Anda di halaman 1dari 7

PERENCANAAN TRIBUN STADION UTAMA PALARAN

KOTA SAMARINDA DENGAN BETON PRACETAK


Oleh :
Maya Silva Dora
3102 100 010
Dosen Pembimbing :
Prof.Dr.Ir. I Gusti Putu Raka
Ir. Aman Subakti, MS
ABSTRAK
Dalam merencanakan stadion dibutuhkan perhitungan yang sangat teliti dan penuh hati-hati. Karena
stadion merupakan bangunan besar yang nantinya akan digunakan atau diisi oleh manusia dalam jumlah yang
banyak. Selain dikategorikan sebagai bangunan monumental, stadion juga direncanakan agar dapat digunakan
pada keadaan emergensi.
Perencanaan stadion meliputi struktur bagian atas dan struktur bagian bawah. Struktur bagian atas
terdiri dari atap dan tribun, sedangkan yang termasuk struktur bagian bawah adalah poer dan pondasi. Dalam
Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai perencanaan tribun.
Karena adanya keseragaman bentuk struktur dalam jumlah yang banyak, maka digunakan metode
pelaksanaan dan material beton pracetak. Beton pracetak yang bertujuan untuk memudahkan pekerjaan di
lapangan dan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat karena elemen-elemen stadion berupa beton sudah
dicetak terlebih dahulu di pabrik dengan perhitungan yang matang. Selain itu, beton pracetak dapat mengatasi
masalah pengadaan material di Kalimantan Timur. Contohnya material pasir yang tidak tersedia di Kaltim,
melainkan didatangkan dari kota Palu.
Sistem pracetak memiliki kelebihan dan kekurangan jika dibanding dengan sistem konvensional.
Kelebihannya adalah dapat mempercepat waktu penyelesaian proyek sehingga pengembalian investasi lebih
cepat, lebih praktis, dan biaya semakin hemat pada jumlah pemakaian elemen yang semakin banyak dengan tipe
yang berulang. Kekurangannya adalah pada ketidakmampuannya didalam menahan gaya lateral, dan pelaksanaan
pemasangan elemen stadion di lapangan karena kurangnya jumlah tenaga pelaksana di Indonesia yang terlatih
dan berpengalaman pada proyek konstruksi dengan menggunakan sistem ini.
Kata kunci : stadion, tribun, beton pracetak
I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pada tahun 2008 mendatang, Indonesia akan
menyelenggarakan PON (Pekan Olahraga Nasional)
XIIV yang akan diselenggarakan di Kalimantan
Timur. Untuk persiapan, dari tahun 2002 telah
dibangun beberapa fasilitas pendukung. Fasilitas
tersebut diantaranya perbaikan jalan, hotel, gedung
olahraga, sirkuit, stadion dan lain-lain.
Untuk fasilitas stadion, dibangun beberapa
stadion madya di beberapa daerah dan satu stadion
utama yang dibangun di daerah Simpang Pasir,
Kecamatan Palaran, Kota Samarinda.
Stadion ini dibangun dengan desain dan
perhitungan yang paling efisien dan tepat.
Mengingat dana yang tersedia sangatlah terbatas.
Karena adanya keseragaman bentuk struktur
dalam jumlah yang banyak, maka digunakan
metode pelaksanaan dan material beton pracetak.
Beton pracetak yang bertujuan untuk memudahkan
pekerjaan di lapangan dan untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat karena elemen-elemen stadion
berupa beton sudah dicetak terlebih dahulu di
pabrik dengan perhitungan yang matang. Selain itu,
beton pracetak dapat mengatasi masalah pengadaan
material di Kalimantan Timur.

Sistem pracetak memiliki kelebihan dan


kekurangan jika dibanding dengan sistem
konvensional.
Kelebihannya
adalah
dapat
mempercepat waktu penyelesaian proyek sehingga
pengembalian investasi lebih cepat, lebih praktis,
dan biaya semakin hemat pada jumlah pemakaian
elemen yang semakin banyak dengan tipe yang
berulang.
Kekurangannya
adalah
pada
ketidakmampuannya didalam menahan gaya lateral,
dan pelaksanaan pemasangan elemen stadion di
lapangan karena kurangnya jumlah tenaga
pelaksana di Indonesia yang terlatih dan
berpengalaman pada proyek konstruksi dengan
menggunakan sistem ini.
1.2. PERMASALAHAN
1. Bagaimana merencanakan beton pracetak.
2. Bagaimana mengatasi masalah pengangkatan dan
pemasangan beton pracetak.
3. Bagaimana menentukan jenis sambungan (Joint
Connection).
1.3.

