Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSTRACTION
This Research will be [done/conducted] [by] [at] Madrasah Aliyah (MA)
Environmental [of] Institution Education of Loud Maisonette hamzanwadi [of]
Darunnahdlatain (YPHPPD) Nahdlatul Wathan (NW) Pancor Lombok Timur subprovince, aim to to know: (1) Influence of co-operative strategy of GI and of inkuiri
to achievement learn student, (2) Influence of low and high erudite attitude to
achievement learn student, (3) Interaction [among/between] co-operative strategy of
GI and of inkuiri with erudite attitude to achievement learn student, (4) For the
strategy of co-operative of GI: Influence of low and high erudite attitude to
achievement learn student, (5) For the strategy of inkuiri: Influence of low and high
erudite attitude to achievement learn student, (6) For high erudite attitude: Influence
of co-operative strategy of GI and of inkuiri to achievement learn student, (7) For
erudite attitude lower: Influence of co-operative strategy of GI and of inkuiri to
achievement learn student. Method which [is] used in this research [is] experiment
method with analysis of variansi factorial [of] design 2x2. Population in this research
[is] all class student of X [in] MA YPHPPD NW Pancor study year selingkungan
2015 / 2016, and sampel will be taken with technique of cluster sampling random.
Data in this research there [is] two that is achievement data learn to be taken to use
objective tes [of] double helix and erudite attitude data [of] student to be taken to use
scale attitude enquette of likert. obtained data later;then will be analysed its its[his]
with equation of Lillifors and of kolmogogorof data homogeneity and smirnov with
equation of Bartleth and of Levens test, after fulfilling conditions of analysis
later;then will test [by] its hypothesis use analysis of variansi two band 2x2
constructively computer program of SPSS version 16
Keyword: Strategy Co-Operative of GI, Inkuiri, Erudite Attitude, Achievement learn.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang
berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara
efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu,
hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya,
termasuk Indonesia. Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang kuat, peradaban
yang bermartabat, dan kemampuan bersaing dengan bangsa lain, maka mutu
pendidikan harus terus ditingkatkan. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan,
pemerintah telah banyak melakukan perbaikan dan reorientasi kurikulum. Usaha ini
tentu tidak akan berarti jika tidak didukung oleh guru-guru yang handal dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk itu, profesionalisme guru harus ditegakkan dengan
cara pemenuhan syarat-syarat kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap guru, baik
di bidang penguasaan keahlian materi keilmuan maupun metodologinya.
Peters dalam Mulyasa (2006:190) menyatakan bahwa Proses dan hasil belajar
peserta didik bergantung kepada kompetensi guru dan ketrampilan mengajar. Guru
mempunyai peran penting dalam meningkatkan proses dan hasil belajar, sehingga
guru harus berusaha meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik,
sosial, kepribadian maupun profesional. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara optimal, maka guru dituntut mempunyai ketrampilan dalam mengelola
kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik dan
materi pelajaran serta daya dukung sarana pembelajaran. Ada beberapa hal yang
mempengaruhi guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Pertama, adalah
berkaitan dengan kemampuan guru atau penguasaannya terhadap teori, metode, dan
praktik pembelajaran. Kedua, berkaitan dengan motivasi dan kreativitas guru. Ketiga,
3
terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Dari ketiga hal
tersebut, faktor pertama dan kedua merupakan prasyarat yang utama. Tanpa
kemampuan, motivasi, dan kreativitas, guru akan cenderung mengajar secara
tradisional, yaitu hanya menyampaikan materi yang ada pada buku pelajaran dengan
metode ceramah.
