Anda di halaman 1dari 35

15

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Definisi Pemeliharaan
Pengertian pemeliharaan atau perawatan ( maintenance ) adalah suatu
kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang
atau memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima ( Corder,
hal 1 ). Pengertian lain dari pemeliharaan adalah kegiatan menjaga fasilitas
fasilitas dan peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau pemyesuaian
yang diperlukan agar tercapai suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan
dan sesuai dengan yang direncanakan ( Assauri, hal 88 ). Sedangkan
manajemen perawatan ( maintenance management ) adalah pengorganisasian
perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas
produksi. ( Supandi, hal 15 )
Industri tidak hanya harus memproduksi barang yang dapat dijual
namun juga harus dapat menandingi persaingan pasar dengan membuat produk
yang berkualitas dengan harga yang pantas dan diserahkan kepada konsumen
dalam waktu yang tepat. Untuk mewujudkan hal tersebut

antara lain

menerapkan proses proses baru, mengadakan inovasi produk baru dan


menemukan metode baru. Hal ini merupakan tantangan untuk bagian

pemeliharaan agar dapat terus berkembang dan mendukung kesiapan serta


keandalan pabrik.

2.1.2 Tujuan Pemeliharaan


Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki
tujuan.Tujuan tujuan tersebut adalah : ( Corder, hal 3 & Assauri hal 89 )
1. Memperpanjang usia kegunaan aset.
2. Menjamin ketersediaan peralatan dan kesiapan operasional perlengkapan
serta peralatan yang dipasang untuk kegiatan produksi.
3. Membantu mengurangi pemakaian atau penyimpangan diluar batas serta
menjaga modal yang ditanamkan selama waktu yang ditentukan.
4. Menekan tingkat biaya perawatan serendah mungkin dengan melaksanakan
kegiatan perawatan secara efektif dan efisien.
5. Memenuhi kebutuhan produk dan rencana produksi tepat waktu.
6. Meningkatkan ketrampilan para supervisor dan operator melalui kegiatan
pelatihan yang diadakan.
7. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.

2.1.3 Jenis Jenis Perawatan


Terdapat beberapa jenis perawatan ( pemeliharaan ) yaitu : ( Assauri, hal 89 )
A. Perawatan Terencana ( Planned Maintenance )

Adalah perawatan yang dilakukan secara terorganisasi dan sesuai


dengan rencana perawatan yang telah dibuat sebelumnya. Perawatan ini
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Perawatan Pencegahan ( Preventive Maintenance )
Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga dan
menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi
mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan
pencegahan akan terjamin kelancaran kerjanya dan akan selalu diusahakan
dalam kondisi yang siap setiap saat. Berdasarkan hal tersebut maka
memungkinkan pembuatan suatu rencana jadwal perawatan dan rencana
produksi yang lebih tepat dan efektif dalam menghadapi fasilitas fasilitas
produksi yang termasuk kedalam golongan critical unit. Sebuah fasilitas
atau peralatan

produksi

akan termasuk dalam golongan critical unit

apabila:
Kerusakan fasilitas atau peralatan produksi akan membahayakan
keselamatan atau kesehatan para pekerja.
Kerusakan fasilitas

akan mempengaruhi

kualitas produk

yang

dihasilkan.
Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh
proses produksi.


Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau
mahal.

2. Perawatan perbaikan ( Corrective Maintenance )


Yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan setelah sistem mengalami
kerusakan atau tidak dapat berfungsi lagi dengan baik. Kegiatan perawatan
ini sering juga disebut sebagai kegiatan reparasi / perbaikan ( Repair
Maintenance ), yang biasanya terjadi karena kegiatan perawatan pencegahan
tidak dilakukan sama sekali. Secara sepintas, biaya perawatan perbaikan
akan lebih kecil daripada mengadakan perawatan pencegahan. Hal ini benar
selama kerusakan tidak terjadi pada saat fasilitas / peralatan produksi sedang
dioperasikan, karena apabila kerusakan terjadi saat operasi berlangsung
maka selain biaya perbaikan kerusakan, perlu juga diperhitungkan biaya
penundaan produksi. Kerusakan tersebut juga akan memberikan andil
terhadap umur peralatan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu,
perawatan pencegahan dianggap lebih menguntungkan daripada hanya
melaksanakan perawatan perbaikan saja.