TUJUAN PEMBUATAN TUGAS AKHIR


Memberi alternatif perencanaan struktur
Stadion Utama Palaran, Samarinda dengan beton
pracetak dan pendetailan.

1.4. BATASAN PERENCANAAN


1. Perencanaan hanya sebagian tribun, yaitu tribun
D dan tribun G.
2. Perencanaan balok hanya menggunakan metode
pracetak biasa (non prestresses).
3. Tidak melakukan analisa biaya.
4. Tidak meninjau segi arsitektural.
5. Tidak meninjau struktur bawah yang meliputi
poer dan pondasi.
6. Tidak meninjau masalah perubahan volume
akibat perubahan temperatur, creep dan shrinkage
oleh beton.
1.5. KONSEP DESAIN
1. Data bangunan :
Nama banguna : Stadion Utama Palaran
Lokasi : Kecamatan Palaran Samarinda,
Kaltim
Termasuk wilayah zona gempa 2.
Fungsi : Stadion dan tempat pertunjukan
Selain fungsi utama sebagai stadion, bangunan
ini juga direncanakan untuk dapat digunakan
sebagai tempat pertunjukan. Karena itu beban
hidup yaitu penonton termasuk beban hidup
bergerak atau dinamis.
Tinggi gedung : 24 meter
Jumlah lantai
: 4 lantai tanpa atap
Struktur gedung : Beton bertulang
Jenis tanah
: Tanah lunak
2. Mutu bahan :
Beton
: fc = 25 Mpa untuk elemen
pracetak dan cor di tempat
Baja
: fy = 390 Mpa dari jenis ulir
3. Analisa pembebanan
Berdasarkan RSNI 3 Tata Cara Penghitungan
Pembebanan Untuk Bangunan Rumah Dan
Gedung dan SNI 03-1726-2002 Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung adalah :
1. Beban mati
Berat seluruh bahan konstruksi gedung yang
terpasang, termasuk dinding, lantai, atap,
plafon, tangga, dinding partisi, finishing,
komponen arsitektural dan struktural lainnya
dan peralatan layan termasuk berat keran.
2. Beban hidup
Beban yang dihasilkan akibat penggunaan dan
penghunian gedung atau struktur lainnya tetapi
tidak termasuk beban-beban konstruksi atau
beban lingkungan, seperti beban angin, beban
air hujan, beban gempa, beban air banjir, atau
beban mati.
Beban tribun
LL = 4.79 kN/m2
Beban lantai
LL = 4.79 kN/m2
Beban tempat duduk tetap LL = 2.87 kN/m2
Beban tangga
LL = 4.79 kN/m2
3. Beban angin
Semua beban yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang disebabkan oleh selisih
dalam tekanan udara.

Beban angin yang digunakan dalam desain


system penahan angin utama untuk gedung
tertutup atau gedung tertutup sebagian atau
struktur lain, tidak boleh kurang dari 0.48
kN/m2 dikalikan dengan luas gedung atau
struktur yang diproyeksikan pada bidang
vertikal tegak lurus terhadap arah angin yang
diasumsikan.
4. Beban gempa
Untuk struktur gedung tidak beraturan,
pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur
gedung tersebut harus ditentukan melalui
analisis respons dinamik 3 dimensi.
Analisis Respons Dinamik (SNI 031726
2002)
Struktur stadion merupakan struktur gedung
tidak beraturan. Oleh karena itu pengaruh
Gempa Rencana harus ditinjau sebagai
pengaruh pembebanan gempa dinamik,
sehingga
analisisnya
harus
dilakukan
berdasarkan analisis respons dinamik.
Nilai akhir respons dinamik struktur gedung
terhadap pembebanan gempa nominal akibat
pengaruh Gempa Rencana dalam suatu arah
tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80%
nilai respons ragam yang pertama.
Bila respons dinamik struktur gedung
dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal V,
maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan
menurut persamaan berikut :
V 0,8 V 1
V1 = C1 I Wt
R
Dimana :
V 1 = gaya geser dasar nominal sebagai
respons ragam yang pertama terhadap
pengaruh Gempa Rencana
C1 = nilai Faktor Respons Gempa yang
didapat dari Spektrum Respons Gempa
Rencana
T 1 = waktu getar alami pertama
I = Faktor Keutamaan
R = faktor reduksi gempa representatif dari
struktur gedung yang bersangkutan
W t = berat total gedung
Pengaruh Gempa Vertikal
Unsur unsur struktur gedung yang memiliki
kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi
seperti balkon, kanopi dan balok kantilever
berbentang panjang, balok transfer pada
struktur gedung tinggi yang memikul beban
gravitasi dari dua atau lebih tingkat di atasnya
serta balok beton pratekan berbentang panjang,
harus diperhitungkan terhadap komponen
vertikal gerakan tanah akibat pengaruh Gempa
Rencana, berupa beban gempa vertikal nominal
statik ekuivalen yang harus ditinjau bekerja ke
atas atau ke bawah yang besarnya harus
dihitung sebagai perkalian Faktor Respons
Gempa vertikal Cv dan beban gravitasi,
termasuk beban hidup yang sesuai.

