1. Tubercolosis
A. Definisi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa.Bakteri penyakit TBC ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Bakteri penyakit TBC ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).
Faktor penyebab penyakit TBC ini meliputi:
1. Lingkungan yang tidak higienis. TBC menyebar dengan cepat pada tempat tinggal
yang kurang ventilasi, sempit dan sesal, karenanya angka penularan tinggi terjadi di
lingkungan yang penuh sesak dan kumuh.
2. Kurangnya akses ke perawatan medis, baik karena ketidakmampuan ekonomi atau
ketidaktahuan. Kondisi ini membuat ia tidak mendapatkan tindakan medis yang
cukup sehingga memperburuk penyebaran.
3. Turunnya kekebalan tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik, maka
sel darah putih akan menjadi benteng pelindng dari bakteri TB. Tapi jika sistem
imunnya berkurang, maka kuman akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh.
4. Kontak dengan penderita penyakit TBC lainnya. Jika hidup dengan penderita TBC
aktif yang tidak mendapatkan pengobatan akan membuat risiko tertular semakin
tinggi, baik di lingkungan keluarga ataupun rekan kerja.
5. Jenis kelamin dan usia. Umumnya jenis kelamin laki-laki dan orang dewasa lebih
berisiko terkena TBC.
B. EPIDEMIOLOGI
C. FAKTOR RESIKO :
1. Faktor Umur : penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin : TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok
sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan : Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi, dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku
hidup bersih dan sehat.
4. Pekerjaan : Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok : Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang
lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari
5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi
TB Paru.
6. Pencahayaan : Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta
sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
7. Ventilasi : Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Umumnya
temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
8. Status Gizi : Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang
akanberpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik
terhadap penyakit.
9. Keadaan Sosial Ekonomi : Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan
pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi
konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status
gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TB Paru
D. PATOGENESIS
1. Tuberkulosis Primer
Kuman TB saluran napas bersarang di jaringan paru memebentuk sarang
primer afek primer peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis
lokal) pembesaran kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional).
Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3 menyebar dengan cara :
a Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya)
b Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam
usus.
c Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
2. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer.
Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan:
1 Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2 Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti,
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3 Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
a Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas.
b Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
c Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan sebagai bintang (stellate shaped).
B. Klasifikasi
1. TB Paru
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :
a Tuberkulosis paru BTA (+)
2 dari 3 spesimen dahak positif
2. TB Ekstra Paru
a TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjer adrenal.
b TB ekstra paru berat :
Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
C. Anamnesis
1
Gejala respiratorik
c Batuk 3 minggu
d Batuk darah
e Sesak napas
f Nyeri dada
(TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan
terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri)
2
Gejala sistemik
a Demam
b Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
D. Pemeriksaan Fisik
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior.
- suara napas bronkial, amforik,
- suara napas melemah, ronki basah
- tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga
pleura.
- perkusi pekak
- suara napas yang melemah tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut
dapat menjadi cold abscess.
E. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan spesimen
1 Bahan pemeriksaan: dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavege/BaL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
2 Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara :
A Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
B Dahak pagi (keesokan harinya)
C Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi )
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung dalam pot
yang bermulut lebar, berpenampung 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor.
- Pemeriksaan Radiologik
foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto toraks
apiko-lordotik, ablik, CT-Scan)
1 TB aktif :
a bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan segmen
superior lobus bawah paru
b Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
c Bayangan bercak milier
d Efusi pleura unilateral
2
a
b
c
TB inaktif
Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior
bawah paru
Kalsifikasi
Penebalan pleura
Dosis OAT
1 Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/ kali
2 INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg,
- 10 mg/kg BB 3 x seminggu,
- 15 mg/kg BB 2 x seminggu
- 300 mg/hari untuk dewasa.
- Intermiten : 600 mg / kali
3 Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x
seminggu atau :
BB > 60 Kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
4 Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg
BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali
5 Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali
BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
6 Kon\mbinasi dosis tetap
Efek samping OAT :
1 Isoniazid (INH)
- Efek samping ringan: tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemutan, rasa terbakar di
kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis
100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin ( syndrom
pellagra)
- Efek samping berat : hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman
TB pada keadaan khusus.
2
Rifampisin
a Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
b Efek samping yang berat tapi jarang:
Hepatitis
BB < 30 kg
BB 30 50 kg
BB > 50 kg
300 mg
450 mg
600 mg
H
Z
S
E
300 mg
750 mg
500 mg
500 mg
300 mg
1000 mg
750 mg
750 mg
400 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg
G. Evaluasi
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk
mengetahui terjadinya kekambuhan.Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto
toraks.Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6,12,24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
TB Ekstra Paru
Paduan obat 2 RHZE / 10 RH
TB Paru + Diabetes Melitus
1 Paduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol
2 Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH
3 DM harus dikontrol
4 Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata : sedangkan
penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
5 Perlu diperlihatkan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes
(sulfonil urea), sehinggga dosisnya perlu ditingkatkan
6 Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan
TB paru dengan HIV / AIDS
1
2
3
4
5
6
7
Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomondasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan
sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak
Menurut WHO paduam obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS
Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit
Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin
Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
INH diberikan terus menerus seumur hidup
Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi
4
5
pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis
akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
Sebaiknya rujuk ke ahli paru
ASMA BRONKIAL
A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial
FAKTOR RESIKO
INFLAMASI
PENCETUS
GEJALA
Inflamasi Akut
1 Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast degranulasi
sel mast mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan
PAF) kontraksi otot polos bronkus sekresi mukus dan vasodilatasi.