B. Perawatan Tak Terencana ( Unplanned Maintenance )


Perawatan tak terencana adalah bentuk perawatan darurat yang dapat
didefinisikan sebagai perawatan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah
akibat yang lebih serius, seperti hilangnya waktu untuk berproduksi, kerusakan
besar pada peralatan dan biaya biaya perbaikan yang lebih mahal.

2.1.4 Konsep Konsep Pemeliharaan


2.1.4.1 Konsep Keandalan ( Reliability )
Adalah probabilitas suatu komponen atau sistem akan beroperasi
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu
ketika digunakan dalam kondisi operasional tertentu. Keandalan juga
berarti kemampuan suatu peralatan untuk bertahan dan tetap
beroperasi sampai batas waktu tertentu. ( Ebelling, hal 5 )

2.1.4.2 Konsep Keterawatan ( Maintainability )


Adalah probabilitas suatu komponen atau sistem yang rusak akan
diperbaiki atau dipulihan kembali pada kondisi yang telah ditentukan
selama periode waktu tertentu dimana dilakukan perawatan sesuai
dengan prosedur yang seharusnya. Keterawatan suatu peralatan dapat
didefinisikan sebagai probabilitas peralatan tersebut untuk bisa
diperbaiki pada kondisi tertentu dalam periode waktu tertentu.
( Ebelling, hal 6 )

2.1.4.3 Konsep Ketersediaan ( Availability )


Ketersediaan ( availability ) adalah probabilitas suatu komponen
atau sistem menunjukan kemampuan yang diharapkan pada suatu
waktu tertentu ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu.
Ketersedaiaan juga dapat diinterpretasikan sebagai persentase waktu
operasional sebuah komponen atau sistem selama interval waktu
tertentu.
Ketersediaan berbeda dengan keandalan, dimana ketersediaan
adalah probabilitas komponen berada dalam kondisi tidak mengalami
kerusakan meskipun sebelumnya komponen tersebut telah mengalami
kerusakan dan diperbaiki atau dipulihkan kembali pada kondisi operasi
Normalnya. Oleh karena itu, ketersediaan sistem tidak pernah lebih
kecil daripada kendalan sistem. Ketersediaan mengandung dua
komponen utama yaitu keandalan ( reliability ) dan keterawatan
( maintainability ). Tingkat keandalan yang rendah dapat diimbangi
dengan usaha peningkatan perawatan sehingga tingkat kecepatan aksi
perawatan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan sistem. Seperti
halnya pada keandalan dan keterawatan, ketersediaan merupakan
probabilitas sehingga teori probabilitas dapat digunakan untuk
menghitung nilai ketersediaan. ( Ebelling hal 6 & hal 254 )

2.1.5 Konsep Preventive Maintenance


Konsep Preventive Maintenance

pertama kali diterapkan di Jepang

pada tahun 1971. Konsep ini mencakup semua hal yang berhubungan dengan
maintenance dengan segala implementasinya di lapangan. Konsep ini
mengikutsertakan pekerja dari bagian produksi untuk ambil bagian dalam
kegiatan maintenance tersebut. Dengan demikian maka diharapkan terjadi
kerjasama yang baik antara bagian maintenance dan bagian produksi.
Preventive Maintenance dapat diartikan sebagai suatu pengamatan
secara sistematis disertai analisis ekonomik untuk menjamin berfungsinya
suatu peralatan produksi

dan memperpanjang umur peralatan yang

bersangkutan.
Tiga dasar utama dalam maintenance adalah :
1. Membersihkan ( cleaning )
Pekerjaan pertama yang paling mendasar adalah membersihkan peralatan /
mesin dari debu maupun kotoran kotoran lain yang dianggap tidak perlu.
Debu tersebut akan menjadi inti bermulanya proses kondensasi dari uap
air yang berada di udara. Pekerjaan membersihkan akan sangat baik
apabila dilaksanakan secara periodik dan dengan disiplin tinggi dengan
menyesuaikan dinamika operasi mesin / peralatan bersangkutan.

2. Memeriksa ( inspection )
Pekerjaan kedua adalah memeriksa bagian bagian dari mesin yang
dianggap perlu. Pemeriksaan terhadap unit instalasi mesin perlu dilakukan
secara teratur mengikuti suatu pola jadwal yang sudah diatur.
3. Memperbaiki ( repair )
Pekerjaan selanjutnya adalah memperbaiki bila terdapat kerusakan
kerusakan pada bagian unit instalasi mesin sedemikian rupa sehingga
kondisi unit instalasi tersebut dapat mencapai standard semula dengan
usaha dan biaya yang wajar.

