Oleh : Prof. Amzulia Rifai, Ph.D Dekan fakultas hukum Unsri Di dalam dunia peradilan, sering didengar istilah vox populi vox dei istilah ini diungkapkan kembali oleh prof. Amzulian rifai, ph.d. Beliau mengungkapkan seharusnya istilah ini seharusnya menggambarkan betapa penting suara rakyat yang semestinya mendekati kebenaran absolut. Jika dikaitkan dengan pilkada oleh rakyat, maka siapapun (idealnya) yang dipilih merupakan produk nurani rakyat semata.namun, dalam konteks pilkada yang sebenarnya, untuk menjadikan 'suara rakyat adalah suara tuhan' memiliki beberapa syarat, pertama suara yang diberikan harus benar-benar berdasarkan nurani, bukan karena sogokan. Kedua, pemberian suara tidak boleh karena faktor transaksional, ada pamrih atas dasar 'siapa mendapat apa'. Prof. Amzulian rifai, Ph.D mengatakan dengan kata lain batal jadinya untuk mengkategorikan suara rakyat itu, sama dengan 'suara tuhan' apabila pemberian suara itu atas dasar jual beli atau transaksional. Adanya argumentasi vox populi vox dei inilah yamg juga menjadi dasar mengapa dalam perdebatan pembentukan uu pilkada, diantara pihak berkeras untuk menjadi pilihan secara langsung. Jika terealisasinya uu pilkada yang setiap kepala daerah ditentukan oleh DPRD, maka uu tersebut seperti memiliki dua mata pisau. Jika pilkada dilakukan oleh DPRD, maka hak demokrasi rakyat Indonesia mengalami kemunduran karena tidak dapat memilih serta menentukan siapa pemimpin kelapa daerah yang sesuai dengan pilihan serta yang membawa aspirasi mereka. Dengan diadakannya pemilukada oleh DPRD dapat mengakibatkan tunduknya para kepala daerah drngan kekuasaan DPRD. Sehingga kepala daerah semakin mudah untuk di 'setir' kendalikan oleh DPRD. Selain itu jika pemilukada langsung seperti sekarang terus belanjut, maka banyak sekali praktik-praktik yang tidak diinginkan karena buktinya, mengutip Mendagri, lebih dari 70% kepala daerah tersangkut kasus hukum. Seperti walikota palembang, Gubernur Banten, dan masih banyak lagi yang belum muncul kepermukaan. Persoalan kedua, hanya mereka yang memiliki modal besar saja yang dapat muncul menjafi kepala daerah. Memang ada beberapa kepala daerah mungkin terpilih tanpa mengeluatkan modal besar. Mungkin saja seperti Gubernur DKI, walikota Bogor, dan walikota Bandung. Pilkada itu secara langsung atau anggota DPRD sebagai wakil rakyat, keduanya memiliki pembenaran. Karena sila keempat pancasila mengatakan bahwa demokrasi diatas permusyawaratan dan perwakilan bukan demokrasi langsung.