Asam Asetat
Jeremy Joshua Santosa
Kelompok: E6
NIM: 102012273
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail :jeremyjoshua21@gmail.com
Abstrak
Kanker serviks merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia. Deteksi dini
menggunakan Pap Smer memiliki banyak kendala khususnya di Indonesia. Saat ini telah
ditemukan upaya deteksi dini alternatif yang dapat digunakan di Indonesia yaitu Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA). Pemeriksaan dilakukan terutama pada wanita yang telah menikah
dan umur lebih dari 25 tahun. Dari hasil pemeriksaan IVA yang dilaksanakan di Puskesmas
Wanasari, memiliki nilai sensitivitas 66,6% dan nilai spesifisitas sebesar 83,9% dari total
peserta yang telah diperiksa sebanyak 100 orang.
Katakunci : skrining IVA, kanker serviks, puskesmas
Abstract
Cervical cancer is the number one killer in Indonesia. Early detection using the Pap
Smear has a lot of obstacles in Indonesia. Currently, early detection efforts have found and
alternative that can be used in Indonesia is Visual Asetic Acid (IVA).the examination was
conducted mainly in women have married and aged over 25 years. From the results of the
examination IVA conducted in health centers Wanasari, has a value of 66,6% sensitivity and
specificity values of 60% of the total participants had examined as many as 100 peoples.
Keywords: screening IVA, cervical cancer, health centers
Pendahuluan
Kanker adalah suatu penyakit neoplastik yang dapat berakibatan fatal. Sel kanker
tidak seperti sel tumor, ia mempunyai kebolehan untuk menginvasi dan bermetastasi
kebagian lain dalam tubuh dan bersifat sangat anaplastik yaitu bisa membelah tanpa
berdiferensiasi. Kanker leher rahim atau yang biasa disebut kanker serviks adalah tumor
ganas yang tumbuh di dalam leher rahin atau serviks. Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi
serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil ledir pada saluran servikal yang
menuju ke dalam rahim 1
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000
penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila program skirining sitologi dan pelayanan kesehatan
diperbaiki.1
1
Skrining adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu
penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tidak seperti apa yang
biasanya terjadi dalam kedokteran, tes skrining yang dilakukan pada orang tanpa tanda-tanda
klinis penyakit.2
Saat ini banyak penelitian tentang skrining dengan metode IVA dilakukan di berbagai
negara berkembang. Skrining dengan metode IVA dilakukan dengan cara yang sangat
sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Sederhana, yaitu dengan hanya mengoleskan
asam asetat (cuka) 3-5% pada leher rahim lalu mengamati perubahannya, dimana lesi
prakanker dapat terdeteksi bila terlihat bercak putih pada leher rahim. Murah, karena biaya
yang diperlukan hanya sekitar Rp. 3000,- sampai Rp.5000,-/pasien. Nyaman, karena
prosedurnya tidak rumit, tidak memerlukan persiapan, dan tidak menyakitkan. Praktis, artinya
dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus, cukup tempat tidur sederhana
yang representatif, spekulum dan lampu. Mudah, karena dapat dilakukan oleh bidan dan
perawat yang terlatih.1,2 Beberapa karakteristik metode ini sesuai dengan kondisi Indonesia
yang memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbatasan sarana serta prasarana kesehatan.
Karenanya pengkajian penggunaan metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim di
daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan sebagai salah satu masukan
dalam pembuatan kebijakan kesehatan nasional di Indonesia.2
Definisi
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia baik di
antara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker. 1
Penyebab kanker leher rahim yaitu virus HPV (Human Papiloma Virus) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang semua wanita, khususnya
wanita yang aktif secara seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk mencegah infeksi HPV
khususnya tipe 16 dan tipe 18 yang diperkirakan menjadi penyebab 70% kasus kanker serviks
di Asia. 1
Etiologi
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau
lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yang beresiko tinggi menyebabkan
kanker leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease).
Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan,
walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV
yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 5613 dimana HPV tipe 16 dan 18
ditemukan pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan selsel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/
LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan rendah
menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut turut adalah tipe 30, 31, 33, 35, 39, 51,
52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44, 53, 54,55.13. 1 Faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah
2
hubungan seksual pada usia dini, berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, dan
memiliki pasangan yang suka berganti-ganti pasangan. Infeksi HPV sering terjadi pada usia
muda, sekitar 25-30% nya terjadi pada usia kurang dari 25 tahun. Beberapa ko-faktor yang
memungkinkan infeksi HPV berisiko menjadi kanker leher rahim adalah: 1
a. Faktor HPV :
- tipe virus
- infeksi beberapa tipe onkogenik HPV secara bersamaan
- jumlah virus (viral load)
b. Faktor host/ penjamu :
- status imunitas, dimana penderita imunodefisiensi (misalnya penderita HIV positif)
yang terinfeksi HPV lebih cepat mengalami regresi menjadi lesi prekanker dan
kanker.
- Gaya hidup dan aktifitas seksual
c. Faktor eksogen
- merokok
- ko-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya
- penggunaan jangka panjang ( lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral 2
Faktor predisposisi
1. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang
mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan
seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor
risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila
(WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada
isterinya.2
Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap
kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat
menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara
kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh
meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering
berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep Pria Berisiko
Tinggi sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke
dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan
serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi nonkausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks. 2
2. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahanbahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus. 2
3
3. Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal
bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Banyak sayur dan buah
mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya
advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E,
vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan
kacangkacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.2
4. Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah
genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher
rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang sudah
terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet,
virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet. 2
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya
d. Perempuan yang ditemukan ketidak normalan pada leher rahimnya
perempuan yang menjalani dan mendapatkan hasil tes Pap juga menjalani evaluasi dan
pengobatan yang semestinya bila ditemukan abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka
insidens kanker leher rahim tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. 6
Masalah yang berkembang akibat keterbatasan metode tes Pap inilah yang mendorong
banyak penelitian untuk mencari metode alternatif skrining kanker leher rahim. Salah satu
metode yang dianggap dapat dijadikan alternatif adalah metode inspeksi visual dengan asam
asetat (IVA). Efektivitas IVA sudah di teliti oleh banyak peneliti. Walaupun demikian
perbandingan masing-masing penelitian tentang IVA sepertinya sulit dievaluasi karena
perbedaan protokol dan populasi. 6
Pertimbangan metode alternatif didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining
IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan
kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk
pusat pelayanan sederhana. 6
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat
yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil
dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu
kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan
bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk
peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker. 6
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan
merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses
keratosis.4,5
Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau seklompok orang
untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak
mengidap penyakit. Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada
epidemiolodi untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak didiagnosis atau
7
keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarajat beresiko
tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius memerlukan penanganan segera. Namun
demikan, harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif.
Tujuan skrining :2
a. Menentukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga
dapat segera memperoleh pengobatan.
b. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat
c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
d. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi beberapa kriteria
atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu tes penyaringan : 2
1.
2.
3.
4.
5.
Macam-macam skrining2
1. Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
2. Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu,
contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang
sudah menikah
3. Case finding screening adalah upaya dokter/tenaga kesehatan untuk menyelidiki suatu
kelainan yang tidak berhubungan dengan keluhan pasien yang datang untuk
kepentingan pemeriksaan kesehatan
4. Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit
5. Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis
penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas
tidak bermanfaat. Namun, demikian, banyak pengukurn mutu layanan kesehatan tidak
di ujicoba reliabilitasnya dengan tepat. 7
2. Validitas
Validitas tes skrining adalah kemampuan tes skrining tersebut dalam
mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Validitas tes skrining dapat dinilai dengan
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, dan akurasi. 6,7
1. Sensitivitas
Sensitifitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan
seseorang menderita suatu penyakit. Sensitivitas ditunjukkan oleh probabilitas
hasil tes benar positif dibandingkan hasil positif menurut standar (gold
standart). Probabilitas dalam per sen dihitung dengan membagi hasil
pemeriksaan benar positif (true positive) dengan jumlah hasil pemeriksaan
benar positif dan negatif palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes
skrining maka semakin baik kemampuan mendeteksi seseorang menderita
penyakit tertentu sehingga dapat memperoleh penanganan dini.7
2. Spesifisitas
Spesifisitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan
seseorang bukan penderita suatu penyakit. Spesifisitas ditunjukkan oleh
probabilitas hasil tes benar negatif dibandingkan hasil negatif menurut standar
(gold standart). Probabilitas dalam per sen dihitung dengan membagi hasil
pemeriksaan benar negatif (true negatif) dengan jumlah hasil pemeriksaan
benar negatif dan positif palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes
skrining maka semakin baik kemampuan mendeteksi seseorang tidak
menderita penyakit tertentu. 7
3. Nilai Prediksi Positif
Nilai Prediksi Positif (NPP/PPV) menggambarkan kemampuan tes
skrining memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar menderita penyakit
dari hasil pemeriksaan positif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Positif
dihitung dengan membandingkan hasil benar positif dengan seluruh hasil tes
positif menurut uji skrining (True Positif dan Palse Positif) dalam per sen.
