Anda di halaman 1dari 159

HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH

TANGGA DAN SANITASI RUMAH DENGAN


KEJADIAN LEPTOSPIROSIS
(Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:
Rizka Auliya
NIM. 6450408117

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
September 2012

ABSTRAK
Rizka Auliya.
Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan
Kejadian Leptospirosis.
(Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012)
XIV + 95 halaman + 27 tabel + 2 gambar + 15 lampiran
Leptospirosis merupakan penyakit di daerah banjir karena kejadian penyakit ini
paling tinggi saat pasca banjir. Candisari merupakan daerah yang jarang mengalami banjir
namun menjadi daerah yang memiliki angka kejadian leptospirosis tinggi pada tahun 20092011 yaitu 41 kasus dan 5 kematian. Kejadian leptospirosis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, utamanya PHBS dan Sanitasi Rumah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian
leptospirosis (Studi kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah
penderita leptospirosis di Kecamatan Candisari (kasus) dan bukan penderita (kontrol).
Sampel berjumlah 66 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, lembar
observasi, dan luxmeter.. Data dianalisis dengan rumus uji Chi-square.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah
tangga (p=0,003,OR=4,667), kondisi selokan (p=0,001,OR=5,290), keberadaan tikus
(p=0,001,OR=6,107), keberadaan air menggenang (p=0,001,OR=6,133), sarana pembuangan
limbah (p=0,003,OR=4,600), sarana pembuangan sampah (p= 0,002,OR=5,400) dan tidak
ada hubungan antara intensitas cahaya (p=0,323), keberadaan hewan peliharaan (p=0,084)
dengan kejadian leptospirosis.
Saran yang diajukan adalah diharapkan pasien memperbaiki PHBS dan sanitasi
rumah agar tidak menjadi sumber dan wahana penularan penyakit leptospirosis.
Kata Kunci
Kepustakaan

: Leptospirosis, Sanitasi Rumah, Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga.


: 30 (1999-2011)

ii

Public Health Departement


Sport Science Faculty
Semarang State University
September 2012

ABSTRACT
Rizka Auliya.
Relationship Between the Strata of Healthy and Clean Life Behavior (PHBS) Order
Household and House Sanitary with Leptospirosis Incidence (Case Study in Candisari
District Semarang City in 2012)
XIV + 95 pages + 27 tables + 2 figure + 15 appendices
Leptospirosis is a disease in flooded areas because of the high incidence of this
disease at post-flood. Candisari is an area that rarely experiences flooding, but a region that
has a high incidence of leptospirosis in 2009-2011, namely 41 cases and 5 deaths. Incidence
of leptospirosis is influenced by several factors, the main strata of healthy and clean life
behavior (PHBS) order household and house sanitation. The purpose of this study was to
determine the relationship between the strata PHBS order household and house sanitary with
the incidence of leptospirosis (case study in Candisari District Semarang City in 2012).
This study used a case-control approach. The study population was patients with
leptospirosis in the Candisari district (cases) and not the patients (controls). The sample
amounted to 66 respondents. The instruments used were questionnaires, observation sheets,
and luxmeter. Data were analyzed by chi-square formula.
The result showed that there is a relationship between the strata of healthy and clean
life behavior (PHBS) order household (p = 0.003, OR = 4.667), the condition of the sewers
(p = 0.001, OR =5.290), presence of mice (p = 0.001, OR = 6.107), presence of stagnant
water (p = 0.001, OR = 6.133),cesspool disposal facilities (p = 0.003, OR = 4.600), waste
disposal facilities (p = 0.002, OR = 5.400) and no correlation between the intensity of light
(p = 0.323), presence of pets (p = 0.084) with the incidence of leptospirosis.
The suggestions are the patient expected to improve PHBS and house sanitary in
order not to be a source and vector for transmission of leptospirosis.
Kata Kunci
Behavior.
Kepustakaan

: Leptospirosis, House Sanitation, Strata of Healthy and Clean Life


: 30 (1999-2011)

iii

PENGESAHAN
Telah disidangkan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, skripsi atas:
Nama

: Rizka Auliya

NIM

: 6450408117

Judul

: Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dan


Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis (Studi Kasus di
Kecamatan Candisari Kota Semarang)

Pada hari

: Rabu

Tanggal

: 21 November 2012
Panitia Ujian:
Ketua,

Sekretaris,

Drs. H. Harry Pramono, M.Si .


NIP.19591019.198503.1.001

Ketua,

Anggota,
(Pembimbing Utama)

Dr. dr. Oktia Woro KH, M. Kes.


NIP. 19591001.198703.2.001

Dewan Penguji

Tanggal

Eram Tunggul P., S.KM., M.Kes


NIP. 19740928.200312.1.001

___________

Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes


NIP. 19800909.200501.2.002

Anggota,
Sofwan Indarjo, S.KM, M.Kes
(Pembimbing Pendamping) NIP. 19760719.200812.1.002

iv

___________

___________

MOTTO DAN PERSEMBAHAN


MOTTO:
Dahulukan Allah, maka Allah akan mendahulukanmu dalam segala urusan.
Masyarakat akan sehat, apabila setiap insan ikut serta menyehatkan dirinya serta
lingkungannya (Juli Soemirat Slamet, 2002:5).

PERSEMBAHAN:
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ibuku tercinta (Ibu Sadiyah).
2. Adik dan Kakakku (Oyik dan Naila).
3. Keluarga Besarku
4. Almamaterku Unnes

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan
karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul Hubungan antara Strata PHBS
Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis
(Studi Kasus di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012) dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini,
dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1.

Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas


Negeri Semarang, atas ijin penelitian.

2.

Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan


Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan penelitian.

3.

Pembimbing I, Ibu Arum Siwiendrayanti, S.KM., M.Kes., atas bimbingan,


arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

4.

Pembimbing II, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes., atas bimbingan, arahan
serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

5.

Dosen Penguji Proposal Skripsi, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM.,


M.Kes., atas saran dan masukkan dalam perbaikan skripsi ini.

6.

Dosen-dosen dan karyawan di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas


Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bimbingan dan
bantuannya.

7.

Kepala Kesbangpolinmas Kota Semarang , Bapak Drs. Bambang Sukono, MM,


atas ijin penelitian.
vi

8.

Kepala Kantor Kecamatan Candisari Kota Semarang, Bapak Budi Tjahyanto,


S.H., M.Hum, atas ijin penelitian di wilayah tersebut.

9.

Ibu (Sadiyah), adik (Oyik), Kakak (Naila), atas doa, pengorbanan, kasih
sayang dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Muhammad Ulya, atas bantuan doa, tenaga, pikiran, pengorbanan serta
motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat sekaligus teman diskusi (Dwina, Wiwin, Madya Feni, Evy, Nunung)
atas bantuan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman-teman Kos 8, atas doa, dukungan serta motivasinya dalam
penyusunan skripsi ini.
13. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2008, atas bantuan
serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya
selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Semarang, September 2012

Penyusun

vii

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ...................................................................................................................

ABSTRAK ............................................................................................................

ii

ABSTRACT ..........................................................................................................

iii

PENGESAHAN ....................................................................................................

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii


DAFTAR TABEL ................................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii


DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................

1.2

Rumusan Masalah ..........................................................................................

1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................

1.4

Manfaat Penelitian .........................................................................................

1.5

Keaslian Penelitian .........................................................................................

1.6

Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 11

viii

2.1

Leptospirosis .................................................................................................. 11

2.2

Sanitasi Rumah ............................................................................................. 26

2.3

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Leptospirosis ............... 34

2.4

PHBS Tatanan Rumah Tangga ..................................................................... 36

2.5

Kerangka Teori .............................................................................................. 42

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 43


3.1

Kerangka Konsep ........................................................................................... 43

3.2

Hipotesis Penelitian........................................................................................ 44

3.3

Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 44

3.4 Variabel Penelitian ......................................................................................... 44


3.5

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel .................................. 45

3.6

Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 48

3.7

Sumber Data Penelitian .................................................................................. 52

3.8

Instrumen Penelitian ...................................................................................... 53

3.9

Teknik Pengambilan Data ............................................................................. 53

3.10 Prosedur Penelitian ....................................................................................... 54


3.11 Teknik Analisis Data ..................................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 60
4.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................

60

4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................

60

4.2.1 Karakteristik Responden ..............................................................................

60

4.2.2 Analisis Univariat Variabel Penelitian .........................................................

63

4.2.3 Hasil Analisis Bivariat .................................................................................

68

ix

4.2.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat ..........................................................

77

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 78


5.1

Pembahasan ..................................................................................................

78

5.1.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan Kejadian
Leptospirosis ................................................................................................

78

5.1.2 Hubungan antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis ...........

80

5.1.3 Hubungan antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis ..........

81

5.1.4 Hubungan antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis.........

82

5.1.5 Hubungan antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian


Leptospirosis ...............................................................................................

84

5.1.6 Hubungan antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian Leptospirosis


....................................................................................................................

85

5.1.7 Hubungan antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian Leptospirosis


....................................................................................................................

87

5.1.8 Hubungan antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian Leptospirosis


....................................................................................................................

89

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ............................................................

91

5.2.1 Hambatan Penelitian ...................................................................................

91

5.2.2 Kelemahan Penelitian .................................................................................

91

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 92


6.1 Simpulan ........................................................................................................

92

6.2 Saran ...............................................................................................................

92

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

94

LAMPIRAN ......................................................................................................... . 96

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1: Keaslian Penelitian.................................................................................

Tabel 1.2: Matrik Perbedaan Penelitian ..................................................................

Tabel 2.1: Strata PHBS di Rumah Tangga ............................................................. 40


Tabel 2.2: Strata Kelompok
(RT,RW,DESA/KELURAHAN,KECAMATAN,KABUPATEN/KOTA) ............ 41
Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ........................... 45
Tabel 3.2: Perhitungan Sampel ............................................................................... 50
Tabel 3.3: Tabel 2 x 2 Penentuan OR ..................................................................... 57
Tabel 4.1: Distribusi Responden menurut Umur .................................................... 61
Tabel 4.2: Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ....................................... 62
Tabel 4.3: Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan .............................. 62
Tabel 4.4: Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden ................ 63
Tabel 4.5: Distribusi Kondisi Selokan Responden ................................................. 64
Tabel 4.6: Distribusi Intensitas Cahaya dalam Rumah Responden ........................ 64
Tabel 4.7: Distribusi Keberadaan Tikus di Rumah Responden .............................. 65
Tabel 4.8: Distribusi Keberadaan Hewan Peliharaan Responden........................... 66
Tabel 4.9: Distribusi Keberadaan Air Menggenang di Rumah Responden ............ 66
Tabel 4.10: Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Responden ............................ 67
Tabel 4.11: Distribusi Sarana Pembuangan Sampah Responden............................ 68
Tabel 4.12: Tabulasi Silang antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis ............................................................................................ 69
xi

Tabel 4.13: Tabulasi Silang antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 70
Tabel 4.14: Tabulasi Silang antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 71
Tabel 4.15: Tabulasi Silang antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis
.............................................................................................................. 72
Tabel 4.16: Tabulasi Silang antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 73
Tabel 4.17: Tabulasi Silang antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 74
Tabel 4.18: Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 75
Tabel 4.19: Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis ........................................................................................................... 76
Tabel 4.20: Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Chi-Square ... 77

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1: Kerangka Teori................................................................................... 42
Gambar 3.1: Kerangka Konsep ............................................................................... 43

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Permohonan Sebagai Responden Penelitian ...................................... 96
Lampiran 2: Persetujuan Menjadi Responden Penelitian ....................................... 97
Lampiran 3: Kuesioner Penelitian dan Lembar Observasi ..................................... 98
Lampiran 4: Daftar Responden Kasus .................................................................... 105
Lampiran 5: Daftar Responden Kontrol.................................................................. 106
Lampiran 6: Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Tiap Variabel .............................. 107
Lampiran 7: Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ..................................................... 123
Lampiran 8: Output SPSS Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square ..................... 125
Lampiran 9: Surat Tugas Pembimbing ................................................................... 133
Lampiran 10: Surat Ijin Penelitian dari Fakultas .................................................... 134
Lampiran 11: Surat Ijin Peminjaman Alat .............................................................. 135
Lampiran 12: Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpolinmas ..................................... 136
Lampiran 13: Surat Ijin Penelitian dari Kecamatan Candisari................................ 138
Lampiran 14: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ................................ 139
Lampiran 15: Dokumentasi Penelitian .................................................................... 140

xiv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki
curah hujan yang tinggi. World Health Organization (WHO) menyebutkan
kejadian Leptospirosis untuk negara subtropis adalah berkisar antara 0,1-1
kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di negara tropis berkisar
antara 10100 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun (WHO, 2012).
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis. Indonesia sebagai
negara tropis merupakan negara dengan kejadian Leptospirosis yang tinggi serta
menduduki peringkat ketiga di dunia dibawah China dan India untuk mortalitas.
Penyakit bersumber tikus yang pernah dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah
diantaranya adalah penyakit Pes dan Leptospirosis. Leptospirosis telah
mengakibatkan kematian penduduk di beberapa kabupaten atau kota seperti di
Semarang, Demak, Pati, Klaten dan Purworejo (Buku Saku Kesehatan 2011 Prov.
Jateng : 40 - 41).
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi
bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang
menyerang hewan dan manusia. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan
oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira yang biasanya masuk melalui
conjunctiva atau kulit yang terluka. Pada kulit yang utuh, infeksi dapat pula terjadi

apabila seseorang kontak dengan air, tanah, dan tanaman yang terkontaminasi urin
tikus atau hewan lain seperti anjing, kucing dll yang sakit leptospirosis dalam
waktu yang lama (Muliawan, 2008: 64).
Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, bisa mencapai
2,516,45%. Dan di provinsi Jawa Tengah angka kematian leptospirosis
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kejadian dan angka kematian
leptospirosis di Jawa Tengah tahun 2007 adalah 67 kejadian dan 6 kematian,
tahun 2008 adalah 231 kejadian dan 15 kematian, tahun 2009 adalah 232 kejadian
dan 14 kematian, tahun 2010 adalah 133 kejadian dan 14 kematian, dan pada
tahun 2011 adalah 153 kejadian dan 30 kematian (Profil Kesehatan Indonesia
2010, Kepmenkes RI Tahun 2011). Angka kejadian dan kematian leptospirosis di
Jawa Tengah mulai tahun 20082011 yang paling tinggi adalah di Kota Semarang
yaitu sebanyak 151 kejadian dengan 4 kematian,

235 kejadian dengan 9

kematian, 70 kejadian dengan 6 kematian, dan 60 kejadian dengan peningkatan


kasus kematian sebanyak 22 kematian (Buku Saku Data Kasus dan Kematian
Leptospirosis Jateng 2012 ). Bila dilihat dari data, selama tahun 20082011
kejadian leptospirosis di Kota Semarang mengalami penurunan. Namun pada
angka kematian yang terjadi mengalami peningkatan yang pesat pada tahun 2011.
Pada umumnya, penyakit leptospirosis merupakan penyakit yang banyak
terjadi di daerah rawan banjir karena kejadian penyakit ini paling tinggi setelah
banjir tersebut surut. Kawasan rob yang memiliki kasus leptospirosis tinggi di
Kota Semarang misalnya Kecamatan Semarang Utara. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sunaryo dari Loka Litbang P2B2 Banjarnegara tentang zona
kerawanan leptospirosis di Kota Semarang menunjukan hasil yang berbeda untuk

daerah yang jarang banjir. Daerah Candisari merupakan daerah yang jarang
mengalami banjir namun menjadi daerah yang memiliki angka kejadian
leptospirosis yang tinggi pada tahun 2009-2011 yaitu 41 kasus dan 5 kematian.
Dan pada tahun 20082010 kejadian leptospirosis yang juga tinggi berada di
daerah

Tembalang yang merupakan daerah yang juga jarang terjadi banjir

(Rekapitulasi Bulanan Kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2012). Dengan


demikian, fenomena kejadian leptospirosis bukan hanya terjadi di kawasan rob
saja, melainkan sudah merambat ke daerah yang jarang banjir di Kota Semarang.
Menurut petugas Puskesmas Kagok bagian penyakit Leptospirosis, hal ini
disebabkan oleh banyaknya populasi tikus yang terinfeksi bakteri leptospira yang
bermigrasi dari daerah yang rawan banjir ke daerah yang jarang banjir seperti
Candisari. Dan penyakit Leptospirosis dapat terjadi hanya dengan adanya tikus
yang terinfeksi Leptospira, air menggenang dan kontak manusia dengan air
menggenang yang terinfeksi oleh Leptospira dari air kencing tikus tersebut. dari
hal tersebut maka banyaknya kejadian Leptospirosis di daerah jarang banjir dapat
terjadi.
Di wilayah kota Semarang, tercatat kecamatan Candisari sebagai wilayah
terpadat dengan angka kepadatan 14.089 jiwa/km2. Di kecamatan Candisari, air
tanah dan permukaan air dangkal mencapai 10-20 meter. Hal ini berpotensi
menimbulkan genangan air luas mencapai 1-25 hektare utamanya di kelurahan
Kaliwiru. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 28 Juli 2012
di beberapa kelurahan (Jomblang, Karanganyar Gunung, Kaliwiru dan Tegalsari)
yang merupakan kelurahan dengan keberadaan kasus Leptospirosis di kecamatan

Candisari, mendapatkan hasil bahwa kondisi sanitasi di daerah tersebut perlu


diperhatikan. Hal tersebut terlihat dari kondisi rumah-rumah yang sangat
berhimpitan dan masih sedikitnya tempat sampah di tiap-tiap rumah sehingga
menimbulkan banyaknya sampah yang dibuang sembarangan di sekitar rumah
maupun selokan. Warga juga menyatakan bahwa saat musim hujan, selokan di
sekitar rumah mereka sering meluap karena tidak tertutup dan berukuran kecil.
Keterbatasan tempatlah yang membuat mereka tidak dapat membuat selokan yang
lebih besar. Terbatasnya tempat juga menyebabkan rumah-rumah mereka
dibangun dengan kondisi seminimal mungkin sehingga kondisi di dalam rumah
terlihat cukup gelap walaupun saat siang hari. Hal- hal tersebut yang menjadi
kemungkinan sebagai faktor-faktor penularan Leptospirosis.
Penyakit leptospirosis merupakan penyakit yang sangat berhubungan
dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang sangat berperan dalam kejadian
leptospirosis adalah sanitasi rumah. Sanitasi rumah dapat dikatakan baik apabila
memenuhi salah satu kriteria rumah sehat yaitu memenuhi persyaratan
pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air
bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan
dan penghawaan yang cukup (Rusmini, 2011:86).
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kejadian
Leptospirosis berkaitan dengan faktor lingkungan. Pada penelitian Dwi Sarwani
(2005) mendapatkan hasil bahwa beberapa faktor lingkungan fisik yang

merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah kondisi tempat


pengumpulan sampah (Odd Ratio = 1,2 dengan 95% CI 0,6-2,7), kondisi selokan
(Odd Ratio = 5 dengan 95% CI 2,3-10,6). Faktor lingkungan biologik yang
merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam
rumah (Odd Ratio = 38,1 dengan 95% CI 8,6169,8).
Faktorfaktor lingkungan termasuk kedalam beberapa indikator dari PHBS
tatanan rumah tangga. Selain faktor lingkungan, faktorfaktor lain yang ikut
berpengaruh pada kejadian leptospirosis juga terdapat dalam PHBS tatanan rumah
tangga. PHBS tatanan rumah tangga dilakukan untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS dengan baik,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit
dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat (Pedoman Program PHBS Tatanan Rumah Tangga Tahun
2010). Dengan PHBS tatanan rumah tangga tersebut dapat diketahui tingkatan
strata PHBS dalam rumah tangga, tingkatan strata tersebut antara lain sehat
pratama, sehat madya, sehat utama dan sehat paripurna.
Tingkatan strata PHBS Tatanan Rumah Tangga menentukan bagaimana
kondisi PHBS dalam keluarga. Penentuan strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
merupakan program pemerintah yang telah dilakukan oleh Puskesmas. Untuk itu
perlu diketahui hubungannya dengan kejadian Leptospirosis agar bisa lebih
ditingkatkan keefektifannya di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
ingin melakukan penelitian mengenai Hubungan Antara Strata PHBS Tatanan
Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis

1.2 Rumusan Masalah


Menurut penelitian terdahulu, faktor lingkungan merupakan faktor yang
sangat berperan dalam kejadian leptospirosis utamanya adalah sanitasi rumah
yang meliputi kondisi selokan, intensitas cahaya, keberadaan tikus di dalam
rumah, keberadaan air yang menggenang di dalam rumah, sarana pembuangan air
limbah dan sarana pembuangan sampah. Faktorfaktor lingkungan tersebut
termasuk ke dalam beberapa indikator dari PHBS tatanan rumah tangga. Selain
faktor lingkungan tersebut, faktorfaktor lain yang ikut berpengaruh pada
kejadian leptospirosis juga terdapat dalam PHBS tatanan rumah tangga. Indikator
tersebut antara lain KIA dan gizi, gaya hidup, dan upaya kesehatan masyarakat.
Dengan PHBS tatanan rumah tangga tersebut dapat diketahui tingkatan strata
PHBS dalam rumah tangga.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Adakah
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan
kejadian leptospirosis?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian
leptospirosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1.