2.1.6 Fungsi Kerusakan


Karakteristik kerusakan setiap peralatan akan mempengaruhi bentuk
kedekatan yang digunakan dalam menguji kesesuaian dan menghitung
parameter fungsi Distribusi kerusakan. Keputusan yang berhubungan dengan
penentuan kebijakan perawatan seperti kebijakan perawatan pencegahan
memerlukan informasi tentang selang waktu suatu peralatan akan mengalami
kerusakan lagi. Pada umumnya saat terjadinya perubahan kondisi peralatan dari
baik menjadi rusak tidak dapat diketahui dengan pasti namun dapat diketahui
probabilitas terjadinya perubahan tersebut. ( Jardine, hal 13 )
Karakteristik kerusakan dari setiap peralatan pada umumnya tidak sama
terutama jika dioperasikan dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Suatu
peralatan yang memiliki karakteristik dan dioperasikan dalam kondisi yang

sama juga mingkin akan memberikan nilai selang waktu antar kerusakan yang
berlainan. ( Jardine, hal 15 )
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas ( Probability Density Function )
Bila x menyatakan variabel acak kontinyu (continuous random
variable) sebagai waktu kerusakan dari sistem (peralatan) dari jumlah
kerusakan/kegagalan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx
yang kontinyu di setiap titik sumbu nyata fx dikatakan fungsi kepadatan
peluang (probability density function) dari variabel x. Bila x dapat bernilai

nyata ( x 0 ) pada interval waktu t, harus memenuhi persyaratan


sebagai

berikut :

f X (t)
0

untuk t 0

sehingga,

f x (t )dt

2. Fungsi Distribusi Kumulatif ( Cumulative Distribution Function )


Fungsi distribusi kumulatif merupakan fungsi yang menggambarkan
probabilitas terjadinya kerusakan sebelum waktu t. Probabilitas suatu sistem
atau peralatan mengalami kegagalan dalam beroperasi sebelum waktu t,
yang merupakan fungsi dari waktu yang secara matematis dapat dinyatakan
sebagai: ( Jardine , hal 17 )
t

F (t ) =

f (t )

dt
0

untuk t 0

Di mana :

F(t) adalah fungsi distribusi kumulatif


f(t) adalah fungsi kepadatan peluang
jika t maka F(t) = 1

3. Fungsi Keandalan ( Reliability )


Saat menentukan keandalan ( reliability ) suatu peralatan, hal penting
yang harus diperhatikan adalah spesifikasi fungsi yang diharapkan dari
peralatan tersebut. Keandalan harus diterjemahkan dalam satuan fungsi
waktu. Fungsi keandalan merupakan probabilitas suatu peralatan dapat
beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan dalam periode waktu
tertentu, misalnya t. Fungsi keandalan dinyatakan sebagai R(t) dan
didefinisikan sebagai berikut :

R (t) =

f (t)dt = 1 - F(t)

4. Fungsi Laju Kerusakan


Laju kerusakan suatu peralatan pada waktu t adalah probabilitas
dimana peralatan akan mengalami kerusakan pada selang waktu berikutnya
dan diketahui kondisinya baik pada awal interval. Pola dasar dari fungsi laju
kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk adalah kurva bak mandi (
bathtub curve ). pada umumnya laju kerusakan suatu sistem selalu berubah
sesuai dengan bertambahnya waktu sehingga bathtub curve yang

menunjukan tiga daerah dengan laju kerusakan yang berbeda dapat


digunakan untuk menyatakan laju kerusakan sesaat suatu produk. Laju
kerusakan sesaat dinyatakan sebagai berikut :
(t) = f (t) / R (t)

Burn - in

Failure
rate

Useful life

Wearout

Infant
mortality
and
improper
use
failure

Lifetime
Gambar 2.1 Kurva Laju Kerusakan Sesaat ( Bathtub Curve )

Kurva ini terbagi atas 3 daerah dengan pola laju kerusakan yang berbeda
yaitu : ( Ebelling, hal 31 )
Daerah A : Fase kerusakan awal ( burn in region )
Daerah ini pada selang waktu antara t0 sampai t1 ditandai dengan laju
kerusakan menurun atau Decreasing Failure Rate ( DFR ). Tingkat laju
kerusakan cukup tinggi pada awal operasi dan terus menurun sampai t1.