Cv = A o I
V = Cv W

4.

5.

6.

7.

Dimana :
Cv =Faktor Respons Gempa vertikal
=koefisien bergantung pada wilayah gempa
Ao =percepatan puncak muka tanah
I = faktor keutamaan gedung
Kombinasi pembebanan berdasarkan RSNI 3
Tata Cara Penghitungan Pembebanan Untuk
Bangunan Rumah Dan Gedung.
Combination 1 :1.4 D
Combination 2 :1.2 D+1.6 L
Combination 3 :1.2 D+1.0 L+1.6 W
Combination 4:1.2 D+1.0 L+1.0 Ex+0.3 Ey
1.2 D+1.0 L+0.3 Ex+1.0 Ey
Combination 5 :0.9 D+1.6 W
Combination 6 :0.9 D+1.0 Ex+0.3 Ey
0.9 D+0.3 Ex+1.0 Ey
Pada SNI 03-1726-2002 Tabel 1, untuk stadion
yang dianggap sebagai gedung penting pada
keadaan darurat, faktor keutamaan, I = 1,4
Pada tabel 3, sistem dan subsistem struktur
gedung termasuk Sistem Rangka Pemikul
Momen Biasa (SRPMB).
Untuk beton bertulang, faktor reduksi gempa
maksimum, R m = 3,5
Dan pada tabel 6, spektrum respons gempa
rencana untuk wilayah gempa 2 dan jenis tanah
lunak, Tc = 1,0 detik
Sistem struktur yang dipakai adalah Sistem
Rangka Pemikul Momen (SRPM). Karena
bangunan berada di wilayah gempa zona 2,
maka perencanaan desain berdasarkan SNI 032847-2002 pasal 3 sampai pasal 20.

8.

Untuk elemen pelat pracetak digunakan pelat


pracetak tanpa lubang (Solid Slabs) dan untuk
balok digunakan balok berpenampang persegi
(Rectangular Beams).
9. Pengangkatan material pracetak dilakukan pada
umur beton 3 hari.
10. Sambungan yang dipakai adalah sambungan
cor di tempat atau disebut sambungan basah
(Wet Connection). Sambungan ini diletakkan
di pertemuan balok pracetak dengan kolom cast
in situ. Sambungan juga diletakkan di
pertemuan balok pracetak dengan pelat
pracetak. Letak sambungan tidak boleh di
daerah momen maksimum.
11. Daerah tribun dibagi atas beberapa bagian
dengan menempatkan siar dilatasi untuk
menampung berkembangnya struktur dan
adanya simpangan struktur (drift) akibat beban
gempa.

KOMPONEN

METODE

DIAGRAM ALIR TUGAS AKHIR


Metodologi yang digunakan dalam pembuatan
Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan mempelajari literatur serta
data yang berkaitan dengan perencanaan.
2. Desain awal ( Preliminary Design )
Penentuan dimensi elemen-elemen struktur
dengan memperhatikan kemudahan dalam
pelaksanaan.
3. Analisa pembebanan
Berdasarkan RSNI 3 Tata Cara Penghitungan
Pembebanan Untuk Bangunan Rumah Dan
Gedung dan SNI 03-1726-2002 Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan .

Kolom

cor ditempat

Balok
Pelat
Over topping
Tangga

Pracetak
Pracetak
cor ditempat
Pracetak

4.