Madrasah Aliyah (MA) di lingkungan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok
Pesantren Darunnahdlatain (YPHPPD) Nahdlatul Wathan (NW) Pancor Kabupaten
Lombok Timur telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
sejak tahun pelajaran 2007/2008. Seperti kebanyakan sekolah penyelenggara KTSP,
keterlaksanaan kurikulum di sekolah ini baru pada tahap pengadaan dokumen KTSP
saja, sedangkan sistem pembelajarannya masih belum memenuhi kreteria tuntutan
kurikulum. Kegiatan pembelajarannya masih menggunakan pendekatan konvensional
yang didominasi oleh metode ceramah. Atau dengan kata lain, kegiatan pembelajaran
yang disajikan kurang berkualitas. Sebagai dampak dari kegiatan pembelajaran yang
kurang berkualitas, maka prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor masih
tergolong rendah.
Ada dua faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar fisika di MA di
lingkungan YPHPPD NW Pancor, yaitu faktor internal dan eksternal siswa. Faktor
internal siswa yang belum mendapatkan perhatian guru diantaranya: minat dan
motivasi belajar, kreativitas, dan sikap ilmiah siswa. Sedangkan faktor eksternal yang
belum mendapatkan perhatian guru adalah pemilihan model, pendekatan, strategi,
metode, dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materi
pembelajaran. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, proses pembelajaran
fisika di MA selingkungan YPHPPD NW Pancor masih cenderung berpusat pada
keaktifan guru (teacher centered) yang seharusnya dialihkan pada keaktifan siswa
(student centered). Agar aktivitas siswa muncul dalam kegiatan pembelajaran, maka
guru harus mampu menampilkan kegiatan pembelajaran yang menarik dan
menantang. Sugiyanto (2007:4) menyatakan bahwa Profesionalisme seorang guru
bukanlah pada kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuannya, tetapi lebih pada
kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi
siswanya. Jadi, guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran sehingga
siswanya berminat dan termotivasi untuk belajar. Masih dari pengamatan di
fakta-fakta,
prinsip-prinsip,
hukum-hukum
dan
teori-teori,
tetapi
faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara orang tua
mendidik, hubungan antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi orang
tua, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi
metode pembelajaran, kurikulum, hubungan guru dan siswa, hubungan siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standard pelajaran, keadaan
gedung, dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa
dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. Di
dalam penelitian ini faktor internal yang perlu diperhatikan sebagai variable
moderator adalah sikap ilmiah dan minat belajar fisika. Sedangkan faktor eksternal
yang yang digunakan sebagai perlakuan (variable bebas) adalah model pembelajaran
berbasis observasi gejala fisis melalui metode metode eksperimen dan inkuiri
terbimbing.
Pada Rancangan Penilaian Hasil Belajar, Depdiknas (2008:3), dijelaskan bahwa
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan. Jadi, penilaian adalah suatu kegiatan yang merupakan
bagian integral dari proses pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan untuk mengetahui pretasi belajar siswa. Penilaian dalam KTSP
adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang
dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses
pembelajaran dan atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah
keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang
ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa
Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam
Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus
dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Berkaitan dengan
prestasi belajar ini, Bloom membagi kawasan belajar menjadi tiga ranah yaitu: (1)
kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor. 1) Ranah Kognitif (cognitive domain).
Meliputi enam tingkatan yait: (1) Pengetahuan (knowledge), berupa pengenalan dan
pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah dan prinsip-prinsip
dalam bentuk yang dipelajari. (2) Pemahaman (comprehension), mencakup
kemampuan mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa menghubungkan
dengan isi pelajaran lainnya. (3) Penerapan (Application), mencakup kemampuan
untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem
yang konkret dan baru. (4) Analisis (analysis), mencakup kertramplian untuk merinci
suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau
organisasinya dapat dianalisa dengan baik. (5) Sintesis (synthesis), mencakup
kemampuan untuk membentuk satu kesatuan isi pola baru. (6) Evaluasi (evaluation),
mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau
beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasarkan
kriteria tertentu. (2) Ranah Afektif (afective domain). Meliputi lima tingkatan
yaitu : (1) Penerimaan (receiving), mencakup kepekaan akan adanya suatu
perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu. Pada peringkat
receiving atau attending ini, siswa memiliki keinginan memperhatikan suatu
fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, materi pelajaran tertentu ,
buku dan sebagainya. Tugas guru adalah mengarahkan perhatian siswa pada
fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. (2) Partisipasi (responding),
menecakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam
suatu kegiatan Peringkat responding merupakan partisipasi aktif siswa, yaitu sebagai
bagian dari perilakunya. Pada peringkat ini siswa tidak saja memperhatikan
fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada daerah ini
menekankan pada pemerolehan respons berkeinginan memberi respon, atau kepuasan
dalam memberi respons. Pringkat yang paling tinggi pada kategori ini adalah minat,
yaitu hal-hal khusus yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada
10
11
keterampilan
interpersonal
dan
kelompok.