Penyebab kerusakan ini antara lain karena pengendalian kualitas yang


tidak memadai, performansi material dan tenaga kerja yang dibawah
standar, kesalahan pemasangan dan set up, kesalahan yang timbul pada
saat perakitan, kesalahan manusia dan pemrosesan, dll.
Daerah B : fase umur pakai berguna ( useful life region )
Daerah pada selang waktu t1 sampai t2 ditandai dengan laju kerusakan
konstan atau Constant Failure Rate ( CFR ). Dimana laju kerusakan
sesaat tidak akan bertambah walaupun umur peralatan terus bertambah
sampai saat t2 dan probabilitas kerusakan peralatan setiap saat adalah
sama. Oleh karena itu pada daerah ini kerusakan yang terjadi tidak dapat
diramalkan dan umumnya disebabkan oleh penambahan beban secara
tiba tiba, kerusakan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya,
kesalahan manusia dan kerusakan alamiah.
Daerah C : Fase pengoperasian melebihi umur pakai ( wearout region )
Daerah yang melebihi t2 ditandai dengan laju kerusakan meningkat atau
Increase Failure Rate ( IFR ), dimana laju kerusakan sesaat mulai
bertambah dari saat t2. Peningkatan ini terjadi karena memburuknya
kondisi peralatan yang telah mencapai batas umur pemakaian. Bila suatu
alat telah memasuki fase ini maka sebaiknya dilakukan perawatan
pencegahan untuk mengurangi akibat yang lebih fatal. Penyebab
kerusakan ini antara lain perawatan yang tidak memadai, kelelahan
karena aus akibat pemakaian, kelelahan umur pakai, kesalahan overhaul,

terjadinya korosi dan rancangan umur pakai produk yang memang


singkat.

2.1.7 Nilai Tengah dari Distribusi Kerusakan ( Mean Time To Failure )


Nilai tengah dari distribusi kerusakan atau MTTF adalah nilai rata rata
atau nilai yang diharapkan ( expected value ) dari suatu distribusi kerusakan.
Persamaannya didefinisikan oleh f(t) sebagai berikut: (Ebeling, hal 26)

MTTF = E(T ) =

t. f (t)dt

f (t ) =

dF (t )
dR(t)
=
dt
dt

sehingga,

MTTF =

dR(t)
tdt
dt

MTTF = tR(t )0 +

R(t )dt

MTTF =

R(t )dt

2.1.8 Nilai Tengah dari Distribusi Perbaikan ( Mean Time To Repair )


Nilai tengah dari distribusi perbaikan atau MTTR adalah variabel acak
saat kegiatan perbaikan yang memiliki akibat pada waktu perbaikan berikutnya.

2.1.9 Distribusi Kerusakan


Distribusi kerusakan adalah informasi dasar mengenai umur pakai suatu
peralatan dalam suatu populasi. Distribusi kerusakan suatu peralatan memiliki
bentuk yang berbeda beda. Yang umum digunakan adalah distribusi
Eksponensial, Weibull, Normal dan Lognormal, dimana distribusi kerusakan ini
dapat memenuhi berbagai fase kerusakan. Jika ukuran sampelnya tergolong
kecil maka penaksiran parameter distribusi dilakukan dengan metode kuadrat
terkecil ( Least Squares Curve Fitting ). Distribusi Eksponensial biasanya
digunakan jika laju kerusakan tidak berubah dan konstan terhadap waktu
( Ebelling, hal 41 ). Distribusi Normal biasanya cocok digunakan pada
fenomena terjadinya wearout region ( Ebelling, hal 69 ). Distribusi Weibull
dapat digunakan pada model yang mengalami laju kerusakan menaik maupun
menurun ( Ebelling, hal 58 ). Sedangkan Distribusi Lognormal memiliki
kemiripan dengan Distribusi Weibull sehingga jika pada suatu kasus memiliki
Distribusi Weibull maka kasus tersebut juga cocok menggunakan Distribusi
Lognormal. ( Ebelling, hal 73 )
Dalam perhitungan nilai fungsi distribusi kumulatif (F(ti)) digunakan
metode pendekatan median rank karena metode ini memberikan hasil yang
lebih baik untuk distribusi kerusakan yang mempunyai penyimpangan distribusi
( skewed distribution ). Adapun nilai F(ti) tersebut didekati dengan persamaan :
( Ebelling, hal 364 )

