Anda di halaman 1dari 20

LI.1.

M&M Anatomi Saluran Nafas Bagian Atas


LO.1.1. Anatomi Makro

Berdasarkan anatomi saluran pernafasan atas terdiri dari mulai nares anterior hidung sampai cartilago
cricoid larynx.
HIDUNG
Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar
yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada terbentuk terowongan yang
disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring.
Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi
yang dibentuk oleh :
a. Cartilago septi naso
b. Os vomer
c. Lamina perpendicularis os ethmoidalis
Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan
rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum.
Terdapat 3 buah concha nasalis, yaitu :
a. Concha nasalis superior
b. Concha nasalis inferior
c. Concha nasalis media
Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara concha media dan
inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat
meatus nasalis inferior. Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis :
a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior
b. Sinus frontalis ke meatus media
c. Sinus maxillaris ke meatus media

d. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Persarafan Hidung
1. Bagian depan dan atas Cavum Nasi mendapat persarafan sensoris dari nervus nasalis, nervus
ethmoidalis anterior semuanya dari cabang N. Opthalmicus
2. Bagian bawah belakang termasuk mucosa conchae nasalis depan di persarafi oleh rami nasalis
posterior cabang dari N. Maxillaris
3. Daerah nasofaring dan conchae nasalis belakang mendapat persarafan sensorik dari cabang
ganglion pterygopalatinum.
Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman
pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius,
serabut n. olfactorius pada mucusa atas depan cavum nasi.
Perdarahan Hidung

Berasal dari cabang arteri carotis interna dan arteri carotis eksterna.
Arteri carotis interna mempercabangkan arteria opthalmica. Selanjuntnya arteria opthalmica
mempercabangkan arteri :
1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior
2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri
palatinus majus
Arteri carotis eksterna mempercabangkan dulu A. Maxillaris. Arteri maxillaris baru mempercabangkan
Arteri Sphenopalatinum.
Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus
Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada
anak. Bila Plexus Kisselbach pecah, maka akan terjadi epistaxis.
Epistaksis ada 2 macam, yaitu :
1. Epistaksis anterior
Dapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai
anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri
atau spontan dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
2. Epistaksis posterior
Berasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan cenderung lebih berat
dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemia, dan syok. Sering
ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
FARING

Pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada
ketinggian tulang rawan Krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Faring terbagi
menjadi 3, yaitu
a. Nasofaring terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius,
b. Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah, gabungan
sistem respirasi dan pencernaan
c. Laringofaring terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan.
LARING

Laring adalah organ yang berfungsi sebagai spincter pelindung pada sistem respirasi dan berperan dalam
pembentukan suara. Terletak setinggi vertebrae cervicalis 4,5 dan 6 di bawah lidah dan tulang os hyoid,
dibagian depan terdapat otot-otot dan bagian lateral ditutupi kelenjer tiroid.
Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang. Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas
atas.
1. Berbentuk tulang adalah os hyoid

2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1 buah. Pada arytenoid
bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme.
3. Tulang rawan dan ototnya berasal dari mesenkim lengkung faring ke 4 dan ke 6. Mesenkin
berproliferasi dengan cepat, aditus laringis berubah bentuk dari celah sagital menjadi lubang bentuk
T. mesenkin kedua lengkung faring menjadi kartilago tiroidea, krikoidea serta antenoidea. Epitel
laring berproliferasi dengan cepat. Vakuolisasi dan rekanalisasi terbentuk sepasang resesus lateral,
berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.
Os hyoid
Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago
thyroid
Cartilago thyroid
Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut prominess laryngis atau lebih disebut
jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan
inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.
Cartilago arytenoid
Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid
dihubungkan m.arytenoideus transversus.
Epiglotis
Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan
menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke
laring.
Cartilago cricoid
Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid
dan m.cricothyroid medial lateral.
Otot-otot laring :
a. Otot extrinsik laring
1. M.cricothyroid
2. M. thyroepigloticus
b. Otot intrinsik laring
1. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat gangguan pada otot ini
maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini
disebut juga safety muscle of larynx.
2. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis
3. M. arytenoid transversus dan obliq
4. M.vocalis
5. M. aryepiglotica
6. M. thyroarytenoid
Dalam cavum laryngis terdapat :
Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica
vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli.
Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai N.laryngis
superior dan n. recurrent.
LO.1.2. Anatomi Mikro