Mengetahui hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dengan


kejadian leptospirosis.

2.

Mengetahui hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis.

3.

Mengetahui

hubungan

antara

intensitas

cahaya

dengan

kejadian

leptospirosis.
4.

Mengetahui hubungan antara keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis.

5.

Mengetahui hubungan antara keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian


leptospirosis.

6.

Mengetahui hubungan antara keberadaan air yang menggenang

dengan

kejadian leptospirosis.
7.

Mengetahui hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan kejadian


leptospirosis.

8.

Mengetahui hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian


leptospirosis.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama
kuliah di bidang Kesehatan Lingkungan dalam bentuk penelitian ilmiah mengenai
hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan
kejadian leptospirosis.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Sebagai sarana pemberian informasi yang nantinya dapat dijadikan
masukan dalam bidang sosial-ekonomi dengan memasyarakatkan bahwa strata
PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah berhubungan dengan kejadian
leptospirosis, sehingga masyarakat dapat mencegah kejadian leptospirosis.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul
Peneliti
An
(1)
Faktor
Risiko
Ling
kungan
Yang
Berpe
ngaruh
Terha
dap
Kejadian
Leptospi
rosis
Berat

Tahun
dan
Tempat
Peneliti
an
(2)
(3)
Dwi
Tahun
Sarwa 2005,
ni Sri di
Rejeki Rumah
Sakit
Dr.
Kariadi
Sema
rang.
Nama
Peneli
ti

Ranca
ngan
Peneliti
An
(4)
Meng
gu
nakan
metode
Obser
vasio
nal
dengan
rancang
an
kasus
kontrol

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

(5)
Variabel bebas :
Kondisi
selokan,
karakteristik
genangan
air,
keberadaan sampah,
kondisi jalan sekitar
rumah, curah hujan,
kondisi
selokan,
kondisi
tempat
pengumpulan
sampah, topografi,
keberadaan tikus di
dalam dan sekitar
rumah, kepemilikan
hewan
peliharaan,
pH tanah, riwayat
peran serta dalam
kegiatan sosial yang
berisiko
terhadap
leptospirosis,
penggunaan
alat
pelindung,
jumlah
pendapatan,
jenis
pekerjaan, kebiasaan
tidak memakai alas
kaki, mencuci/mandi
di sungai
Variabel terikat :
Kejadian
leptospirosis.

(6)
Beberapa faktor
lingkungan fisik
yang merupakan
faktor risiko
kejadian
leptospirosis berat
adalah kondisi
tempat
pengumpulan
sampah OR = 1,2
95% CI 0,6-2,7;
curah hujan >=
177,5 mm
OR=5,7; 95% CI
1,9-17,3; kondisi
selokan <
2,0 meter OR=5;
95% CI 1,8-15,7.
Faktor lingkungan
biologik yang
merupakan
faktor risiko
kejadian
leptospirosis berat
adalah adanya
tikus di dalam dan
sekitar
OR=38,1; 95% CI
8,6169,8.

(1)
Analisis
Faktor
Faktor
yang
Berhubu
ng
an
dengan
Penyakit
Leptospi
ro
sis Di
Puskesm
as
Kedung
mundu
2011

(2)
Taufi
k Ari
Pamb
udi

(3)
Tahun
2011 di
Puskes
mas
Kedung
mundu

(4)
Analiti
k
observa
sional
dengan
desain
kasus
kontrol

(5)
Variabel Bebas :
Kebersihan
diri,
riwayat adanya luka,
kondisi
selokan,
keberadaan tikus di
dalam
rumah,
kebiasaan menutup
makanan,
keberadaan hewan
peliharaan,
pengetahuan,
pekerjaan, aktifitas
di air
Variabel Terikat :
Kejadian
Leptospirosis

(6)
Variabel
yang
berhubung
an
dengan
kejadian
leptospiro
sis adalah
pekerjaan
OR=7,765 ; 95%
CI 0,85270,752,
kebersihan diri
OR=7,3,685 ;
95% CI 1,06212,771, riwayat
adanya luka
OR=5,6 ; 95% CI
1,52320,492,
keberadaan tikus
OR=3,683 ; 95%
CI 1,06212,771,
riwayat kontak
dengan air kotor
OR=3,683 ; 95%
CI 1,06212,771,
kebersihan rumah
OR=3,683 ; 95%
CI 1,06212,771.

Perbedaan penelitian dari penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel


1.2 tentang matrik perbedaan penelitian di bawah ini :
Tabel 1.2 Matrik Perbedaan Penelitian
No Perbedaan
(1)
(2)
1. Judul
Penelitian

2.

Tempat

3.

Rancangan
Penelitian

Penelitian
Taufik Ari
Pambudi
(5)
Analisis
Faktor
Faktor yang
Berhubungan
Penyakit
Leptospirosis
Di Puskesmas
Kedungmundu
2011
Kecamatan Candisari
Rumah Sakit Dr. Puskesmas
Kariadi Semarang
Kedungmundu
Analitik
Menggunakan metode Menggunakan
observasional
observasional analitik metode
dengan desain
dengan desain studi Observasional
dengan rancangan kasus kontrol
kasus kontrol.
kasus kontrol
Penelitian Rizka
Auliya
(3)
Hubungan
Antara
Strata PHBS Tatanan
Rumah Tangga Dan
Sanitasi
Rumah
Dengan
Kejadian
Leptospirosis.

Penelitian Dwi
Sarwani
(4)
Faktor Risiko
Lingkungan Yang
Berpengaruh
Terhadap Kejadian
Leptospirosis Berat

10

(1)
(2)
4. Variabel
Bebas

(3)
Strata PHBS tatanan
rumah tangga dan
sanitasi rumah yang
meliputi
kondisi
selokan,
intensitas
cahaya,
keberadaan
tikus, keberadaan air
yang
menggenang,
sarana pembuangan air
limbah, serta sarana
pembuangan sampah.

5.

Sistem
random Sistematik random Simple
sampling sampling
sampling
random
sampling

Teknik
sampling

(4)
Kondisi
selokan,
karakteristik
genangan
air,
keberadaan sampah,
kondisi jalan sekitar
rumah, curah hujan,
kondisi
selokan,
kondisi
tempat
pengumpulan
sampah, topografi,
keberadaan tikus di
dalam dan sekitar
rumah, kepemilikan
hewan peliharaan,
pH tanah, riwayat
peran serta dalam
kegiatan sosial yang
berisiko
terhadap
leptospirosis,
penggunaan
alat
pelindung, jumlah
pendapatan,
jenis
pekerjaan,
kebiasaan
tidak
memakai alas kaki,
mencuci/mandi di
sungai

(5)
Kebersihan
diri, riwayat
adanya luka,
kondisi
selokan,
keberadaan
tikus di dalam
rumah,
kebiasaan
menutup
makanan,
keberadaan
hewan
peliharaan,
pengetahuan,
pekerjaan,
aktifitas di air

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


1.6.1 Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Candisari Kota Semarang.
1.6.2 Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus 2012.
1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan
Penelitian ini dibatasi lingkup teorinya pada strata PHBS tatanan rumah
tangga dan sanitasi rumah sebagai pemicu munculnya vektor tikus yang kemudian
menghubungkannya dengan kejadian Leptospirosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leptospirosis
2.1.1 Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri yang
berbentuk spiral dari genus leptospira patogen, menyerang hewan dan manusia.
Definisi zoonosa (zoonosis) adalah penyakit yang secara alami dapat dipindahkan
dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya (Depkes RI, 2005:1)
Bakteri zoonosis sebagai aspek penyebab leptospirosis. Dari aspek
transmisinya leptospirosis merupakan salah satu direct zoonosi (host to host
transmission) karena penularannya hanya memerlukan satu vertebrata saja.
Penyakit ini bebas berkembang di alam, di kalangan hewan liar maupun domestik,
dan manusia merupakan infeksi terminal. Dari aspek ini penyakit tersebut
termasuk golongan anthropozoonosis. Gambaran klinis penyakit leptospirosis
pada manusia meliputi: demam, pembesaran hati dan limpa, ikterus, dan ada tanda
tanda kerusakan pada ginjal (Depkes RI,2005:1).
2.1.1.1 Etiologi
Mikroorganisme penyebab leptospirosis termasuk dalam genus Leptospira
(L), famili Leptospiraceae, ordo Spirochaetales yang terdiri dari 2 spesies yaitu L.
interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen,
saprofit). Jenis Leptospira interrogans yang mampu menginfeksi manusia antara
lain adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L. pamona, L. grippotyphosa, L.
javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. autumnalis, L. bataviae, L.

11

12

tarrasovi, L. panama, L. andamana, L. shemonai, L. ranarum, L. bufonis, L.


copenhageni, L. australis, L. cynopteri. Jenis yang paling sering menginfeksi
manusia adalah L. icterohaemorrhagiae dengan tikus sebagai reservoirnya, L.
canicola dengan anjing sebagai reservoirnya, dan L.pamona dengan sapi dan babi
sebagai reservoirnya (Djoni Djunaedi, 2007:20).
2.1.1.2 Epidemiologi
Leptospira yang hidup dalam tubuh hewan yang menjadi sumber penular
leptospirosis berada di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor
yang utama penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira
akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel
tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus akan ikut mrngalir dalam filtrat urin.
Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang, masa puncak insidens
dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor
yang mempengaruhi kelangsunga hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis
insidens tertinggi terjadi selama musim hujan. Untuk dapat berkembang biak,
leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang
lembab, hangat, dan pH air tanah yang netral (Aru W. Sudoyo, dkk., 2006:1845).
Bakteri Leptospira tetap hidup pada air tergenang selama beberapa
minggu. Ketika orang meminum air tersebut, berenang atau mandi di dalamnya,
atau mengkonsumsi makanan yang tercemar, maka dapat timbul infeksi pada
orang tersebut. Orang yang sering berkontak dengan air yang tercemar oleh urin
tikus mempunyai risiko terbesar untuk terinfeksi (Muliawan, 2008:65).

13

2.1.1.3 Patogenesis
Infeksi pada manusia biasanya terjadi akibat air minum atau makanan
yang terkontaminasi denga leptospira. Selaput mukosa dan kulit yang terluka
merupakan tempat masuk yang paling mungkin bagi leptospira patogenik. Setelah
masuknya bakteri ini, terjadi infeksi yang tersebar di seluruh tubuh termasuk
cairan serebrospinal dan mata, tetapi tidak timbul lesi pada tempat masuk. Gerak
yang menggangsir (burrowing motility) telah diajukan sebagai mekanisme
masuknya Leptospira di tempat tersebut, yang secara normal terlindung (Rusmini,
2011:86-88).
Leptospira secara cepat dieliminasi dari semua jaringan tubuh hospes,
kecuali pada otak, mata, dan ginjal. Leptospira yang bertahan hidup pada otak dan
mata tidak memperbanyak diri, akan tetapi pada ginjal, bakteri ini berkembang
biak di dalam tubuli kontorta dan dikeluarkan ke dalam urin. Leptospira bertahan
di dalam hospes selama bermingguminggu hingga berbulanbulan, dan pada
rodensia bakteri ini dapat dikeluarkan melalui urin sepanjang hidup hewan
tersebut (Muliawan, 2008:67).
2.1.1.4 Patologi
Perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal
dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut.

14

Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Selain
di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang
merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi
leptospirosis. Organorgan yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah (Aru W. Sudoyo, dkk.,2006:1845).
2.1.1.5 Morfologi
Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan
panjang 525 m, disertai spiral halus yang lebarnya 0,10,2 m. Salah satu ujung
organisme seringkali bengkok, membentuk kait. Bentuk yang demikian
menyebabkan leptospira dapat bergerak sangat aktif untuk maju, mundur atau
berbelok. Leptospira dapat dikembangbiakkan pada pH 7,4 dan pada suhu 28
30C (Muliawan, 2008:65).
2.1.1.6 Struktur
2.1.1.6.1 Struktur Umum
Leptospira memiliki ciri umum yang berbeda dari bakteri lainnya. Sel
bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3 5 lapis, atau disebut
juga envelop. Di bawah membran luar ini terdapat lapisan peptidoglikan yang
fleksibel dan helical, serta membran sitoplasma. Kedua lapisan ini meliputi isi
sitoplasma dari sel. Struktur yang dikelilingi membran luar tersebut, secara
kolektif dinamakan silinder protoplasmik.
Ciri khas Spirochaeta adalah lokasi flagelanya, yang terletak diantara
membran luar dan lapisan peptidoglikan. Flagela ini disebut sebagai flagella

15

periplasmik. Leptospira memiliki flagella periplasmik, masing masing


berpangkal pada setiap ujung sel. Ujung bebas flagella periplasmik berjalan ke
arah pusat sel, tetapi tidak bertumpang tindih seperti Spirochaeta lainnya.
Leptospira berbeda denga spirochaeta lainnya, karena tidak mempunyai zat
glikopid tetapi memiliki asam diaminopimelat sebagai pengganti ornitin pada
bahan peptidoglikannya (Muliawan, 2008:67).
2.1.2 Cara Penularan Bakteri Leptospira
Manusia dapat terinfeksi bakteri Leptospira melalui kontak dengan air,
tanah (lumpur), dan tanaman yang telah dikotori oleh air seni dari hewan hewan
penberita leptosirosis. Bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui
selaput lendir (mukosa) mata, hidung, atau kulit yang lecet dan kadang kadang
melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi oelh urin tikus
yang telah terkontaminasi oleh Leptospira (Depkes RI, 2005:8).
Masuknya kuman Leptospira pada hospes secara kualitatif berkembang
bersama dengan proses infeksi pada semua resevoar Leptospira. Namun
masuknya kuman secara kuantitatif berbeda, bergantung kepada agen, host dan
lingkungan. Melalui cara lain dapat saja terjadi yaitu melaui permukaan mukosa,
misalnya melalui abrasi, mukosa, saluran hidung atau konjungtiva. Kuman
Leptospira akan masuk dalam peredaran darah yang ditandai dengan adanya
demam dan berkembang pada target organ serta akan menunjukkan gejala infeksi
pada organ tersebut. Masa inkubasi dari leptospirosis 419 hari, ratarata 10 hari.
Penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi (Depkes RI, 2005:8).

16

Gambaran klinis akan bervariasi bergantung dari kondisi manusianya,


spesies hewan, dan umurnya. Kuman ini beberapa hari akan tinggal pada organ
seperti hati, limpa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis. Mekanisme sistem
imunitas tubuh akan aktif apabila kuman menjalar ke jaringan hati dan ginjal,
serta berada si tubular ginjal (Depkes RI, 2005:8).
Orang dengan profesi tertentu seperti petani yang mengerjakan sawah,
petugas rumah potong hewan, dokter hewan yang menangani ternak, mempunyai
kecenderungan besar terinfeksi bakteri. Tikus yang mempunyai kesempatan
bergerak luas melampaui batasbatas kepemilikian lahan merupakan sumber
penularan yang potensial (Soeharsono, 2002:41).
2.1.3 Resevoar Penular
Hewanhewan yang menjadi sumber penularan adalah rodent (tikus), babi,
sapi, kambing, domba, kuda, kucing, anjing, serangga, burung, insektivora
(landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah dapat berperan sebagai karier dari
Leptospira (Rusmini, 2011:43-44).
2.1.4 Gejala Klinis
Manifestasi klinis leptospirosis sangat bervariasi, mulai dai infeksi
subklinik, demam anikterik ringan seperti influenza sampai dengan yang berat dan
berpotensi fatal yaitu penyakit weil (weils disease atau weils syndrome). Karena
variasi klinik penyakit ini luas, maka penyakit ini biasanya mirip dengan infeksi
dengue, malaria ringan atau berat, demam typhoid, hepatitis virus, infeksi
hantavirus, sepsis atau penyakit demam lainnya (Rusmini, 2011:89).

17

Selain pembagian gambaran klinis diatas, Soeharyo Hadisaputro, 2002,


Iskandar Z; Nelwan RHH, Suhendro, dkk, 2002, membagi leptospirosis menurut
perjalanan penyakitnya menjadi 3 fase yaitu:
2.1.4.1 Fase Pertama
Pada masa leptospiremia akan dijumpai leptospira dalam darah, timbul
keluahan sakit kepala, suhu badan meningkat sampai menggigil, nyeri otot hebat
terutama pada paha, betis yang diikuti dengan hiperaestesia. Beberapa penderita
mengeluh nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare. Keluhan batuk dan
sakit dada dijumai pada hampir semua kasus, sedangkan batuk darah sangat jarang
ditemukan.
Tanda fisik dianggap khas adalah conjuctival suffusion, pertama kali
timbul pada hari ke 3 (tiga) atau ke 4 (empat), yang disertai dengan sklera mata
berwarna kuning dan adanya photophpbia. Tanda lain dapat berupa kemerahan
pada kulit berbentuk makula, makulopapula ataupun urtikaria, dan perdarahan
kulit. 25% kasus dapat dijumpai penurunan kesadaran, bradikardi, hipotensi, dan
oliguria yang kadang juga dijumpai splenomegelia, hepatomegali, atau
limfadenopatia.
2.1.4.2 Fase Kedua (Fase Immune)
Pada fase immune, ditandai kembali dengan munculnya gejala demam
yang tidak melebihi 39C, berlangsung selama 13 hari, kadangkadang timbul
antibodi dalam sirkulasi darah. Pada fase ini kadangkadang dijumpai adanya
iridlosiklitis, neuritis optik, mielitis, encephalitis, serta neurophati perifer.

18

Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran


klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, dapat terjadi gangguan fungsi
ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
2.1.4.3 Fase Ketiga (Fase Convalescent)
Pada fase ini terjadi perbaikan klinis yang ditandai dengan pulihnya
kesadaran, ikterus menghilang, tekanan darah menjadi normal kembali, serta
perbaikan produksi urin. Fase ini terjadi bila pada minggu kedua sampai minggu
keempat degan petogenesis yang masih belum jelas, demam, serta nyeri otot
masih dijumpai, yang kemudian berangsurangsur hilang.
2.1.5 Penyebab Penyakit (Agent)
Bakteri leptospira sebagai penyebab leptospirosis berbentuk spiral
termasuk dalam ordo spirochaetales dalam famili trepanometaceae. Bentuk spiral
denga pilinan yang rapat dengan ujung ujungnya yang bengkok seperti dari
bakteri leptospira menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan
berputar sepanjang sumbunya, maju, mundur maupun melengkung karena
ukurannya yang sangat kecil. Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop
medan gelap atau mikroskop phase kontras. Leptospira peka terhadap asam dan
dapat hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut,
air selokan, dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati (Depkes RI,
2005:6).
Sifat dari bakteri Leptospira adalah spirochaeta yang bergelung rapat
sekali, berukuran 0,1 m x 0,6 m sampai 0,3 m x 20 m. Amplitudo hilikel
sekitar 0,1 sampai 0,15 m dan panjang gelombang sekitar 0,5 m, pada ujung

19

selnya baik pada salah satu maupun keduanya biasanya terikat pada semacam kait.
Dua filamen aksial (flagella periplasmik) dengan insersi polar terletak pada ruang
perplasmik. Struktur protein flagella sangat komplek, leptospira memperlihatkan
dua bentuk yang berbeda dalam pergerakannya, translatasi dan nontranslatasi.
Leptospira dapat diwarnai dengan pewarnaan karbolfuchsin. Bakteri ini bersifat
aerobik obligat dengan pertumbuhan optimal pada suhu 28C30C dan pH 7,2
80. Menghasilkan katalase dan oksidase, tumbuh pada media sederhana yang kaya
dengan vitamin (vit B2 dan B12 adalah faktor pertumbuhan), asam lemak rantai
panjang, dan garam amonium. Asam lemak rantai panjang digunakan sebagai
sumber karbon tunggal dan metabolisme oleh oxidase (Depkes RI, 2005:6).
Leptospira relatif mudah dikultur dalam kondisi aerobik, suhu 28C30C.
Genus leptospira dibagi dalam 2 spesies, yaitu L. interrogans (patogen) dan L.
biflexa, mengandung strain saprofitik yang diisolasi dari lingkungan. L. biflexa
dibedakan dari L. interrogans dengan melihat pertumbuhan pada suhu 13C
(Depkes RI, 2005:6).
Kedua spesies tersebut di atas, L interrogans dan L.biflexa dibagi dalam
sejumlah serovar yang telah ditetapkan dalam aglutinas setelah absorbsi silang
dengan antigen homolog. Jika pada uji ulangan selalu terdapat lebih dari 10% titer
homolog pada sekurangkurangnya satu dari dua antisera, maka pada dua strain
tersebut dnyatakan sebagai dua serovar yang berbeda (Depkes RI, 2005:6).
2.1.6 Faktor Risiko Manusia Terinfeksi Bakteri Leptospirosis
1.