F (t i ) =

i 0.3
n + 0.4

1. Distribusi Eksponensial
Distribusi ini memiliki laju kerusakan yang tidak berubah dan konstan
terhadap waktu ( Constant Failure rate Model ). Jika ada peralatan yang
memiliki laju kerusakan yang tetap, maka bisa dipastikan termasuk dalam
distribusi Eksponensial ( Ebelling, hal 41 ). Penaksiran parameter distribusi
Eksponensial dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (

least square

method ) yaitu : ( Ebelling, hal 364 )


xi = ti

yi = ln [1 / (1 - F(ti) )]
F( ti) = (i - 0.3 ) / (n + 0.4 )
n

x iy
Parameter : = b =

i =1
n

xi 2
i =1

Dimana : ti

= data kerusakan ke i

= 1, 2, 3, ...., n

= jumlah data kerusakan

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank


Fungsi kerusakan distribusi Eksponensial adalah : ( Ebelling, hal 42 )
Fungsi kepadatan probabilitas
f(t) =

(- . t )

Fungsi distribusi kumulatif


F(t) = 1 - e

(- .t )

Fungsi keandalan

R(t) = e

( - .t )

Fungsi laju kerusakan


(t) =

f(t)
=
R(t)

Nilai rata rata distribusi Eksponensial


MTTF =

2. Distribusi Weibull
Distribusi Weibull sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui
karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai akan mengakibatkan
distribusi Weibull mempunyai sifat tertentu ataupun ekuivalen dengan distribusi
tertentu. Distribusi Weibull dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil ( least square method ) yaitu :
xi = ti

yi = ln [ln(1 /(1 - F(ti))) ]


F(ti) = (i - 0.3 ) / (n + 0.4)

b
=

n
n n
n xi y i xi . y i
i =1
i =1 i =1
2
n

n xi i x
i =1
i =1
n

yi

i
a

b i

=
1

xi

=1

( )

Parameter : = e
Dimana :

ti

= data kerusakan ke i

= 1, 2, 3, ...., n

= jumlah data kerusakan

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Weibull adalah : ( Ebelling, hal 58 )


Fungsi kepadatan probabilitas
f(t)=

kumulatif

Fungsi distribusi

F (t ) = 1
e

Fungsi keandalan


R(t ) = e

Fungsi laju kerusakan


1

t
(t) =

Nilai rata rata distribusi Eksponensial


MTTF = 1 + 1

( x) = ( x 1).( x 1)
Di mana :

( x) adalah fungsi gamma

3. Distribusi Normal
Bentuk distribusi Normal menyerupai lonceng sehingga memiliki nilai
simetris terhadap nilai rataan dengan dua parameter bentuk yaitu ( nilai
tengah ) dan ( standar deviasi ). Parameter ( nilai tengah ) memiliki
sembarang nilai, positif maupun negatif. Sedangkan parameter ( standar
deviasi ) selalu memiliki nilai positif ( Ebelling, hal 69 ).
Distribusi Normal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil ( least
square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 370 )
xi = ti
yi = zi =

-1

[F(ti )]

F(ti) = (i - 0.3 ) / (n + 0.4)

b
=

n
n n
n xi y i xi . y i
i =1
i =1 i =1
2
n

n xi i x
i =1
i =1
n

a i
=

xi

b i =1
n

=
1

yi

Parameter : = -

Dimana : ti

a
1
b dan = b

= data kerusakan ke i

= 1, 2, 3, ...., n

= jumlah data kerusakan

zi

= nilai dari tabel distribusi Normal

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Normal adalah : ( Ebelling, hal 69 )


Fungsi kepadatan probabilitas
f(t) =

1
e
2

( )
( t - )2
22

Fungsi distribusi kumulatif


F(t) = (

t-

Fungsi keandalan

( )
t -

R (t) = 1 -

Fungsi laju kerusakan


(t) =

f (t)
t -
1 - (

Nilai rata rata distribusi Eksponensial


MTTF =

4. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu parameter bentuk ( s )
dan parameter lokasi (t med ) . Seperti distribusi weibull, distribusi lognormal
memiliki bentuk yang bervariasi. Yang sering terjadi, biasanya data yang dapat
didekati dengan distribusi Weibull juga bisa didekati dengan distribusi Lognormal
( Ebelling, hal 73 ). Distribusi lognormal dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 371 )
xi = ln ti
yi = zi =