Terjadi
pembelajaran
12
belajarnya. Bayer (1971) mengemukakan, inkuiri terdiri atas tiga kompenen yaitu:
pengetahuan, sikap dan nilai, dan proses dengan hubungannya seperti pada gambar 1.
PENGETAHUAN
PROSES
mudah
menyesuaikan
diri
terhadap
perubahan
yang
terjadi
pada
Menurut Gagne dan Briggs, yang dikutip Catharina Tri Annie (2004:25)
mengklasifikasikan tujuan pembelajaran ke dalam lima kategori adalah kemahiran
intelektual (intelectual skill), strategi kognitif (cognitif strategies), informasi verbal
(verbal information), kemahiran motorik ( motor sklills), dan sikap ( attitudes).
Sikap atau (attitudes) merupakan kecenderungan untuk bertindak (tendency to
behave). Wilayah sikap mencakup juga wilayah kognitif dan psikomotor. Sikap dapat
membatasi atau mempermudah anak untuk menerapkan keterampilan dan
pengetahuan yang sudah dikuasai. Anak tidak akan berusaha untuk memahami suatu
konsep jika dia tidak memiliki kemauan untuk itu, sedangkan kemauan berada dalam
wilayah sikap. Karena itu, sikap seseorang terhadap mata pelajaran sangat
berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran. Istilah sikap yang dalam bahasa
Inggris disebut attitude, berasal dari bahasa latin yakni aptus yang berarti keadaan
siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Sedangkan menurut
Ngalim Purwanto (2006:141), sikap adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu
perangsang. Jadi sikap seseorang siswa menentukan bagaimana ia bereaksi terhadap
situasi serta menentukan apa yang dicari dalam kehidupannya. Sikap selalu
berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek itu disertai perasaan positif
atau negatif. Secara umum dapat dikatakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang
senantiasa cenderung untuk berprilaku atau bereaksi dengan cara tertentu ketika
berhadapan dengan suatu masalah atau obyek.
Attitude yang dikembangkan dalam IPA adalah sikap ilmiah yang lazim dikenal
dengan scientific attitude. Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa :Sikap
ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan saat mereka
melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain kecendrungan
individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara
sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Jadi, sikap ilmiah merupakan sikap yang
harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalanpersoalan ilmiah. Dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi, seorang
ilmuwan selalu menggunakan metode ilmiah. Sikap dan metode ilmiah ini perlu
dikembangkan pada diri siswa dalam kegiatan pembelajaran fisika, sehingga siswa
merasakan bagaimana seorang ilmuwan menemukan fakta, konsep, prinsip, hukum
dan teori yang berkaitan dengan materi pelajaran. Berdasarkan ciri-ciri sikap positif
siswa yang menunjukkan sikap ilmiah dalam metode sains, mengajarkan: (1) tidak
berprasangka dalam mengambil keputusan, (2) sanggup menerima gagasan baru dan
semangat baru, (3) sanggup menerima kesimpulan dari hasil eksperimen bebas bila
ada bukti yang menyakinkan kebenarannya, (4) bebas dari takhayul, (5) dapat
membedakan fakta dan opini, (6) membuat perencanaan yang teliti sebelum
14
melakukan kegiatan ilmiah, (7) teliti, hati-hati dan seksama dalam bertindak, (8)
ingin tahu, apa, bagaimana dan mengapa demikian, dan (9) menghargai penemuan
para ahli. (Sukarno, 1981: 21).