Petani dan peternak serta tukang potong hewan

2.

Penangkap/penjerat hewan

20

3.

Dokter/mantri hewan

4.

Penebang kayu, pekerja selokan dan perkebunan

5.

Berenang di sungai

6.

Bersampan

7.

Kemping

8.

Berburu/kegiatan di hutan

9.

Anjing piaraan dan hewan ternak

10. Genangan air hujan


11. Lingkungan tikus
12. Banjir (Aru W. Sudoyo, 2007:1824)
2.1.7 Diagnosis klinis dan diagnosis banding
Langkah untuk menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pola klinis leptospirosis tidak
sama, tergantung dari : jenis bakteri leptospirosis, kekebalan seseorang, kondisi
lingkungan dan lain-lain.
2.1.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data
epidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan
pasien. Identitas pasien ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
jenis pekerjaan dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan
liar dilingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis. Keluhankeluahan khas yang dapat ditemukan yaitu : demam mendadak, keadaan umum
lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata

21

semakin lama semakin bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah
betis dan paha (Rusmini,2011:103).
2.1.7.2 Pemeriksaan fisik
Gejala klinis menonjol yaitu : ikterik,demam, mialgia, nyeri sendi serta
conjungtival suffusion. Conjungtival suffusion dan mialgia merupakan gejala
klinik yang sering ditemukan. Kelainan fisik lain yang ditemukan yaitu :
hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsa meningeal, hipotensi, ronki paru
dan adanya diatesisi hemoragik (Rusmini, 2011:104-105).
2.1.7.3 Pemeriksaan laboratorium
2.1.7.3.1 Pemeriksaan laboratorium umum
Pemeriksaan laboratorium umum ini tidak terlalu spesifik untuk
menentukan diagnosis leptospirosis. Yang termasuk pemeriksaan laboratorium
umum yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan fungsi
hati
2.1.7.3.2 Pemeriksaan laboratorium khusus
Pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksi keberadaan bakteri
leptospira dapat secara langsung dengan mencari bakteri leptospira atau
antigennya dan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap
bakteri leptospira dengan uji serologis. Pemeriksaan langsung meliputi kultur,
mikroskopis, inokulasi hewan, (immuno) staining dan reaksi polimerase berantai.
Pemeriksaan langsung dengan isolasi bakteri leptospira patogen merupakan
diagnosis pasti leptospirosis. Sedangkan interpretasi pemeriksaan tidak langsung

22

harus dikorelasikan dengan gejala klinis dan data epidemiologis seperti riwayat
pajanan dan faktor risiko lain.
2.1.7.4 Pemeriksaan Langsung
Pemeriksaan

langsung

meliputi

pemeriksaan

mikroskopik

dan

immunostaining, pemeriksaan molekuler, biakan, dan inokulasi hewan percobaan


2.1.7.5 Pemeriksaan tidak langsung/serologi
Spesimen untuk pemeriksaan serologi adalah 2 ml serum. Spesimen serum
disimpan dan dikirim dalam keadaan beku dengan dry ice, (karena pada suhu 20250 C spesimen hanya tahan beku selama 1-2 hari). Berbagai jenis uji serologi
antara lain Microscopic Agglutination Test (MAT), Macroscopic Slide
Agglutination Test (MSAT), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), dan
Uji Serologi Penyaring
2.1.8 Tikus
2.1.8.1 Klasifikasi Tikus
Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia
(hewan

menyusui).

Para

ahli

zoologi

(ilmu

hewan)

sepakat

untuk

menggolongkannya ke dalam ordo rodensia (hewan yang mengerat), subordo


Myormorpha, famili amauridae, dan sub famili Murinae.
2.1.8.2 Biologi
Anggota muridae ini dominan di sebagian kawasan di dunia. Potensi
reproduksi tikus dan mencit sangat tinggi dan ciri yang menarik adalah gigi
serinya beradaptasi untuk mengerat.

23

Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing
sepasang. Gigi seri ini secara cepat akan tumbuh memanjang sehingga merupakan
alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan graham.
Karakterisitik lainnya adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya. Semua
rodensia komersal berjalan dengan telapak kakinya. Beberapa jenis rodensia
adalah Rattus norvegicus, Rattus diardi, Mus muculus. Rattus norvegicus (tikus
got) berperilaku menggali lubang di tanah, dan hidup di lubang tersebut.
sebaliknya Rattus diardi (tikus rumah) tidak tinggal di tanah tapi di semak-semak
atau di atap bangunan. Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk
kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada bantalan
telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia penggali
bantalan telapak kakinya halus. Mus muculus selalu berada di dalam bangunan
rumah, sarangnya bisa ditemui didalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak
penyimpanan atau laci.
2.1.8.3 Kebiasaan-Kebiasaan Tikus
Tikus mempunyai penglihatan yang buruk, tetapi mempunyai panca indera
seperti pencium yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari, tikus bergerak
dipandu kumis yang panjang peka terhadap sentuhan. Tikus senang dengan bau
harum khususnya yang berasal dari makanan manusia. Kebiasaan lain misalnya
senang di tempat-tempat penyimpanan makanan. Kesukaan mencari makanan
adalah di tempat sampah, lemari, selokan dan dapur. Umur hidup seekor tikus
rata-rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat terjadi selama musim hujan,
apabila terdapat banyak makanan dan tempat untuk berlindung.

24

2.1.9 Pengobatan penderita/tersangka


Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik seperti doxycycline, ampicilin, amoxicillin, penicillin, dan
erithromycin yang sebaiknya diberikan pada hari munculnya gejala klinis, karena
pengobatan setelah hari kelima sakit tidak akan banyak menolong. Pemberian
doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjadinya leptospirosis
(Rusmini, 2011:109).
2.1.10 Pengendalian leptospirosis di masyarakat
Pengendalian leptospirosis di masyarakat sangat terkait dengan hasil studi
faktor - faktor risiko terjadinya leptospirosis. Oleh karena itu pengendalian
leptospirosis terdiri dari pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran dapat
terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya bersifat promotif, termasuk di
sini proteksi spesifik dengan cara vaksinasi. Sedangkan pencegahan sekunder
yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang
tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya akan menyebabkan kematian.
Prinsip kerja dan langkah pencegahan primer adalah mengendalikan agar tidak
terjadi kontak leptospira pada manusia yang meliputi :
2.1.10.1 Pencegahan hubungan dengan air / tanah yang terkontaminasi.
Pada pekerja yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi leptospira, misalnya
pada pekerja irigasi, petani tebu, pekerja laboratorium, dokter hewan, pekerja
pemotongan hewan, petugas survei di hutan, pekerja tambang, harus memakai
pakaian khusus yang dapat melindungi kontak dengan bahan yang telah

25

terkontaminasi, misal : sepatu bot, masker dan sarung tangan. Dianjurkan setelah
bekerja, terutama pekerja laboratorium daan pemotongan hewan untuk mencuci
alat - alat kerja dengan sodium hipokhlorit pengenceran 1 : 4000 atau dengan
deterjen.
2.1.10.2 Melindungi sanitasi air minum penduduk.
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, filtrasi dan
dekhlorinasi untuk mencegah invasi leptospira. pH air sawah diturunkan menjadi
asam dengan pemakaian pupuk / bahan-bahan kimia, sehingga jumlah dan
virulensi leptospira berkurang.
2.1.10.3 Pemberian Vaksinasi.
Vaksinasi diberikan sesuai dengan leptospira di tempat tersebut, akan
memberikan manfaat cukup poten dan aman sebagai pencegahan bagi pekerja
risiko tinggi. Pencegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti melindungi
pekerja laboratorium. Vaksinasi terhadap hewan piaraan efektif untuk mencegah
leptospirosis (Dharmajono, 2002:7).
2.1.10.4 Pencegahan dengan antibiotik.
Pemberian penisilin 2 juta unit per hari selama 5 hari secara intramuskuler
dianggap dapat melindungi orang-orang dianggap telah terkontaminasi oleh strain
leptospira yang virulensinya tinggi. Doksisiklin dapat juga digunakan untuk
pencegahan.
2.1.10.5 Pengendalian hospes perantara leptospira
Rodent yang diduga paling poten sebagai karier leptospira adala tikus.
Untuk itu dapat dilakukan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus,

26

pemasangan jebakan, penggunaan bahan Rodentisida dan penggunaan predator


rodent. Untuk mengatasi agar tikus tidak masuk ke dalam rumah, sebaiknya
dibuat kedap tikus dan bahan-bahan makanan yang mudah busuk dibuang.
2.1.10.6 Usaha promotif
Untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara edukasi, dimana
antara daerah satu dengan daerah lain mempunyai serovar dan epidemi
leptospirosis yang berbeda. Seperti diketahui bahwa leptospirosis merupakan
zoonosis klasik pada binatang yang merupakan sumber infeksi utama, oleh karena
itu setiap program edukasi haruslah melibatkan profesi kesehatan / kedokteran,
dokter hewan dan kelompok lembaga sosial masyarakat yang terlibat. Pokokpokok cara pengendalian leptospirosis juga memperhatikan hasil studi faktor
risiko terjadinya leptospirosis, antara lain higiene perorangan seperti kebiasaan
mandi, riwayat adanya luka, keadaan lingkungan yang tidak bersih, disamping
pekerjaan, sosial ekonomi, populasi tikus dan lain-lain.
2.2 Sanitasi Rumah
2.2.1

Definisi
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada

pengawasan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan


masyarakat (Mukono, 2000:155).
Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, yang


dimaksud dengan rumah yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan merupakan kelompok

27

rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan sarana pembinaan keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan (Mukono, 2000:155).
2.2.2

Kriteria Rumah Sehat


Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria

sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan, dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, dan limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan,
cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul
karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, persyaratan garis
sempadan jalan konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir (Dinkes Provinsi
Jawa Tengah, 2005: 24).
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan bahwa


persyaratan kesehatan rumah tinggal yaitu:

28

2.2.2.1 Bahan Bangunan


A. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut:
1) Debu total tidak lebih dari 150 g m3
2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam
3) Timah hitam tidak lebih dari 300 mg/kg
B. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme pathogen.
2.2.2.2 Komponen dan Penataan Ruang Rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai
berikut:
a.

Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b.

Dinding:
Ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk
pengaturan sirkulasi udara. Kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan
mudah dibersihkan.

c.

Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

d.

Bumbungan rumah yang memiliki ketinggian 10 meter atau lebih harus


dilengkapi dengan penangkal petir.

e.

Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang
keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, ruang bermain
anak.

29

f.

Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.

2.2.2.3 Pencahayaan
Pencahayaan alami yaitu berasal dari sinar matahari yang masuk ke dalam
rumah dan atau pencahayaan buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.
2.2.2.4 Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut:
a. Suhu udara nyaman berkisar antara 16C sampai 30C
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara = 5 kaki kubik per menit per penghuni
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam
f. Konsentrasi gas formaklehid tidak melebihi 120 mg/m3
2.2.2.5 Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai.
2.2.2.6 Binatang Penular Penyakit
Tidak ada tikus bersarang di dalam rumah.
2.2.2.7 Air
a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

30

2.2.2.8 Tersedianya Sarana Penyimpanan Makanan yang Aman


2.2.2.9 Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran
terhadap permukaan tanah serta air tanah.
2.2.2.10 Kepadatan Hunian
Luas rumah minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2
orang.
2.2.3 Faktor Kondisi Sanitasi Rumah yang Mempengaruhi Kejadian Leptospirosis
Kondisi sanitasi rumah berpengaruh terhadap terjadinya leptospirosis.
Sanitasi rumah merupakan segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar
rumah. Beberapa aspek kondisi sanitasi rumah yang berkaitan dengan kejadian
leptospirosis meliputi :

kondisi selokan, karakteristik genangan air, sarana

pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, kejadian banjir, keberadaan


tikus di dalam rumah, kepadatan hunian, tempat penyediaan makanan di dalam
rumah, serta intensitas cahaya di dalam rumah.
2.2.3.1 Kondisi Selokan
Kondisi selokan yang digunakan untuk mengalirkan limbah rumah tangga
harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : tidak ada genangan air di sekitar
rumah akibat luapan dari selokan, saluran tertutup atau diresapkan dan kondisi
selokan lancar tidak tersumbat (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:24).
2.2.3.2 Karakteristik genangan air

31

Biasanya yang mudah terjangkit penyakit leptospirosis adalah usia


produktif dengan karakteristik tempat tinggal : merupakan daerah yang padat
penduduknya, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumum. Tikus biasanya kencing di genangan air. Lewat
genangan air inilah bakteri leptospira akan masuk ke tubuh manusia (Depkes RI,
2003).
2.2.3.3 Sarana pembuangan air limbah
Air limbah rumah tangga disalurkan pada tempat pembuangan limbah
yang telah tersedia di setiap rumah masing masing tanpa menimbulkan bau tidak
sedap dan pencemaran lingkungan (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2009).
2.2.3.4 Sarana pembuangan sampah
Adanya kumpulan sampah di rumah dan sekitarnya akan menjadi tempat
yang disenangi tikus. Kondisi sanitasi yang jelek seperti adanya kumpulan
sampah dan kehadiran tikus merupakan variabel determinan kasus leptospirosis.
Adanya kumpulan sampah dijadikan indikator dari kehadiran tikus. Jarak rumah
yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah mengakibatkan tikus dapat
masuk ke rumah dan kencing di sembarang tempat. Jarak rumah yang kurang dari
500 m dari tempat pengumpulan sampah menunjukkan kasus leptospirosis lebih
besar dibanding yang lebih dari 500 m (Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:26).
2.2.3.5 Kejadian banjir
Leptospirosis menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah
beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan dan kelembapan tinggi (Depkes

32

RI, 2003). Leptospirosis berhubungan dengan musim hujan, dan musim hujan
inilah yang sering menyebabkan banjir di beberapa wilayah.
2.2.3.6 Keberadaan tikus di dalam rumah
Bakteri leptospira khususnya spesies L. ichterrohaemorrhagiae banyak
menyerang tikus besar seperti tikus wirok (Rattus norvegicus dan tikus rumah
(Rattus diardii). Sedangkan L.ballum menyerang tikus kecil (mus musculus). Ada
tidaknya tikus di dalam dan sekitar rumah yang ditandai dengan ada tidaknya
lubang tikus atau kotoran tikus.
2.2.3.7 Keberadaan hewan peliharaan
Selain pada tikus, Leptospira juga dapat menginfeksi hewan lain seperti
sapi, anjing, kuda, kambing, domba dan babi. Meskipun pada hewan- hewan
tersebut hanya kemungkinan kecil terjadi. Seperti Canicola pada anjing dan
Pomona pada babi dan sapi.
2.2.3.8 Kepadatan hunian
Menetapkan luas rumah, jumlah dan ukuran ruangan harus disesuaikan
dengan jumlah orang yang akan menempati rumah tersebut agar tidak terjadi
kelebihan jumlah penghuni rumah. Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan
ukuran luas rumah tidak sebanding dengan jumlah orang maka akan
mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan berpotensi terhadap penularan
penyakit dan infeksi (Dinkes Prov Jateng, 2005).
Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

828/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas


bangunan yang optimum adalah 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota

33

keluarga). Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
rumah. Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan
jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Kepadatan penghuni dikategorikan
menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m2) dengan ketentuan anak <1 tahun
tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah (Mukono,
2000:156).
2.2.3.9 Intensitas cahaya di dalam rumah
Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya
matahari, disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata.
Cahaya alami, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang
terdapat dalam ruangan rumah. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan
dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai bukan menyinari
dinding (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:170-171).
Selain sebagai penerangan, cahaya berperan pula sebagai germic
(pembunuh kuman atau bakteri) disamping untuk penyembuhan beberapa jenis
penyakit. Cahaya berperan sebagai germicid karena cahaya merupakan

34

gelombang-gelombang elektromagnetik dan karena itu cahaya mempunyai energi


(Soekidjo Notoatmodjo, 2007:170-171).
Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah
menggunakan luxmeter, yang diukur pada pukul 09.00-15.00 WIB dan membagi
beberapa titik pengukuran dengan jarak antara titik sekitar 1 meter, dilakukan
dengan tinggi luxmeter kurang lebih 85 cm diatas lantai dan posisi photo cell
menghadap sumber cahaya, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan
bila < 60 lux. Menurut WHO, kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi
syarat kesehatan untuk berbagai keperluan khusus untuk pencahayaan dalam
rumah adalah 60-120 lux (Dinkes Prov Jateng, 2005).
2.3 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Leptospirosis
2.3.1 Umur
Kejadian suatu penyakit sering terkait pada umur. Berdasarkan data
prevalensi dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak
menggambarkan risiko spesifik umur. Leptospirosis diketahui terjadi pada semua
umur berkisar antara balita sampai lansia ( 1 tahun sampai lebih dari 65 tahun).
Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Menurut
rekapitulasi bulanan data kesakitan tingkat puskesmas se-Kota Semarang tahun
2010, penderita leptospirosis berumur 14 tahun sebanyak 3 penderita, umur 514
tahun sebanyak 8 penderita, umur 1544 tahun sebanyak 22 penderita, umur 45
54 tahun sebanyak 2 penderita, umur 5564 tahun sebanyak 3 penderita dan yang
berumur 65 tahun sebanyak 2 penderita. Dan penderita leptospirosis terbanyak

35

pada umur 15-44 tahun dengan penderita sebanyak 22 penderita (Depkes RI,
2006:8, Dinkes Kota Semarang, 2010).
2.3.2 Status Gizi
Daya tahan tubuh bagi penderita leptospirosis dapat didukung oleh status
gizi yang baik. Hal ini disebabkan karena status gizi yang baik adalah parameter
yang baik untuk mendeteksi bahwa proses metabolisme gizi dalam keadaan
normal. Metabolisme gizi yang normal adalah syarat terpenuhinya berbagai
kebutuhan fisiologis tubuh untuk bertahan hidup (survival), termasuk kemampuan
imunologi tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Status gizi bagi pasien
leptospirosis memiliki pengaruh nyata terhadap daya tahan tubuhnya. Hal ini
disebabkan status gizi yang baik adalah proteksi yang baik untuk melawan virus
patogen dalam tubuh. Sistem imunologi yang didukung sepenuhnya oleh protein
tubuh, akan memberikan pertahanan maksimal dan mengurangi efek kerusakan
jaringan akibat infeksi virus dan bakteri oleh tubuh. Interaksi antara infeksi
termasuk penyakit leptospirosis dan gizi didalam tubuh seseorang dikemukakan
sebagai suatu peristiwa sinergik, selama terjadinya infeksi status gizi akan
menurun dan dengan menurunnya status gizi orang tersebut menjadi kurang
resisten terhadap infeksi. Respons imun menjadi kurang efektif dan kuat ketika
seseorang mengalami gizi kurang.
2.3.3 Status Ekonomi
Faktor yang turut menjadi risiko terjadinya leptospirosis adalah tingkat
ekonomi, yang dapat digambarkan dengan besarnya penghasilan. Besarnya
penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan kebutuhan hidupnya,

36

termasuk kebutuhan makanan dan kesehatan. Jika kebutuhan akan makanan sehat
tidak terpenuhi maka dapat melemahkan daya tahan tubuh, sehingga mudah
terserang suatu penyakit (Indan Entjang, 2000:24).
Derajat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Masyarakat miskin
biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit. Derajat
kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena
sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Untuk menjamin akses penduduk
miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini berganti nama
menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Peserta program
Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu, yang terdaftar dan
memiliki kartu sehingga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
2.4 PHBS Tatanan Rumah Tangga
2.4.1 Pengertian PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota
rumah tangga agar mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih sehat
serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Pedoman Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga, Dinkes Prov. Jateng, 2010).
2.4.2 Tujuan PHBS di Rumah Tangga
Tujuan PHBS di rumah tangga antara lain adalah sebagai berikut:
2.4.2.1 Tujuan Umum
Meningkatnya rumah tangga sehat di Kabupaten/ Kota

37

2.4.2.2 Tujuan Khusus


1.

