Anda di halaman 1dari 6

Cangkang Sawit: Salah Satu Sumber Energi Alternatif

Paling Potensial Pengganti BBM

Indonesia pernah menjadi anggota organisasi dunia pengekspor minyak (OPEC), namun
tepatnya pada 9 September 2008 Indonesia resmi mengundurkan diri dari keanggotaan
OPEC. Kita saat ini sudah menjadi negara pengimpor neto minyak. Produksi minyak kita
tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sumur-sumur di ladang minyak kita banyak yang
mengering. Padahal 20 tahun ke depan, diperkirakan kebutuhan energi kita 4 kali lipat
kebutuhan energi saat ini. Sumber energi kita seperti minyak bumi, gas dan batubara jika
digali terus bukan tidak mungkin suatu saat akan habis juga, padahal jumlahnya juga terbatas.
Lalu mampukah Indonesia terhindar dari krisis energi di masa depan? Sejatinya Indonesia
bukan hanya sekedar terhindar dari krisis energi, tetapi Indonesia akan memiliki ketahanan
energi yang kuat. Caranya adalah kita harus memaksimalkan potensi sumber daya energi
alternatif atau yang biasa disebut diversifikasi energi.
Pertamina sebagai badan usaha yang diberi wewenang dalam hal pengadaan BBM nasional
terpaksa juga harus melakukan impor agar kebutuhan nasional tercukupi. Pemerintah setiap
tahun menghabiskan hampir 6 juta kiloliter solar untuk energi listrik nasional! Sebagai
catatan, subsidi pemerintah yang dialokasikan untuk kebutuhan energi listrik tahun 2012
adalah sebesar Rp 94, 6 triliun. Haruskah uang kita habiskan hanya untuk impor dan subsidi
saja? Alangkah lebih bijaksana bila dana tersebut lebih baik kita alokasikan pada peningkatan
infastruktur dan peningkatan sumber daya manusia.
Lalu bagaimana cangkang sawit bisa menjadi sumber energi alternatif yang paling
potensial sebagai pengganti BBM?
Berbicara mengenai cangkang sawit, mungkin tidak banyak dari kita yang tahu bagaimana
dan apa itu cangkang sawit. Melihat secara langsung pohon kelapa sawit pun mungkin juga
belum pernah. Saat ini semua pulau besar Indonesia, dari Sumatera hingga Papua, penuh
dengan perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit saat memang menjadi primadona karena nilai
ekonominya yang sangat tinggi. Di Sumatera sendiri, hamparan perkebunan kelapa sawit
sangat mudah ditemui, mulai dari provinsi Lampung hingga Nanggroe Aceh Darussalam.

Tandan Kelapa Sawit Bermutu (dok.pribadi)


Hasil perkebunan kelapa sawit adalah buah sawit yang termaktup dalam tandan-tandan atau
biasa yang dikenal dengan istilah TBS (tandan buah segar). Kulit buah kelapa sawit
(eksoskrap) yang sudah siap panen berwarna merah hati dengan sedikit kuning dan tampak
berkilat. Bagian tengah buah sawit (mesoskrap) terdiri dari serabut atau biasa disebut fiber
berwarna jingga. Sangat mirip dengan sabut buah kelapa. Pada bagian tengah terhadap
cangkang keras (endoskrap) berwarna hitam bertekstur. Di bagian dalam cangkang itu
terdapat daging buah atau inti sawit (kernel) berwarna putih. Daging buah sawit itulah yang
akan diolah menjadi minyak sawit atau yang biasa disebut dengan palm crude oil (CPO).
CPO tersebut akan diproses kembali menjadi minyak goreng. Berapa produk olahan turunan
dari CPO adalah sabun, margarin, lilin, kosmetika, sampai produk farmasi.
Silakan lihat ilustrasi dibawah ini:

(ilustrasi pribadi)
Pada pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS), ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar
kelapa sawit bisa menghasilkan CPO. Salah satunya adalah proses pemisahkan inti dari
cangkang. Rata-rata sebuah pabrik pengolah kelapa sawit (PKS) mempunyai kapasitas olahan
30-50 ton kelapa sawit per jam. Sedangkan limbah yang dihasilkan bisa mencapai 2 kali
lipatnya. Limbah pengolahan kelapa sawit itu berupa cangkang dan serabut (fiber). Bisa kita
bayangkan berapa ton cangkang sawit yang bisa dihasilkan oleh 1 PKS saja dalam sebulan.