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:


1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan
sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu
sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.
HIDUNG

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum disekitar nares terdapat kelenjar
sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel didalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum
memasuki fosa nasalis.Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garismedial, terdapat
konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dindinglateralnya. Konka media dan inferior
ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkankonka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk
fungsimenghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/selsustentakuler, sel
olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar dipermukaan epitel olfaktorius dan bersilia,
berfungsi sebagai reseptor danmemiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel
basal(berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. KelenjarBowman menghasilkan
sekret yang membersihkan silia sel olfaktoriussehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zatzat. Adanya vibrisa,konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udarayang
masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelummasuk lebih jauh.
Sinus Paranasalis

1.
2.
3.
4.

Ruangan dalam tulang : os frontal, os maxilla, os ethmoid, os sphenoid


Dilapisi epitel bertingkat torak dengan sedikit sel goblet
Lamina propria tipis, melekat erat pada periostium
Lendir yang dihasilkan dialirkan ke cavum nasi oleh silia

FARING
Faring terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Nasofaring yang terletak di bawah dasar tengkorak (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel
goblet).
2. Orofaring, belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah (epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk)
3. Laringofaring, belakang laring (epitel bervariasi)
Epitel yang membatasi nasofaring bisa merupakan epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet
atau epitel berlapis gepeng. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa. Tapi
dapat juga terdapat kelenjar serosa dan kelenjar campur.
LARING
Laring adalah saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Laring berfungsi untuk bagian
system konduksi pernapasan juga pita suara. Pita suara sejati dan pita suara palsu masing-masing
merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal (krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus
(aryepiglotica). Di antara pita suara palsu dan pita suara sejati terdapat sinus dan kantung laring. Lipatan
aryepiglotica dan pita suara mempunyai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laring juga
mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Pada pita suara, lamina propria di bawah
epitel berlapis gepeng padat dan terikat erat dengan jaringan ikat ligamentum vokalis di bawahnya. Dalam
laring tidak ada submukosa tapi lamina propria dari membrane mukosanya tebal dan mengandung banyak
serat elastin.
EPIGLOTIS
Kerangka epiglotis terbentuk dari tulang rawan elastis. Kerangka ini dilapisi oleh epitel yang berbeda.
Permukaan laringeal dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet sama seperti epitel
saluran pernafasan lainnya. Sedangkan permukaan lingual dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk, yang merupakan kelanjutan dari epitel rongga mulut. Dibawah epitel terdapat lamina
propria yang terisi oleh kelenjer campur.

LI.2. M&M Mekanisme Pernafasan


LO.2.1. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 kedalam tubuh
sertamenghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi yang keluar dari
tubuh. Proses penghirupan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi
Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan,
melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi
juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus,
serta bronkioli terminalis.
Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong
benda asing yang terikat zat mucus ke arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia
dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.
Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang
rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan
menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini
menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus.
Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa
oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan
darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu
pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk.
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :

1. Menarik napas (inspirasi)


Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam
ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma
telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi.
Dengan demikian jarak antara sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
2. Menghembus napas (ekspirasi)
Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal.
Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara
didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam
karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus
abdominis.
FUNGSI RESPIRASI BAGI MANUSIA
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan
pembakaran
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah
ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)
3. Melembabkan udara
Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :
1. Ventilasi
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra
pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paruparu. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga
udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena
perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma.
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1. Kadar oksigen pada atmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan.
Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel
alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik
menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara
lapisan cairan dan udara.
2. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru.
Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah
satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1
mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :

1. Ketebalan membran respirasi


2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi
4. Perbedaan tekanan parsial
5. Transportasi
3. Transfortasi
Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida
sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
Transportasi gas dipengaruhi oleh :
1. Cardiac Output
2. Jumlah eritrosit
3. Aktivitas
4. Hematokrit darah
4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk
menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari
daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area
inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic
area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area
mengeksitasi sirkuit inspirasi.
Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh :
1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.
2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2,
CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis.
3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.
4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal.
5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran napas.