2
Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus.
B. Faktor risiko terjadinya asma
Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma
Bakat yang diturunkan :
Pengaruh lingkungan :
Asma
Alergen
Atopi / Alergik
Infeksi pernapasan
Hipereaktivisi bromkus
Asap rokok / polusi udara
Faktor yang memodifikasi
Diet
Penyakit genetik
Status
sosioekonomi
Asimptomatik atau Asma dini
Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis Kelamin
Ras / etnik
Faktor Lingkungan
Alergen di dalam ruangan
Mite domestik
Alergen binatang
Alergen kecoa
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan
Tepung sari bunga
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi pernapasan
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
C Anamnesis
Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala timbul / memburuk terutama malam / dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
Riwayat keluarga (atopi)
Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan
D. Pemeriksaan Fisik
- Wheezing mengi pada auskultasi.
- sesak napas
- hiperinflasi.
- pada sarangan yang sangat berat disertai gejala lain: sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
E. Pemeriksaan Penunjang
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan
dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung
kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2 - 3 nilai yang reproducible dan
acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1 / KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi.
Uji Provokasi Bronkus
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya
hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa
penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai
gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE.
F. Diagnosis Banding
Dewasa
Penyakit paru Obstruksi Kronik
Bronkitis kronik
Gagal Jantung Kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis (misal tumor)
Emboli Paru
Anak
Benda asing di saluran napas
Laringotrakeomalasia
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis
G. Klasifikasi
Derajat
Step 1
Intermittent
Step 2
Mild persistent
Kekambuhan/serangan
Kurang dari 1 kali dalam seminggu
Asimptomatis dan PEF normal di antara
serangan
Satu kali atau lebih dalam 1 minggu
Step 3
Moderate persistent
Setiap hari
Menggunakan B2 agonis setiap hari.
Serangan mempengaruhi aktivitas
Step 4
Severe persistent
Terus menerus.
Aktivitas fisik terbatas
Terapi
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Obat Kontroller:
- Medikasi 1x/hari
- Bisa ditambahkan bronkodilator long acting
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Obat Kontroller:
- Kortikosteroid inhaler harian
- bronkodilator long acting harian
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Obat Kontroller:
- Kortikosteroid inhaler harian
- bronkodilator long acting harian
- Kortikosteroid oral
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
H. Terapi
Obat-obatan pada asma bronkial secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
Reliver medication termasuk golongan ini adalah bronkodilator baik agonis 2 waktu kerja pendek
maupun teofilin dan garamnya
Controller medication termasuk golongan ini adalah obat-obat antiinflamasi antara lain:
kortikosteroid, kromolin, ketotifen, sodium nedocromil, agonis 2 masa kerja panjang dan
antileukotrien.
Obat Kontroller
- Kortikosteroid inhaler
- Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat
- Nedokromil sodium
- Teofilin sustained release
- Beta 2 agonis long acting
- Ketotifen
Obat Reliever
- Beta 2 agonis short acting inhaler
- Kortikosteroid sistemik
- Antikolinergik
- Beta 2 agonis short acting oral
- Teofilin short acting
Kortikosteroid
- inhalasi
Beclomethasone
Budesonide
Fluticasone
Sodium Cromoglycate
Sodium Nedocromil
Antileukotrien
Salmeterol
memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi.
Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut.
Jenis-jenis Inhaler
pMDI (pressurised metered dose inhaler)
pMDI plus spacer
DPI (dry powder inhaler)
PNEUMONIA
A. Definisi
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit). (Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk). Sedangkan peradangan paru
yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, aspirasi bahan toksik, obatobatan dan lain-lain)disebut pneumonitis
B. Etiologi
di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi
banyak disebabkan oleh bakteri anaerob
C. Klasifikasi
1 Berdasar klinis dan epidemiologis :
A. Pneumonia komuniti
B. Pneumonia nosokomial
C. Pneumonia aspirasi
D. Pneumonia pada penderita immunocompromised
.
2 Berdasar bakteri penyebab
A. Pneumonia bakterial / tipikal.
B. Pneumonia atipikal, disebebkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia.
C. Pneumonia virus
D. Pneumonia jamur. Pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
1
C. Anamnesis
- demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40 C
- batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
- sesak napas
- nyeri dada.
D. Pemeriksaan fisis
- tergantung dari luas lesi di paru.
- I : bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,
- P : fremitus dapat mengeras
- P : redup
E. Pemeriksaan Penunjang
a Radiologis
Foto toraks (PA / lateral ): infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram ,
penyebaran bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti.
- Gambaran pneumonia lobaris Sitreptococcus pneumonia
- infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia Pseudomonas aeruginosa
- konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan Klebsiela pneumoniae
b
Laboratorium
- Leukositosis
- Shift to the left
- peningkatan LED
- diagnosis etiologi: pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
- Analisis gas darah hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.