Balok, pelat dan tangga menggunakan beton


pracetak karena memiliki bentuk yang seragam
dan jumlah berulang yang dimaksudkan untuk
optimasi.
Sedangkan
kolom
tidak
menggunakan beton pracetak melainkan
menggunakan beton konvensional, karena
kebutuhan tulangan yang beragam. Selain itu
sambungan antara kolom dan pondasi sangat
rawan dan pengerjaannya yang rumit.
Permodelan struktur :
Saat pemasangan, balok dimodelkan sebagai
balok sederhana di atas dua tumpuan. Pada
akhir konstruksi (setelah diberi topping)
dimodelkan sebagai balok menerus.
Pelat lantai dimodelkan sebagai diafragma
kaku yang berfungsi untuk mendistribusikan
gaya gempa yang terjadi pada unsur penahan
beban berupa frame balok dan kolom.
Tangga mempunyai tumpuan rol pada balok
bordes dan sendi pada balok lantai.

1.6.

5.
6.

Permodelan struktur meliputi :


Struktur utama dimodelkan sebagai Momen
Resisting Frame System.
Pada saat pelaksanaan (pemasangan), balok
dimodelkan sebagai simple span member.
Sedangkan setelah akhir konstruksi (setelah
diberi
topping)
dimodelkan
sebagai
continuous beam.
Secara keseluruhan struktur direncanakan
dengan menggunakan tingkat daktilitas
terbatas.
Analisa gaya-gaya dalam akibat pembebanan
yang terjadi pada struktur.
Detail elemen struktur termasuk didalamnya
pemilihan tipe sambungan yang akan
digunakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. PENGERTIAN SISTEM PRACETAK
Sebagian besar dari elemen struktur
pracetak dicetak di tempat tertentu (dapat di lokasi
proyek ataupun di luar lokasi proyek yang memang
pada umumnya memproduksi elemen-elemen beton
pracetak).
Selanjutnya
komponen-komponen
tersebut dipasang sesuai keberadaannya sebagai

komponen struktur, sebagai bagian dari sistem


struktur beton.
2.2. PERBANDINGAN
SISTEM
KONVENSIONAL
DAN
SISTEM
PRACETAK
Tabel 2.1. Perbandingan Sistem Konvensional
Dengan Sistem Pracetak
ITEM

KONVENSIONAL

Desain

Sederhana

Bentuk dan
ukurannya

Efisien untuk bentuk


yang tidak teratur dan
bentang-bentang yang
tidak mengulang.

Waktu
pelaksanaan

Lebih lama.

Teknologi
pelaksanaan

Konvensional

Koordinasi
pelaksanaan

Kompleks

Pengawasan
/kontrol
kerja
Kondisi
lahan
Kondisi
cuaca
Ketepatan/a
kurasi
ukuran
Kualitas

Bersifat kompleks, serta


dilakukan dengan cara
terus menerus.
Butuh area yang relatif
luas
karena
butuh
adanya
penimbunan
material dan ruang
gerak.
Banyak
dipengaruhi
oleh keadaan cuaca.
Sangat
tergantung
keahlian pelaksana.
Sangat
tergantung
banyak faktor, terutama
keahlian pekerja dan
pengawasan.

PRACETAK
Membutuhkan wawasan yang luas
terutama yang ada kaitannya dengan
fabrikasi sistem, transportasi serta
pelaksanaan
atau
pemasangan
komponen, sistem sambungan dan
sebagainya.
Efisien
untuk
bentuk
yang
teratur/relatif besar dengan jumlah
bentuk-bentuk yang berulang
Lebih
cepat,
karena
dapat
dilaksanakan secara pararel sehingga
hemat waktu 20-25%
Butuh tenaga yang mempunyai
keahlian
Lebih sederhana, karena semua
pengecoran elemen struktur pracetak
telah dilakukan di pabrik.
Sifatnya lebih mudah karena telah
dilakukan pengawasan oleh kualitas
kontrol di pabrik.
Tidak memerlukan lahan yang luas
untuk penyimpanan material selama
proses
pengerjaan
konstruksi
berlangsung, sehingga lebih bersih
terhadap lingkungan.
Tidak dipengaruhi cuaca karena
dibuat di pabrik.
Karena dilaksanakan di pabrik, maka
ketepatan ukuran lebih terjamin.
Lebih terjamin kualitasnya karena di
kerjakan
di
pabrik
dengan
menggunakan sistem pengawasan
pabrik.