Meningkatnya pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah


tangga untuk melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

2.

Anggota rumah tangga berperan aktif dalam gerakan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di masyarakat.

2.4.2.3 Manfaat PHBS di Rumah Tangga


Manfaat PHBS di Rumah Tangga adalah sebagai berikut :
2.4.2.3.1 Bagi Rumah tangga itu sendiri
1) Setiap anggota keluarga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2) Anak tumbuh sehat dan cedas
3) Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat
4) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat difokuskan untuk memenuhi
kebutuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan
pendapatan keluarga.
2.4.2.3.2 Bagi masyarakat
1) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.
2) Masyarakat

mampu

mencegah

dan

menanggulangi

masalah-masalah

kesehatannya.
3) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
4) Masyarakat

mampu

mengembangkan

Upaya

Kesehatan

Bersumber

Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan,


tabungan ibu bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air,
ambulans desa dan lain-lain.

38

2.4.2.3.3 Bagi Pemerintah Kota / Kabupaten


1) Peningkatan prosentase Rumah Tangga sehat menunjukkan kinerja dan citra
Pemerintah Kabupaten / Kota yang baik.
2) Biaya yang tadinya dialokasikan untuk menanggulangi masalah-masalah
kesehatan dapat dialihkan untuk pengembangan lingkungan yang sehat dan
penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan terjangkau.
3) Kabupaten / Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam
pengembangan PHBS di Rumah Tangga.
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga, Pusat Promosi
Kesehatan Departemen kesehatan RI, 2006).
2.4.3 Indikator Penilaian PHBS Tatanan Rumah Tangga
Indikator PHBS tatanan rumah tangga adalah suatu alat ukur atau
merupakan suatu petunjuk yang membatasi fokus perhatian untuk menilai
keadaan atau permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator PHBS tatanan
rumah tangga diarahkan pada aspek program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan
Lingkungan, Gaya Hidup, dan Upaya Kesehatan Masyarakat.
Indikator PHBS tatanan rumah tangga yang digunakan di Jawa Tengah
terdapat 16 variabel, yang terdiri dari 10 indikator Nasional dan 6 indikator lokal
Jawa Tengah. Indikator indikator tersebut adalah sebagai berikut :
2.4.3.1 Indikator Nasional
1. Bagi ibu hamil apakah pertolongan persalinan dilakukan oleh tenaga/petugas
kesehatan

39

2. Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, apakah bayinya mendapat ASI
ekslusif selama usia 0 sampai 6 bulan
3. Anggota rumah tangga mengkonsumsi beranekaragam makanan dalam
jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang
4. Anggota rumah tangga menggunakan/memanfaatkan air bersih
5. Anggota rumah tangga menggunakan jamban sehat
6. Anggota rumah tangga menempati ruangan rumah minimal 9 m2 per orang
7. Anggota rumah tangga menggunakan lantai rumah kedap air
8. Anggota rumah tangga melakukan aktifitas fisik/olahraga
9. Anggota rumah tangga tidak merokok
10. Anggota rumah tangga menjadi peserta JPK (Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan)
2.4.3.2 Indikator lokal Jawa Tengah
1. Penimbangan Balita
2. Anggota rumah tangga membuang sampah pada tempat yang semestinya
3. Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah
BAB
4. Anggota rumah tangga menggosok gigi minimal 2 kali sehari
5. Anggota rumah tangga tidak minum miras dan tidak menyalahgunakan
narkoba
6. Anggota rumah tangga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
minimal seminggu sekali. (Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tatanan Rumah Tangga, Dinkes Prov. Jateng, 2010).

40

2.4.4 Peran Anggota Rumah Tangga


1. Menerapkan PHBS di rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari
2. Mengajak anggota rumag tangga lain untuk ber-PHBS melalui kelompok
dasawisma
3. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat terkait PHBS seperti
posyandu, gerakan PSN dan sebagainya.
4. Menjadi kader untuk memberdayakan anggota rumah tangga di masyarakat
bekerjasama tim ditinggat desa melalui penyuluhan perorangan, penyuluhan
kelompok dan penyuluhan massa.
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga, Pusat Promosi
Kesehatan Departemen kesehatan RI, 2006).
2.4.5 Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
Tingkatan strata tersebut antara lain sehat pratama, sehat madya, sehat
utama dan sehat paripurna. Strata rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Strata PHBS Di Rumah Tangga
Strata

Kriteria

Sehat Pratama (Warna Merah)

Apabila nilai rumah tangga antara


0 s/d 5
Apabila nilai rumah tangga antara
6 s/d 10
Apabila nilai rumah tangga antara
11 s/d 15
Apabila nilai rumah tangga adalah
16

Sehat Madya (Warna Kuning)


Sehat Utama (Warna Hijau)
Sehat Paripurna (Warna Hijau)

41

Tabel 2.2 Strata Kelompok (RT,RW, DESA/KELURAHAN, KECAMATAN,


KABUPATEN/KOTA)
Strata

Kriteria

Sehat Pratama (Warna Merah)

Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai


strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 0 s/d 24,4%
Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 24,5 s/d 49,4%
Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 49,5 s/d 74,4%
Apabila jumlah rumah tangga yang mencapai
strata Sehat Utama dan Sehat Paripurna
mencapai 74,5% atau lebih

Sehat Madya (Warna Kuning)


Sehat Utama (Warna Hijau)
Sehat Paripurna (Warna Hijau)

42

2.5 Kerangka Teori

Kondisi selokan
Kejadian banjir
Sarana
pembuangan air
limbah

Keberadaan
air
menggenang

Kejadian
kontaminasi
genangan air

Keberadaan tikus
dalam rumah
Sarana
pembuangan
sampah
Intensitas cahaya
dalam rumah

Keberadaan
Bakteri
leptospira

Strata PHBS
tatanan rumah
tangga

Kejadian
infeksi
leptospira pada
manusia
melalui luka,
mukosa, dan
konjungtiva

Kepadatan hunian
Keeradaan hewan
peliharaan
Status gizi
Umur
Status ekonomi

Kejadian
Leptospirosis

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005, Dinkes propinsi Jawa Tengah 2009,
Kepmenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan perumahan, Djoni Djunaedi 2007, Mukono 2000, Soekidjo
Notoatmodjo 2007, Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan
Rumah Tangga Dinkes Prov. Jateng 2010.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Variabel Bebas :

Variabel Terikat :

Strata PHBS tatanan rumah tangga


Kondisi selokan
Intensitas cahaya di dalam rumah
Keberadaan tikus di dalam rumah
Keberadaan hewan peiharaan
Keberadaan air yang menggenang
Sarana pembuangan air limbah
Sarana pembuangan sampah

Kejadian
Leptospirosis

Variabel Pengganggu :
Umur
Status ekonomi
Kejadian banjir

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

43

44

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian
leptospirosis.
2) Ada hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis.
3) Ada hubungan antara intensitas cahaya dengan kejadian leptospirosis.
4) Ada hubungan antara keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis.
5) Ada hubungan antara keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian
leptospirosis.
6) Ada hubungan antara keberadaan air yang menggenang

dengan kejadian

leptospirosis.
7) Ada hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan kejadian
leptospirosis.
8) Ada hubungan antara sarana pembuangan sampah

dengan kejadian

leptospirosis.
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Pada dasarnya metode penelitian yang akan digunakan adalah metode
penelitian observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol, yaitu suatu
penelitian (survei) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari
dengan menggunakan retrospektif (Soekidjo, 2005:150).
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas
Strata PHBS tatanan rumah tangga, yaitu suatu tingkatan perilaku hidup
bersih dan sehat dalam setiap rumah tangga yang telah ditetapkan oleh dinkes

45

setempat yang meliputi beberapa strata rumah tangga antara lain sehat pratama,
sehat madya, sehat utama, dan sehat paripurna. Dan sanitasi rumah yaitu usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap tempat
tinggal untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Dan sanitasi rumah tersebut meliputi kondisi selokan, intensitas cahaya,
keberadaan

tikus,

keberadaan

hewan

peliharaan,

keberadaan

air

yang

menggenang, sarana pembuangan air limbah, serta sarana pembuangan sampah.


3.4.2 Variabel Terikat
Kejadian leptospirosis di kecamatan Candisari Kota Semarang.
3.4.3 Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu tidak diteliti, tetapi dikendalikan dengan cara
restriksi/dihilangkan. Variabel-variabel tersebut adalah umur, status ekonomi,
kejadian banjir.
3.5 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Nama
Variabel
(1)
Strata
PHBS
tatanan
rumah
tangga

Definisi
Alat
Operasional
(2)
(3)
Kuesi
Tingkatan
kualitas PHBS oner
dalam
rumah
tangga
yang
terdiri dari sehat
pratama, sehat
madya,
sehat
utama dan sehat
paripurna
(PHBS Tatanan
Rumah Tangga
2010).

Cara
Kriteria
Skala
Ukur
(4)
(5)
(6)
Wawan 1. Baik jika strata Ordinal
cara
PHBS Tatanan
Rumah Tangga
termasuk sehat
utama
dan
paripurna.
2. Kurang baik jika
strata
PHBS
Tatanan Rumah
Tangga
termasuk sehat
pratama
dan
madya.

46

(1)
Kondisi
selokan

(2)
(3)
Kondisi saluran Kuesi
yang digunakan oner
untuk
mengalirkan
limbah
rumah
tangga
yang
dihasilkan.

Intensi
tas
cahaya

Banyaknya sinar
matahari yang
masuk ke dalam
ruangan rumah.
Pengukuran
dilakukan di
dapur dan kamar
mandi. Waktu
pengukuran
dilakukan pada
pukul 09.00-15.00
WIB.
Ada
tidaknya
tikus di dalam dan
sekitar
rumah
yang
ditandai
dengan
ada
tidaknya lubang
tikus atau kotoran
tikus.

Kebera
daan
tikus

(4)
(5)
(6)
Ordinal
wawan 1. Memenuhi
cara
syarat jika tidak
ada
genangan
air di sekitar
rumah, saluran
tertutup
atau
diresapkan dan
kondisi selokan
lancar
tidak
tersumbat.
2. Tidak
memenuhi
syarat jika ada
genangan air di
sekitar rumah,
saluran
tidak
tertutup, tidak
diresapkan dan
kondisi selokan
tidak
lancar
(Dinkes propinsi
Jawa
Tengah
2005:24)
Ordinal
Pengu 1. Memenuhi
kuran
syarat
jika
lang
pengukuran 60
sung
- 120 lux
2. Tidak memenuhi
syarat
jika:Pengukuran
< 60 lux dan
Pengukuran
>
120
lux
(Kepmenkes RI,
1999).
Wawan 1.Memenuhi
Ordinal
cara
syarat jika tidak
terdapat
tikus,
lubang tikus atau
kotoran tikus.
2. Tidak memenuhi
syarat
jika
terdapat
tikus,
lubang tikus atau
kotoran
tikus
(Dinkes
Prov
Jateng 2005).

Lux
meter

Kuesi
oner

47

(1)
Kebera
daan
hewan
peliha
raan

(2)
Ada
tidaknya
hewan peliharaan
yang
dapat
terinfeksi
Leptospira
(kucing,
sapi,
anjing,
kuda,
kambing, domba,
babi)
yang
dimiliki.
Kebera
Ada tidaknya air
daan air yang menggenang
yang
di dalam dan
mengge
sekitar rumah ( 5
nang
meter)
saat
musim hujan.
Tempat
Sarana
pembuangan air
pembua
rumah
ngan air limbah
tangga
yang
limbah
digunakan oleh
keluarga tersebut.

Sarana
pembu
angan
sampah

(3)
Kuesi
oner

(4)
(5)
(6)
Wawan 1. Baik jika tidak Ordinal
cara
memiliki hewan
peliharaan.
2. Kurang
baik
jika
memiliki
hewan
peliharaan.

Kuesi
oner

Wawan 1. Baik jika tidak Ordinal


cara
terdapat air yang
menggenang
2. Tidak baik jika
terdapat air yang
menggenang
Ordinal
Wawan 1. Memenuhi
cara
syarat,
jika
saluran tertutup
dan diresapkan.
2. Tidak
memenuhi
syarat,
jika
saluran terbuka
dan
tidak
diresapkan
(Dinkes
propinsi Jawa
Tengah 2005).

Kuesi
oner

Wawan 1. Memenuhi
Ordinal
cara
syarat,
jika
sampah
diangkut tidak
melebihi 3 x 24
jam, tertutup
dan kedap air.
2. Tidak
memenuhi
syarat,
jika
sampah
diangkut lebih
dari 3 x 24 jam,
terbuka
dan
tidak kedap air.
(Dinkes
propinsi Jawa
Tengah
2005:26).

Kuesi
Tempat
oner
pembuangan
sampah
rumah
tangga
yang
digunakan oleh
keluarga tersebut.

48

(1)
Kejadian
leptospi
Rosis

(2)
(3)
Penderita
yang Re
tinggal
di kam
kecamatan
medik
Candisari
yang
menderita
leptospirosis oleh
dokter
melalui
pemeriksaan
klinis
dan
konfirmasi
laboratorik
(MAT).

(4)
(5)
Melihat 1. Menderita
leptospirosis
data
sekun 2. Tidak
menderita
der
leptospirosis

(6)
Ordinal

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian


3.6.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Soekidjo Notoatmojo,
2005:79). Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita Leptospirosis yang
tinggal di Kecamatan Candisari pada tahun 2009-2011. Populasi pada penelitian
ini dibagi dua, yaitu populasi kasus dan populasi kontrol. Pada penelitian ini
sekelompok kasus (kelompok yang menderita efek/penyakit yang sedang diteliti)
dibandingkan dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak menderita/penyakit
yang sedang diteliti). Penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi penderita
dengan efek atau penyakit tertentu dan kelompok tanpa efek disebut kontrol.
Populasi pada penelitian ini berjumlah 41 orang.
3.6.1.1 Populasi Kasus
Kelompok kasus adalah orang yang menderita efek atau penyakit tertentu.
Pada penelitian ini populasi kasus adalah seluruh penderita leptosopirosis yang
tercatat di Puskesmas Candilama dan Puskesmas Kagok yang bertempat tinggal di

49

wilayah Kecamatan Candisari selama periode Januari 2009 sampai Desember


2011 yaitu sejumlah 41 orang.
3.6.1.2 Populasi Kontrol
Kelompok kontrol adalah orang yang tidak menderita efek atau tanpa efek.
Pada penelitian ini populasi kontrol adalah orang yang tidak menderita
leptospirosis dan bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota Semarang
selama periode Januari 2009 sampai Desember 2011. Kemudian secara
retrospektif (penelusuran ke belakang) diteliti faktor risiko yang dapat
menerapkan apakah pada kasus dan kontrol terdapat faktor risiko atau tidak
(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2011:111).
3.6.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang

diteliti

dan

dianggap

mewakili

seluruh

populasi

(Soekidjo

Notoatmojo,2002:79). Perhitungan besar sampel dengan tingkat kepercayaan 95%


(Z=1,96) dan kekuatan penelitian 80% (Z=0,842) serta berdasarkan nilai OR
dan proporsi paparan pada kelompok kontrol (P2) dari penelitian terdahulu adalah
sebagai berikut:

n1=n2=

1 1
1

2 2

(Sudigdo dan Sofyan Ismail, 2011:368).

Keterangan:
n1=n2 : Besar sampel untuk kasus dan kontrol
Z

: Tingkat kepercayaan (95%=1,96)

: Kekuatan penelitian (80%= 0,84)

50

P1

: Perkiraan proporsi efek pada kasus

P2

: Proporsi pada kelompok kontrol (dari penelitian terdahulu, P2=44%)

: 1P

OR

: Dari penelitian terdahulu (Taufik Ari Pambudi, 2011) dengan nilai

OR=3,683
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel
Faktor Risiko Leptospirosis

OR

PenelitianDwi Sarwani Sri Rejeki


Kondisi selokan
Keberadaan Tikus
Penelitian Taufik Ari Pambudi
1
Keberadaan tikus
2
Kondisi selokan
OR dipilih yang terkecil dan memenuhi jumlah sampel
1
2

P1

= 1 P = 1 0,587 = 0,413

Q1

= 1 P1 = 1 0,739 = 0,261

Q2

= 1 P2 = 1 0,435 = 0,565

= 1,96 dan Z = 0,842

n1= n2=

5
38,1

31,7%
44,4%

3,683
1,758

43,5%
56,5%

= 0,739

= 0,587

,
,

,
,

= 32,64
= 33

P2

51

Hasil perhitungan sampel minimal diperoleh jumlah sampel minimal yaitu


33 responden, dan akan diambil sampel sejumlah 33 responden. Dengan
perbandingan 1:1 untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol (n1=n2), maka
besar sampel pada penelitian ini adalah 33 sampel kasus dan 33 sampel kontrol.
3.6.2.1 Sampel Kasus
Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penderita Leptospirosis pada
bulan Januari 2009Desember 2011 yang terdaftar dalam catatan rekam medik
Puskesmas Candilama dan Puskesmas Kagok yang bertempat tinggal di
Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2009-2011 yaitu sejumlah 33 orang.
Kriteria Inklusi dan eksklusi pada sampel kasus adalah:
1. Kriteria Inklusi
a) Menderita penyakit leptospirosis yang tercatat dalam rekam medik Puskesmas
Candilama dan Kagok
b) Bertempat tinggal di Kecamatan Candisari
c) Kondisi fisik dan lingkungan rumah tidak berubah mulai tahun 2009.
2. Kriteria Eksklusi
a) Penderita pindah tempat saat dilakukan penelitian.
b) Responden menolak berpartisipasi dalam penelitian.
c) Responden tidak ada di rumah.
3.6.2.2 Sampel Kontrol
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah orang yang tidak menderita
Leptospirosis yang tinggal di sekitar ( 700 meter) rumah kasus (tetangga

52

penderita) yang bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun


2009-2011.
Kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel kontrol adalah:
1. Kriteria Inklusi
a) Responden bukan penderita leptospirosis yang tinggal di sekitar rumah kasus
(tetangga penderita) dengan jarak 700 meter.
b) Tidak ada anggota keluarga yang dinyatakan penderita Leptospirosis dan
menunjukkan gejalagejala Leptospirosis sejak bulan Januari tahun 2009.
c) Bertempat tinggal di Kecamatan Candisari saat dilakukan penelitian.
d) Kondisi fisik dan lingkungan rumah tidak berubah mulai dari tahun 2009.
2. Kriteria Eksklusi
a) Subyek pindah tempat saat dilakukan penelitian.
b) Subyek menolak berpartisipasi dalam penelitian.
c) Subyek tidak ada di rumah.
3.6.3 Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random
sampling. Dengan cara menanyakan kepada responden menggunakan kuesioner
penjaringan sampel pada kelompok kontrol.
3.7 Sumber Data Penelitian
3.7.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti (Eko
Budiarto, 2002:5). Dalam penelitian ini data primer adalah data penderita
leptospirosis di Kecamatan Candisari (Puskesmas Candilama dan Puskesmas
Kagok). Data primer juga diperoleh dengan cara wawancara dan observasi.