VOLUME STATIS PARU-PARU


1. Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas pada saat
istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml.
2. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan nafas secara
maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.
3. Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC =
VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml.
4. Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dalam
paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.
5. Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi
volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.
6. Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal.
IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.
7. Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah
inspirasi volume tidak normal.

8. Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah
ekspirasi volume tidak normal.
LO.2.2. Mekanisme Pertahanan
Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas
alamiah, sudah ada sejak bayi lahir. Jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu.
Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah
mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat berperan
terhadap antigen jenis lain.
MEKANISME BATUK

Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab oleh
selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam
epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat
menimbulkan penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain.
Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:
Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara menutup,
sehingga udara terjerat dalam paru2
Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula dengan
kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga
100mm/hg.
Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru
MEKANISME BERSIN
Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung,
bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah
iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat
refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan,
sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan
saluran hidung dari benda asing.
LI.3. M&M Rhinitis Alergi
LO.3.1. Definisi
Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang diperantarai IgE,
ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan gatal pada hidung dan mata.
Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 25% populasi dunia, dengan

peningkatan prevalensi selama dekade terakhir. Rinitis alergi merupakan kondisi kronik tersering pada
anak dan diperkirakan mempengaruhi 40% anak-anak. Sebagai konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh
pada kualitas hidup, bersama-sama dengan komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosialekonomi, rinitis alergi dianggap sebagai gangguan pernafasan utama. Tingkat keparahan rinitis alergi
diklasifikasikan berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis rinitis alergi
melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik khususnya saluran nafas
bawah.
LO.3.2. Etiologi
Penyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada apakah gejalanya musiman, perenial, ataupun
sporadik/episodik. Beberapa pasien sensitif pada alergen multipel, dan mungkin mendapat rinitis alergi
perenial dengan eksaserbasi musiman. Ketika alergi makanan dapat menyebabkan rinitis, khususnya pada
anak-anak, hal tersebut ternyata jarang menyebabkan rinitis alergi karena tidak adanya gejala kulit dan
gastrointestinal.
Untuk rinitis alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen) dan spora jamur. Sedangkan untuk
rinitis alergi perenial pencetusnya bulu binatang, kecoa, tikus, tungau, kasur kapuk, selimut, karpet, sofa,
tumpukan baju dan buku-buku.
Alergen inhalan selalu menjadi penyebab. Serbuksari dari pohon dan rumput, spora jamur, debu rumah,
debris dari serangga atau tungau rumah adalah penyebab yang sering. Alergi makanan jarang menjadi
penyebab yang penting. Predisposisi genetik memainkan bagian penting. Kemungkinan berkembangnya
alergi pada anak-anak adalah masing-masing 20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua menderita
alergi.
LO.3.3. Faktor Resiko
Faktor risiko rinitis alergi adalah faktor genetik (riwayat keluarga atopi), pemberian makanan padat
terlalu dini, dan ibu merokok selama kehamilan. Sebaliknya, jumlah saudara yang banyak pada anak
dikatakan sebagai faktor protektif.
LO.3.4. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti
dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak
kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah
terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan
hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti
histamin.
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48
jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan
dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD 4 + sel T pada tempat
deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental. (1,3)

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai
APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang
telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). APC melepaskan sitokin seperti IL 1 yang akan
mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti
IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan
diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa
yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat
alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin. (1)

Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring.
Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual. Peradangan dari mukosa
membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh
IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik. (6)
Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein
yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan,
terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan
IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast,
yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke
dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera
dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin,
triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk
leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya
menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis,
pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan
peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan
bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal
dengan fase reaksi awal atau segera. (6)
Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan
sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada
peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala
pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus
mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari. (6)
Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan
merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh
sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan
mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos. (2)
Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala
ini sering menambah perburukan kualitas hidup.(6)
Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas : (1)
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel, bulu binatang.
2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan,
udang.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan
kosmetik, perhiasan.
LO.3.5. Manifestasi Klinis

a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar
debu.
b. Ingus (rinore) yang encer
c. Hidung tersumbat
d. Hidung dan mata gatal
e. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)
f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggunghidung akibat sering
menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat(allergic salute)
g. Lubang hidung bengkak
h. Edema kelopak mata
i. Kongesti konjungtiva
j. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)k.
k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalahpenciuman, mengi, penekanan pada
sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah,
kehilangan nafsumakan dan sulit tidur
LO.3.6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Perlu ditanyakan gejala-gejala spesifik yang mengganggu pasien (seperti hidung tersumbat, gatalgatal pada hidung, rinore, bersin), pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan
keparahannya, identifikasi faktor predisposisi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan
pekerjaan. Karena rhinitis alergi seringkali berhubungan dengan konjungtivitis alergi, maka adanya
gatal pada mata dan lakrimasi mendukung diagnosis rinitis alergi. Riwayat keluarga merupakan
petunjuk yang cukup penting dalam menegakkan diagnosis pada anak.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di
daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu, dapat ditemukan
juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini
timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada
pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka
edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung
yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis
bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sitologi hidung tidak memastikan diagnosis, tetapi berguna sebagai pemeriksaan
pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (5 sel/lapang pandang) menunjukkan
kemungkinan alergi. Hitung jenis eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien
lebih dari satu penyakit. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan cara RAST
(Radioimmuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Test). Uji kulit alergen
penyebab dapat dicari secara invivo.
Ada dua macam tes kulit yaitu tes kulit epidermal dan tes kulit intradermal. Tes epidermal berupa tes
kulit gores (scratch) dengan menggunakan alat penggores dan tes kulit tusuk (skin prick test). Tes
intradermal yaitu tes dengan pengenceran tunggal (single dilution) dan pengenceran ganda (Skin

Endpoint Titration SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam
berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, juga dapat menentukan derajat
alergi serta dosis inisial untuk imunoterapi. Selain itu, dapat pula dilakukan tes provokasi hidung
dengan memberikan alergen langsung ke mukosa hidung. Untuk alergi makanan, dapat pula
dilakukan diet eliminasi dan provokasi atau Intracutaneous Provocative Food Test (IPFT).
LO.3.7. Diagnosis Banding
a. Rhinitis Vasomotor: suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanyainfeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.
b. Rhinitis Medikamentosa: suatu kelainan hidung berupa gangguan responnormal vasomotor yang
diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topicaldalam waktu lama dan berlebihan sehingga
menyebabkan sumbatan hidungyang menetap.
c. Rhinitis Simpleks: penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalahrhinovirus. Sangat menular dan
gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.
d. Rhinitis Hipertrofi:Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yangdisebabkan oleh bakteri
primer atau sekunder.
e. Rhinitis Atrofi: Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang
chonca.
LO.3.8. Tatalaksana
Medikamentosa
Antihistaminantagonis H-1 sebagai inti pertama pengobatan rhinitis alergidalam kombinasi atau tanpa
kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Dibagimenjadi 2 golongan, generasi-1 (klasik) dan
generasi-2 (non-sedatif). Generasi H-1 bersifat hipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak dan
plasenta sertamempunyai efek kolinergik. Dekongestan dipakai hanya untuk menghindariterjadinya
rhinitis medikamentosa.Preparat kortikosteroid intranasaldipilihbila gejala trauma sumbatan hidung
tidak kunjung membaik setelah diberiantihistamin.Antikolinergik topicaladalah ipratropium bromida,
bermanfaatuntuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reserptor kolinergik permukaan selefektor.
Dekongestan
Obat ini golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptoralfa-adregenik pada mukosa hidung untuk
menyebabkan vasokonstriksi, menciutkanmukosa yang membengkak dan memperbaiki pernafasan,
contohnya pseudofedrin,efedrin sulfat dan fenilpropanolamin. Penggunaan agen topikal yang lama
dapatmenyebabkan rhinitis medikamentosa, dimana hidung kembali tersumbat akibatvasodilatasi perifer.
Dekongestan oral secara umum tidak dianjurkan karena efek klinisnya masih meragukan dan memiliki
banyak efek samping. Dari keempat obatdekongestan yang banyak dipakai, fenilopropanolamin dan
efedrin memiliki indeksterapi yang sempit. Keduanya dapat menyebabkan hipertensi pada dosis
mendekatiterapetiknya.
Kortikosteroid Nasal
Merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasirhinitis alergi hingga saat ini. Efek utama steroid
topikal pada mukosa hidung Antaralain mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan
mediator, menekan kemotaksisneutrofil, mengurangi edema intrasel, dan menghambat reaksi fase lambat
yangdiperantarai sel mast. Sedangkan efek sampingnya meliputi bersin, perih pada mukosahidung, sakit
kepala dan infeksi Candidia albicans.
Sodium Kromolin,

Bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast danpelepasan mediator, termasuk histamin. Efek sampingnya
paling sering adalah iritasilokal.
Ipratropium Bromida
Bermanfaat pada rhintis alergi perennial atau rhinitisalergi yang persisten, obat ini memiliki sifat
antisekretori jika digunakan secara localdan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair. Efek
sampingnya ringan, meliputisakit kepala, epistaksis, dan hidung terasa kering.
Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) bila konka hipertrofi beratdan tidak dapat dikecilkan
dengan cara kauterisasi memakai AgNO325% atautroklor asetat.
Imunoterapi
Desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasimembentuk blocking antibody.
Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanyaberat, berlangsung lama dan pengobatan lain belum
memuaskan.
LO.3.9. Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal.
4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya pada anakanak.
5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.
LO.3.10. Prognosis
Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Ada kesan klinis bahwa gejala rhinitis alergika
dapat berkurang dengan bertambahnya usia. Sementara penderita polip hidung akan tetap mengalami
kekambuhan meskipun telah mendapat terapi bedah maupun obat. Pada beberapa kasus (khususnya pada
anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif
pada alergen.
LO.3.11. Pencegahan
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Pencegahan primer
Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen. Tindakan pertama adalah
mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu,
ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama
5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.
b. Pencegahan sekunder

Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah
tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan
dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji
kulit.
c. Pencegahan tersier
Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi dengan penghindaran alergen dan
pengobatan.
LI.4. M&M Anatomi Pernafasan Menurut Al-Quran dan Hadist
LI.4.1. Menguap
Menguap
Menguap dilakukan karena beberapa penyebab, antara lain: mengantuk, gelisah, butuh tambahan oksigen.
Islam juga mengatur bagaimana menguap yg baik.
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasululloh SAW bersabda:
Menguap adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka hendaknya ditahan
semampu dia, sesungguhnya jika salah seorang dari kalian (ketika menguap) mengatakan (keluar bunyi):
hah, maka setan tertawa. (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan ini lafazh riwayat Al-Bukhari)
Di hadits lain:
Menguap ketika sholat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah
semampunya. (HR Tirmidzi)
Dengan kata lain, Islam MENYARANKAN kita untuk menahan (tidak) menguap. Jika tidak kuat, maka
hendaknya menguap dengan menutup mulut dan tidak mengeluarkan bunyi.