2.3. ELEMEN
STRUKTUR
PRACETAK
YANG UMUM DIPAKAI
2.3.1. Pelat
Pelat dianggap sebagai diafragma yang sangat
kaku untuk mendistribusikan gempa. Pada waktu
pengangkutan atau sebelum komposit, beban yang
bekerja adalah berat sendiri pelat, sedangkan beban
total yang diterima oleh pelat terjadi saat pelat
sudah komposit.
Untuk pelat pracetak (precast slab), ada
beberapa jenis yang umum digunakan yaitu :
1. Pelat pracetak berlubang (Hollow Core Slab)
Pelat pracetak dimana ukuran tebal lebih besar
dibanding dengan pelat pracetak tanpa lubang.
Biasanya pelat tipe ini menggunakan kabel
pratekan. Keuntungan dari pelat jenis ini adalah
lebih ringan, tingkat durabilitas yang tinggi dan
ketahanan terhadap api sangat tinggi. Pelat jenis ini
memiliki lebar rata-rata 2 hingga 8 feet dan tebal
rata-rata 4inchi hingga 15 inchi.

2.

Pelat pracetak tanpa lubang (Solid Slabs)

Adalah pelat pracetak dimana tebal pelat lebih


tipis dibandingkan dengan pelat pracetak dengan
lubang. Keuntungan dari penggunaan pelat ini
adalah mudah dalam penumpukan karena tidak
memakan banyak tempat. Pelat ini bisa berupa pelat
pratekan atau beton bertulang biasa dengan
ketebalan dan lebar yang bervariasi. Umumnya
bentang dari pelat ini antara 5 hingga 35 feet.
3.

Pelat pracetak Double Tees dan Single Tee

Pelat ini berbeda dengan pelat yang sudah


dijelaskan sebelumnya. Pada pelat ini ada bagian
berupa dua buah kaki sehingga tampak seperti dua
T yang terhubung.

2.3.2. Balok
Balok memikul beban pelat dan berat sendiri.
Selain itu, balok juga berfungsi untuk memikul
beban-beban lain yang bekerja pada struktur
tersebut.
Untuk balok pracetak (Precast Beam), ada dua
jenis balok yang sering atau umum digunakan :
1. Balok berpenampang persegi (Rectangular Beam)
:

2. Balok berpenampang L (L-Shaped Beam)

3. Balok berpenampang T terbalik (Inverted Tee


Beam)

2.4. SAMBUNGAN
2.4.1. Sambungan
Daktail
Dengan
Cor
Setempat
Sambungan ini merupakan sambungan
dengan menggunakan tulangan biasa sebagai
penyambung / penghubung antar elemen beton baik
antar pracetak ataupun antara pracetak dengan cor
ditempat. Elemen pracetak yang sudah berada di
tempatnya akan di cor bagian ujungnya untuk
menyambungkan elemen satu dengan yang lain
agar menjadi satu kesatuan yang monolit.
Sambungan jenis ini disebut dengan sambungan
basah.
Penampang A
cor ditempat

Penampang A
cor ditempat

Expected Relocated Hinging Zone


Top of Beam

Penampang B

Penampang B
Bottom of Beam

d
1.5 d

Sambungan Daktail dengan Cor Ditempat

Skematis dari detail balok dengan penempatan sendi plastis

Daktail
Dengan
2.4.2. Sambungan
Menggunakan Las
Ochs dan Ehsani (1993) mengusulkan dua
sambungan las pada penempatan di lokasi sendi
plastis pada permukaan kolom sesuai dengan
konsep Strong Column Weak Beam. Pada konsep
ini, sendi plastis direncanakan terjadi pada ujung
balok dekat kolom. Sebagai gambaran, akan
dicontohkan sambungan balok dengan kolom
dengan menggunakan las. Untuk pertemuan antara
balok dengan kolom, pada balok dan kolom
dipasang pelat baja yang ditanam masuk pada
daerah tulangan kolom dan kemudian di cor pada
waktu pembuatan elemen pracetak. Pada kedua
ujung balok, pelat baja ditanam pada bagian atas
dan bawah. Pada perakitan komponen pracetak
yang menggunakan las, untuk kolom terlebih
dahulu berdiri kemudian dilakukan pengelasan pada
kedua pelat tersebut untuk menyambungnya dengan
balok. Keuntungan dari cara ini adalah dari segi
pengerjaan dan pelaksanaannya, karena elemenelemennya tunggal dan berbentuk lurus,
pengangkutan dan pengangkatannya lebih mudah
sehingga lebih ekonomis. Kerugiannya adalah
sambungan pada balok kolom sangatlah rawan,
biaya relatif besar dan pekerjaan lebih sulit karena
memerlukan ketelitian dalam pengelasan.