Onset
Suhu
Batuk
Dahak
Gejala lain
P.atipik
P.tipik
gradual
kurang tinggi
non produktif
mukoid
nyeri kepala, mialgia
Sakit tenggorokan, suara parau,
Nyeri telinga.
sering
flora normal atau spesifik
akut
tinggi, menggigil
produktif
purulen
Jarang
konsolidasi lobar
lebih tinggi
jarang
lebih jarang
kokus Gram (+)
F. Pengobatan
a Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam.
PPOK
( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )
penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang
tidak sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena :
- Emfisema merupakan diagnosis patologis
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.
A. Faktor Risiko
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi saluran napas bawah bertulang
B. Anamnesis
-
batuk
produksi sputum
sesak napas
aktiviti terbatas
Jantung pendulum
E. Diagnosis Banding
Onset
PPOK
usia pertengahan
Asma
usia dini
Riwayat
lama merokok
Keluhan
Pemeriksaan Fisik
Hipersonor
Radiologi
Hiperinflasi,
Hiperlusen,
Diafragma mendatar
umumnya ireversibel
Hambatan aliran
udara
Kebanyakan normal
CHF
Usia tua atau
pertengahan
Riwayat hipertensi
sesak
umumnya reversibel
F. Penatalaksanaan
4 komponem program tatalaksana :
1 Evaluasi dan monitor penyakit
2 Menurunkan faktor risiko berhenti merokok
3 Tatalaksana PPOK stabil
4 Tatalaksana PPOK eksaserbasi
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
1 Optimalisasi penggunaan obat-obatan
b Bronkodilator
Agonis beta -2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi
(nebuliser)
Xantin intravena (bolus dan drip)
c Kortikosteroid sistemik
d Antibiotik
Gol. Makrolid baru
Gol. Kuinolon respirasi
Sefalosporin generasi III/IV
e mukolitik
f ekspektoran
2 Terapi oksigen
3 Terapi nutrisi
4 Rehabilitasi fisik dan respirasi
5 Evaluasi progresfiti penyakit
6 Edukasi
Indikasi rawat ICU
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
Kesedaran menurun, letargi, atau kelamahan otot-otot respirasi
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan ventilasi
mekanik invasif atau noninvasif.
KANKER PARU
A. Gejala Klinis
Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri
yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar
paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau
patah tulang.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
Berat badan berkurang
Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy, trombosis
vena perifer dan neuropatia.
B. Pemeriksaan Penunjang
a Foto toraks
PA/lateral: kelainan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1
cm. Mendukung keganasan: tepi iregular, identasi pleura, tumor satelit, invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.
b CT-Scan toraks
Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat.
Tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik
c Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan foto toraks maupun CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah
terjadinya metastasis di luar rongga toraks (metastasis jauh). Untuk maksud itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya brain-CT, bone survey, USG
abdomen
Pemeriksaan khusus
a Bronkoskopi
b Biopsi aspirasi jarum
c Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
d Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
e Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
f Torakoskopi medik
g Sitologi sputum
C. Pengobatan
Radioterapi
Radioterapi dapat bersifat terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi kuratif, menjadi
bagian dari kemoradioterapi neoadjuvan untuk stage IIIA. Pada kondisi tertentu,
radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
a Hb > 10 g %
b Trombosit > 100.000 /mm3
c Leukosit > 3000 / dl
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama harus
ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan ( performance status ) harus lebih dari
60 menurut skala karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan
dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen
kemoterapi.Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat antikanker dapat
dilakukan.
Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 siklus/sekuen, bila penderita menunjukkan
respons yang memadai.Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan
ukuran tumor pada foto toraks PA setelah pemberian (siklus) kemoterapi ke-2 dan
kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4 kali pemberian.
Evaluasi dilakukan terhadap :
- Respons subyektif yaitu penurunan keluhan awal
- Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat
badan
- Respons obyektif
- Efek samping obat
4
5
6
Imunoterapi
Hormonoterapi
Terapi gen
BRONKIEKTASIS
pelebaran bronkus yang menetap. Dapat disebabkan kel kongenital, infeksi kronik, faktor
mekanis
D Gejala Klinis
- Batuk-batuk dengan banyak sputum
- sputumSering berbau busuk.
- Batuk terutama timbul pada perubahan posisi.
- Bisa didapatkan batuk darah berulang.
E Foto rontgen toraks PA = honeycomb appearance.
F Diagnosis Banding
- Bronkitis kronis.
- Fibrosis kistik.
- Tuberkulosis.
G Terapi
-
Antibiotik.
Mukolitik (asetil sistein), vitamin A, vitamin E, dan vitamin C.
Fisioterapi postural drainage, bila tak menolong lakukan bronkoskopi.
Pembedahan bila: berulang atau massif atau Batuk dengan sputum yang terus
mengganggu.
H Komplikasi
- Sepsis
- Gagal napas.
GAGAL NAFAS
A. Gejala Klinis
Non spesifik dan mungkin minimal walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia
berat.
Tanda utama kecapaian pernafasan:
penggunaan otot bantu nafas, gerakan abdomen paradoksal
takipnea, takikardia,
tidal volume ,
pola nafas ireguler atau gasping
gerakan abdomen paradoksal.
