Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1,2
Normal pressure hydrocephalus terjadi jika aliran CSF normal yang melalui
sepanjang otak dan spinal tersumbat atau terblok. Kondisi ini menyebabkan
pelebaran ventrikel. NPH dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya terjadi pada
populasi usia tua. Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara
pasti. Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit lain, termasuk
subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis atau komplikasi
pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH pada pasien yang
tidak didahului penyebab tertentu disebut NPH primer atau idiopathic NPH
(INPH).
3,4
tidak dikenali dan tidak mendapat terapi adekuat. Panduan untuk membantu
menegakkan diagnosis NPH, dilakukan beberapa jenis tes, termasuk scan (CT/MRI)
kepala,
neuropsikologikal.
1,3
4,5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
DEFINISI
1,4
Selama 35 tahun sejak pertama kali dijelaskan, definisi NPH telah diperluas.
Awalnya dianggap gejala akibat idiopatik, saat ini NPH digunakan secara umum
mencakup bentuk kronis dari communicating hydrocephalus, dan bahkan beberapa
bentuk noncommunicating seperti aqueductal stenosis. Karena semua pasien ini
dapat datang dengan trias gejala yang sama dan hampir semuanya mungkin harus
dikoreksi dengan pemasangan ventriculoperitoneal (VP) shunt. Perluasan definisi
dianggap tepat, walaupun beberapa gejala sekunder dapat menbedakan bentuk
idiopatik dari communicating hydrocephalus yang diketahui penyebabnya. Sebagai
contoh, insiden idiopatik NPH cenderung terjadi pada orang tua, sedangkan pasien
dengan hidrosefalus komunikan kronis diawali gejala perdarahan subarachnoid
sebelumnya, meningitis, riwayat bedah saraf, atau trauma kepala dan sering terdapat
pada usia muda. Selain itu respons terhadap pemasangan shunt pada pasien dengan
idiopatik kurang memuaskan (30-50%) dibandingkan dengan pasien hidrosefalus
komunikan yang diketahui penyebabnya (50-70%). Tergantung pada kriteria
diagnostik spesifik yang digunakan, setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan
setengahnya ada penyebab, dengan demikian, NPH mungkin merupakan bentuk
5
2.2
EPIDEMIOLOGI
Study epidemiologi NPH sangat sedikit dilakukan, karena insiden dan prevalensi
gangguan ini sulit ditentukan. Insidensi NPH yang pernah dilaporkan sekitar 1,8
kasus per 100.000 penduduk dan 2,2 kasus per 1.000.000 penduduk. Sebuah survey
rumah tangga untuk penduduk berusia 65 tahun di dua tempat di Jerman dilaporkan
bahwa prevalensi NPH 0,41% pada kelompok usia tersebut. Survey ini juga
menunjukkan antara 1,6% dan 5,4% pasien dengan demensia mempunyai NPH.
Sebuah analisis terkini
registrasi di Rochester, MN, tidak ditemukan kasus NPH dari tahun 1990 hingga
1994. Penulis berkesimpulan, bagaimanapun, meski populasi dalam study tersebut
mencapai 70.745, namun gagal menemukan NPH adalah sesuatu yang tidak bisa
dipercaya.
Tidak ada perbedaan jenis kelamin yang lebih cenderung mendapat NPH,
NPH sering pada pasien usia lanjut. NPH dapat terjadi pada semua umur, meski
penyakit ini lebih umum terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih sering pada usia
decade 6 atau decade 7 kehidupan.
2.3
2,5
ETIOLOGI
Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab, dengan
demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir dari proses perjalanan beberapa
penyakit. Etiologi idiopatik NPH telah dijelaskan selama 4 decade, namun, tidak ada
teori tunggal yang diterima secara luas.
Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara pasti. Apabila
NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit lain, termasuk subarachnoid
hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis atau komplikasi pembedahan,
gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH pada pasien yang tidak didahului
penyebab tertentu disebut NPH primer atau idiopathic NPH (INPH).
2.4
6,7
Serebrospinal.
ventrikel
ini
lateralis,
ventrikel
yaitu
dua
Empat
vetrikel
ketiga
dan
ventrikel keempat.
Dalam
setiap
ventrikel
terdapat
hubungan
dengan
ventrikel
foramer
dari tapetum corpus callosum memisahkan ventrikel dari radiatio optica dan
membentuk atap serta dinding cornu posterior.
Ventrikel Ketiga
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel ketiga adalah celah sempit di
antara dua ventrikel lateral. Ventrikel ketiga memiliki atap, dasar, dan
dinding: anterior posterior dan dua lateral. Bagian atap dibentuk oleh tela koroidea.
Dasarnya dibentuk oleh chiasma optic, tuber cinereum dan infundibulum. Di
bagian rostral terdapat foramen interventrikulare Monroe yang menghubungkan
ventrikel ketiga dalam ventrikel lateral. Di bagian posterior melanjutkan diri pada
aquaductus serebri sylvii, dinding lateral dibagi oleh sulcus hipothalamikus
menjadi pars superior dan pars inferior. Lantai ventrikel dibentuk oleh tegmentum
mesencephant, pedinculus serebri dan hypothalamus.