Englekirk dan Nakaki, Inc. Irvine California


dan Dywidag System International USA, Inc. Long
Beach California telah mengembangkan sistem
dengan menggunakan penyambungan daktail yang
dikenal dengan DPCF System (Ductile Precast
Concrete Frame System). Penyambungan ini
dilakukan
menggunakan
baut
untuk
menghubungkan elemen satu dengan yang lain.
Dari hasil percobaan, system DPCF ini berperilaku
monolit lebih baik, khususnya untuk moment
Resisting Space Frame karena memberikan drift
gedung 4% tanpa kehilangan kekuatan pada saat
terjadi post yield cycles.

III. PERENC. STRUKTUR SEKUNDER


3.1 DATA BANGUNAN
Nama bangunan : Stadion Utama Palaran
Lokasi bangunan : Kec. Palaran-Samarinda
Zona gempa
: Zona 2
Mutu beton (fc) : 25 Mpa
Mutu baja ( fy ) : 390 Mpa
3.2 PERENCANAAN AWAL
3.2.1. BALOK
1
h
h
15 20
16
b

2.4.3. Sambungan Daktail Mekanik


French and Friends (1989) mengembangkan
sambungan yang menggunakan post-tension untuk
menghubungkan antara balok dan kolom. Pada
sambungan post-tension ini dirancang pelelehan
terjadi pada daerah lokasi antara pertemuan balok
dan kolom. Sebagai alat penyambung, digunakanlah
treaded coupler yang dipasang pada ujung tulangan.
Dengan adanya treaded coupler, maka ujung
tulangan baja dapat dimasukkan pada lubang
tersebut. Satu hal yang perlu mendapat perhatian
adalah ketelitian, ketrampilan dan keahlian khusus
dalam memasang alat ini.
post-tensioning rod
grout
coupler

bearing strips

2.4.4. Sambungan
Daktail
Menggunakan Baut

Dengan

Dimensi awal balok :


Memanjang
: 7.85 m
40 cm x 70 cm
9.00 m
40 cm x 70 cm
10.00 m
40 cm x 70 cm
10.15 m
40 cm x 70 cm
11.60 m
60 cm x 100 cm
12.62 m
60 cm x 100 cm
14.10 m
60 cm x 100 cm
15.00 m
60 cm x 100 cm
: 8.00 m
40 cm x 70 cm
Melintang
Anak
: 7.375 m
30 cm x 47 cm
8.00 m
30 cm x 55 cm
3.2.2. KOLOM
Portal A : 60 cm x 60 cm
Portal B : 60 cm x 60 cm
Portal C : 60 cm x 60 cm
Portal D : 90 cm x 90 cm
Portal E : 90 cm x 90 cm
Portal F : 90 cm x 90 cm
Portal G : 90 cm x 90 cm
3.2.3. PELAT
m 0,2 maka tebal pelat minimum tanpa
penebalan, 120 mm.
0,2 < m 2 maka tebal pelat minimum harus
memenuhi :
, tidak boleh < 120 mm
fy

ln 08

1500

36 5 m 0.2

m > 2 maka tebal pelat minimum harus


memenuhi
fy , tidak boleh < 90 mm

ln 08

1500

36 9

Tebal pelat lantai

14 cm dan pelat tribun 12 cm.

4.2. BALOK INDUK PRACETAK

3.3 PELAT PRACETAK


Penulangan Pelat Tribun D
Ukuran
Tulangan Pakai
pelat(m2)
Arah X
Arah Y
4
7.5
12
300
12
300
4
7.1
12
300
12
300
4
6.3
12
300
12
300
4
5.8
12
300
12
300
4
5.1
12
300
12
300
4
5
12
300
12
300
Penulangan Pelat Tribun G
Ukuran