Hipoksemia akut aritmia jantung & koma
Hiperkapnia asidemia peningkatan drive ventilasi kapasitas buffer di otak
penurunan rangsangan pH di otak drive
Asidemia hebat (pH < 7,3) vasokontriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik,
kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi & kepekaan jantung aritmia
B. Pemeriksaan Penunjang
Analisa gas darah
Evaluasi fungsi neuromuskular pola pernafasan dan uji fungsi paru
Perhitungan fraksi dead space dan produksi CO2
C.Terapi
Pemberian O2
Peningkatan fraksi O2 memperbaiki PaO2 sampai 60-80 mmHg cukup untuk
oksigenasi jaringan dan mencegah hipertensi pulmonal.
Pemberian O2 berlebih memperberat hiperkapnia
Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki & mengobati febris, agitasi, infeksi,
sepsis, dll. Usahakan Hb 10-12 g/dl
Tekanan positif seperti CPAP, BiPAP dan PEEP
Perbaiki elektrolit, balans pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik
Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, peningkatan sekret
trakeobronkial, dan infeksi
Kortikosteroid jarang diberikan secara rutin
Perubahan posisi tiduran meningkatkan volume paru = 5-12 cm H2O PEEP
Posisi Prone baik untuk penderita ARDS.
Drainase sekret trakeobronkial yg kental : mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yg
dihirup, perkusi, vibrasi dada & latihan batuk efektif.
Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi
Bronkodilator jika timbul bronkospasme
Intubasi dan ventilator jika terjadi asidemia, hipoksemia & disfungsi sirkulasi progresif
BRONKITIS AKUT
= proses radang akut yang pada umumnya disebabkan oleh virus. Akhir akhir ini ternyata banyak
juga disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia.
A. Gejala Klinis
-
Batuk-batuk
biasanya dahak jernih
sakit tenggorok
nyeri dada
biasa disertai tanda bronkospasme.
Demam tidak terlalu tinggi.
B. Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks, untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau
tuberculosis. Pada bronchitis akut tidak terlihat kelainan di foto thorax
- Pemeriksaan serologi untuk melihat infeksi Mycoplasma atau Chlamydia
C. Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis.
D. Terapi
- Simtomatis bila disebabkan virus.
- Bila infeksi karena Mycoplasma atau Chlamydia dapat diberi :
Tetrasiklin 4 x 500 mg atau
Doksisiklin 2 x 100 mg atau
Eritromisin 4 x 500 mg
EMPIEMA
infeksi yang disertai penggumpalan nanah di dalam rongga pleura
A. Anamnesis
- Batuk-batuk
- demam
- sesak napas.
B. Pemeriksaan Fisik
- Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan
- perkusi pekak
- mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
- suara napas melemah.
- Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil
karena terbentuknya schwarte.
C.Pemeriksaan Penunjang
- Foto toraks
- Pungsi pleura untuk menentukan penyebabnya, apakah kuman, parasit atau jamur.
D. Diagnosis Banding
- Pleuritis eksudativa
- Abses
- Tumor
E.Terapi
-
Drainase nanah dengan WSD yang cukup besar agar nanah keluar dengan lancar.
Bila nanah kental dilakukan pencucian rongga pleura dengan larutan NaCL 0.9 %
500 ml ditambah dengan 25 ml larutan povidon iodine (betadine solution) setiap
hari sampai rongga pleura bersih.
Antibiotik sesuai kuman penyebabnya.
Bila dalam 2 minggu tidak membaik perlu dilakukan tindakan operasi.
ABSES PARU
peradangan di jaringan paru yang disertai pembentukan rongga yang berisi nanah.
A Gejala Klinis
- Demam tinggi.
- Batuk mula-mula sedikit dahaknya, suatu saat dahak dapat banyak sekali karena rongga abses
berhubungan dengan bronkus yang agak besar dan isi abses dibatukkan keluar. Seringkali
dahak berbau busuk atau bercampur darah.
- Nyeri dada
- sesak napas.
- Biasanya dijumpai ronki basah.
B.Pemeriksaan Penunjang
- Foto rontgen toraks PA dan lateral.
- Laboratorium : leukositosis, LED meninggi..
- Pemeriksaan sputum , pewarnaan Gram, Kultur dan pemeriksaan resistensi terhadap antibiotik.
C. Diagnosis Banding: Empiema, Bulla yang terinfeksi.
D. Terapi
- Penisillin 2 x 1.2 juta sampai rongga abses menutup.
- Kloramfenikol 4 x 500 mg selama 2 minggu.
- Bila dahak berbau busuk yang umumnya disebabkan infeksi kuman anaerob ditambahkan
metronidazol 3 x 500 mg.
- Obat pilihan lain amoksillin + asam klavulanat 3 x 1 g selama 3-5 hari, dilanjutkan 3 x 500 mg
sampai rongga abses menutup, Clindamycin 2 x 500 mg
E. Penyulit: Hemoptisis massif, sepsis
Plester
Three way stopcock
kasa steril
Betadin
Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau setengah duduk, sisi yang sakit
menghadap dokter yang akan melakukan punksi.
Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang akan di punksi Pada linea aksilaris
anterior atau linea midaksilaris.
