BAB 2
LANDASAN TEORI
antara lain
produksi
apabila:
Kerusakan fasilitas atau peralatan produksi akan membahayakan
keselamatan atau kesehatan para pekerja.
Kerusakan fasilitas
akan mempengaruhi
kualitas produk
yang
dihasilkan.
Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh
proses produksi.
Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau
mahal.
pada tahun 1971. Konsep ini mencakup semua hal yang berhubungan dengan
maintenance dengan segala implementasinya di lapangan. Konsep ini
mengikutsertakan pekerja dari bagian produksi untuk ambil bagian dalam
kegiatan maintenance tersebut. Dengan demikian maka diharapkan terjadi
kerjasama yang baik antara bagian maintenance dan bagian produksi.
Preventive Maintenance dapat diartikan sebagai suatu pengamatan
secara sistematis disertai analisis ekonomik untuk menjamin berfungsinya
suatu peralatan produksi
bersangkutan.
Tiga dasar utama dalam maintenance adalah :
1. Membersihkan ( cleaning )
Pekerjaan pertama yang paling mendasar adalah membersihkan peralatan /
mesin dari debu maupun kotoran kotoran lain yang dianggap tidak perlu.
Debu tersebut akan menjadi inti bermulanya proses kondensasi dari uap
air yang berada di udara. Pekerjaan membersihkan akan sangat baik
apabila dilaksanakan secara periodik dan dengan disiplin tinggi dengan
menyesuaikan dinamika operasi mesin / peralatan bersangkutan.
2. Memeriksa ( inspection )
Pekerjaan kedua adalah memeriksa bagian bagian dari mesin yang
dianggap perlu. Pemeriksaan terhadap unit instalasi mesin perlu dilakukan
secara teratur mengikuti suatu pola jadwal yang sudah diatur.
3. Memperbaiki ( repair )
Pekerjaan selanjutnya adalah memperbaiki bila terdapat kerusakan
kerusakan pada bagian unit instalasi mesin sedemikian rupa sehingga
kondisi unit instalasi tersebut dapat mencapai standard semula dengan
usaha dan biaya yang wajar.
sama juga mingkin akan memberikan nilai selang waktu antar kerusakan yang
berlainan. ( Jardine, hal 15 )
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas ( Probability Density Function )
Bila x menyatakan variabel acak kontinyu (continuous random
variable) sebagai waktu kerusakan dari sistem (peralatan) dari jumlah
kerusakan/kegagalan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx
yang kontinyu di setiap titik sumbu nyata fx dikatakan fungsi kepadatan
peluang (probability density function) dari variabel x. Bila x dapat bernilai
berikut :
f X (t)
0
untuk t 0
sehingga,
f x (t )dt
F (t ) =
f (t )
dt
0
untuk t 0
Di mana :
R (t) =
f (t)dt = 1 - F(t)
Burn - in
Failure
rate
Useful life
Wearout
Infant
mortality
and
improper
use
failure
Lifetime
Gambar 2.1 Kurva Laju Kerusakan Sesaat ( Bathtub Curve )
Kurva ini terbagi atas 3 daerah dengan pola laju kerusakan yang berbeda
yaitu : ( Ebelling, hal 31 )
Daerah A : Fase kerusakan awal ( burn in region )
Daerah ini pada selang waktu antara t0 sampai t1 ditandai dengan laju
kerusakan menurun atau Decreasing Failure Rate ( DFR ). Tingkat laju
kerusakan cukup tinggi pada awal operasi dan terus menurun sampai t1.