Tulangan Pakai

pelat(m2)
4

Arah X
12

Arah Y

300

12

300

3.4 TANGGA PRACETAK


Data Perencanaan
fc
= 25 MPa
fy
= 390 MPa
Tebal plat tangga
= 20 cm
Tebal plat bordes
= 20 cm
Tinggi antar lantai
= 450 cm
Tinggi injakan ( t )
= 25 cm
Lebar injakan ( i )
= 28 cm
Jumlah anak tangga
= 8 buah
tidak termasuk bordes
Panjang plat tangga ( horizontal ) = 224 cm
Lebar bordes
= 106 cm
Sudut kemiringan tangga
= 42
3.5 BALOK ANAK PRACETAK
Pembebanan (Ekivalen)
- Segitiga
1
qek

- Dua Segitiga

qek

Tabel
L(m)
7.375
6.525
6.075
5.3
5
4.775
Tabel
L(m)
8
5

7.5.
Lx
4
4
4
4
4
4
7.6.
Lx
4
4

1 Lx
1

x q x Lx 1 -
2
3 Ly

Penulangan Balok Anak Tribun D


Ly
Tul.Tarik
Tul.tekan
7.5
6
D18
3
D18
8
7.1
5
D18
3
D18
8
6.3
5
D18
3
D18
8
5.8
3
D18
2
D18
8
5.1
3
D18
2
D18
8
5
3
D18
2
D18
8
Penulangan Balok Anak Tribun G
Ly
Tul.Tarik
TulTekan
5
6
D18
4
D18
8
5
3
D18
2
D18
8

7.7.

Penulangan Balok Induk Memanjang Tribun D

L(m)

Lx

Ly

15

14.1

12.62
11.6

Tumpuan

Lapangan
Tul.Tarik

Tul.Tekan

7.5

D32

D32

14

7.1

D32

D32

14

6.3

D32

D32

5.8

D32

D32

10.15

5.1

D32

10

D32

4.5

D29

3.9

D29

7.85

Tul.Tarik

Tul.Tekan

220

D32

D32

14

200

170

D32

D32

14

150

14

200

D32

D32

14

150

14

220

D32

D32

14

150

D32

12

140

D32

D32

14

100

D32

12

150

D32

D32

14

100

D29

12

170

D29

D29

12

150

D29

12

290

D29

D29

12

250

Tabel

7.8.

Penulangan Balok Induk Melintang Tribun D

L(m)

Lx

Ly

Lapangan

Tumpuan

Tul.Tarik

Tul.Tekan

7.5

D32

D32

12

7.1

D32

D32

12

6.3

D32

D32

5.8

D32

5.1

D32

Tul.Tarik

Tul.Tekan

150

D32

D32

12

100

150

D32

D32

12

100

12

150

D32

D32

12

100

D32

12

150

D32

D32

12

100

D32

12

150

D32

D32

12

60

Penulangan Balok Induk Memanjang Balok G


Lantai

L(m)

Lapangan

Tumpuan

Tul.Tarik

Tul.Tekan

10

D32

D32

14

10

D32

D32

10

D32

D32

10

D32

10

D32

x q x Lx
3
1
qek x q x Lx
4

- Trapesium

Tabel

TulTarik

Tul.Tekan

170

D32

D32

14

150

14

170

D32

D32

14

150

14

170

D32

D32

14

150

D32

14

170

D32

D32

14

150

D32

14

160

D32

D32

14

100

Penulangan Balok Induk Melintang Balok G

Lantai

L(m)

2
3
4

Lapangan

Tumpuan

Tul.Tarik

Tul.Tekan

D32

D32

14

D32

D32

14

D32

D32

14

Tul.Tarik

Tul.Tekan

190

D32

D32

14

150

200

D32

D32

14

150

170

D32

D32

14

150

s
90
100
100
100
140
140

4.3. PERHITUNGAN KOLOM


Menggunakan 3 metode, yaitu :
Diagram Interaksi
Untuk kolom dimensi 90cmx90cm adalah 12 D32
Analisa Manual

IV. PERENC. STRUKTUR PRIMER


4.1. ANALISA STRUKTUR UTAMA
Stadion dimodelkan sebagai Momen Resisting
Frame System (MRFS), yaitu dimana beban

Diagram Interaksi Kolom

16000

90
140

14000

0. 13500.1698

12000
Pu (kN)

gravitasi dan beban lateral dipikul sepenuhnya oleh


frame. Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur
gedung tidak beraturan, sehingga analisa gempa
mengunakan analisa beban dinamis.