Desinfeksi pasang duk steril
Anestesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak lurus ke arah pleura (lakukan tepat
di daerah sela iga), keluarkan lidokain perlahan hingga terasa jarum menembus pleura.
Pastikan tidak ada perdarahan.
Jika jarum telah menembus ke rongga pleura, kemudian dilakukan aspirasi beberapa
cairan pleura.
Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk diagnostik telah cukup, tarik jarum dengan
cepat dengan arah tegak lurus pada saat ekspirasi dan bekas lukatusukan segera ditutup
dengan kasa betadin, tetapi jika bertujuan terapeutik maka pada lokasi yang sama dapat
segera dilakukan pengeluaran cairan / udara dengan teknik aspirasi sebagai berikut :
Dengan menggunakan kateter vena No. 14
Tusukkan kateter vena No. 14 pada tempat yang telah disiapkan dan apabila
telah menembus pleura, piston jarum di tarik lalu disambung dengan bloodset. Dilakukan sampai dengan jumlah cairan didapatkan 1000 cc,
indikasi lain untuk penghentian aspirasi adalah timbul batuk batuk.
Dengan bantuan tree way stopcock / jarum pipa dengan stopkran.
Pasang jarum ukuran 18 pada sisi 1 dari stopkran, selang infus set pada sisi
2
(untuk pembuangan) dan spuit 50 cc pada sisi 3 (untuk aspirasi).
Teknik :
a Tusukkan jarum melalui ruang interkosta dengan posisi kran
menghubungkan rongga pleura dan spuit, sedangkan hubungan dengan
selang pembuangan terputus. Setelah jarum mencapai rongga pleura
dilakukan aspirasi sampai spuit terisi penuh.
b Kemudian posisi kran diubah sehingga arah ke rongga pleura tertutup
dan terjadi hubungan antara spuit dengan selang pembuangan cairan
pleura.
Kran kembali diputar ke posisi (a), dilakukan aspirasi sampai spuit terisi
penuh, kran diputar ke posisi (b) dan cairan pleura dibuang.Prosedur ini
dilakukan berulang sampai aspirasi selesai dan selanjutnya jarum dapat
dicabut.
E. Interpretasi :
- Makroskopis cairan : santokrom, serosantokrom, serohemoragis, hemoragis, pus.
- Jenis cairan :
Transudat : uji Rivalta (-), analisis :protein < 3 gr/dl, leukosit < 1000 sel/ml, glukosa glukosa serum, LDH sama atau sedikit lebih tinggi dibanding LDH serum.
Eksudat : uji Rivalta (+), analisis : Rasio kandungan cairan pleura dibanding serum
untuk protein > 0,5 dan LDH > 0,6 serta perbandingan antara LDH cairan pleura dengan
batas angka normal adalah > 2/3.
PLEURODESIS
Adalah tindakan untuk melekatkan pleura parietalis dan visceralis dengan instilasi bahan
sklerosan.
A. Indikasi
:
- Pneumotoraks berulang
- Pneumotoraks dengan lesi luas
Efusi pleura ganas
B. Kontra Indikasi :
- Absolut : Tidak ada
- Relatif : Kelainan faal hemostasis (sesuai KI pemasangan kateter toraks).
C. Bahan dan alat
- Tetrasiklin 1000 mg atau bleomisin 40 mg / 5 FU / talk steril
- Lidocain 5 ampul
- Spuit 50 cc
D. Prosedur Tindakan :
- Posisi pasien duduk
- Siapkan O2
- Berikan lidocain 2% melalui selang WSD, kemudian pasien diubah ubah
posisinya agar merata di seluruh permukaan pleura.
- Masukkan zat tetrasiklin yang telah dilarutkan
- Bilas dengan NaCl
- Pasien diubah ubah posisinya
- Klem WSD selama 2 jam
- Klem dipasang continuous suction dengan tekanan 20 cm H2O
- Observasi efek samping
- WSD dilepas setelah 2 x 24 jam
E. Interpretasi :
- Paru tetap mengembang
- Efusi pleura berkurang atau minimal
8
pertama kali diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. dimana istilah ini lebih disukai
dari batuk rejan (whooping cough). Selain itu sebutan untuk pertussis di Cina adalah batuk
100 hari. 1,2,3
Pertussis adalah penyakit yang serius pada anak-anak kecil diseluruh dunia. Pada
orang dewasa juga sering terjadi karier yang asimptomatik atau infeksi yang ringan.
Prevalensi pertussis di seluruh dunia sekarang berkurang karena adanya imunisasi aktif.
Etiologi
Penyebabnya adalah Bordetella pertusis. B. pertussis ini merupakan satu-satunya
penyebab pertusis endemis dan penyebab biasa pertusis sporadis, terutama karena manusia
merupaka satu-satunya host untuk spesies ini. Penyakit serupa- disebut juga a mild pertussislike illness- juga dapat disebabkan oleh B. parapertussis (terutama di Denmark, Republik
Ceko, Republik Rusia, dan Slovakia) dan B. bronchiseptica (jarang pada manusia karena
merupakan patogen yang lazim pada binatang-kucing dan binatang pengerat-, kecuali pada
manusia dengan gangguan imunitas dan terpapar secara tidak biasa pada binatang). Kadangkadang sindroma klinik berupa batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh sehingga susah
dibedakan, juga terdapat pada infeksi adenovirus (tipe 1,2,3, dan 5), Respiratory Syncitial
Virus, parainfluenza virus atau influenza virus, enterovirus dan mycoplasma. 1,3
.