53

Wawancara dilaksanakan kepada sebagian pelayanan kesehatan (DKK Kota


Semarang dan Puskesmas Candilama dan Puskesmas Kagok).
3.7.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah bila pengumpulan data yang diinginkan diperoleh
dari orang lain dan tidak dilakukan oleh peneliti sendiri (Eko Budiarto, 2001:5).
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data pasien rawat jalan Puskesmas
Candilama dan Puskesmas Kagok.
3.8 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alatalat yang digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
3.8.1 Kuesioner
Kuesioner merupakan suatu daftar tertulis yang berisikan rangkaian
rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal tertentu untuk dijawab secara tertulis
pula (Sugiyono, 2008:142). Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data
data melalui wawancara. Adapun kuesioner ini digunakan untuk memperoleh
jawaban yang akurat dari responden mengenai sanitasi rumah.
3.8.3 Pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter untuk
pengukuran pencahayaan.
3.9 Teknik Pengambilan Data
3.9.1 Observasi
Observasi adalah suatu hasil pembuatan pemusatan perhatian terhadap
suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera (Suharsimi Arikunto,
2002:133).

54

Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data hubungan antara strata


PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi rumah dengan kejadian leptospirosis di
Kecamatan Candisari.
3.9.2 Interview atau wawancara
Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara yang digunakan peneliti untuk menilai
keadaan seseorang (Suharsimi Arikunto, 2002:132). Peneliti menanyakan
langsung dari sumbernya, tujuannya untuk mencari data yang belum terjaring
dengan kuesioner. Variabel yang ditanyakan dan diambil dengan cara wawancara
meliputi perilaku hidup bersih dan sehat, kondisi selokan, keberadaan tikus,
keberadaan hewan peliharaan, keberadaan air yang menggenang, sarana
pembuangan air limbah, serta sarana pembuangan sampah.
3.9.3 Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan adalah data sekunder berupa data penderita
Leptospirosis yang diperoleh dari Puskesmas Candilama dan Kagok.
3.10 Prosedur Penelitian
Kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini secara garis besar
adalah sebagai berikut:
3.10.1 Tahap Pra Penelitian
Tahap awal penelitian adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan
penelitian. Adapun kegiatan pada awal penelitian adalah:
1. Koordinasi dengan pihakpihak yang terkait dalam penelitian ini tentang
tujuan dan prosedur penelitian

55

2. Menegelompokkan sampel (kasus dan kontrol)


3. Penyusunan Kuesioner
4. Mempersiapkan alat ukur dan perlengkapan lainnya.
3.10.2 Tahap Penelitian
Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan
penelitian. Adapun kegiatan pada tahap penelitian adalah:
1. Pengisian kuesioner yang dipandu oleh Guide Quest
2. Pengukuran intensitas cahaya yang dilakukan secara bergantian dari 1 rumah
responden (kasus dan kontrol) ke rumah yang lainnya.
3.10.3 Tahap Pasca Penelitian
Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah
selesai penelitian. Adapun kegiatan pada tahap pasca penelitian adalah:
1. Pencatatan hasil penelitian
2. Analisis data
3.11 Teknik Analisis Data
Data mentah yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian dianalisis
dalam rangka untuk memberikan arti yang berguna pada pemecahan masalah
dalam penelitian ini.
3.11.1 Langkah langkah dalam menganalisis data.
3.11.1.1 Editing
Sebelum data diolah, data perlu diedit terlebih dahulu. Mengedit adalah
memeriksa kelengkapan daftar pertanyaan yang telah diarahkan oleh para

56

pengumpul data. Tujuan dari editing adalah untuk mengurangi kesalahan atau
kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan yang sudah diselesaikan.
3.11.1.2 Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban jawaban dari para responden
ke dalam kategori kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda atau kode berbentuk angka pada masing masing jawaban.
3.11.1.3 Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel jawaban jawaban yang
sudah diberi kategori jawaban dan mengatur angka angka kemudian dimasukkan
dalam tabel, sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam bernagai kategori.
3.11.1.4 Entry
Data yang telah dikode tersebut kemudian dimasukkan dalam program
komputer untuk selanjutnya akan diolah.
3.11.2 Cara Analisis Data
3.11.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis univariat hanya menghasilkan distribusi pada
persentase dari tiap variabel (Agus Riyanto, 2010:61). Analisis univariat
bermanfaat untuk melihat apakah data telah layak untuk dianalisis, melihat
gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data telah optimal untuk dianalisis
lebih lanjut.

57

3.11.2.2 Analisis Bivariat


Analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan antara masingmasing
variabel meliputi variabel bebas degan variabel terikat. Skala data penelitian yaitu
skala ordinal dengan ordinal maka uji statisiknya ChiSquare. Syarat uji Chi
Square adalah tidak ada sel yang nilai observed nol dan sel expected (E) kurang
dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel (Sopiyudin Dahlan, 2011:19).
3.11.2.2.1 Penentuan Odds Ratio (OR)
1) Tabel 2 x 2
Untuk mengetahui besar faktor risiko yang digunakan dalam analisis OR
dengan menggunakan tabel 2 x 2 yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.3 Tabel 2 x 2 penentuan OR
Kasus

Kontrol

Jumlah

Faktor risiko (+)

Ya

a+b

Faktor risiko (-)

Tidak

c+d

a+c

b+d

a+b+c+d

Jumlah

(Sumber: Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011:148)


Susunan hasil pengamatan dalam tabel 2 x 2 dilakukan sebagai berikut:
Sel a : Kasus yang mengalami pajanan
Sel b : Kontrol yang mengalami pajanan
Sel c : Kasus yang tidak mengalami pajanan
Sel d : Kontrol yang tidak mengalami pajanan
Risiko relative dinyatakan dengan Odds Ratio (OR) = {a/(a+b) : b/(a+b)}/{c(c+d)
: d/(c+d)} = a/b : c/d = ad/bc
(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011:148).

58

2) Perhitungan Odds ratio (OR)


Odds ratio adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan
pada kontrol (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011: 148). OR pada
studi kasus kontrol mengalami kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol
(b+d).
Rumus menghitung OR :
OR=

O
O

=
/

/
/

= :
=
(Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011:158).
Interpretasi OR dan 95%CI
1. OR > 1, dan 95% CI tidak mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor
yang diteliti merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
2. OR > 1, dan 95% CI mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang
diteliti belum merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
3. OR = 1, dan 95% CI mencangkup angka 1 atau 95% CI, menunjukkan bahwa
faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.

59

4. OR < 1, dan 95% CI tidak mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor


yang diteliti merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi terjadinya
penyakit.
5. OR < 1, dan 95% CI mencangkup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang
diteliti belum tentu merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi
terjadinya penyakit (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011: 136).

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Candisari Kota Semarang.
Kecamatan Candisari merupakan wilayah kerja Puskesmas Candilama dan Kagok.
Wilayah kerja Puskesmas Candilama adalah kelurahan Karanganyar Gunung,
Jomblang, dan Jatingaleh. Sedangkan wilayah kerja Puskesmas Kagok adalah
Kelurahan Wonotingal, Candi, Kaliwiru, dan Tegalsari.
Kecamatan Candisari terletak pada ketinggian 100 m diatas permukaan
laut. Luas wilayahnya sekitar 555.510 ha. Jumlah penduduk sebesar 71.242 jiwa
terdiri dari 35.251 orang penduduk laki-laki dan 35.991 orang penduduk
perempuan. Dari 7 kelurahan tersebut terdiri dari 461 RT dan 65 RW. Proporsi
penduduk menurut mata pencaharian yaitu PNS/TNI/POLRI sebanyak 2.551
orang dan swasta/buruh/wiraswata sebanyak 15.092 orang. Sarana Pendidikan
yang terdapat di Kecamatan Candisari yaitu sebanyak 47 SD/sederajat, 8
SMP/sederajat, 4 SMA/sederajat dan 5 SMK/sederajat. Sarana Kesehatan yang
tersedia selain puskesmas yaitu 1 rumah sakit dan 5 poliklinik (Kecamatan
Candisari, 2011:1).
4.2

Hasil Penelitian

4.2.1

Karakteristik Responden
Responden terdiri dari responden kasus dan responden kontrol yang mana

responden kasus terdiri dari 33 orang dan responden kontrol sebanyak 33 orang.

60

61

Responden kasus yaitu penderita Leptospirosis pada bulan Januari 2009


Desember 2011 yang terdaftar dalam catatan rekam medik Puskesmas Candilama
dan Puskesmas Kagok yang bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota
Semarang Tahun 2009-2011. Sedangkan responden kontrol yaitu orang yang tidak
menderita Leptospirosis yang tinggal di sekitar ( 700 meter) rumah kasus
(tetangga penderita) yang bertempat tinggal di Kecamatan Candisari Kota
Semarang Tahun 2009-2011.
4.2.1.1 Distribusi Responden menurut Umur
WHO menganjurkan pembagian umur menurut tingkat kedewasaan, yaitu
15-49 tahun untuk orang muda dan dewasa, serta 50 tahun ke atas untuk orang tua
(Notoatmodjo, 2007:20). Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol
didapatkan gambaran umum mengenai umur responden, dapat dilihat pada tabel
4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Responden menurut Umur
Umur (tahun)

15-49
>50
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus

Kontrol

9
24
33

10
23
33

27,3
72,7
100,0

30,3
69,7
100,0

Data Tabel 4.1 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden dengan umur 15-49 tahun sebesar 27,3% dan responden
dengan umur > 50 tahun sebesar 72,7%. Sedangkan dari 33 responden kontrol,
prosentase responden dengan umur 15-49 tahun sebesar 30,3% dan responden
dengan umur > 50 tahun sebesar 69,7%.

62

4.2.1.2 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin


Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol didapatkan gambaran
umum mengenai jenis kelamin responden, dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai
berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin

Laki-laki
Perempuan
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
21
63,6
12
36,4
33
100,0

Kontrol

22
11
33

%
66,6
33,4
100,0

Data Tabel 4.2 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 63,6% dan responden
dengan jenis kelamin perempuan sebesar 36,3%. Sedangkan dari 33 responden
kontrol, prosentase responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 66,6% dan
responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 33,4%.
4.2.1.3 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol didapatkan gambaran
umum mengenai tingkat pendidikan responden, dapat dilihat pada tabel 4.3
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan

SD
SMP
SMA/SMK
Akademi/PT
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus
Kontrol

14
42,4
10
8
24,2
11
10
30,3
11
1
3,1
1
33
100,0
33

%
30,3
33,3
33,3
3,1
100,0

63

Data Tabel 4.3 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang memiliki tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 42,4%,
SMP sebesar 24,2%, SMA/SMK sebesar 30,3% dan akademi/PT yaitu sebesar
3,1%. Sedangkan pada 33 responden kontrol, prosentase responden yang memiliki
tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 30,3%, SMP sebesar 33,3%, SMA/SMK
sebesar 33,3% dan akademi/PT yaitu sebesar 3,1%.
4.2.2

Analisis Univariat Variabel Penelitian

4.2.2.1 Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden


Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai strata PHBS tatanan
rumah tangga, dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden
Strata PHBS

Kurang Baik
Baik
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
24
72,7
9
27,3
33
100,0

Kontrol

12
21
33

%
36,4
63,6
100,0

Data Tabel 4.4 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga kurang
baik sebesar 72,7% dan responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah
tangga baik sebesar 27,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase
responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga kurang baik sebesar
36,4% dan responden yang memiliki strata PHBS tatanan rumah tangga baik
sebesar 63,6%.

64

4.2.2.2 Distribusi Kondisi Selokan Responden


Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai kondisi selokan
responden, dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Kondisi selokan Responden
Kondisi Selokan

Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
Tidak Memenuhi Syarat 23
69,7
10
30,3
Memenuhi Syarat
Total
33
100,0

Kontrol

10
23
33

%
30,3
69,7
100,0

Data Tabel 4.5 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang memiliki kondisi selokan tidak memenuhi syarat
sebesar 69,7% dan responden yang memiliki kondisi selokan memenuhi syarat
sebesar 30,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase responden yang
memiliki kondisi selokan tidak memenuhi syarat sebesar 30,3% dan responden
yang memiliki kondisi selokan memenuhi syarat sebesar 69,7%.
4.2.2.3 Distribusi Intensitas Cahaya dalam Rumah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai intensitas cahaya dalam
rumah responden, dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Intensitas Cahaya dalam Rumah Responden
Intensitas Cahaya dalam
Rumah
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
16
48,5
17
51,5
33
100,0

Kontrol

20
13
33

%
60,6
39,4
100,0

65

Data Tabel 4.6 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang memiliki intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 48,5% dan responden yang memiliki intensitas cahaya
dalam rumah memenuhi syarat sebesar 51,5%. Sedangkan dari 33 responden
kontrol, prosentase responden yang memiliki intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 60,6% dan responden yang memiliki intensitas cahaya
dalam rumah memenuhi syarat sebesar 39,4%.
4.2.2.4 Distribusi Keberadaan Tikus di Rumah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai keberadaan tikus di rumah
responden, dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Keberadaan Tikus di Rumah Responden
Keberadaan Tikus

Ada
Tidak Ada
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
27
81,8
6
18,2
33
100,0

Kontrol

14
19
33

%
42,4
57,6
100,0

Data Tabel 4.7 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang terdapat tikus di rumah sebesar 81,8% dan responden
yang tidak terdapat tikus sebesar 18,2%. Sedangkan dari 33 responden kontrol,
prosentase responden yang terdapat tikus di rumah sebesar 42,4% dan responden
yang tidak terdapat tikus sebesar 57,6%

66

4.2.2.5 Distribusi Keberadaan Hewan Peliharaan Responden


Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai keberadaan hewan
peliharaan responden, dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Distribusi Keberadaan Hewan Peliharaan Responden
Keberadaan Hewan
Peliharaan

Kejadian Leptospirosis
Kasus
Kontrol

%
Ada
19
57,6
12
36,4
Tidak Ada
14
42,2
21
63,6
Total
33
100,0
33
100,0
Data Tabel 4.8 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,
prosentase responden yang memiliki hewan peliharaan sebesar 57,6% dan
responden yang tidak memiliki hewan peliharaan sebesar 42,2%. Sedangkan dari
33 responden kontrol, prosentase responden yang memiliki hewan peliharaan
sebesar 36,4% dan responden yang tidak memiliki hewan peliharaan sebesar
63,6%.
4.2.2.6 Distribusi Keberadaan Air Menggenang di Sekitar Rumah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum mengenai keberadaan air
menggenang di sekitar rumah responden, dapat dilihat pada tabel 4.9 sebagai
berikut:
Tabel 4.9 Distribusi Keberadaan Air Menggenang di Rumah Responden
Keberadaan Air
Menggenang
Ada
Tidak Ada
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
23
69,7
10
30,3
33
100,0

Kontrol

9
24
33

%
27,3
72,7
100,0

67

Data Tabel 4.9 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar
69,7% dan responden yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah
sebesar 30,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase responden yang
terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar 27,3% dan responden yang
tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah sebesar 72,7%
4.2.2.7 Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Responden
Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum sarana pembuangan limbah
responden, dapat dilihat pada tabel 4.10 sebagai berikut:
Tabel 4.10 Distribusi Sarana Pembuangan Limbah Responden
Sarana Pembuangan Limbah Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
Tidak Memenuhi Syarat
23
69,7
Memenuhi Syarat
10
30,3
Total
33
100,0

Kontrol

11
21
33

%
33,3
63,7
100,0

Data Tabel 4.10 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang memiliki sarana pembuangan limbah tidak memenuhi
syarat sebesar 69,7% dan responden yang memiliki sarana pembuangan limbah
memenuhi syarat sebesar 30,3%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase
responden yang memiliki sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat
sebesar 33,3% dan responden yang memiliki sarana pembuangan limbah
memenuhi syarat sebesar 63,7%.

68

4.2.2.8 Distribusi Sarana Pembuangan Sampah Responden


Hasil penelitian pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang didapatkan gambaran umum sarana pembuangan sampah
responden, dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut:
Tabel 4.11 Distribusi Sarana Pembuangan Sampah Responden
Sarana Pembuangan Sampah Kejadian Leptospirosis
Kasus

%
Tidak Memenuhi Syarat
27
81,8
Memenuhi Syarat
6
18,2
Total
33
100,0

Kontrol

15
18
33

%
45,5
54,5
100,0

Data Tabel 4.11 menggambarkan bahwa dari 33 responden kasus,


prosentase responden yang memiliki sarana pembuangan sampah tidak memenuhi
syarat sebesar 81,8% dan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah
memenuhi syarat sebesar 18,2%. Sedangkan dari 33 responden kontrol, prosentase
responden yang memiliki sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat
sebesar 45,5% dan responden yang memiliki sarana pembuangan sampah
memenuhi syarat sebesar 54,5%.
4.2.3

Hasil Analisis Bivariat

4.2.3.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan


Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang strata PHBS Tatanan
Rumah Tangga responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan
Candisari Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

69

Tabel 4.12 Tabulasi Silang antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan
Kejadian Leptospirosis
Strata PHBS

Kurang Baik
Baik
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus
%

24
72,7
27,3
9
33
100,0

Kontrol
%

12 36,4
21
63,6
33 100,0

Nilai OR
P

0,003

4,667

95%CI

1,64313,256

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa prosentase responden kasus


dengan strata PHBS kurang baik sebesar 72,7% lebih besar dibandingkan dengan
strata PHBS kurang baik yaitu 27,3%, sedangkan prosentase responden kontrol
dengan strata PHBS baik sebesar 63,6% lebih besar dibandingkan dengan strata
PHBS kurang baik yaitu 36,4%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,003) < (0,005) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara strata
PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR)
= 4,667 dengan interval 1,643-13,256, yang berarti bahwa responden dengan
strata PHBS tatanan rumah tangga kurang baik memiliki risiko 4,667 kali lebih
besar menderita Leptospirosis bila dibandingkan responden dengan strata PHBS
tatanan rumah tangga baik
4.2.3.2 Hubungan antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang kondisi selokan responden
pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota Semarang,
didapatkan hasil sebagai berikut:

70

Tabel 4.13 Tabulasi Silang antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis
Kondisi Selokan

Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi Syarat
Total

Kejadian Leptospirosis
Kasus
%

23
69,7
10
33

30,3
100,0

Nilai OR
p

95%CI

Kontrol
%

10 30,3
23
69,7
33 100,0

0,001

5,290

1,85115,116

Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa responden kasus dengan kondisi


selokan yang tidak memenuhi syarat sebesar 69,7% lebih besar dibandingkan
dengan kondisi selokan yang memenuhi syarat

yaitu 30,3%, sedangkan

responden kontrol dengan kondisi selokan yang tidak memenuhi syarat sebesar
30,3% lebih kecil dibandingkan dengan selokan yang memenuhi syarat yaitu
69,7%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kondisi
selokan dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 5,290 dengan
interval 1,851-15,116, yang berarti bahwa responden dengan kondisi selokan
tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,290 kali lebih besar menderita
Leptospirosis bila dibandingkan responden dengan kondisi selokan yang
memenuhi syarat
4.2.3.3 Hubungan antara Intensitas Cahaya dalam Rumah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang intensitas cahaya dalam
rumah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

71

Tabel 4.14 Tabulasi Silang antara Intensitas Cahaya dalam Rumah dengan
Kejadian Leptospirosis
Intensitas Cahaya Kejadian Leptospirosis
dalam Rumah
Kasus
Kontrol
%
%

Tidak Memenuhi
16
48,5
20 60,6
Syarat

Nilai OR
p

0,323
Memenuhi Syarat
Total

17
33

51,5
100,0

13
39,4
33 100,0

0,612

95%CI

0,2301,624

Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa responden kasus dengan


intensitas cahaya dalam rumah tidak memenuhi syarat sebesar 48,5% lebih kecil
dibandingkan dengan intensitas cahaya dalam rumah memenuhi syarat yaitu
51,5%, sedangkan responden kontrol dengan intensitas cahaya dalam rumah tidak
memenuhi syarat sebesar 60,6% lebih besar dibandingkan dengan intensitas
cahaya dalam rumah memenuhi syarat yaitu 39,4%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,323) > (0,05) sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
intensitas cahaya dalam rumah dengan kejadian leptospirosis.
4.2.3.4 Hubungan antara Keberadaan Tikus di Rumah Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan tikus du rumah
responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