10000
8000

507.399348.
7079.4265

6000
4000

2593.404401.
5606.81352

2000
0
0

500

1000

1050.678521.
0
1500
2000
Mu (kN.m)

2500

3000

Program bantu PCACOL

Tabel
Lt
Pr
1
A
B
C
D
E
F
G
2
C
D
E
F
3
C
D
E
F
4
D
E
F
5
D
Tabel
Lt
Pr
1
A
B
C
D
E
2
C
D
E
3
C
D
E
4
D
5
D

Sambungan basah mengandalkan panjang


penyaluran dari tulangan masing-masing elemen
pracetak.
5.1. SAMBUNGAN BALOK INDUK-KOLOM

4.15.
Penulangan Kolom Tribun D
Dimensi
h(cm)
Tulangan
s pakai
600
600
300
8
D32
14
150
600
600
750
8
D32
14
220
600
600
750
8
D32
14
220
900
900
750
12
D32
14
350
900
900
750
12
D32
14
370
900
900
750
12
D32
14
370
900
900
750
12
D32
14
300
600
600
450
8
D32
14
220
900
900
450
12
D32
14
250
900
900
450
12
D32
14
250
900
900
450
12
D32
14
200
600
600
450
8
D32
14
220
900
900
450
12
D32
14
250
900
900
450
12
D32
14
250
900
900
450
12
D32
14
300
900
900
450
12
D32
14
250
900
900
450
12
D32
14
150
900
900
450
12
D32
14
200
900
900
300
12
D32
14
370
4.16.
:
Penulangan Kolom Tribun G
Dimensi
h(cm)
Tulangan
s pakai
600
600
300
16
D32
14
70
600
600
750
8
D32
14
220
600
600
750
8
D32
14
220
600
600
750
8
D32
14
220
600
600
750
8
D32
14
220
600
600
450
8
D32
14
220
600
600
450
8
D32
14
220
600
600
450
8
D32
14
200
600
600
450
8
D32
14
130
600
600
450
8
D32
14
130
600
600
450
8
D32
14
180
600
600
450
12
D32
14
130
600
600
300
12
D32
14
150

4.4. SAMBUNGAN BALOK-KOLOM


Sebagai contoh diambil hubungan balok-kolom
(HBK) dengan tulangan paling banyak yaitu kolom
F balok 17 di lantai 2.
Karena HBK diambil dari balok yang memiliki
tulangan paling banyak dan penulangan transversal
dipasang secara seragam pada tiap lantai, maka
dipastikan bahwa HBK yang lain akan memenuhi
persyaratan.
Mu = 1999802291 Nmm

Vh = 4415819.1 N

7 D 32
T1 = 2335393.3 N

Mu(+) = 1598139945 Nmm

T2 = 1191625 N
4 D 32

Vh = 3846986.5 N

Mu = 1199881374 Nmm

V. SAMBUNGAN PRACETAK

Mu(-) = 1601543720 Nmm

600 mm
Panjang penyaluran : Tul. tekan
Tul. tarik
650 mm
5.2. SAMBUNGAN BALOK ANAK-BALOK
INDUK

Panjang penyaluran : Tul. tekan


600 mm
Tul. tarik
650 mm
5.3. SAMBUNGAN PELAT-BALOK
tu lang an tu m pu an
T ulan gan atas

O V E R T O PPIN G
PE L A T P R A C E T A K
B A LO K PR A C E TA K

S am bungan P elat den gan B alok

Panjang penyaluran : Tul. tekan


Tul. tarik

240 mm
590 mm

VI. PELAKSANAAN
1. Pemasangan bekisting untuk pembuatan kolom.
2. Pemasangan balok induk pracetak.
3. Pemasangan balok anak pracetak.
4. Pemasangan tangga pracetak.
5. Pemasangan pelat pracetak.
6. Pemasangan tulangan atas.
7. Pengecoran topping.
8. Untuk pekerjaan lantai selanjutnya sesuai tahapan
di atas.
VII. KESIMPULAN
1. Jumlah tipe elemen yang dimensinya berbeda
sedapat mungkin diminimalkan untuk lebih
mengoptimumkan bentuk cetakan.
2. Sambungan antara elemen pada struktur, seperti
sambungan balok dan kolom serta balok induk
dan balok anak diusahakan supaya memenuhi
kriteria jenis sambungan agar dapat bekerja
sesuai dengan yang direncanakan.
3. Pelaksanaan metode pracetak menjadi suatu hal
yang sangat mungkin dilakukan di Indonesia,
hanya saja diperlukan ketelitian dan keahlian
dalam penggarapannya.

Anda mungkin juga menyukai