Penelantar

18

II.8

Kerangka Konsep
Pola Asuh Orang tua :

Pola Asuh Demokratis

Pola Asuh Permisif

Pola Asuh Otoriter

Bermesraan

II.9

Perilaku Seksual

Bercumbu

Hubungan
Kelamin

Hipotesis
Berdasarkan Tinjauan Pustaka yang telah dikemukakan, maka hipotesis pada

penelitian ini adalah :


Terdapat Hubungan antara Pola Asuh Orang Tuan Terhadap Perilaku Seksual
Murid SMA YUPPENTEK 1 Tangerang Tahun 2011.

Anda mungkin juga menyukai