Mukayat Brotowidjoyo (1985:31-34) mengemukaan beberapa sikap ilmiah yang
biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah,
antara lain: (1) Sikap ingin tahu, yaitu apabila menghadapi suatu masalah yang baru
dikenalnya maka ia berusaha mengetahuinya, senang mengajukan pertanyaan tentang
obyek dan peristiwa, kebiasaan menggunakan alat indera sebanyak mungkin untuk
menyelidiki suatu masalah, dan memperlihatkan gairah serta kesungguhan dalam
menyelesaikan eksprimen. (2) Sikap kritis, yaitu tidak langsung begitu saja
menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan buktibukti pada waktu menarik kesimpulan, tidak merasa paling benar yang harus diikuti
oleh orang lain, dan bersedia mengubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang
kuat. (3) Sikap obyektif, yaitu melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu,
menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya sendiri. Dengan kata lain
mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai
subjek. (4) Sikap ingin menemukan, yaitu selalu memberikan saran-saran untuk
eksperimen baru, kebiasaan menggunakan eksprimen-eksprimen dengan cara yang
baik dan konstruktif, dan selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan
yang dilakukannya. (5) Sikap menghargai karya orang lain, yaitu tidak akan
mengakui dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, dan menerima
kebenaran ilmiah walaupun ditemukan oleh orang atau bangsa lain. (6) Sikap tekun,
yaitu tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang
hasilnya meragukan, tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum
selesai, dan terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan
teliti. 7) Sikap terbuka, yaitu bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun
berbeda dengan apa yang diketahuinya. Terbuka menerima kritikan dan respon
negatif terhadap pendapatnya.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah siswa
adalah tingkat kesesuaian tingkah laku siswa terhadap proses belajar mengajar yang
memiliki ciri-ciri: rasa ingin tahu, jujur, obyektif, tekun, teliti, terbuka, kritis,
menghargai penemuan atau karya orang lain, menghargai pendapat orang lain, dan
sanggup menerima gagasan baru dan semangat baru. Sikap dan metode ilmiah harus
dikembangkan pada diri siswa dalam kegiatan pembelajaran fisikaagar siswa
merasakan proses menemukan konsep yang berkaitan dengan materi yang pelajari.
Pengukuran sikap ilmiah didasarkan pada skor yang diperoleh siswa dalam
pengisian angket. Menurut Riduwan (2008:99), Angket adalah daftar pertanyaan
15
yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respon (responden) sesuai
dengan permintaan pengguna. Jadi angket adalah merupakan alat serta teknik
pengumpulan data yang mengandalkan informasi atau keterangan yang ada pada diri
responden melalui daftar tertulis. Angket dibedakan menjadi dua jenis yaitu angket
terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka (angket tidak terstruktur) adalah angket
yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian
sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Sedangkan angket tertutup (angket
terstruktur) adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikan rupa sehingga
responden dengan cara memberikan tanda silang (X) atau tanda contreng (). Untuk
mengukur sikap ilmiah digunakan skala Linkert (linkert scale). Variabel sikap ilmiah
yang akan diukur dijabarkan menjadi komponen atau aspek sikap ilmiah, yaitu: jujur,
teliti atau cermat, tanggung jawab, disiplin, rasa ingin tahu, menghargai pendapat
orang lain, menyampaikan pendapat / ide, bekerja sama, dan kritis. Dari aspek yang
ada kemudian disusun indicator untuk mrnyusun item pertanyaan atau pernyataan
angket. Pernyataan dalam angket dapat dibagi menjadi dua yaitu pertanyaan positif
dan pertanyaan negatif.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada MA selingkungan YPHPPD NW Pancor
Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Alasan pemilihan tempat
penelitiaan ini karena peneliti melihat proses pembelajaran di sekolah ini lebih
banyak menggunakan pendekatan dan metode konvensional. Waktu penelitiaan
hingga penyusunan laporan akan dilaksanakan pada bulan Juli 2015 sampai dengan
Juni 2016. Secara operasional penelitiaan ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu: (1)
Tahap persiapan, meliputi pengajuan judul, permohonan perijinan, survei sekolah,
desain instrument dan seminar proposal, (2) Tahap penelitian, yaitu semua kegiatan
yang berlangsung di lapangan, meliputi: uji coba instrumen, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran untuk pengambilan data
prestasi belajar sebagai variabel terikat penelitian, (3) Tahap penyelesaian, yaitu
meliputi kegiatan analisis data, penyusunan laporan hasil penelitian dan seminar
hasil.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2003:272),
penelitian eksperimen adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui
tentang ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subyek yang diselidiki
atau dicari, caranya adalah dengan membandingkan satu atau lebih kelompok
16
eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding
yang tidak menerima perlakuan. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok (kelas)
yang menjadi subjek penelitian, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok kontrol mendapatkan perlakuan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran berbasis observasi gejala fisis melalui metode eksperimen, sedangkan
kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran berbasis observasi gejala fisis melalui metode inkuiri terbimbing.
Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu model
pembelajaran berbasis observasi gejala fisis melalui metode inkuiri terbimbing pada
kelas eksperimen dan metode eksperimen pada kelas kontrol. Variabel bebas yang
lain (variabel moderator) yang ikut mempengaruhi variabel terikat berupa prestasi
belajar adalah sikap ilmiah dan minat belajar fisika.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial 2x2,
yaitu untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat
(kemampuan analisis). Desain rancanagan penelitian ini tampak pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1:
Design faktorial 2x2
Sikap Ilmiah
(B)
Tinggi (B1)
Rendah (B2)
Strategi Pembelajaran
(A)
Kooperatif GI
Inkuiri
(A1)
(A2)
A1B1
A2B1
A1B2
A2B2
Keterangan :
A1B1 :
A1B2 :
pembelajaran kooperatif GI
kelompok siswa dengan sikap ilmiah rendah yang diberikan perlakuan
A2B1 :
pembelajaran kooperatif GI
kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi yang diberikan perlakuan
A2B2 :
pembelajaran Inkuiri
kelompok siswa dengan sikap ilmiah rendah yang diberikan perlakuan
pembelajaran Inkuiri.
17
sampling (sampel acak klaster). M. Toha Anggoro (2007: 4.7) menyatakan bahwa
Klaster berarti kelompok . Sampel Acak Klaster berarti penarikan dari populasi
18
yang telah dikelompokkan terlebih dahulu. Teknik ini dilakukan dengan asumsi
bahwa semua kelas X mempunyai kemampuan awal yang seimbang berdasarkan
proses seleksi penerimaan siswa baru. Sebelum pelaksanaan eksperimen, antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diuji kesetaraannya dengan
menggunakan uji t berdasarkan nilai prestasi belajar pada kompetensi dasar
sebelumnya. Prasyarat untuk dapat menggunakan uji t adalah normal dan homogen.
Uji t dibantu dengan menggunakan program SPSS Versi 16.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam suatu penelitian ada
beberapa, antara lain: observasi, tes, angket, wawancara, dan dokumentasi. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode tes dan
metode angket. Metode tes digunakan untuk mengetahui kemampuan menganalisis
siswa pada materi Suhu dan Kalor, sedangkan metode angket digunakan untuk
mengetahui data tentang sikap ilmiah siswa. Kegiatan dokumentasi dilakukan
sebelum pelaksanaan penelitian, yaitu mengumpulkan data nilai prestasi belajar
fisika kelas kontrol dan kelas eksperimen pada materi Pengukuran Panjang, Massa
dan Waktu. Data nilai ini digunakan untuk uji keseimbangan tingkat kemampuan
awal siswa dari kedua kelompok kelas. Uji keseimbangan ini dilakukan untuk
meyakinkan bahwa kedua kelas tersebut tidak mempunyai perbedaan rataan nilai
yang signifikan pada kemampuan awal sebelum dilakukan eksperimen.