MTTF = E(T ) =
t. f (t)dt
f (t ) =
dF (t )
dR(t)
=
dt
dt
sehingga,
MTTF =
dR(t)
tdt
dt
MTTF = tR(t )0 +
R(t )dt
MTTF =
R(t )dt
F (t i ) =
i 0.3
n + 0.4
1. Distribusi Eksponensial
Distribusi ini memiliki laju kerusakan yang tidak berubah dan konstan
terhadap waktu ( Constant Failure rate Model ). Jika ada peralatan yang
memiliki laju kerusakan yang tetap, maka bisa dipastikan termasuk dalam
distribusi Eksponensial ( Ebelling, hal 41 ). Penaksiran parameter distribusi
Eksponensial dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (
least square
yi = ln [1 / (1 - F(ti) )]
F( ti) = (i - 0.3 ) / (n + 0.4 )
n
x iy
Parameter : = b =
i =1
n
xi 2
i =1
Dimana : ti
= data kerusakan ke i
= 1, 2, 3, ...., n
(- . t )
(- .t )
Fungsi keandalan
R(t) = e
( - .t )
f(t)
=
R(t)
2. Distribusi Weibull
Distribusi Weibull sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui
karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai akan mengakibatkan
distribusi Weibull mempunyai sifat tertentu ataupun ekuivalen dengan distribusi
tertentu. Distribusi Weibull dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil ( least square method ) yaitu :
xi = ti
b
=
n
n n
n xi y i xi . y i
i =1
i =1 i =1
2
n
n xi i x
i =1
i =1
n
yi
i
a
b i
=
1
xi
=1
( )
Parameter : = e
Dimana :
ti
= data kerusakan ke i
= 1, 2, 3, ...., n
kumulatif
Fungsi distribusi
F (t ) = 1
e
Fungsi keandalan
R(t ) = e
t
(t) =
( x) = ( x 1).( x 1)
Di mana :
3. Distribusi Normal
Bentuk distribusi Normal menyerupai lonceng sehingga memiliki nilai
simetris terhadap nilai rataan dengan dua parameter bentuk yaitu ( nilai
tengah ) dan ( standar deviasi ). Parameter ( nilai tengah ) memiliki
sembarang nilai, positif maupun negatif. Sedangkan parameter ( standar
deviasi ) selalu memiliki nilai positif ( Ebelling, hal 69 ).
Distribusi Normal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil ( least
square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 370 )
xi = ti
yi = zi =
-1
[F(ti )]
b
=
n
n n
n xi y i xi . y i
i =1
i =1 i =1
2
n
n xi i x
i =1
i =1
n
a i
=
xi
b i =1
n
=
1
yi
Parameter : = -
Dimana : ti
a
1
b dan = b
= data kerusakan ke i
= 1, 2, 3, ...., n
zi
1
e
2
( )
( t - )2
22
t-
Fungsi keandalan
( )
t -
R (t) = 1 -
f (t)
t -
1 - (
4. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu parameter bentuk ( s )
dan parameter lokasi (t med ) . Seperti distribusi weibull, distribusi lognormal
memiliki bentuk yang bervariasi. Yang sering terjadi, biasanya data yang dapat
didekati dengan distribusi Weibull juga bisa didekati dengan distribusi Lognormal
( Ebelling, hal 73 ). Distribusi lognormal dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 371 )
xi = ln ti
yi = zi =
-1
[F(ti )]
b
=
n
n n
n xi y i xi . y i
i =1
i =1 i =1
2
n
2
n xi
i
=1
i =1
a i
yi
b i =1
n
xi
Parameter : s =1
b dan tmed = e -( a.s)
Dimana : ti
= data kerusakan ke i
= 1, 2, 3, ...., n
zi
f(t) =
s.t
2s
( )
ln
t
t med
F(t) = s
ln t
t
med
Fungsi keandalan
R (t) = 1 - s
ln
t
t med
f (t)
1 - s
t
lnt
med
MTTF = tmed e
ln1
1 - F(ti)
Distribusi Weibull
Xi = ln ti
Yi = ln
( )
ln 1
1-F(ti)
Distribusi Normal
Xi = ti
Yi = Nilai normalitas dari F(ti)
Distribusi Lognormal
Xi = ln ti
Dimana :
r=
n
n n
n xi yi xi yi
i =1
i =1
=1
2
x n y
n x
i
i
i =1
i =1
i =1
i =1
Goodness of Fit terbagi menjadi dua yaitu General Test dan Spesific
Test. General Test biasanya menggunakan Chi Square Test dengan ukuran
sampel yang relatif besar. Sedangkan Spesific Test menggunakan Least
Square Test dengan ukuran data yang lebih kecil ( Ebelling, hal 408 ).