72

Tabel 4.15 Tabulasi Silang antara Keberadaan Tikus di Rumah Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
Keberadaan Tikus Kejadian Leptospirosis

Tidak Memenuhi
Syarat

Kasus
%

27
81,8

Nilai OR
p

95%CI

Kontrol
%

14 42,4
0,001

6,107

1,98818,757

Memenuhi Syarat
6
18,2
19
57,6
Total
33
100,0
33 100,0
Berdasarkan Tabel 4.15 diketahui bahwa responden kasus yang terdapat
tikus di rumah sehingga tidak memenuhi syarat sebesar 81,8% lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak terdapat tikus sehingga memenuhi syarat yaitu
sebesar 18,2%, sedangkan responden kontrol yang terdapat tikus di rumah
sehingga tidak memenuhi syarat sebesar 42,4% lebih kecil dibandingkan dengan
yang tidak terdapat tikus sehingga memenuhi syarat yaitu sebesar 57,6%
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara keberadaan
tikus dengan kejadian leptospirosis. Nilai odds ratio (OR)

= 6,107 dengan

interval 1,988-18,757, yang berarti bahwa responden yang terdapat tikus di rumah
sehingga tidak memenuhi syarat memiliki risiko 6,107 kali lebih besar menderita
leptospirosis bila dibandingkan responden yang tidak terdapat tikus sehingga
memenuhi syarat.
4.2.3.5 Hubungan antara Keberadaan Hewan Peliharaan Responden dengan
Kejadian Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan hewan
peliharaan responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

73

Tabel 4.16 Tabulasi Silang antara Keberadaan Hewan Peliharaan Responden


dengan Kejadian Leptospirosis
Kejadian Leptospirosis
Keberadaan
Hewan Peliharaan
Kasus
Kontrol
%
%

12 36,4
Kurang Baik
19
57,6
Baik
Total

14
33

42,4
100,0

21
33

63,6

Nilai OR
p

0,084

2,375

95%CI

0,8836,390

100,0

Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui bahwa responden kasus yang terdapat


hewan peliharaan sehingga tergolong kurang baik sebesar 57,6% lebih besar
dibandingkan dengan yang tidak terdapat hewan peliharaan sehingga tergolong
baik yaitu sebesar 42,4%, sedangkan responden kontrol yang terdapat hewan
peliharaan sehingga tergolong kurang baik sebesar 36,4% lebih kecil
dibandingkan dengan yang tidak terdapat hewan peliharaan sehingga tergolong
baik yaitu sebesar 63,6%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,084) > (0,05) sehingga
Ho diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian leptospirosis.
4.2.3.6 Hubungan antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang keberadaan air
menggenang di sekitar rumah responden pada responden kasus dan kontrol di
Kecamatan Candisari Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

74

Tabel 4.17 Tabulasi Silang antara Keberaadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
Keberadaan Air
Menggenang

Kejadian Leptospirosis

Nilai OR
p

Kurang Baik

Kasus
%

23
69,7

Kontrol
%

9
27,3

Baik

10

30,3

24

Total

33

100,0

33

72,7

0,001

6,133

95%CI

2,11117,824

100,0

Berdasarkan Tabel 4.17 diketahui bahwa responden kasus yang terdapat


air menggenang sehingga tergolong kurang baik yaitu sebsar 69,7% lebih besar
dibandingkan dengan tidak terdapat air menggenang sehingga tergolong baik
yaitu sebesar 30,3%, sedangkan responden kontrol yang terdapat air menggenang
sehingga tergolong kurang baik yaitu sebsar 27,3% lebih kecil dibandingkan
dengan tidak terdapat air menggenang sehingga tergolong baik yaitu sebesar
72,7%
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,001) < (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara keberadaan
air menggenang dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) = 6,133
dengan interval 2,111-17,824, yang berarti bahwa responden yang terdapat air
menggenang di sekitar rumah sehingga tergolong kurang baik memiliki risiko
6,133 kali lebih besar menderita leptospirosis bila dibandingkan responden yang
tidak terdapat air menggenang di sekitar rumah sehingga tergolong baik.

75

4.2.3.7 Hubungan antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian


Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang sarana pembuangan
limbah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari Kota
Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.18 Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis
Sarana
Pembuangan
Limbah
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi Syarat
Total

Kejadian Leptospirosis

Nilai OR
p

95%CI

Kasus
Kontrol
%
%

23
69,7 11 33,3
10

30,3

33

100,0

22
33

66,7

0,003

4,600

1,63112,973

100,0

Berdasarkan Tabel 4.18 diketahui bahwa responden kasus dengan sarana


pembuangan limbah tidak memenuhi syarat sebesar 69,7% lebih besar
dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah memenuhi syarat yaitu 30,3%,
sedangkan responden kontrol dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi
syarat sebesar 33,3% lebih kecil dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah
memenuhi syarat yaitu 66,7%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,003) > (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan limbah dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) =
4,600 dengan interval 1,631-12,973, yang berarti bahwa responden dengan sarana
pembuangan limbah tidak memenuhi syarat memiliki risiko 4,6 kali lebih besar
menderita leptospirosis bila dibandingkan responden dengan sarana pembuangan
limbah memenuhi syarat.

76

4.2.3.8 Hubungan antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian


Leptospirosis
Hasil uji chi square dari data penelitian tentang sarana pembuangan
sampah responden pada responden kasus dan kontrol di Kecamatan Candisari
Kota Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.19 Tabulasi Silang antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis
Sarana
Pembuangan
Sampah
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi Syarat
Total

Kejadian Leptospirosis

Nilai OR
P

95%CI

Kasus
Kontrol
%
%

27
81,8 15 45,5
6
33

18,2
100,0

18
33

54,5

0,002

5,400

1,76416,533

100,0

Berdasarkan Tabel 4.19 diketahui bahwa responden kasus dengan sarana


pembuangan sampah tidak memenuhi syarat sebesar 81,8% lebih besar
dibandingkan dengan sarana pembuangan sampah memenuhi syarat yaitu 18,2%,
sedangkan responden kontrol dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi
syarat sebesar 45,5% lebih kecil dibandingkan dengan sarana pembuangan
sampah memenuhi syarat yaitu 54,5%.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,002) > (0,05) sehingga
Ho ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan sampah dengan kejadian Leptospirosis. Nilai odds ratio (OR) =
5,400 dengan interval 1,764-16,533, yang berarti bahwa responden dengan sarana
pembuangan sampah tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,4 kali lebih besar
menderita leptospirosis bila dibandingkan responden dengan sarana pembuangan
sampah memenuhi syarat.

77

4.2.4

Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat


Rekapitulasi hasil penelitian mengenai Hubungan antara Strata PHBS

Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis


Kecamatan Candisari Kota Semarang (Tabel 4.20).
Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Uji Chi-Square
No. Variabel Bebas
(1) (2)
Strata PHBS
1. Tatanan Rumah
Tangga
2. Kondisi Selokan
3.
4.
5.
6.
7.

8.

p value
(3)

OR
(4)

95%CI
(5)

Keterangan
(6)

0,003

4,667

1,64313,256 Ada hubungan

0,001

5,290

Intensitas Cahaya

0,323

Keberadaan Tikus
Keberadaan Hewan
Peliharaan
Keberadaan Air
Menggenang
Sarana
Pembuangan
Limbah
Sarana
Pembuangan
Sampah

0,001

6,107

0,084

1,85115,116 Ada hubungan


Tidak ada

hubungan
1,98818,757 Ada hubungan
Tidak ada

hubungan

0,001

6,133

2,11117,824 Ada hubungan

0,003

4,600

1,63112,973 Ada hubungan

0,002

5,400

1,76416,533 Ada hubungan

BAB V
PEMBAHASAN

5.1

Pembahasan

5.1.1 Hubungan antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga dengan


Kejadian Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara strata
PHBS tatanan rumah tangga dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,003) <
(0,05). Dengan nilai OR sebesar 4,667 dan 95%CI=1,463-13,256 maka dapat
diketahui bahwa responden dengan strata PHBS kurang baik mempunyai risiko
4,667 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan strata
PHBS baik. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa strata PHBS merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan didapatkan bahwa sebagian besar
responden kasus dengan strata PHBS yang kurang baik yaitu 24 orang atau 72,7%
dan yang baik sebanyak 9 orang atau 27,3% karena pada sebagian besar
responden kasus memiliki tingkatan strata PHBS sehat madya sehingga tergolong
kurang baik. Sebaliknya pada responden kontrol, dimana strata PHBS yang
dicapai sebagian besar yaitu 21 orang atau 63,6% memiliki strata PHBS sehat
utama sehingga tergolong baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pedoman Program PHBS Tatanan
Rumah Tangga Tahun 2010 yang menyatakan bahwa PHBS tatanan rumah tangga
dilakukan untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan
78

79

mampu melakukan PHBS dengan baik, memelihara dan meningkatkan


kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Hasil
penelitian ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
strata PHBS sehat madya cukup banyak, sedangkan pada kontrol, yang memiliki
strata PHBS sehat madya hanya setengah dari jumlah kasus yang memiliki strata
PHBS sehat madya. Pada indikator kesehatan lingkungan, banyak responden
kasus yang lantai rumahnya tidak kedap air di bagian ruang dapur serta masih
banyak yang membuang sampah di sembarang tempat. Kepadatan hunian juga
masih banyak menjadi masalah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PHBS
pada kontrol lebih terjaga bila dibandingkan dengan PHBS pada kasus. Dan sesuai
dengan teori yang telah ada bahwa anggota rumah tangga yang mampu
melakukan PHBS dengan baik, memelihara dan meningkatkan kesehatannya akan
mampu mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman
penyakit.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ima Nurisa (2005) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara indikator-indikator pada strata PHBS tatanan rumah
tangga seperti status gizi, faktor lingkungan, gaya hidup dengan kejadian
leptospirosis. Selain itu hasil penelitian Dwi Sarwani (2005) juga menyatakan
bahwa ada hubungan antara faktor lingkungan dan gaya hidup dengan kejadian
leptospirosis. Hal yang menyebabkan strata PHBS tatanan rumah tangga ikut
berpengaruh terhadap penyakit leptospirosis ini adalah karena sebagian besar
indikator-indikator
leptospirosis.

PHBS

merupakan

faktor

yang

berhubungan

dengan

80

5.1.2

Hubungan antara Kondisi Selokan dengan Kejadian Leptospirosis


Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi

selokan dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang.


Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < (0,05). Dengan nilai OR sebesar
5,290 dan 95%CI=1,851-15,116 maka dapat diketahui bahwa responden dengan
kondisi selokan tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,290 kali lebih besar
menderita Leptospirosis daripada responden dengan kondisi selokan memenuhi
syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa kondisi selokan merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden kasus dengan kondisi selokan yang tidak memenuhi syarat yaitu 23
orang atau 69,7% dan yang memenuhi syarat sebanyak 10 orang atau 30,3%
karena pada sebagaian besar responden kasus memiliki kondisi selokan yang
terbuka dan tersumbat saat musim hujan. Sebaliknya pada responden kontrol,
dimana kondisi selokan yang memenuhi syarat lebih banyak daripada kondisi
selokan yang tidak memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Dinkes
Prop Jateng 2005 yang menyatakan bahwa saluran pembuangan air/got yang
lancar akan menghambat perkembangan leptospira untuk dapat berkembang
secara baik, leptospira membutuhkan lingkungan optimal yaitu temperatur yang
hangat, lembab, dengan pH air yang netral
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
kondisi selokan tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila dibandingkan
dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal ini

81

menunjukkan bahwa kondisi selokan pada kontrol lebih terawat bila dibandingkan
dengan kondisi selokan pada kasus sehingga kondisi selokan pada kontrol lebih
banyak yang memenuhi syarat, kondisi selokan pada kontrol banyak yang sudah
tertutup, tidak meluap saat hujan dan jarang tersumbat. Namun hal sebaliknya
terjadi pada kasus. Dan sesuai dengan yang telah dikatakan sebelumnya bahwa
kondisi selokan yang lancar akan menghambat perkembangan leptospira untuk
dapat berkembang secara baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Siti Maesharokh (2011) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara kondisi selokan dengan kejadian leptospirosis di Kota
Semarang. Selain itu penelitian dari Mari Okatini (2007) juga menyatakan bahwa
ada hubungan antara kodisi selokan dengan kejadian leptospirosis di Jakarta.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kondisi selokan yang masih tidak tertutup
dan tersumbat hingga meluap saat hujan dapat menjadi faktor risiko leptospirosis.
5.1.3

Hubungan antara Intensitas Cahaya dengan Kejadian Leptospirosis


Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

intensitas cahaya dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota


Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,323) > (0,05). Sehingga Ho
diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara intensitas cahaya dengan
kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang. Dan dapat
dikatakan juga bahwa intensitas cahaya bukan merupakan salah satu faktor risiko
timbulnya penyakit Leptospirosis.
Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan bahwa responden kasus
dengan intensitas cahaya tidak memenuhi syarat yaitu 16 orang atau 48,5% dan
yang memenuhi syarat (< 60 dan > 120 lux) sebanyak 17 orang atau 51,5%. Dan
pada responden kontrol, responden dengan intensitas cahaya tidak memenuhi

82

syarat yaitu 20 orang atau 60,6% dan yang memenuhi syarat sebanyak 13 orang
atau 39,4%.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa intensitas cahaya pada responden
kasus dan kontrol relatif sama. Bahkan pada kontrol, yang memiliki intensitas
cahaya tidak memenuhi syarat cenderung lebih banyak. Hal ini disebabkan karena
keberadaan kamar mandi dan dapur pada kontrol lebih banyak berada di ruangan
tertutup dan menyatu dengan rumah, sedangkan kamar mandi dan dapur pada
kontrol lebih banyak yang berada terpisah dengan rumah sehingga cahaya lebih
mudah masuk sehingga intensitas cahaya juga banyak yang memenuhi syarat.
5.1.4

Hubungan antara Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis


Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara

keberadaan tikus dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota


Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) < (0,05). Dengan nilai
OR sebesar 6,107 dan 95%CI=1,988-18,757 maka dapat diketahui bahwa
responden yang terdapat tikus di dalam rumahnya mempunyai risiko 6,107 kali
lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden yang tidak terdapat tikus
di dalam rumahnya. Karena nilai OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1,
maka dapat dikatakan bahwa keberadaan tikus merupakan salah satu faktor risiko
timbulnya penyakit Leptospirosis.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden kasus terdapat tikus di rumahnya yaitu 27 orang atau 81,8% dan yang
tidak terdapat tikus sebanyak 6 orang atau 18,2%. Dan pada responden kontrol,
perbandingan antara responden yang terdapat tikus dan tidak di rumahnya tidak
terlalu jauh yaitu 14 orang atau 42,4% dan 19 orang atau 57,6%. Hal ini

83

menunjukkan bahwa keberadaan tikus banyak ditemukan baik pada responden


kasus maupun responden kontrol namun keberadaan tikus pada responden kasus
lebih terlihat dominan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Djoni Djunaedi (2007) yang menyatakan
bahwa leptospirosis juga banyak dijumpai di daerah pinggiran kota dengan
populasi tikus yang berkembang biak secara cepat. Di daerah padat penduduk,
penyakit ini biasanya berkembang apabila dijumpai populasi tikus dalam jumlah
yang besar dan disertai sanitasi yang jelek.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden kasus banyak yang
mengaku bahwa sering melihat tikus di dalam dan sekitar rumahnya, serta
didukung dengan terdapatnya kotoran tikus di sekitar rumah yang menandakan
keberadaan tikus. Adanya tikus inilah yang menyebabkan variabel keberadaan
tikus di dalam dan sekitar rumah tidak memenuhi syarat. Namun pada kontrol
banyak yang mengaku bahwa jarang melihat tikus di dalam dan sekitar rumahnya
serta didukung dengan bersihnya sekitar rumah dari kotoran tikus yang
menandakan jarang ada tikus. Dan jarang/tidak adanya tikus inilah yang
menyebabkan variabel keberadaan tikus memenuhi syarat. Mungkin keberadaan
tikus memang selalu ada di setiap rumah, namun bila kebersihan tetap terjaga
maka tikus tidak akan betah untuk melakukan segala aktifitas dalam rumah
tersebut.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Taufik Ari Pambudi
(2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan tikus dengan
kejadian leptospirosis. Hal tersebut dapat terjadi karena tikus domestik memiliki
kebiasaan dekat dengan manusia. Selain itu penelitian oleh Dwi Sarwani (2005)
juga menyatakan bahwa faktor lingkungan biologik yang merupakan faktor risiko

84

kejadian leptospirosis berat adalah adanya tikus di dalam dan sekitar rumah. Peran
tikus sebagai vektor dan reservoir beberapa penyakit menular menyebabkan
keberadaan tikus di pemukiman penduduk menjadi ancaman serius bagi manusia
untuk tertular penyakit. Dan sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan rumah
sehat yang terdapat pada Dinkes Prop Jateng (2005) bahwa rumah sehat harus
bebas dari tikus atau hewan pengerat lainnya.
5.1.5 Hubungan antara Keberadaan Hewan Peliharaan dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
keberadaan hewan peliharaan dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,084) >
(0,05). Sehingga Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan antara keberadaan
hewan peliharaan dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Dan dapat dikatakan juga bahwa keberadaan hewan peliharaan bukan
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Leptospirosis.
Dari penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa responden kasus yang
memiliki hewan peliharaan dirumahnya yaitu 19 orang atau 57,6% dan yang tidak
memiliki hewan peliharaan sebanyak 14 orang atau 42,4%. Dan pada responden
kontrol, yang memiliki hewan peliharaan dirumahnya yaitu 12 orang atau 36,4%
dan yang tidak memiliki hewan peliharaan sebanyak 21 orang atau 63,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun responden kasus banyak yang memiliki hewan
peliharaan namun hal tersebut bukan merupakan faktor risiko kejadian
leptospirosis.
Hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa responden kasus banyak
yang memiliki hewan peliharaan di rumahnya, adanya hewan peliharaan inilah

85

yang menyebabkan variabel keberadaan hewan peliharaan di rumah tergolong


kurang baik. Namun pada kontrol hanya sedikit yang memiliki hewan
peliharaan di rumahnya, dan tidak adanya

hewan peliharaan inilah yang

menyebabkan variabel keberadaan hewan peliharaan di rumah tergolong baik.