Epidemiologi
Pertussis adalah satu dari penyakit-penyakit yang paling menular, dapat menimbulkan
attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia ada 60 juta kasus
pertusis setahun dengan lebih dari 500.000 meninggal. Selama masa pra-vaksin tahun 1921948, pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah
usia 14 tahun di Amerika Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 persen adalah bayi kurang dari
setahun, 75 persen adalah anak kurang dari 5 tahun. 1,2,3
Pertusis terutama mewabah di negara-negara berkembang dan maju, seperti Italian,
daerah-daerah tertentu di Jerman dimana cakupan vaksin rendah atau Nova Scatia dimana
digunakan vaksin yang kurang poten, dengan angka insidensi rata-rata mencapai 200-
500/100.000 populasi dengan angka kematian 350.000 pada anak dibawah 5 tahun.2 Di
Amerika Serikat sendiri dilaporkan insidensi tertinggi 4500 kasus sejak tahun 1967. namun
setelah hal tersebut, pertusis jarang sekali kasusnya karena sudah lebih di galakkan
vaksinasi . 3
Pertusis adalah endemik, dengan ditumpangin siklus endemik setiap 3-4 tahun sesudah
akumulasi kelompok rentan yang cukup besar. Dilaporkan sebagian kasus terjadi dari bulan
Juli sampai dengan Oktober.
1,3
individu rentan yang terpajan pada aerosol dengan rentang yang rapat. Penyebaran terjadi
melalui kontak langsung atau melalui droplet yang ditularkan selama batuk.
Dahulu dikatakan bahwa Perempuan terkena lebih sering daripada laki-laki dengan
perbandingan 0.9:1 . Namun dengan laporan terbaru (Farizo, 1992) perbandingan insidensi
antara perempuan dan laki-laki menjadi sama sampai umur dibawah 14 tahun. Sedangkan
proporsi anak belasan tahun dan orang dewasa yang terinfeksi pertusis naik secara bersama
samapai 27% pada tahun 1992-1993.
Tanpa reinfeksi alamiah dengan B.pertussis atau vaksinasi booster berulang, anak
yang lebih tua dan orang dewasa lebih rentan terhadap penyakit ini jika terpajan. Sedangkan
antibodi dari ibu secara transplasental pada anak tidaklah konsisten mencegah bayi yang baru
lahir terhadap pertussis. Pertussis pada neonatus yang berat dapat ditemukan dengan gejalagejala pertussis normal. 3
Patogen :
B. pertussis : kecil, tidak bergerak, cocobacillus gram (-). Terbaik dibiak pada
glycerin-potato-blood agar media (border-gengou). Organisme yang didapat umumnya tipe
virulen (disebut fase I). Pasase dalam kultur dapat merangsang pembentukan varian yang
avirulen (fase II, III, dan IV). Strain fase I berperan untuk penularan penyakit dan
menghasilkan vaksin yang efektif. 4
Gambar 1. Bordetella pertussis, the agent of pertussis or whooping cough. Gram stain. (CDC)
Hanya B. pertussis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen utama.
B.pertussis juga menghasilkan beberapa bahan aktif, yang banyak darinya dimaksudkan
untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Aerosol, hemaglutinin filamentosa
(HAF), beberapa aglutinogen (FIM2-FIM3), dan protein permukaannonfimbria 69-kD yang
disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran
pernapasan. Sitotoksin trakea, adenilat siklase, dan TP menghambat pembersihan organisme.
Sitotoksin trakea, factor dermonekrotik dan adenilat siklase diterima secara dominant
menyebabkan cedera epitel local yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan
mempermudah penyerapan TP. 2,3,4
TP mempunyai 2 sub unit, yaitu A dan B. TP (B) akan berikatan dengan reseptor pada
sel taret dan mengaktivasi TP(A) pada membran sel yang merangsang pengeluaran enzim. TP
akan merangsang pengeluaran Adenosin Diphosphate (ADP) sehingga akan mempengaruhi
fungsi dari leukosit, limfosit, myocardial sehingga bermanifestasi peradangan saluran napas
dengan hyperplasia kelenjar lymph peribronchial dan meningkatkan produksi mucus yang
akan menutupi permukaan silia. Yang pada akhirnya bias mengarah ke komplikasi
bronchopneumonia, infeksi sekunder bakteri lain (ex: Pneumococcus, Haemophilus
influenzae, S.aureus, S.pyogenes), sianosis karena apnea dan ventilation perfusion mismatch.
2,3
Patologi :
konvalenses
Penyakit umumnya berlangsung selama 6-8 minggu.
-Manifestasi klinik tergantung dari etiologi spesifik, umur dan status imunisasi. Penderitapenderita yang berumur <> 2 tahun. Jarang timbul panas diatas 38,4C pada semua
golongan umur.
-Penyakit disebabkan B. parapertussis dan B. bronkiseptika lebih ringan dan juga lama
sakitnya lebih pendek.