LI.4.2. Bersin
Bersin
Hadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:Jika salah seorang dari
kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah (Segala puji bagi ALLOH) dan saudaranya
atau orang yang bersamanya mengatakan kepadanya Yarhamukallah (Semoga ALLOH memberikan
rahmat-Nya kepadamu). Jika salah seorang mengucapkan Yarhamukallah, maka orang yang bersin
tersebut hendaklah menjawab Yahdiikumullah wayushlih baalakum (Semoga ALLOH SWT
memberikanmu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).
LI.4.3. Bersendawa
Sendawa

Sendawa atau teurab (bahasa Sunda) atau gelegekan (bahasa Jawa) atau burp (bahasa Inggris)
adalah aktivitas ketika ada angin yg keluar dari tubuh kita. Penyebabnya bermacam-macam. Usai minum
minuman bersoda (carbonat), usai makan/minum, atau usai badan kita dikerok (pijat), dan aktivitas2 lain.
Untuk sendawa, terus terang saya belum pernah menemukan dalil, entah hadits ataupun sunnah
dari Rasululloh SAW mengenai hal ini. Usai bersendawa hendaklah mengucapkan hamdalah
(Alhamdulillah).
Alasan yang didapatkan mengapa mesti mengucapkan hamdalah adalah bersendawa itu pada hakikatnya
mengeluarkan hal (angin) yg buruk dan akan membuat tubuh kita menjadi lebih sehat. Dengan kian
sehatnya tubuh kita, maka kita mesti mensyukuri nikmat sehat yg didapat
LI.4.4. Wudhu
Pengaruh Wudhu Bagi Kesehatan Wudhu memang memiliki peranan yang besar bagi kehidupan seorang
muslim. Karena wudhu akan menjadi selalu sadar dan enegrik dalam hidup kita. Tidak diragukan lagi
manfaatnya sangat besar bagi kesehatan secara uum. Berikut keajaibaan wudhu bagi kesehatan antara
lain:
a) Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga mulut dan
tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan gusi. Hal ini karena
berkumur-kumur berfungsi memelihara gigi dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang
masih menempel. manfaat lain yang sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat wjaah
dan menjaga kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para
pakar pendidikan olahraga.
b) Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di universitas Alexendria yang
menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu secara terus menerus hidungnya bersih dari
debu, kuman, dan bakteri.
c) Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam
menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga berfungsi membersihkan kulit dari
kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit.
d) Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan perasaaan tenang dan
nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang berhubungan dengan seluruh anggota badan.
Manfaat Wudhu
Rasul SAW pernah bersabda, "Sempurnakan wudhu, lakukan istinsyaq (memasukkan air ke hidung),
kecuali jika kamu berpuasa." Selain itu, wudhu juga memiliki beberapa manfaat lain
1. Sarana pembentukan karakter dan melatih kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
2. Terapi alami yang terbukti secara ilmiah untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah berbagai
macam penyakit.
3. Membasuh wajah akan memberi efek positif pada usus, ginjal, sistem saraf, dan sistem reproduksi.
4. Membasuh kaki akan memberikan efek positif pada kelenjar pituitary otak yang bertugas mengatur
fungsi-fungsi kelenjar endokrin (kelenjar yang bertugas mengatur pengeluaran hormon).
5. Membasuh telinga dan memijat bagian-bagiannya dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi
rasa sakit.

6. Dapat mencegah penyakit kanker kulit, yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang setiap hari
menempel dan terserap oleh kulit.
7. Membasuh wajah dapat meremajakan sel-sel kulit wajah dan membantu mencegah munculnya
keriput.
8. Meremajakan selaput lendir yang memiliki peran penting bagi pertahanan tubuh.
9. Menjadikan seorang muslim selalu tersadar, bersemangat dan bersinar.
10. Wudhu dapat melindungi anda dari pengaruh guna2 atau pengaruh setan sehingga anda terhindar dari
kejahatan gaib seperti guna-guna,santet,teluh,pelet,hipnotis,dsb
LI.4.5. Alat Bantu Pernafasan

Anda mungkin juga menyukai