Uji Goodness of Fit secara manual dapat digunakan dengan
menggunakan : ( Ebelling, hal 392 )
1.
2.
3.
downtime
Identification.
Pilih
Specify
Eksponensial ).
Distribution
Pilih Ok.
Penggantian
kerusakan
Penggantian
kerusakan
Penggantian pencegahan
Tf
tp
Tp
Tf
Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp
didenotasikan dengan D (tp) yakni : ( Jardine, hal 96 )
D(t p) =
R(tp))
.R(tp) + (1 R(tp) )
Dimana :
tp
Tf
downtime
yang
terjadi
karena
penggantian
kerusakan.
Tp
f(t)
R(tp)
Total downtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemeriksaan (
n ) dan didenotasikan dengan D(n) yakni :
D(n)= downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan
D(n) =
(n) n
+
Dimana :
(n)
(n) n
+
dan :
D' (n) = - k2 +1
n i
dimana :
MTTR
1
=
(1/ ) jam kerja/bln
(1/i) =
waktu 1x pemeriksaan
jam ker ja / b ln
nilai k adalah nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan wak tu
Sehingga jumlah pemeriksaan optimal dapat diperoleh :
n=
ki
jam kerja/bln
n
ketersediaan
berdasarkan
interval
waktu
penggantian
R(t ) = exp
T
n
R(T ) = exp n
ntT
R(t nt ) = exp
t
n
Dimana :
R (t)
R(T)
2.2
Kerangka Pemikiran
Meskipun PT. SPLP telah memberlakukan sistem preventive
maintenance sejak tahun 1993, namun dari data historis kerusakan mesin
ditemukan bahwa tingkat kerusakan mesinnya cukup sering terjadi, terutama
pada lini 1. Kemungkinan besar hal tersebut disebabkan oleh perencanaan
penjadwalan preventive maintenance yang kurang tepat, tanpa dukungan data
dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin, apalagi dengan
adanya pertambahan umur mesin yang semakin rentan terhadap kerusakan.
Sehingga diperlukan adanya revisi dan evaluasi terhadap sistem perawatan
yang ada dengan cara memprediksikan waktu yang tepat dalam menentukan
jadwal perawatan mesin dan penggantian komponen mesin dengan dukungan
data dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin yang diamati.
Tidak semua unit mesin harus dimasukkan dalam program preventive
maintenance, karena untuk melakukan perawatan atau pemeriksaan secara
ketat dan teratur akan memerlukan tenaga manusia dan biaya yang cukup
tinggi. Oleh karena itu hanya mesin mesin yang memiliki tingkat kerusakan
yang tinggi sajalah yang akan masuk dalam program preventive maintenance.
Dari data historis kerusakan mesin maka dapat ditentukan mesin dan
komponen yang masuk dalam kategori critical unit.
Selanjutnya bisa ditentukan distribusi kerusakan yang dimiliki oleh
peralatan produksi dan pada akhirnya akan disusun suatu jadwal maitenance
baru yang menunjukkan kapan suatu mesin atau komponen harus diperiksa
atau diganti.
Hampir seluruh mesin pada perusahaan ini telah mencapai batas umur
pemakaian, namun tingkat keandalannya dapat diimbangi dengan usaha
peningkatan perawatan. Dengan adanya tindakan preventive maintenance
maka diharapkan dapat meningkatkan keandalan suatu sistem atau komponen.
Oleh karena itu dilakukan juga pembandingan nilai keandalan komponen
kritis tanpa maupun dengan dilakukannya tindakan preventive maintenance.
Dengan tindakan preventive maitenance diharapkan kerusakan atau downtime
mesin dapat dicegah atau dikurangi sehingga peralatan dan fasilitas produksi
dapat digunakan secara optimal dan akan memiliki umur pakai yang lebih
panjang.