-Stadium kataral : 1-2 minggu
Gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas predominan rinore,
conjuctival injection, lakrimasi, batuk ringan, panas tidak begitu tinggi. Pada
stadium ini biasanya diagnosis pertussis belum dapat ditetapkan.
-Stadium paroksismal : 2-4 minggu
Jumlah dan berat batuk bertambah. Khas, ada ulangan 5-10 batuk kuat selama
ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak yang menimbulkan
whoop ( udara dihisap secara kuat melalui glotis yang sempit).
Mukanya merah atau sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan
distensi vena leher selama serangan.
Episode batuk-batuk yang paroksimal dapat terjadi lagi sampai obstruksi mucous
plug pada saluran nafas menghilang.
Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher atau perdarahan
konjungtiva.
Emesis sesudah batuk dengan paroksimal adalah cukup khas sehingga anak dicurigai
menderita pertussis walaupun tidak ada whoop.
Anak tampak apatis dan berat badan menurun.
sendiri
tetapi
lebih
sering
karena
bakteria
sekunder
jika pertusis bersifat prevalen dalam masyarakat, imunisasi dapat dimulai pada
waktu berumur 2 minggu dengan jarak 4 minggu.
Anak-anak berumu > 7 tahun : tidak rutin diimunisasi.
Imunitas tidak permanen oleh karena menurunnya proteksi selama adolesens ;
infeksi pada penderita .besar biasanya ringan tetapi berperansebagai sumber
infeksi B.pertussis pada bayi-bayi non imun.
Vaksin pertusis monovalen (0.25 ml,i.m) telah dipakai untuk mengontrol
epidemi diantara orang dewasa yang terpapar.
Efek samping sesudah imunisasi pertussis termasuk manifestasi umum seperti
eritema, indurasi, dan rasa sakit pada tempat suntikan , dan sering terjadi
panas, mengantuk, dan jarang terjadi kejang, kolaps, hipotonik, hiporesponsif,
ensefalopati, anafilaksis. Resiko terjadinya kejang demam dapat dikurangi
dengan pemberian asetaminofen (15mg/kg BB, per oral) pada saat imunisasi
dan setiap 4-6 jam untuk selama 48-72 jam.
Imunisasi pertama pertussis ditunda atau dihilangkan :
Penyakit panas, kelainan neurologis yang progresif atau perubahan neurologis,
riwayat kejang dll.
Riwayat keluarga adanya kejang, sudden infant death syndrome (SIDS) atau
reaksi berat terhadap imunisasi pertussis bukanlah kontra indikasi untuk
imunisasi pertussis. 3,4
Kontra indikasi untuk pemberian vaksin pertussis berikutnya termasuk
ensefalopati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa
demam dalam 3 hari sebelum imunisasi, menangis 3 jam, high picth cry
dalam 2 hari, kolaps atau hipotonik/hiporesponsif dalam 2 hari, suhu yang
tidak dapat diterangkan 40.5 C dalam 2 hari, atau timbul anafilaksis. 4
-kontak :
Eritromisin efektif untuk pencegahan pertussis pada bayi-bayi baru lahir dan ibu-ibu
dengan pertussis.
Kontak intim yang berumur <>
Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, peroral selama 14 hari. Anak
yang berumur > 7 tahun yang telah mendapatkan imunisasi juga diberikan
eritromisin profilaksis. Pengobatan eritromisin awal akan mengurangi
penyebaran infeksi eliminasi B. pertussis dari saluran pernafasan, dan
mengurangi gejala-gejala penyakit. 1,2,3,4
Prognosis :
-angka kematian telah menurun menjadi <10/1000>
-Kebanyakan kematian disebabkan oleh ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi
paru-paru lain.
-Sekuele pernapasan yang lama sesudah infeksi pertussis tidak pasti. Umumnya bayi-bayi
yang berumur <>
III. KESIMPULAN
Pertusis merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan
bagian atas, disebabkan terutama oleh Bordetella pertussis. Pertusis ditandai dengan batuk
lama dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong (whooping cough) dan episode
diakhir dengan ekspulsi dari secret trakea,silia lepas dan epitel nekrotik.
Pertusis sering menyerang bayi dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang
belum diimunisasi lebih rentan, demikian juga dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang
dewasa.
Stadium penyakit pertusis meliputi 3 stadium yaitu kataral, paroxsismal, dan
konvalesen. Masing2 berlangsung selama 2 minggu. Pada bayi, gejala menjadi lebih jelas
justru pda stadium konvalesen. Sedangkan pada orang dewasa mencapai puncaknya pada
stadium paroxsismal.
Diagnosa pertusis dengan gejala klinis memuncak pada stadium paroksismal, riwayat
kontak dengan penderita pertusis, kultur apus nasofaring, ELISA, foto thorax.
Terapi yang dapat diberikan antibiotic eritromisin 50mg/kgB/hari dibagi 4 dosis selama
14 hari, dan suportif.
Prognosis baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kematian biasanya terjadi
karena ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi penyakit paru yang lainnya.
Bordetella pertussis
Posted on Oktober 22, 2010 by adminhnyw
Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan. Bisa berupa nyeri pleuritik, nafas dangkal
dan mendengkur, takipnea.
Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi. Mengecil, kemudian menjadi
hilang, Krekels, bunyi ronki, egofoni.
Menggigil dan demam 38C sampai 41C, Bila berlanjut bisa terjadi delirium.
Diafoesis.
Malaise.
Sianosis.
Gelisah.
Terapi Oksigen. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus
yang berat.
Hidrasi Cairan. Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara
parenteral. (menggunakan infus)
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan bronkodilator
Komplikasi Bronkopneumonia.
Penyakit bronkopneumonia ini selain terjadi pada dewasa, seringkali juga terjadi
bronkopneumonia pada anak. Berikut beberapa komplikasi dari penyakit
bronkopneumonia yaitu :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
3. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Infeksi sitemik .
Demikian sahabat sedikit mengenai penyakit bronkopneumonia dan selanjutnya nanti akan di
posting kelanjutannya tetapi dilihat dari sudut keperawatannya yaitu tentang askep
bronkopneumonia dan semoga bermanfaat sahabat semuanya.
<a href='http://o.o-clk.com/www/delivery/ck.php?n=a1ceb276&cb=2768'
target='_blank'><img src='http://o.o-clk.com/www/delivery/avw.php?
zoneid=287&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&n=a1ceb276' border='0'
alt='' /></a>
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar
1% dari seluruh penduduk Amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik,
pneumonia tetap merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat.
Munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap
antibiotik, ditemukannya organisme-oeganisme yang baru (seperti Legionella), bertambahnya
jumlah pejamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit seperti AIDS semakin
memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab-penyebab pneumonia, dan ini juga
menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok. Bayi
dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada
orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu. Pasien peminum alkohol,
pasca bedah, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus juga mudah
terserang penyakit ini.1
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti pneumonia lobaris,
Virus
Jamur
KLASIFIKASI
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.3,7
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan
berdasarkan :
bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia berat :
bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia :
Bukan Pneumonia :
hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika.3,4
DIAGNOSA BANDING
1. Bronkiolitis
2. TB Paru
PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak
dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai
anak bebas demam selama 4 5 hari.3
Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :3,7
Bed rest
Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt).
Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah
larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.
H. Influenza
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Klebsiella dan P. Aeruginosa
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin
KOMPLIKASI
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang
dapat dijumpai adalah empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis,
perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.3
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat maka mortalitas dapat diturunkan
sampai kurang dari 1%. Mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan
keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat untuk pengobatan.3
DAFTAR PUSTAKA
1.Law, Barbara J. Pertussis. Kendigs :Disorders of Respiratory Tract in
Children. Philadelphia, USA. WB Saunders, 1998. 6 th edition.Chapter
62.h :1018-1023.
2.Garna, Harry. Pertusis. Azhali M.S, dkk : Ilmu Kesehatan Anak Penyakit
Infeksi Tropik. Bandung, Indonesia. FK Unpad, 1993. h: 80-86.
3.Long, Sarah S. Pertussis. Nelson :Textbook of Pediatrics. USA. WB
Saunders, 2004. 17th edition.Chapter 180.h: 908-912,1079.
4.Shehab, Ziad M. Pertussis. Taussig-Landau :Pediatric Respiratory
Medicine. Missouri, USA. Mosby Inc. 1999.Chapter 42.h: 693-699.
5.Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pertusis. Staf pengajar I.K.Anak
FKUI :Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta, Indonesia. FKUI,
1997.Jilid 2.h: 564-566.
6.http://textbookofbacteriology.net/pertussis.html
7.www.cdc.gov/nip/publication/pink/pert.
1. EDEMA PARU
A. DEFINSI
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular.
B. ETIOLOGI
I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
A. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
B. Penurunan tekanan onkotik plasma.
1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday,
penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
C. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2, dsb).
C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
C. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah
kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat
terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada
cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian
dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah). Edema paru adalah istilah
yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar
pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong
udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan
kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding
yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya. Edema
Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar
dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak
faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut
cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala
umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat
(tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale. Takikardia dengan S3 gallop.
Murmur bila ada kelainan katup.
Elektrokardiografi Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan
Laboratorium
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (Xray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan
bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap
sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih
parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan
pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun
ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin
mendasarinya.
Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic
pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong noncardiogenic cause of pulmonary edema.
Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care
unit (ICU) setting.
DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru, asma bronkiale.
PENATALAKSANAAN
1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan 60
mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak
mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai
tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
5. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.
KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasikomplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik,
pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara
parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus
pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
PENCEGAHAN
Dalam hal tindakan-tindakan pencegahan, tergantung pada penyebab dari pulmonary edema,
beberapa langkah-langkah dapat diambil. Pencegahan jangka panjang dari penyakit jantung
dan serangan-serangan jantung, kenaikan yang perlahan ke ketinggian-ketinggian yang
tinggi, atau penghindaran dari overdosis obat dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan.
Pada sisi lain, beberapa sebab-sebab mungkin tidak sepenuhnya dapat dihindari atau dicegah,
seperti ARDS yang disebabkan oleh infeksi atau trauma yang berlimpahan.
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respon terapi.