Semakin tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang menderita
penyakit akan membantu petugas kesehatan memberikan penanganan yang
tepat dan segera. 7
4. Nilai Prediksi Negatif
Nilai Prediksi Negatif (NPN/NPV) menggambarkan kemampuan tes
skrining memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar tidak menderita
penyakit dari hasil pemeriksaan negatif menurut tes skrining. Nilai Prediksi
Negatif dihitung dengan membandingkan hasil benar negatif dengan seluruh
hasil tes negatif menurut uji skrining (True Negatif dan Palse Negatif) dalam
per sen. Semakin tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang
tidak menderita suatu penyakit akan sangat membantu petugas kesehatan
menghindarkan penanganan atau pengobatan yang tidak perlu sehingga
terhindar dari efek samping pengobatan. 7
Tabel 2. Distribusi populasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining 7
Tes Skrining
Positif
Negatif
Total
Diagnosis pasti
Sakit
a (TP)
c (FN)
a+c
Total
Tidak Sakit
b (FP)
d (TN)
b+d
a+b
c+d
a+b+c+d
Rumus: 7
1. Sensitivitas dan Spesifisitas
Sensitivitas =
Negatif palsu =
Spesifisitas =
Positif palsu =
2. Nilai prediksi
Nilai prediksi tes (+) atau PPV=
Nilai prediksi tes (-) atau NPV=
Pencegahan
Pencegahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan
dan angka kematian akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu
pencegahan primimodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier. 8
1. Pencegahan primodial
Tujuan pencegahan primodial adalah mencegah timbulnya faktor resiko
kanker serviks bagi perempua yang belum mempunyai faktor resiko dengan cara
seperti pendidikan seks bagi remaja, menunda hubungan seks remaja sampai pada
usia yang matang yaitu lebih dari 20 tahun. 8
2. Pencegahan primer
Pencegahan tingkat primer bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
faktor resiko bagi perempuan yang mempunyai faktor resiko, untuk mengetahui
bagaimana pencegahan primer dapat dilakukan pada kanker srviks. Maka perlu
diketahui karsiogenesisnya yaitu bagaimana kanker dapat timbul.pencegahan
10
dilakukan dengan menghindari diri dari bahan karsinogenik atau penyebab kanker
berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan. 8
a. Segi kebiasaan
11
menumpuk dan mengendap makan akan menjadi benda asing dalam tubuh
yang dapat merangsang sel normal menjadi kanker. 8
Upayaka hidup sehat dan periksa kesehatan secara berkala dan teratur. 8
b. Segi makanan
Pengaturan pola makan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh mempunyai
cadangan antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal bebas yang
merusak tubuh. 8
Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak
mengandung vitamin seperti betakarotein, vitamin C, mineral, klorofil dan
fitonutrein;ainnya, klorofil bersifat radio protektif, antimutagenik, dan
antikarsinogenik. 8
Konsumsi makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas, kubis
rabi, brokoli karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan
menghasilkan suatu enzim yang daoat menguraikan dan membuang zat
beracun yang beredar dalam tubuh. 8
3. Penceganan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatka, temasuk skrining,
deteksi dini (Paps smear) dan pengobatan. 8
Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan
program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki
prognosis ada sebagian penderita sehingga terhinda dari kematian akibat kanker, tidak
diperlukan pengobatan radikal untuk mencapau kesembuhan, adanya perasaan
tentram bagi mereka yang menunjukan hasil negatif dan penghematan biaya karena
pengibatan yang relatif murah. Kanker serviks mengenal stadium pra-kanker yang
dapat ditemukan dengan skrining sitologi yang relatif murah, tidak sakit, cukup akurat
dan dengan bantuan koloskopi, satdium ini dapat diobatai dengan cara konservatif
seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser dengan memperhatikan fungsi
reproduksi. Adapun pengobatan yang dilakukan untuk penderita kanker serviks
sebagai pencegahan tingkat kedua adalah : 8
Operasi (bedah)
Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar
yang tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi. Operasi terutama dilakukan
untuk kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada
karsinoma in situ dan mikrovasif, dalam operasi tumor dibuang dengan
konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikrovasif
banyak ahli ginekoligik memilih tindakan histerektomi radikal (seluruh rahim
diangkat berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong
hingga sedekat mungkin dengan dinding panggul). Pada perempuan yang
masih menginginkan anak atau penderita yang menolak histerektomi dapat
dipertimbangkan konisasi atau elektrokoagulasi. 8
12
Pada karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan
operasi pengangkatan rahim secara total berikut kelenjer getah bening
sekitarnya (histerektomi radikal). 8
Radioterapi
Radioterapi adalah terapi untuk menghancurkan kanker dengan sinar ionisasi.
Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada sel-sel kanker saja
tetapi juga pada sel-sel normal disekitarnya, tetapi kerusakan pada sel kanker
umumnya lebih besar dari pada sel normal, karena itu perlu diatur dosis radiasi
sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali.
Radioterapi dilakukan pada karsinoma invasif stadium lanjut (IIB, III, IV).
Terapi biasanya hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan
penderita), dititik beratkan pada radisi eksternal dan internal. Kemajuan
teknologi radioterapi pada saai ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa
tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan
penyulit yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih mutilasi
eksentaris total yaitu mengangkat kantong kemih, rektum dan dibuat uretra
dan anus tiruan (Praeter naturalis). 8
Kemoterapi
Khemoterapi ialah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat
anti kanker yang disebut sitostatika. Pada umumnya sitostatika hanya
merupakan terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi yang bertujuan
untuk menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang mikroskopik yang mungkin
masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Khemoterapi yang sering
dipergunakan
pada
karsinoma
serviks
adalah
Methotrexate,
Cyclophospahanimide, Adiamycin dan Mitomicin-C. Sitostatika biasanya
diberi kombinasi. 8
4. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk
dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan
wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker
serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan
untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan,
bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan
radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya
rambut akan tumbuh kembali. 8
Kesimpulan
Skrining adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu
penyakit individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tes Pap smear merupakan
pilihan utama metode skrining kanker cerviks. Namun dalam penerapan di pelayanan primer
yang lebih luas, metode IVA direkomendasikan menjadi metode alternatif pada kondisi yang
tidak memungkinkan dilakukan untuk pemeriksaan sitologi. Skrining yang sering dilakukan
13
di Puskesmas adalah skrining Ca cerviks dengan tes IVA karena skrining ini mudah, praktis.
Skrining kanker serviks telah memberikan dampak yang baik terhadap masalah kanker
serviks yang. Penurunan jumlah penderita kanker serviks dikarenakan skrining yang
dilakukan pada wanita yang memiliki faktor resiko. Skrining memiliki nilai sensitivitas dan
spesifisitas yang berguna untuk menentukan nilai prediksi uji positif dan nilai prediksi uji
negatif.
Daftar Pustaka
1. Kampono N. Kanker serviks. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu
kandungan. Edisi 3. Jakarta: Bina pustaka sarwono prawirohardjo; 2005.h. 263-9.
2. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian. Jakarta : Salemba Medika;
2003.
3. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung
Seto;2011.h.228-30.
4. Rajab W. Buku ajar Epidemiologi untuk mahasiswa. Jakarta : EGC, 2009.h.155-8.
5. Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening programmes for
cervical cancer in low- and middle-income developing countries. Bulletin of the
World Health Organization, 2001; 79:954-962.
6. Melianti M. Skining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA) test. Departmen Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta; 2008.
7. Pohan I. Jaminan mutu layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan penerapan.
Jakarta: EGC; 2007.h.148-50.
8. Gede MAA. Manajemen kesehatan. Jakarta: EGC; 1999 .h. 10-1.
14