PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan
melakukan malpraktek makin meningkat dimana-mana, termasuk di
negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum
masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Disisi lain
para dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya
dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya
dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur,
memberikan terapi dan melakukan tindakan
medik sesuai
standar
dilakukan dalam
kaitannya
dengan malpraktek.
Dari permasalahan diatas, penulis tertarik untuk menulis suatu
tulisan yang berbentuk paper dengan judul Aspek-Aspek Hukum
Malpraktek di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan diatas, dapat diajukan dua rumusan pe
rmasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aspek hukum yang mengatur mengenai malpraktik di
Indonesia
2. Upaya apakah yang dapat dilakukan dalam rangka penegakkan
hukum Malpraktik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Malpraktek Medik
Malpraktek
medik
adalah
kelalaian
seorang
dokter
untuk
pembedahan
dengan
tidak
perlu
dilakukan,
jadi
semata-mata
untuk
lege artis)
3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan
tidak hati-hati.
4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik
kedokteran, maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat
menuntut penggantian kerugian kerena kelalaian, maka Penggugatan
harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:
1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.
2. Dokter
telah
melanggar
standar
pelayanan
medik
yang
lazim
dipergunakan.
3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti
ruginya.
4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar
Kadang-kadang penggugat tidak perlu membuktikan adanya kelalaian
yang tergugat. Dalam hukum terdapat suatu kaidah yang berbunyi Res
Ipsa
Loquitur,
yang
berarti
faktanya
telah
berbicara,
misalnya
menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka dokterlah yang
harus
membuktikan
tidak
adanya
kelalaian
pada
dirinya.
Kelalaian dalam arti perdata berbeda dengan arti pidana. Dalam arti
pidana (kriminil), kelalaian menunjukkan kepada adanya suatu sikapyang
sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap
sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya resiko yang bisa
menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung
jawabterhadap tuntutan kriminal oleh Negara.
Contoh Kasus
1. Seorang dokter memberi cuti sakit berulang-ulang kepada seorang
tahanan, padahal orang tersebut mampu menghadiri sidang pengadilan
perkaranya. Dalam hal ini dokter terkena pelanggaran Kode Etik
Kedokteran (KODEKI) Bab-I pasal 7 dan KUHP pasal 267. KODEKI Bab I
pasal 7; Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapatyang
dapat dibuktikan kebenarannya. KUHP pasal 267 Dokter yang dengan
sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak
adanya
penyakit,
kelemahan
atau
cacat,
dihukum
dengan
tertunda
tunda,
sehingga
penderita
meninggal
dunia.
tertundanya
pembedahan
tersebut
disebabkan
keluarga
di
tengah-tengah
masyarakat,
masih
menghadapi
hambatan-
bertugas
melakukan
pembinaan
etika
profesi
dan
penegak
hukum
tentang
ilmu
dan
teknologi
kedokteran
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Malpraktek dalam kaitan dengan standard profesi kedokteran ada
berbagai perumusan dari ahli hukum yaitu bahwa berbuat secara
teliti/seksama berdasarkan ukuran medik. Malpraktek medik adalah kelalaian
seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu
pengetahuan yang lazim di pergunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Dimana sebagai
seorang dokter yang memiliki kemampuan rata-rata dalam sarana yang
sama dan kondisi yang sama. Upaya yang sebanding dengan tujuan konkrit
tindakan perbuatan medik tersebut. Aspek hukum yang mengatur tentang
malpraktek di Indonesia adalah;
1. UU RI No.29 thn. 2004 tentang praktek Kedokteran
2. KUHP
3. UUD 1945
Upaya hukum yang dapat dilakukan terkait dengan masalah malpraktek
diatur dalam ketentuan pidana dalam UU praktek Kedokteran No.29 tahun
2004. Seorang dokter yang melakukan malpraktek harus memerlukan
10
pembuktian. Adanya unsure kelalaian (Culva Lata) dan juga adanya akibat
fatal dari malpraktek tersebut dapat dipidana.
11