Limbah produksi PKS (dok.pribadi)

Timbunan cangkang sawit (dok.pribadi)

lokasi: Labuan Batu-Sumut (dok.pribadi)


Jika kita mengunjungi pabrik pengolahan sawit maka akan mudah dijumpai berton-ton
gundukan cangkang sawit disekitar areal PKS. Walau sudah menjadi limbah bukan berarti
akan dibuang begitu saja. Limbah cangkang sawit akan digunakan kembali sebagai bahan
bakar pada tungku boiler. Boiler sendiri merupakan bagian terpenting pada pabrik pengolahan
kelapa sawit. Selain digunakan untuk proses perebusan kelapa sawit, boiler juga
menghasilkan uap panas (steam) yang akan dikonversi menjadi energi penggerak turbinturbin. Termasuk turbin penggerak untuk menghasilkan energi listrik. Makanya pabrik-pabrik
yang berada jauh di pedalaman tetap mempunyai pasokan listrik yang bersumber dari boiler
tadi.

Cangkang sawit tampak dekat (dok.pribadi)

Kebutuhan cangkang sawit sebagai bahan bakar pada PKS sendiri biasanya surplus. Maka
kelebihan cangkang ini akan dijual. Saat ini harga cangkang sawit dipasaran berkisar antara
Rp.300,- sampai Rp.500,- /kilo (bukan harga yang dijual langsung oleh PKS). Besarnya harga
cangkang juga ditentukan oleh kualitas (basah/kering) dan jarak lokasi cangkang sawit itu
berasal. Bagaimanapun harga cangkang sawit Jauh lebih murah dibanding harga solar saat
ini. Bahkan jauh lebih murah juga bila dibandingkan dengan batubara misalnya. Di Kawasan
Industri Medan (KIM) 1 sampai 3, puluhan truk pengangkut cangkang sawit sampai harus
antri untuk bongkar muat di pabrik-pabrik yang memanfaatkan cangkang sawit sebagai
sumber energi untuk boiler mereka.
Sebagai informasi, pada pertengahan tahun lalu menteri ESDM Jero Wacik meresmikan 2
buah PLTU milik swasta di kawasan Industri Medan 3. Pembangkit listrik tersebut
memanfaatkan biomassa sebagai bahan bakar, bukan menggunakan BBM (solar) layaknya
pembangkit listrik yang lain. Istimewanya adalah bahan bakar utama PLTU tersebut adalah
cangkang sawit. PLTU tersebut ternyata menghasilkan daya listrik yang lebih (excess power)
dari kebutuhan pabrik dan kawasan industri, sehingga bisa dibeli oleh PLN untuk kembali
disalurkan kepada masyarakat.
Jadi sebenarnya agak ironi, Sumatera yang notabene produsen CPO terbesar di Indonesia
harus mengalami krisis pasokan energi listrik. Bukankah ketersediaan cangkang sawit begitu
berlimpah dan dapat diperoleh dengan harga ekonomis? Sungguh sumber energi alternatif
yang sangat potensial untuk dimanfaatkan tanpa harus menggerus cadangan sumber energi
bahan bakar fosil kita yang sebenarnya sudah kian menipis itu. Faktor lain yang
menguntungkan adalah cangkang sawit termasuk dalam katagori dapat diperbaharui
(renewable) sehingga menjamin ketersediaan energi secara berkesinambungan (sustainable).
Pemerintah harus mengambil langkah serius dalam hal ini. Pemerintah melalui Kementerian
ESDM dan BUMN terkait harus ikut mendorong berdirinya lebih banyak pembangkit listrik
berbasis biomassa di Indonesia. Tidak masalah jika harus menggandeng pihak swasta atau
investor asing misalnya. Berikan kemudahan dan juga stimulus bagi investor untuk
mendirikan pembangkit listrik biomassa di Indonesia. Memang diperlukan biaya yang besar
untuk mendirikan sebuah PLTU berbasis biomassa, namun manfaat yang akan kita peroleh
sekarang dan di masa yang akan datang sungguh luar biasa nilainya.
Andai Sumatera dan Kalimantan yang saat ini mempunyai jutaan hektar perkebunan kelapa
sawit itu, masing-masing memiliki 20 saja pembangkit listrik berbahan bakar cangkang sawit,
berapa juta kiloliter BBM dan devisa negara yang akan dihemat? Berapa trilyun rupiah
subsidi pemerintah yang bisa dipangkas? Belum lagi jika Sulawesi dan Papua melakukan hal
yang sama.
Tercukupnya kebutuhan energi listrik bagi seluruh masyarakat akan meningkatkan
produktivitas yang tentu akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat secara merata. Satu hal yang terpenting adalah, bahwa kekayaan alam yang ada
saat ini akan tetap bisa dinikmati juga oleh anak cucu kita kelak. Bahkan 20-30 tahun
kedepan, ketika banyak negara di dunia ini dilanda krisis energi, Indonesia malah mengalami
surplus energi. Semua itu bukan sekedar mimpi kosong belaka jika kita mau melakukan
diversifikasi energi mulai dari sekarang. Salah satunya adalah mengurangi ketergantungan
terhadap BBM dengan memanfaatkan potensi besar cangkang sawit sebagai sumber energi
alternatif.

salam

Anda mungkin juga menyukai