Pada hasil penelitian, hasil kurang baik lebih banyak didapatkan pada responden
kasus. Namun ternyata hal tersebut belum cukup untuk menjadi penentu yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan hewan peliharaan dengan
kejadian leptospirosis .Hasil ini mungkin disebabkan karena kejadian leptospirosis
dipengaruhi oleh faktor kebersihan kandang hewan peliharaan. Jadi meskipun
masyarakat mempunyai hewan peliharaan namun kebersihan kandang tetap
terjaga, tidak akan menjadi faktor risiko leptospirosis.
5.1.6 Hubungan antara Keberadaan Air Menggenang dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara
keberadaan air menggenang dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,001) <
(0,05). Dengan nilai OR sebesar 6,133 dan 95%CI=2,111-17,284 maka dapat
diketahui bahwa responden yang terdapat air menggenang di sekitar rumahnya
mempunyai risiko 6,133 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada
responden yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumahnya. Karena nilai
OR>1 dan 95%CI tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa
keberadaan air menggenang merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
penyakit Leptospirosis.
Dari penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden kasus terdapat air menggenang di sekitar rumahnya yaitu 23 orang atau

86

69,7% dan yang tidak terdapat air menggenang di sekitar rumahnya sebanyak 10
orang atau 30,3%. Dan pada responden kontrol, responden yang terdapat air
menggenang di sekitar rumahnya yaitu 9 orang atau 27,3% dan yang tidak
terdapat air menggenang di sekitar rumahnya sebanyak 24 orang atau 72,7%.
Hasil penelitian ini dapat menggambarkan bahwa di sekitar rumah
responden kasus banyak terdapat air yang menggenang, adanya genangan air
inilah yang menyebabkan variabel keberadaan air menggenang di sekitar rumah
tergolong kurang baik. Namun pada kontrol hanya sedikit yang di sekitar
rumahnya terdapat air yang menggenang, dan tidak adanya genangan air inilah
yang menyebabkan variabel keberadaan air menggenang tergolong baik. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan air menggenang banyak ditemukan
pada responden kasus, karena sebagian besar letak kamar mandi dengan rumah
responden kasus terpisah sehingga kemungkinan responden kasus untuk
terkontaminasi genangan air di sekitar rumah sangat besar.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Djoni Djunaedi
(2007), yang menyatakan bahwa transmisi leptospira berlangsung dengan urin,
darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau terpapar oleh lingkungan
yang terkontaminasi. Transmisi langsung dari manusia ke manusia jarang
ditemukan. Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat hidup dalam
air selama beberapa bulan, maka air tergenang memiliki peranan penting sebagai
transmisi. Mereka dapat terserang leptospirosis terpapar langsung oleh air atau
tanah yang terkontaminasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Agus
Priyanto (2008), yang menyatakan bahwa genangan air merupakan faktor risiko
Leptospirosis karena saat terjadinya kasus sebagian besar responden di sekitar

87

rumahnya terdapat genangan air. Selain itu penelitian Asyhar Tunissea (2008)
menyatakan bahwa genangan air yang berasal dari badan air alami merupakan
salah satu faktor risisko kejadian leptospirosis. Hal ini mebuktikan bahwa
keberadaan air menggenang cukup berpengaruh pada kejadian leptospirosis, untuk
itu diperlukan menjaga lingkungan rumah agar tidak terdapat genangan air di
sekitarnya.
5.1.7 Hubungan antara Sarana Pembuangan Limbah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan limbah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,003) < (0,05). Dengan nilai
OR sebesar 4,600 dan 95%CI=1,631-12,973 maka dapat diketahui bahwa
responden dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 4,600 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan
sarana pembuangan limbah memenuhi syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI
tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa sarana pembuangan limbah
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Leptospirosis.
Berdasarkan penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden kasus dengan sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat yaitu
23 orang atau 69,7% dan yang memenuhi syarat sebanyak 10 orang atau 30,3%.
Dan pada responden kontrol, responden dengan sarana pembuangan limbah tidak
memenuhi syarat yaitu 11 orang atau 33,3% dan yang memenuhi syarat sebanyak
22 orang atau 66,7%. Hal ini terjadi karena sebagaian besar dari responden kasus
memiliki saluran pembuangan limbah yang tidak diresapkan.

88

Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
sarana pembuangan limbah tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila
dibandingkan dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa sarana pembuangan limbah pada kontrol lebih baik bila
dibandingkan dengan sarana pembuangan limbah pada kasus. Sarana pembuangan
limbah pada kontrol lebih banyak yang memenuhi syarat karena sarana
pembuangan limbah pada kontrol sudah banyak yang tertutup dan diresapkan.
Namun pada kasus, masih sedikit yang memiliki sarana pembuangan limbah yang
tertutup dan diresapkan karena sarana pembuangan limbah mereka sebagian besar
masih dibuat seadanya.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rusmini (2011) yang
menyatakan

bahwa

saluran pembuangan

limbah

yang

buruk

sehingga

menyebabkan adanya genangan air di sekitar rumah merupakan faktor risiko


kejadian leptospirosis karena vektor perantara bakteri leptospira dapat bertahan
hidup selama berbulan-bulan pada air yang menggenang. Sesuai dengan Dinkes
Prop Jateng 2005 yang menyatakan bahwa sarana pembuangan limbah harus
memenuhi syarat agar tidak mengganggu lingkungan dan mengurangi
kemungkinan munculnya penyakit yang disebabkan oleh lingkungan. Syaratsyarat sarana pembuangan limbah antara lain saluran pembuangan limbah harus
tertutup dan diresapkan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Agus
Priyanto (2008), yang menyatakan bahwa sarana pembuangan limbah merupakan
faktor risiko Leptospirosis karena munculnya kontaminasi genangan air juga
disebabkan oleh sarana pembuangan limbah yang tidak lancar atau tersumbat.

89

Selain itu penelitian Mari Okatini (2005) juga menyatakan bahwa ada hubungan
antara sarana pembuangan limbah dengan kejadian leptospirosis. Untuk itu
sebaiknya sarana pembuangan limbah harus dibuat cukup baik agar bermanfaat
saat digunakan tanpa menimbulkan efek negatif yang mendatangkan penyakit.
5.1.8 Hubungan antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Kejadian
Leptospirosis
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sarana
pembuangan sampah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai p (0,002) < (0,05). Dengan nilai
OR sebesar 5,400 dan 95%CI=1,764-16,533 maka dapat diketahui bahwa
responden dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat mempunyai
risiko 5,400 kali lebih besar menderita Leptospirosis daripada responden dengan
sarana pembuangan sampah memenuhi syarat. Karena nilai OR>1 dan 95%CI
tidak mencakup angka 1, maka dapat dikatakan bahwa sarana pembuangan
sampah merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Leptospirosis.
Dari penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden kasus dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat yaitu
27 orang atau 81,8% dan yang memenuhi syarat sebanyak 6 orang atau 18,2%.
Dan pada responden kontrol, responden dengan sarana pembuangan sampah tidak
memenuhi syarat yaitu 15 orang atau 45,5% dan yang memenuhi syarat sebanyak
18 orang atau 54,5%. Hal ini terjadi karena sebagaian besar dari responden kasus
memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak tertutup dan tidak kedap air.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang memiliki
sarana pembuangan sampah tidak memenuhi syarat jauh lebih banyak bila

90

dibandingkan dengan yang memenuhi syarat, dan sebaliknya dengan kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi sarana pembuangan sampah pada kontrol lebih
baik bila dibandingkan dengan sarana pembuangan sampah pada kasus. Sarana
pembuangan sampah pada kontrol lebih banyak yang memenuhi syarat karena
sarana pembuangan sampah pada kontrol sudah banyak yang tertutup dan kedap
air sehingga aman dari hewa-hewan pembawa vektor penyakit. Namun pada
kasus, masih sedikit yang memiliki sarana pembuangan sampah yang tertutup dan
kedap air karena sarana pembuangan sampah mereka sebagian besar masih
terbuka dan banyak digunakan oleh tikus sebagai tempat untuk mencari sisa-sisa
makanan.
Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rusmini (2011)
yang menyatakan bahwa tempat pengumpulan sampah yang buruk merupakan
faktor risiko kejadian leptospirosis karena vektor perantara bakteri leptospira
khususnya tikus sangat menyukai tempat-tempat dengan
keberadaan tumpukan sampah. Dan sesuai dengan Dinkes Prop Jateng 2005 yang
menyatakan bahwa sarana pembuangan sampah harus memenuhi syarat agar tidak
menimbulkan keberadaan vektor-vektor penyakit. Syarat-syarat tersebut antara
lain sampah harus diangkut tidak melebihi 3 x 24 jam, tertutup dan kedap air.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Feriyanti
(2008), yang menyatakan bahwa kebersihan rumah yang salah satunya adalah
sarana pembuangan sampah berhubungan dengan kejadian leptospirosis. Selain
itu penelitian Dwi Sarwani (2005) juga menyatakan bahwa sarana pembuangan
sampah yang tidak baik sehingga mengakibatkan adanya sampah di sekitar rumah
berhubungan dengan kejadian leptospirosis. Untuk itu sebaiknya sarana

91

pembuangan sampah harus dibuat cukup baik agar bermanfaat saat digunakan
tanpa menimbulkan efek negatif yang mendatangkan penyakit.
5.2

Hambatan dan Kelemahan Penelitian

5.2.1 Hambatan Penelitian


Hambatan dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari alamat responden penelitian yang
tersebar dalam wilayah Kecamatan Candisari Kota Semarang karena data
alamat responden yang tidak jelas, sehingga peneliti membutuhkan bantuan
dari personil penelitian yang lebih banyak.
2. Pencarian alamat responden yang jaraknya cukup jauh antara responden yang
satu dengan responden yang lain.
5.2.2 Kelemahan Penelitian
Kelemahan dalam penelitian ini adalah :
1. Kelemahan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel kelompok kontrol
dalam penelitian ini tidak didasarkan pada hasil diagnosis laboratorium,
sehingga konsekuensinya bisa saja dalam kelompok kontrol terdapat penderita
Leptospirosis
2. Kejujuran responden dalam hal pengisian kuesioner, sehingga penulis harus
melakukan pendekatan secara personal pada saat pelaksanaan wawancara
dalam hal mencari informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi

rumah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang dapat


disimpulkan bahwa:
1. Ada hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga, kondisi selokan,
keberadaan tikus, keberadaan air menggenang, sarana pembuangan limbah dan
sarana pembuangan sampah dengan kejadian leptospirosis di Kecamatan
Candisari Kota Semarang.
2. Tidak ada hubungan antara intensitas cahaya dan keberadaan hewan peliharaan
dengan kejadian leptospirosis di kecamatan Candisari Kota Semarang.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah sebagai
berikut:
6.2.1

Bagi Penderita Leptospirosis


Diharapkan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar supaya tidak

menjadi sarang tikus, penanganan sampah perlu dilakukan secara benar yaitu dengan
cara tempat sampah diusahakan tertutup rapat dan kedap air sehingga tidak menjadi
sumber makanan tikus, menjaga kondisi selokan dan sarana pembuangan limbah

92

93

agar tidak menimbulkan genangan air di sekitar rumah/ lingkungan. Memperhatikan


pula pedoman PHBS tatanan rumah tangga untuk mencegah risiko terjadinya
penyakit leptospirosis.
6.2.2

Bagi Instansi Terkait


Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan serta puskesmas yang

menangani penyakit leptospirosis untuk menambah program kesehatan dalam rangka


pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, khususnya penyakit leptospirosis
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan, penularan maupun angka kematian
leptospirosis. Misalnya dengan memberikan penyuluhan kepada warga tentang
bahaya leptospirosis. Serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan misalnya dengan
melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta pelaporan kasus yang lebih
akurat sehingga instansi terkait mendapat pencegahan dan pemberantasan secara
efektif.
6.2.3

Bagi Peneliti Lain


Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan jenis desain penelitian dan

variabel yang berbeda untuk lebih mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan
kejadian leptospirosis.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Priyanto, 2008, Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Leptospirosis (Studi Kasus di Kabupaten Demak), Tesis: Pasca Sarjana
Undip
Agus Riyanto, 2010, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Yogyakarta:Nuha
Medika
Aru W. Sudoyo, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Depkes RI, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/MENKES/SK/VII/1999,
Jakarta: Depkes RI
___________, 2003, Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta:
Depkes RI.
___________, 2005, Pedoman Penanggulangan Leptospirosis Di Indonesia,
Jakarta: Depkes RI Ditjen P2P danPLP
___________, 2010, Profil Kesehatan IndonesiaTahun 2010, Jakarta: Depkes RI
Dharmajono, 2002, Leptospirosis
Jakarta:Pustaka Populer Obor

Anthrax

Mulut

Kuku

Sapi-Gila,

Dinkes Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2010, Semarang:
DKK Semarang
___________, 2010, Rekapitulasi Laporan Bulanan Kasus Leptospirosis Kota
Semarang. DKK Semarang
Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2005, Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat
untuk Puskesmas, Semarang: DKP Jateng
___________, 2009, Profil Kesehatan Provinsi Jateng 2009, Semarang: DKP
Jateng
___________, 2010, Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah
Tangga, Semarang: DKP Jateng
___________, 2011, Buku Saku Kesehatan Provinsi Jateng 2011, Semarang: DKP
Jateng

94

95

Djoni Djunaedi, 2007, Kapita Selekta Penyakit Infeksi Ehrlichiosis, Leptospirosis,


Riketsiosis, Antraks, Penyakit Pes. Malang: UMM Pres
Dwi Sarwani Sri Rejeki, 2005, Faktor Resiko Lingkungan yang Berpengaruh
terhadap Kejadian Leptospirosis Berat, Tesis: Program Studi Epidemiologi
Undip Semarang
Eko Budiarto, 2002, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC
Ima Nurisa, 2005, Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) di
Indonesia,Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 4 No 3
Indan Entjang, 2000, Mikrobiologi & Parasitologi U-Akademi Keperawatan,
:P.T. Citra Aditya Bakti
Mukono, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Airlangga
University Press
Rusmini, 2011, Bahaya Leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus) & Cara
Pencegahannya, Yogyakarta:Penerbit Gosyen Publishing
Soeharsono, 2002, Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia 2,
Jakarta:Kanisius
Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
___________, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta
Sopiyudin Dahlan, 2011, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5,
Jakarta: Salemba Medika
Sudigdo S dan Sofyan Ismael, 2011, Dasar Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi ke 4, Jakarta: CV Sagung Seto.
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta
Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta
Sunaryo, 2009, Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan dan Penentuan Zona
Kerawanan Leptospirosis di Kota Semarang
Sylvia Y. Muliawan, 2008, Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira dan
Borelia), Jakarta: Erlangga

96

Lampiran 1

PERMOHONAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN


Kepada
Yth
: Responden Penelitian
Di tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Rizka Auliya
NIM
: 6450408117
Status
: Mahasiswa Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang
Bermaksud mengadakan penelitian tentang Hubungan Antara Strata PHBS
Tatanan Rumah Tangga dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Leptospirosis di
Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 2012. Penelitian ini tidak
menimbulkan akibat yang merugikan bagi Saudara sebagai responden dengan
berpartisipasi menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Untuk itu, saya
mengharap kesediaan Saudara secara sukarela untuk menjadi partisipan dalam
penelitian saya.
Atas bantuan dan kesediaan Saudara menjadi responden, saya ucapkan
terima kasih.

Peneliti

Rizka Auliya

97

Lampiran 2

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya secara sukarela bersedia


menjadi partisipan dalam penelitian ini. Saya akan berpartisipasi dalam penelitian
ini dari awal penelitian hingga penelitian ini selesai.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun.

Semarang, Agustus 2012


Responden

(..)

98

Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA STRATA PHBS TATANAN RUMAH TANGGA
DAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI
KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TAHUN 2012

Nomor Responden

: ....................................................................................

Tanggal Survey

: ....................................................................................

Kelompok

: 1. Kasus

2. Kontrol

Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data


tentang hubungan antara strata PHBS tatanan rumah tangga dan sanitasi
rumah dengan kejadian Leptospirosis. Hasil dari penelitian ini akan
dipergunakan sebagai saran-saran dalam meningkatkan program
pencegahan Leptospirosis di Kecamatan Candisari Kota Semarang.

Identitas Responden :
1. Nama

: .........................................................................

2. Alamat

: .........................................................................
.........................................................................

3. Umur

: ..................................................................tahun

4. Jenis Kelamin

: .........................................................................

5. Pendidikan

a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SLTP
d. Tamat SLTA
e. Tamat Akademi/PT

99

Lanjutan (Lampiran 3)
I.

PERTANYAAN PENJARINGAN
1. Apakah rumah Anda direnovasi atau diperbaiki mulai tahun 2009-2011?
a. Ya
b. Tidak
Jika jawab ya, lanjut pertanyaan ke nomor 2
Jika jawab tidak, lanjut pertanyaan ke nomor 3
2. Rumah bagian mana yang Anda renovasi atau perbaiki? Sebutkan!
Jawab: ....................................................................................................
...............................................................................................................
3. Apakah sebelumnya ada anggota keluarga/tetangga (tinggal di sekitar
700 meter) yang menderita Leptospirosis?
a. Ya
b. Tidak
4. Pendapatan perbulan dalam keluarga :
No

Nama Anggota
Keluarga

Hubungan
Keluarga

Pendapatan per kapita =


a. < Rp 231.046,00
b. Rp 231.046,00

Jenis
Pekerjaan

Besar Pendapatan
Tetap+Sampingan
Per Bulan

100

5. Apakah Saudara pernah menderita/mengalami gejala penyakit berikut?


NO

GEJALA KLINIS

Demam mendadak

Menggigil

Sakit/nyeri kepala

Nafsu makan berkurang

Nyeri pada betis/paha

Kemerahan pada mata

Kekuningan pada kulit/mata

Badan lemah

Leher kaku

10

Nyeri perut

11

Nyeri pada persendian

12

Tidak ada nafsu makan

13

Mual

14

Muntah

15

Diare

16

Kencing Berkurang

17

Kencing kecoklatan

18

Perdarahan di mukosa

19

Kulit kemerahan di beberapa tempat

20

Batuk

21

Pikiran kacau/bingung

YA

TIDAK

Responden bisa dijadikan kontrol apabila responden minimal tidak pernah


menderita gejala klinis pada point 1, 4, 5, 7, 8, 13, 14. Apabila responden pernah
menderita gejala-gejala tersebut secara bersamaan maka wawancara tidak bisa
dilanjutkan dan responden tersebut tidak dapat dijadikan kontrol.

101

Lanjutan (Lampiran 3)
II. KUESIONER PENGUKURAN SANITASI RUMAH
1. Kondisi Selokan
Pertanyaan dan Pengukuran
YA
1. Apakah terdapat selokan di dekat
rumah?

TIDAK

Keterangan
Memenuhi
syarat/
Tidak
memenuhi
syarat

2. Apakah saluran tertutup?


3. Apakah saluran diresapkan?
4.Apakah selokan lancar/tidak tersumbat?
2. Intensitas Cahaya
Pertanyaan dan Pengukuran

Jawab/
Hasil
(Lux)

1. Pengukuran intensitas pencahayaan ruang


dapur
2. Pengukuran intensitas pencahayaan kamar
mandi

Keterangan
Memenuhi
syarat/ Tidak
memenuhi
syarat

3. Keberadaan Tikus
Pertanyaan dan Pengamatan
1. Apakah ada tikus di dalam atau
sekitar rumah?
2.

YA

TIDAK

Keterangan
Memenuhi
syarat/ Tidak
memenuhi
syarat

Apakah ada lubang tikus atau


kotoran tikus di dalam atau sekitar
rumah?

4. Keberadaan hewan peliharaan


Pertanyaan
Apakah ada hewan peliharaan di
rumah?
(sapi, anjing, kuda, kambing, domba,
babi)

YA

TIDAK

Keterangan
Baik/Kurang
baik

5. Keberadaan air yang menggenang


Pertanyaan
Apakah ada air yang menggenang di
dalam atau sekitar rumah ( 5
meter) saat musim hujan?

YA

TIDAK

Keterangan
Baik/Kurang
baik

102

6. Tempat Pembuangan Limbah


Jawab

Pertanyaan

Ya

Tidak

1.

Apakah telah tersedia tempat


pembuangan air limbah di rumah?
2. Apakah saluran tertutup?

Keterangan
Memenuhi
syarat/
Tidak
memenuhi
syarat

3. Apakah saluran diresapkan?


7. Sarana Pembuangan Sampah
Jawab

Pertanyaan

Ya

Tidak

Apakah ada tempat penampungan


sampah?
2. Apakah sampah diangkut dalam 3 x 24
jam?
3. Apakah tempat penampungan sampah
tertutup?
4. Apakah tempat penampungan sampah
kedap air?

Keterangan

1.

Memenuhi
syarat/
Tidak
memenuhi
syarat

III. KUESIONER STRATA PHBS TATANAN RUMAH TANGGA

NO.

PERTANYAAN INDIKATOR

KIA DAN GIZI

1.

Apakah rumah tangga yang memiliki ibu hamil


mempunyai akses pertolongan persalinan oleh
petugas/tenaga kesehatan?
Bagi rumah tangga yang tidak atau belum
pernah hamil, maka digali dengan pertanyaan
mengenai pengetahuan dan sikapnya tentang
persalinan Nakes

2.

Untuk rumah tangga yang memiliki bayi,


apakah bayi memperoleh ASI ekskusif sejak
usia 0 sampai 6 bulan?

YA

TIDAK

103

Bagi rumah tangga yang tidak atau belum


pernah memiliki bayi, maka digali dengan
pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya
tentang ASI ekslusif.
3.

Apakah rumah tangga yang memiliki balita


menimbangkan balitanya secara teratur?
Bagi rumah tangga yang tidak atau belum
pernah memiliki balita, maka digali dengan
pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikapnya
tentang penimbangan balita.