-1

[F(ti )]

F(ti) = (i - 0.3 ) / (n + 0.4)

b
=

n
n n
n xi y i xi . y i
i =1
i =1 i =1
2
n

2
n xi

i
=1

i =1

a i

yi

b i =1
n

xi

Parameter : s =1
b dan tmed = e -( a.s)

Dimana : ti

= data kerusakan ke i

= 1, 2, 3, ...., n

= jumlah data kerusakan

zi

= nilai dari tabel distribusi Normal

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Lognormal adalah : ( Ebelling, hal 75 )


Fungsi kepadatan probabilitas
1

f(t) =
s.t

2s

( )

ln

t
t med

Fungsi distribusi kumulatif

F(t) = s

ln t

t
med

Fungsi keandalan

R (t) = 1 - s

ln

t
t med

Fungsi laju kerusakan


(t) =

f (t)

1 - s

t
lnt
med

Nilai rata rata distribusi Eksponensial


2
s
2

MTTF = tmed e

2.1.10 Index of Fit


Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak
digunakan adalah koefisien korelasi. Index of Fit atau koefisien korelasi ( r )
menunjukkan hubungan linear yang kuat antara dua peubah acak Xi dan Yi.
Pada distribusi kerusakan, nilai dari Xi dan Yi adalah :
Distribusi Eksponensial
Xi = ln ti
Yi =

ln1
1 - F(ti)

Distribusi Weibull
Xi = ln ti

Yi = ln

( )
ln 1
1-F(ti)

Distribusi Normal
Xi = ti
Yi = Nilai normalitas dari F(ti)
Distribusi Lognormal
Xi = ln ti

Yi = Nilai normalitas dari F(ti)

Dimana :

ti = data Time to Failure ( untuk MTTF )


ti = data downtime kerusakan ( untuk MTTR )

Semakin besar nilai r menandakan bahwa hubungan linear antara Xi


dan Yi semakin baik. Nilai r = 0 berarti antara Xi dan Yi tidak ada hubungan
linear namun bukan berarti tidak ada hubungan sama sekali ( Walpole, hal
370 ). Beberapa kriteria bisa digunakan untuk mengidentifikasi Index of Fit.
Diantaranya adalah memilih Index of Fit terbaik yaitu yang terbesar, untuk
menentukan jenis distribusi suatu data ( Ebelling, hal 408 ).

r=

n
n n
n xi yi xi yi

i =1

i =1

=1


2
x n y

n x

i
i
i =1
i =1

i =1

i =1

2.1.11 Uji Kecocokan Distribusi


Pengujian kecocokan distribusi dimaksudkan untuk mengetahu ibahwa
distribusi data yang telah dipilih benar benar mewakili data. Pengujian
kecocokan distribusi yang digunakan adalah uji spesifik Goodness of Fit,
karena uji ini memiliki probabilitas yang lebih besar dalam menolak suatu
distribusi yang tidak sesuai ( Ebelling, hal 392 ).

Goodness of Fit terbagi menjadi dua yaitu General Test dan Spesific
Test. General Test biasanya menggunakan Chi Square Test dengan ukuran
sampel yang relatif besar. Sedangkan Spesific Test menggunakan Least
Square Test dengan ukuran data yang lebih kecil ( Ebelling, hal 408 ).
Uji Goodness of Fit secara manual dapat digunakan dengan
menggunakan : ( Ebelling, hal 392 )
1.

Bartletts Test untuk distribusi Eksponensial.

2.

Manns Test untuk distribusi Weibull.

3.

Kolmogorov Smirnov s Test untuk distribusi Normal dan


Lognormal.

Namun dalam pembahasan skripsi ini, penulis tidak menggunakan


perhitungan manual melainkan dengan menggunakan program Minitab 14.0
dengan langkah langkah sebagai berikut :

Masukkan data Time to Failure ( untuk MTTF ) atau data

downtime

( untuk MTTR ) pada kolom C1.

Pilih menu Stat

Quality Tools - Individual Distribution

Identification.

Pada dialog box ( single column ), pilih C1.

Pilih

Specify

Eksponensial ).