Budiyono (2003:54) mengatakan bahwa Metode tes adalah cara pengumpulan data
yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada
subjek penelitian. Dan Arikunto (2002:198) mengatakan bahwa tes adalah
kumpulan pertanyaan atau latihan ataupun alat lain yang digunakan untuk mengukur
ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok. Teknik tes pada penelitian ini, digunakan untuk mengambil
data tentang kemampuan menganalisis pada ranah kognitif setelah siswa mengikuti
kegitan pembelajaran. Dalam penelitian ini bentuk tes yang digunakan adalah soal
pilihan ganda yang berisi tentang materi pokok Suhu dan Kalor. Pemberian skor
untuk item tes, jawaban yang benar memperoleh skor 1 sedangkan jawaban yang
salah memperoleh skor 0.
Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia
memberikan respon sesuai dengan permitaan pengguna. Sugiyono (2007:142),
19
menyatakan : Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. (Sugiyono, 2007:142). Angket pada penelitian ini
digunakan untuk mengukur skor sikap ilmiah sebelum mengikuti pembelajaran
materi Suhu dan Kalor. Setiap pertanyaan dalam angket diberi bobot tertentu. Skala
yang digunakan adalah skala Likert. Pada pernyataannya positif, maka untuk pilihan
Sangat Setuju (SS) diberi skor = 5, Setuju (S) diberi skor = 4, Ragu-ragu (R) diberi
skor = 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor = 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi
skor = 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pilihan Sangat Setuju (SS) diberi skor
= 1, Setuju (S) diberi skor = 2, Ragu-ragu (R) diberi skor = 3, Tidak Setuju (TS)
diberi skor = 4, dan Sangat Tidak Setuju (SST) diberi skor = 5.
Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan.
Terdapat dua langkah utama yang diperlukan yaitu Uji Persyaratan Analisis dan Uji
Hipotesis. Dan sebelum dilakukan penelitian, juga dilakukan uji keseimbangan kelas
eksperimen dan kelas control. Uji keseimbangan dimaksudkan untuk mengetahui
perbedaan kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata
nilai prestasi belajar pada kompetensi dasar sebelumnya dites dengan Uji-t. Syarat
Uji-t adalah data harus homogen dan terdistribusi normal. Jika dari Uji-t tidak
signifikan, maka dikatakan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan antara kedua
kelas tersebut. Dalam pengolahan datanya digunakan bantuan software program
SPSS Versi 16.
Uji persyaratan analisis digunakan untuk mengetahui normalitas dan homogenitas
varians populasi agar Analisis Varians (ANAVA) dapat digunakan. Uji normalitas
dimaksudkan untuk menguji normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis.
Untuk menguji normalitas data digunakan metode Liliefors dan kolmogorof smirnov
dan uji homogenitas rumus Bartleth dan Levens test pada SPSS versi 16.0.
Uji hipotesis yang digunakan adalah analisis variansi (Anava) dua jalan dengan sel
tak sama dengan factorial 2x2. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menguji
signifikansi efek dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan interaksi
variabel bebas terhadap variabel terikat. Penghitungan dimulai dari menghitung: (1)
20
komponen jumlah kuadrat, (2) jumlah kuadrat, (3) derajat kebebasan, (4) rerata
kuadrat, (5) statistik uji, (6) derajat kritik, dan (7) keputusan uji. Dalam penelitian
ini, data prestasi belajar fisika diuji dengan anava menggunakan GLM-Univarians
pada program SPSS Versi 16.0. Bila diperoleh hasil yang signifikan, maka analisis
data dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiyono yaitu:
Metode Scheffe ini dapat digunakan baik untuk analisis variansi dengan sel sama
maupun untuk analisis variansi dengan sel tak sama. (Budiyono, 2004:201). Uji
Scheffe sebagai tindak lanjut uji anava pada penelitian ini juga menggunakan bantuan
program SPSS Versi 16
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Bloom BS. 1979. Taxonomy of Education Objektif. New York : David Mc Clay
Company.
Budiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University
Press.
------------. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press.
------------. 2004. Statistik untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press.
Bruce Joice-Marsha Weil. 2000. Models of Teaching. USA : Allyn & Bacon.
Catharina Tri Anni. 2005. Psikologi Pendidikan. Semarang : UPT MKK UNNES.
Dirin. 2009. Pembelajaran Fisika dengan Metode Inkuiri Terbimbing dan
Eksperimen Bebas Ditinjau dari Sikap Ilmiah Siswa. Tesis.
Erman Mulyasa. 2006. Panduan Praktis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hasto Tyas Harjadi. 2007. Pengaruh Pendekatan dengan Metode Inkuri Terbimbing
dan Eksperimen Ditinjau Dari Kemapuan Awal Siswa Terhadap Prestasi
Belajar Siswa. Tesis.
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar di Sekolah. Yogyakarta :
Kanisius.
Muhibbin Syah. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
M. Toha Anggoro, dkk. 2007. Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka.
Nana Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Rosdakarya
Nani Dahniar. 2006. Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika
Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP. http://jurnaljpi.
files.wordpress.com/2009/09/vol-1-no-2-nani-dahniar.pdf
Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Reigeluth. 1983. Learning How to Learn. Cambridge : University Press.
Riduwan. 2008. Metode danTeknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.
Slameto. 2008. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Bina
Aksara.
21
Slavin RE. 2008. Cooperative Learning : Teori, Riset dan Praktik. (Diterjemahkan
dari Cooperative Learning : Theory, Research, and Practice. London:
Allymond Bacon:2005 oleh Nurulita). Bandung : Nusa Media.
Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
----------------------. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
----------------------. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
----------------------. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sugiyanto. 2007. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Model-Model
Pembelajaran Inovatif. Surakarta : UNS Press.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan R&D. Bandung : Alfabeta.
Tarono. 2006. Pengaruh Penggunaan Metode Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas
Termodifikasi terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Sikap Ilmiah
Peserta Didik. Tesis
UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional : CV Duta Nusindo.
Wayan Memes. 2000. Model Pembelajaran Fisika di SMP. Jakarta : Proyek.
Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.
Winkel WS. 1986. Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Bloom, B.S, dkk, 1971. Hand Book on Formative and Sumative of Student Learning.
New York: Graw Hill Book Company
Bayer, B. K. 1971. Inquiry in the Social Studies Classroom A Strategy for Teaching.
Ohio: Charles E. Merril Publishing Company.
Cherif, A. 1993. Relevant Inqiury, Six Question to Guide Your Student. The Science
Teacher. December: 26-27.
Depdiknas, 2003. Pola Induk Pengembangan Sistem Penilaian. Jakarta: Pemerintah
Propinsi Jawa Timur Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sub Din
Dikmenum. Proyek Peningkatan Mutu SMU Jawa Timur Tahun Anggaran
2003.
Dick, W. and Cary Lou. 1990. The Systematic Design of Instruction. 3rd Ed. New
York: Harper Collins Publisher.
Dumas.A. 2003. Cooperative Learning Response to Diversity. California
Departemen
of
Education.
(Online)
http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html. Diakses 26 April 2013.
Germann, P. J. 1999. Developing Science Process Skils Through Direct Inquiry. The
American Biology Theacher. 53(4): 243-247.
Ibrahim, M. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa
University Press.
Joyce, B. and Weil, M. 1996. Models of Teaching. 5th Ed. Boston: Allyn and Bacon.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Oates, K.K. (2002). Inquiry Science: Case Study in Antibiotic Prospecting. The
American Biology Teacher 64(3): 184-187.
22
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. 2nd Ed.
London: Allyn and Bacon.
Tejada, C. 2002. Define and Describe Cooperative Learning. (Online).
http://condor.admin.ccny.cuny.edu /-eg9306candy%20research.htm. Diakses
26 April 2003.
Tim
Puskur,
2002.
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi.
http://www.puskur.or.id/index.html
23