4.

Apakah anggota rumah tangga mengkonsumsi


beraneka ragam makanan dalam jumlah cukup
untuk mencapai gizi seimbang?

II

KESLING

5.

Apakah anggota rumah tangga menggunakan


/memanfaatkan air bersih untuk keperluan seharihari?

6.

Apakah anggota rumah tangga menggunakan


jamban sehat?

7.

Apakah anggota rumah tangga membuang sampah


pada tempatnya?

8.

Apakah setiap anggota rumah tangga menempati


ruangan rumah minimal 9m2 ?

9.

Apakah semua ruangan rumah tempat tinggal


rumah tangga berlantai kedap air (bukan tanah)
dan dalam keadaan bersih?

III

GAYA HIDUP

10.

Apakah anggota rumah tangga yang berumur 10


tahun keatas melakukan aktifitas fisik/olahraga?

104

11.

Apakah anggota rumah tangga tidak ada yang


merokok?

12.

Apakah anggota rumah tangga terbiasa mencuci


tangan sebelum makan dan sesudah BAB?

13.

Apakah anggota rumah tangga menggosok gigi


minimal 2 kali sehari?

14.

Apakah anggota rumah tangga tidak minum Miras


dan tidak menyalahgunakan Narkoba?

IV

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

15.

Apakah anggota rumah tangga menjadi peserta


Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)?

16.

Apakah

anggota

(Pemberantasan

keluarga
Sarang

melakukan

Nyamuk)

PSN

minimal

seminggu sekali?
TOTAL
Pratama/Madya/Utama/Paripurna

Baik/Kurang baik

Keterangan kuesioner strata PHBS Tatanan Rumah Tangga:

Total jawaban YA berjumlah 0 s/d 5

= Sehat Pratama

Total jawaban YA berjumlah 6 s/d 10

= Sehat Madya

Total jawaban YA berjumlah 11 s/d 15

= Sehat Utama

Total jawaban YA berjumlah 16

= Sehat Paripurna

Kriteria BAIK jika rumah tangga

termasuk sehat utama dan sehat

paripurna.

Kriteria KURANG BAIK jika rumah tangga termasuk sehat pratama dan
sehat madya.

105

Lampiran 4
DAFTAR RESPONDEN KASUS
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Nama
Machmud
Parwati
Slamet Sukoco
Sodikin
Sodikin Bari
Dita (Danis)
Tukimin
Ana Aminah
Tumini
Riyanto
Riko Supriyadi
Sukini
Siswo K.
Sudiarto
Suripah
Sahmat Rekso
Sumaryanto
Saeful Bahri
Sutini
Paulus Ngateno

21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.

Sumirah
Parwiyono
Slamet Riyadi
Minarti
Paeno
Uminah
Ani Suwiyani
Tumidi

Alamat
Kaliwiru
Tegalsari Barat
Tegalsari
Tegalsari Barat
Tegalsari
Tegalsari Barat
Tegalsari
Tegalsari
Jomblang
Jomblang
Jomblang
Jomblang
Wonotingal
Tegalsari
Tegalsari
Tegalsari
Tegalsari
Tegalsari Barat
Tegalsari
Karanganyar
Gunung
Jomblang
Jomblang
Tegalsari Barat
Tegalsari
Tegalsari
Tegalsari Barat
Jomblang
Jomblang

Umur
61
60
64
60
58
28
70
58
45
25
48
51
51
57
60
16
43
50
56
70

JK
L
P
L
L
L
P
L
P
P
L
L
P
L
L
P
L
L
L
P
L

55
50
44
52
68
65
19
51

P
L
L
P
L
P
P
L

SD
SMA
SMK
SMA
SD
SD
SMA
SMA

Jomblang
Tegalsari
Tegalsari
Tegalsari
Tegalsari

43
54
61
55
67

P
L
L
L
L

PT
SMP
SD
SMP
SD

29. Suwarini
30. Suparno
31. Sulimanardi
32. Ngateman
33. Saifudin
Keterangan:
JK

: Jenis Kelamin

TB

: Tidak Bekerja

IRT

: Ibu Rumah Tangga

PNS

: Pegawai Negeri Sipil

Pendidikan Pekerjaan
SMP
Swasta
SMP
Swasta
SD
TB
SD
Swasta
SD
Buruh
SMA
Swasta
SD
TB
SMP
IRT
SMP
IRT
SMA
Swasta
SMA
Swasta
SMP
IRT
SMP
Swasta
SD
Swasta
SD
IRT
SMA
Pelajar
SMA
Swasta
SD
Swasta
SD
IRT
SD
TB
IRT
Swasta
Swasta
IRT
TB
IRT
IRT
Wiraswas
ta
PNS
Buruh
TB
Buruh
TB

106

Lampiran 5
DAFTAR RESPONDEN KONTROL
No
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.

Nama
Sutini
Andin K.
Ari
Bagus
Sudarwanto
Junaidi
Sulandoko
Wijiyono
Sujarno
Tukiman
Tohirin
Muh. Kamim
Paidi
Masmunah
Mujiani
Holipah
Endang
Saipul
Nasukah
Sukiran

54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

Fitriatun
Paidi
Sumiati
Yuli
Dyah
Toni
Salam
Warso
Munawaroh
Sutris
Roni
Bagyo
Mamah

Alamat
Umur
Kaliwiru
57
Tegalsari Barat
42
Tegalsari
40
Tegalsari
55
Tegalsari
58
Tegalsari Barat
61
Tegalsari Barat
58
Tegalsari
56
Jomblang
45
Jomblang
65
Jomblang
69
Jomblang
44
Wonotingal
52
Tegalsari Barat
68
Tegalsari
60
Tegalsari
54
Tegalsari
43
Tegalsari Barat
50
Tegalsari
56
Karanganyar
67
Gunung
Jomblang
36
Jomblang
52
Tegalsari
44
Tegalsari
48
Tegalsari
49
Tegalsari Barat
38
Jomblang
55
Jomblang
60
Jomblang
64
Tegalsari
60
Tegalsari
61
Tegalsari Barat
55
Tegalsari
67

Keterangan:
JK

: Jenis Kelamin

TB

: Tidak Bekerja

IRT

: Ibu Rumah Tangga

PNS

: Pegawai Negeri Sipil

JK
P
L
L
L
L
L
L
L
L
L
L
L
L
P
P
P
P
L
P
L

Pendidikan
SD
SMP
PT
SMK
SD
SMP
SMP
SMP
SMK
SD
SD
SMA
SMP
SD
SD
SMA
SMA
SMA
SD
SD

Pekerjaan
IRT
Swasta
PNS
Swasta
Buruh
TB
Buruh
Buruh
Wiraswasta
TB
TB
Swasta
Swasta
TB
IRT
IRT
Wiraswasta
Swasta
IRT
TB

P
L
P
P
P
L
L
L
P
L
L
L
L

SMA
SMP
SMP
SMP
SMA
SMK
SMA
SMP
SD
SMP
SMP
SMA
SD

IRT
Swasta
IRT
IRT
IRT
Swasta
Swasta
TB
TB
Buruh
TB
Swasta
TB

107

Lampiran 6
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN
Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.

JENIS STRATA
Madya
Madya
Utama
Madya
Utama
Madya
Madya
Madya
Utama
Madya
Madya
Madya
Utama
Madya
Madya
Madya
Madya
Madya
Madya
Madya
Utama
Utama
Madya
Madya
Madya
Madya
Madya
Madya
Utama
Utama
Madya
Madya
Utama
Madya
Madya
Madya
Utama
Madya
Madya

KATEGORI
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik

108

40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

Utama
Madya
Utama
Utama
Utama
Utama
Madya
Madya
Utama
Utama
Utama
Utama
Utama
Utama
Utama
Utama
Madya
Madya
Utama
Madya
Madya
Utama
Utama
Utama
Utama
Utama
Utama

Baik
Kurang Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Kurang Baik
Kurang Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik

109

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Kondisi Selokan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

P1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

P2
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1

P3
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0

P4
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0

JUMLAH
1
4
4
1
4
1
1
2
1
4
3
3
1
4
4
1
1
4
3
1
4
1
2
2
1
1
1
4
4
1
1
1
1
4
4
1
4
4
4
4
2

KATEGORI
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat

110

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1

4
4
4
4
4
1
4
2
4
4
2
4
4
1
4
1
1
4
4
1
4
4
4
4
4

Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat

111

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Intensitas Cahaya
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.

Ruang Dapur
74
93
78
70
75
86
67
80
86
55
87
88
81
78
72
70
65
76
84
70
72
75
84
57
83
73
68
76
66
70
70
85
72
54
68
65
94
90
79
87

Intensitas Cahaya
Kamar Mandi
Kategori
46
Tidak Memenuhi Syarat
68
Memenuhi Syarat
62
Memenuhi Syarat
43
Tidak Memenuhi Syarat
57
Tidak Memenuhi Syarat
56
Tidak Memenuhi Syarat
54
Tidak Memenuhi Syarat
60
Memenuhi Syarat
65
Memenuhi Syarat
42
Tidak Memenuhi Syarat
40
Tidak Memenuhi Syarat
47
Tidak Memenuhi Syarat
60
Memenuhi Syarat
62
Memenuhi Syarat
62
Memenuhi Syarat
58
Tidak Memenuhi Syarat
40
Memenuhi Syarat
61
Memenuhi Syarat
74
Memenuhi Syarat
55
Tidak Memenuhi Syarat
57
Tidak Memenuhi Syarat
61
Memenuhi Syarat
72
Memenuhi Syarat
50
Tidak Memenuhi Syarat
67
Memenuhi Syarat
65
Memenuhi Syarat
66
Memenuhi Syarat
55
Tidak Memenuhi Syarat
42
Tidak Memenuhi Syarat
41
Tidak Memenuhi Syarat
60
Memenuhi Syarat
70
Memenuhi Syarat
55
Tidak Memenuhi Syarat
41
Tidak Memenuhi Syarat
42
Tidak Memenuhi Syarat
42
Tidak Memenuhi Syarat
75
Memenuhi Syarat
70
Memenuhi Syarat
54
Tidak Memenuhi Syarat
58
Tidak Memenuhi Syarat

112

41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

88
84
76
75
70
65
85
98
85
56
105
76
80
96
72
75
60
98
65
87
80
58
70
58
76
95

70
75
56
55
45
40
67
76
57
40
76
48
67
79
45
41
41
74
44
66
65
38
43
40
54
70

Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat

113

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Keberadaan Tikus
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

P1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1

P2
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

JUMLAH
1
1
1
1
1
2
1
2
0
2
2
1
1
1
1
2
2
0
0
2
0
1
1
0
1
1
1
0
2
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1

KATEGORI
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat

114

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0

Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat

115

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Keberadaan Hewan Peliharaan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

P1
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada

KATEGORI
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik

116

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada

Baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Kurang baik

117

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Keberadaan Air Menggenang
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

P1
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

KATEGORI
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik

118

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada

Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Baik

119

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Tempat Pembuangan Limbah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

P1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

P2
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0

P3
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0

JUMLAH
3
2
2
2
3
2
2
3
1
2
3
3
2
2
1
1
3
2
2
2
3
2
2
2
2
2
3
3
1
3
2
2
2
2
3
2
2
3
3
2
1

KATEGORI
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat

120

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1

3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
3
2
3
2
3
3
2
3
3
2
3
3

Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat

121

REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN


Sarana Pembuangan Sampah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

P1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

P2
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0

P3
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1

P4
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0

JUMLAH
2
4
2
2
3
3
1
1
1
4
4
2
2
2
1
1
4
1
1
1
2
2
2
2
2
2
4
4
3
2
1
1
1
1
4
4
4
2
4
4
2

KATEGORI
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat

122

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1

0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1

2
4
4
4
2
2
3
1
4
4
2
4
3
2
4
4
2
4
4
4
4
3
2
2
4

Tidak Memenuhi Syarat


Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat

123

Lampiran 7
REKAPITULASI DATA HASIL PENELITIAN

No.
Resp

V1

V2

V3

(1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.

(2)
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1

(3)
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1

(4)
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1

Variabel Penelitian
V4
V5
(5)
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1

(6)
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1

V6

V7

V8

(7)
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0

(8)
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0

(9)
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1

124

38.
(1)
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.

0
(2)
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1

1
(3)
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0

1
(4)
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1

0
(5)
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
0
1

1
(6)
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0

0
(7)
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1

1
(8)
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1

0
(9)
1
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1

Keterangan:
1. V = Variabel
2. Skor 0 = Tidak Memenuhi Syarat dan skor 1 = Memenuhi Syarat
{Untuk variabel Kondisi selokan (V1), Intensitas cahaya (V2),
Keberadaan tikus (V3), Tempat Pembuangan Limbah (V6), Sarana
Pembuangan Sampah (V7)}
3. Skor 0 = Kurang Baik dan skor 1 = Baik
{Untuk variabel Keberadaan hewan peliharaan (V4), Keberadaan air
menggenang (V5), Strata PHBS (V8)}

125

Lampiran 8
Output SPSS Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square

Strata PHBS * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Strata PHBS

Kurang Baik

Count

24

Expected Count
% within Kejadian Lepto
Baik

Expected Count
% within Kejadian Lepto

% within Kejadian Lepto

12

36

18.0

18.0

36.0

36.4%

54.5%

21

30

15.0

15.0

30.0

27.3%

63.6%

45.5%

33

33

66

Count
Expected Count

Total

72.7%

Count

Total

Kontrol

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

.003

7.394

.007

9.015

.003

8.800
b

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
b
N of Valid Cases

Exact Sig. (1sided)

.006
8.667

.003

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Strata PHBS
(Kurang Baik / Baik)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

4.667

1.643

13.256

2.222

1.228

4.023

.476

.284

.799

66

.003

126

Kondisi Selokan * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Kondisi Selokan Tidak memenuhi
syarat

Count

10

33

16.5

16.5

33.0

69.7%

30.3%

50.0%

10

23

33

16.5

16.5

33.0

30.3%

69.7%

50.0%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

% within Kejadian
Lepto
Count
Expected Count
% within Kejadian
Lepto
Total

Count
Expected Count
% within Kejadian
Lepto

Total

23

Expected Count

Memenuhi Syarat

kontrol

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

.001

8.727

.003

10.525

.001

10.242
b

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb

Exact Sig. (1sided)

.003
10.087

.001

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Kondisi
Selokan (Tidak memenuhi
syarat / Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

5.290

1.851

15.116

2.300

1.308

4.044

.435

.247

.764

66

.001

127

Intensitas Cahaya * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Intensitas Cahaya Tidak Memenuhi
syarat

Count

20

36

18.0

18.0

36.0

48.5%

60.6%

54.5%

17

13

30

15.0

15.0

30.0

51.5%

39.4%

45.5%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

% within Kejadian
Lepto
Count
Expected Count
% within Kejadian
Lepto
Total

Count
Expected Count
% within Kejadian
Lepto

Total

16

Expected Count

Memenuhi syrat

kontrol

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction

.323

.550

.458

.980

.322

.978
b

Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
b
N of Valid Cases

Exact Sig. (1sided)

.459
.963

.326

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Intensitas
Cahaya (Tidak Memenuhi
syarat / Memenuhi syrat)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

.612

.230

1.624

.784

.485

1.269

1.282

.775

2.120

66

.229

128

Keberadaan Tikus * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Keberadaan Tikus Tidak Memenuhi
Syarat

Count

27

14

41

20.5

41.0

81.8%

42.4%

62.1%

19

25

12.5

12.5

25.0

18.2%

57.6%

37.9%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

% within Kejadian
Lepto
Count
Expected Count
% within Kejadian
Lepto
Total

Count
Expected Count
% within Kejadian
Lepto

Total

20.5

Expected Count

Memenuhi Syarat

kontrol

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

.001

9.272

.002

11.297

.001

10.882
b

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
b
N of Valid Cases

Exact Sig. (1sided)

.002
10.717

.001

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Keberadaan
Tikus (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

6.107

1.988

18.757

2.744

1.320

5.703

.449

.278

.725

66

.001

129

Keberadaan Hewan Peliharaan * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Keberadaan Hewan
Peliharaan

Kurang Baik Count

19

Expected Count
% within Kejadian Lepto
Baik

15.5

31.0

36.4%

47.0%

14

21

35

17.5

17.5

35.0

42.4%

63.6%

53.0%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

Count
Expected Count
% within Kejadian Lepto

31

15.5

Expected Count
% within Kejadian Lepto

12

Total

57.6%

Count

Total

kontrol

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

.084

2.190

.139

3.004

.083

2.981
b

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
b
N of Valid Cases

Exact Sig. (1sided)

.138
2.935

.087

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Keberadaan
Hewan Peliharaan (Kurang
Baik / Baik)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

2.375

.883

6.390

1.532

.936

2.508

.645

.384

1.084

66

.069

130

Keberadaan Air Menggenang * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Keberadaan Air
Menggenang

Kurang Baik Count

23

Expected Count
% within Kejadian Lepto
Baik

32

16.0

32.0

27.3%

48.5%

10

24

34

17.0

17.0

34.0

30.3%

72.7%

51.5%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

Count
Expected Count
% within Kejadian Lepto

16.0

Expected Count
% within Kejadian Lepto

Total

69.7%

Count

Total

kontrol

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

df

sided)

.001

10.252

.001

12.277

.000

11.890
b

sided)

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear

N of Valid Cases

sided)

.001
11.710

Association

Exact Sig. (1-

.001

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Keberadaan
Air Menggenang (Kurang
Baik / Baik)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

6.133

2.111

17.824

2.444

1.390

4.296

.398

.220

.722

66

.001

131

Sarana Pembuangan Limbah * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Sarana Pembuangan Tidak Memenuhi
Limbah
Syarat

Count

23

Expected Count
% within Kejadian Lepto
Memenuhi Syarat

Count
Expected Count
% within Kejadian Lepto

Total

kontrol

Count
Expected Count
% within Kejadian Lepto

11

Total
34

17.0

17.0

34.0

69.7%

33.3%

51.5%

10

22

32

16.0

16.0

32.0

30.3%

66.7%

48.5%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

8.735a

.003

7.340

.007

8.940

.003

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
b
N of Valid Cases

Exact Sig. (1sided)

.006
8.603

.003

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Sarana
Pembuangan Limbah (Tidak
Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

4.600

1.631

12.973

2.165

1.232

3.805

.471

.274

.807

66

.003

132

Sarana Pembuangan Sampah * Kejadian Lepto Crosstabulation


Kejadian Lepto
kasus
Sarana Pembuangan Tidak Memenuhi
Sampah
Syarat

Count
Expected Count
% within Kejadian Lepto

Memenuhi Syarat Count


Expected Count
% within Kejadian Lepto
Total

Count
Expected Count
% within Kejadian Lepto

kontrol

Total

27

15

42

21.0

21.0

42.0

81.8%

45.5%

63.6%

18

24

12.0

12.0

24.0

18.2%

54.5%

36.4%

33

33

66

33.0

33.0

66.0

100.0%

100.0%

100.0%

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

.002

7.923

.005

9.756

.002

9.429
b

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)


sided)

df

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb

Exact Sig. (1sided)

.004
9.286

.002

66

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Sarana
Pembuangan Sampah
(Tidak Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
For cohort Kejadian Lepto =
kasus
For cohort Kejadian Lepto =
kontrol
N of Valid Cases

Lower

Upper

5.400

1.764

16.533

2.571

1.241

5.329

.476

.299

.760

66

.002

133

Lampiran 9

134

Lampiran 10

135

Lampiran 11

136

Lampiran 12

137

138

Lampiran 13

139

Lampiran 14

140

Lampiran 15
Dokumentasi

Penandatanganan Log Book dan Lembar Persetujuan Menjadi Responden


Penelitian

Wawancara dengan Responden Kasus

141

Wawancara dengan Responden Kontrol

Pengukuran Cahaya di Ruang Dapur dengan Luxmeter

142

Pengukuran Cahaya di Kamar Mandi dengan Luxmeter

Kondisi Selokan yang Sering Meluap Saat Musim Hujan

143

Keberadaan Genangan Air di Sekitar Rumah

144

Sarana Pembuangan Sampah yang Tidak Tertutup

Anda mungkin juga menyukai