Distribution

Lognormal, Normal, Weibull,

Pilih Ok.

Distribusi yang terpilih adalah yang memiliki nilai P terbesar.

2.1.12 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal


Model penentuan penggantian pencegahan pencegahan berdasarkan
metode minimasi downtime digunakan untuk menentukan waktu terbaik
dilakukannya penggantian sehingga total downtime per unit waktu dapat
terminimasi. Metode ini digunakan untuk mengetahui interval waktu
penggantian pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total downtime.
Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan berdasarkan metode
minimasi downtime digunakan bersamaan dengan metode Age Replacement
( Jardine, hal 94 ). Dalam penggunaan model ini perlu diketahui konstruksi
modelnya yaitu:
Tf = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan.
Tp = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan.
f(t) = fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.

Pada metode Age Replacement ini, tindakan penggantian pencegahan


dilakukan pada saat pengoperasian telah mencapai umur yang telah ditetapkan
yaitu tp. Hal ini dilakukan jika pada selang waktu tp tidak terjadi kerusakan.
Apabila sebelum waktu tp, sistem ini tidak mengalami kerusakan maka

dilakukan penggantian sebagai tindakan perawatan korektif. Penggantian


selanjutnya akan dilakukan pada saat tp dengan mengambil waktu acuan dari
waktu beroperasinya sistem setelah dilakukan tindakan perawatan korektif.
Metode ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Penggantian
kerusakan

Penggantian
kerusakan

Penggantian pencegahan

Tf

tp

Tp

Tf

Gambar 2.2 Model Age Replacement

Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp
didenotasikan dengan D (tp) yakni : ( Jardine, hal 96 )
D(t p) =

Total ekspektasi downtime per siklus


ekspektasi panjang siklus

Total ekspektasi downtime per siklus = T p .R(tp) + (1 - R(tp) )

Ekspektasi panjang siklus = (tp + Tp ).R(tp) + (M (tp)) + T f ).(1 -

R(tp))

Dengan demikian total downtime per unit waktu adalah :


T
D(t p ) =

.R(tp) + (1 R(tp) )

(tp + T p ).R(tp) + (M (tp)) + T f ).(1 - R(tp))

Dimana :

tp

interval waktu penggantian pencegahan

Tf

downtime

yang

terjadi

karena

penggantian

kerusakan.
Tp

downtime yang terjadi karena kegiatan


penggantian pencegahan.

f(t)

fungsi Distribusi interval antar kerusakan yang


terjadi.

R(tp)

probabilitas terjadinya penggantian pencegahan


pada saat tp

M(tp) = waktu rata rata terjadinya kerusakan jika


penggantian pencegahan dilakukan pada saat tp
D(tp)

= downtime persatuan waktu

Sementara nilai tingkat ketersediaan ( availability ) dari interval penggantian


pencegahan / D(tp)min dapat diketahui dengan rumus A(tp) = 1- D(tp)min

2.1.13 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pemeriksaan Optimal

Selain tindakan pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan


pemeriksaan secara teratur agar dapat meminimasi downtime mesin akibat
kerusakan yang terjadi secara tiba tiba. Konstruksi model interval waktu
pemeriksaan optimal tersebut adalah : ( Jardine, hal 108 )
1 / = Waktu rata - rata perbaikan
1 / i = Waktu rata - rata pemeriksaa n

Total downtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemeriksaan (
n ) dan didenotasikan dengan D(n) yakni :
D(n)= downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan
D(n) =

(n) n
+

Dimana :

(n)

= laju kerusakan yang terjadi

= jumlah pemeriksaan per satuan waktu

= berbanding terbalik dengan 1/

= berbanding terbalik dengan 1/i

Diasumsi laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan :


(n) = k / n
Dan karena : ( Jardine, hal 109 )
D(n) =
Maka :

(n) n
+

' (n) = -k/n

dan :
D' (n) = - k2 +1
n i

dimana :

MTTR
1
=
(1/ ) jam kerja/bln

nilai berbanding terbalik dengan 1/

(1/i) =

waktu 1x pemeriksaan
jam ker ja / b ln

nilai i berbanding terbalik dengan 1/i

nilai k adalah nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan wak tu
Sehingga jumlah pemeriksaan optimal dapat diperoleh :
n=

ki

Interval waktu pemeriksaan ( ti ) =

jam kerja/bln
n

Sementara nilai tingkat ketersedaiaan

( availability ) jika dilakukan n

pemeriksaan bisa diketahui dengan rumus : A(n) = 1 D(n)

2.1.14 Tingkat Ketersediaan ( Availability ) Total


Tingkat ketersediaan total komponen kritis merupakan perhitungan
yang bertujuan untuk mengetahui keandalan atau kemampuan komponen
dapat bekerja dengan baik, apabila tindakan preventive maintenance
dilakukan.
Tingkat

ketersediaan

berdasarkan

interval

waktu

penggantian

pencegahan dan tingkat ketersediaan berdasarkan interval pemeriksaan


merupakan dua kejadian yang saling bebas dan tidak saling mempengaruhi.
Sehingga berdasarkan teori peluang dua kejadian bebas, nilai peluang
kejadian saling bebas sama dengan hasil perkalian kedua availability tersebut.
( Walpole, hal 101 ).

2.1.15 Reliabilitas dibawah Preventive Maintenance


Peningkatan keandalan ( reliability ) dapat ditempuh dengan
melakukan tindakan perawatan pencegahan. Perawatan pencegahan dapat
mengurangi pengaruh umur atau wearout dan memberikan hasil yang
signifikan terhadap umur sistem. Model keandalan berikut mengasumsikan
bahwa sistem kembali ke kondisi baru setelah dilakukannya tindakan
perawatan pencegahan. ( Ebelling, hal 204 ) :

R(t ) = exp

T
n
R(T ) = exp n

ntT
R(t nt ) = exp

t


n

Rm(t ) = R(T ) * R(t nt )

Dimana :
R (t)
R(T)

= Keandalan sebelum dilakukan preventive maintenance ( saat ini ).


n

= Probabilitas keandalan dengan n kali preventive maintenance.

R(t-nT) = Probabilitas keandalan untuk waktu (t-nT) dari tindakan


preventive maintenance yang terakhir.
Rm (t) = Probabilitas keandalan setelah diterapkannya preventive
maintenance.

2.2

Kerangka Pemikiran
Meskipun PT. SPLP telah memberlakukan sistem preventive
maintenance sejak tahun 1993, namun dari data historis kerusakan mesin
ditemukan bahwa tingkat kerusakan mesinnya cukup sering terjadi, terutama
pada lini 1. Kemungkinan besar hal tersebut disebabkan oleh perencanaan
penjadwalan preventive maintenance yang kurang tepat, tanpa dukungan data
dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin, apalagi dengan
adanya pertambahan umur mesin yang semakin rentan terhadap kerusakan.
Sehingga diperlukan adanya revisi dan evaluasi terhadap sistem perawatan
yang ada dengan cara memprediksikan waktu yang tepat dalam menentukan
jadwal perawatan mesin dan penggantian komponen mesin dengan dukungan
data dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin yang diamati.
Tidak semua unit mesin harus dimasukkan dalam program preventive
maintenance, karena untuk melakukan perawatan atau pemeriksaan secara
ketat dan teratur akan memerlukan tenaga manusia dan biaya yang cukup
tinggi. Oleh karena itu hanya mesin mesin yang memiliki tingkat kerusakan
yang tinggi sajalah yang akan masuk dalam program preventive maintenance.
Dari data historis kerusakan mesin maka dapat ditentukan mesin dan
komponen yang masuk dalam kategori critical unit.
Selanjutnya bisa ditentukan distribusi kerusakan yang dimiliki oleh
peralatan produksi dan pada akhirnya akan disusun suatu jadwal maitenance

baru yang menunjukkan kapan suatu mesin atau komponen harus diperiksa
atau diganti.
Hampir seluruh mesin pada perusahaan ini telah mencapai batas umur
pemakaian, namun tingkat keandalannya dapat diimbangi dengan usaha
peningkatan perawatan. Dengan adanya tindakan preventive maintenance
maka diharapkan dapat meningkatkan keandalan suatu sistem atau komponen.
Oleh karena itu dilakukan juga pembandingan nilai keandalan komponen
kritis tanpa maupun dengan dilakukannya tindakan preventive maintenance.
Dengan tindakan preventive maitenance diharapkan kerusakan atau downtime
mesin dapat dicegah atau dikurangi sehingga peralatan dan fasilitas produksi
dapat digunakan secara optimal dan akan memiliki umur pakai yang lebih
panjang.

Anda mungkin juga menyukai