Ventrikel Keempat
Ventrikel keempat adalah sebuah ruangan pipih yang berbentuk belah ketupat dan
berisi Cairan Serebrospinal. Ventrikel keempat terletak diantara batang dan otak dan
serebellum. Di bagian rostral, ventrikel keempat melanjutkan diri dari aquaductus
serebri sampai kanalis sentral dari medulla spinalis. Pada ventrikel keempat
terdapat tiga lubang, sepasang foramen luschka di lateral dan satu foramen
magendie di medial, yang berlanjut ke ruang subaraknoid otak dan medulla spinalis.
ventrikel keempat
vili arachnoidalis.
satu foramen
ruang
PATOFISIOLOGI
villus arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus
serebral. Hidrosefalus terjadi akibat kelebihan produksi, sumbatan sirkulasi atau
gangguan proses penyerapan.
Hakim menjelaskan mekanisme tekanan normal atau tinggi-normal pada CSS
yang mana dapat memberikan efek. Menggunakan perhitungan, kekuatan sama
dengan tekanan berbanding lurus dengan luas permukaaan, peningkatan tekanan CSS
lebih memperluas permukaan ependima dengan memakai kekuatan yang sangat besar
sehingga melawan otak daripada tekanan yang sama pada ventrikel dengan ukuran
normal. NPH bisa diawali dengan transient high pressure hidrosephalus dengan
penambahan luas pemukaan ventrikel. Dengan perluasan lebih lanjut pada ventrikel
tekanan CSS kembali normal, keadaan ini disebut NPH, pada akhirnya yang tampak
pada proses patofisiologi inisial adalah suatu ketidaksesuaian. Teori klasik
menjelaskan bahwa tekanan CSF tidak meningkat pada NPH karena ventrikel
mengembang untuk menampung volume CSF yang meningkat; oleh karena itu,
tekanan CSF normal. Teori lain menjelaskan bahwa terjadi peningkatan tekanan
sementara selama ventrikel mengembang (terjadi inflasi ventrikel) tetapi normal
kembali setelah luas ventrikel seimbang dengan volume CSF. Seiring waktu
perkembangan gejala klinis, ventrikel mengalami pelebaran, dan tekanan dapat
berada dalam batas normal. Jadi, mengukur tekanan CSF tidak membantu dalam
menegakkan diagnosis. Tidak adanya peningkatan tekanan CSF, sebagaimana
terlihat pada bentuk hidrocefalus lain, maka hal ini juga menjadi alasan sangat sulit
menegakkan diagnosis NPH.
Pembesaran ventrikel dapat terjadi saat timbul tekanan antar lapisan. yaitu:
perbedaan tekanan
Ketika otak berfungsi secara baik, cairan serebrospinal diproduksi oleh plexus
choroid dengan kecepatan 20-25 mL per jam.
ventrikel lateral melewati garis tengah ventrikel tiga dan akhirnya masuk kedalam
ventrikel empat mengisi ke dalam fossa posterior otak. Dari ventrikel empat, CSF
keluar dari system ventrikel dan masuk ke ruang subarachnoid melingkupi otak dan
spinal cord, dimana CSF berperan sebagai bantalan membantu mencegah cedera
kepala. Cairan serebrospinal normalnya diserap oleh villi arachnoid dan masuk ke
dalam sinus venosus dalam jumlah yang sama dari jumlah produksi untuk menjaga
konsistensi sirkulasi dan tekanan. Gambar 2. Menampilkan aliran normal CSF dalam
otak.
Pada
menyebabkan penumpukan terlalu banyak cairan dalam otak dan menimbulkan trias
gejala khas.
Kelebihan CSF dalam otak dapat diakibatkan baik oleh perubahan idiopatik
2
maupun trauma, sekitar 50% untuk tiap katagori tersebut. Walaupun, kekacauan
reabsobsi CSF oleh villi arachnoid tidak sepenuhnya dipahami, beberapa teori
menghubungkan proses terjadinya akumulasi cairan dengan adanya scar (parut)
jaringan.
arachnoid untuk menyerap CSF secara baik, atau scar tissue dapat terjadi pada
sekeliling sinus venosus dalam otak yang menghalangi CSF masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah. Adanya riwayat bedah kepala atau bedah saraf,
intracranial hemorrhage, dan meningitis juga berhubungan dengan NPH. Sayangnya,
tingkat progresifitas NPH sering lambat, hingga mengelapkan etiopatologi pasti.
2.6
GEJALA KLINIS
NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum terjadi pada
usia tua. Frekuensi lebih sering pada usia decade 6 atau decade 7 kehidupan.
Walaupun gejala Adams triad berhubungan erat dengan NPH fase lanjut, tidak semua
gejala tersebut dapat muncul saat stadium awal. Salah satu gejala yang paling awal
muncul adalah gaya berjalan yang tidak normal, yang umumnya digambarkan
sebagai shuffling atau berjalan terseok-seok (langkah pendek), magnetic (sulit
mengangkat tungkai atau berjalan dengan kaki terseret lantai), broad based / berdiri
dengan kedua tungkai dibuka lebar (kedua tungkai berpisah untuk menjaga
keseimbangan).
2,4,8
NPH ditandai trias klinis yaitu gangguan berjalan, demensia dan inkontinensia
urin. Kumpulan gejala khas tersebut berkembang perlahan, dan umumnya terjadi
antara usia decade 6 dan decade 8. Gangguan gaya berjalan adalah ciri khas pertama
yang muncul pada INPH, dan digambarkan secara bervariasi seperti apraxic,
bradykinetic, glue-footed, magnetic, parkinsonian dan shuffling. Pasien sering datang
dengan riwayat terjatuh. Gaya berjalan yang menyimpang ini dicirikan pada INPH
seperti lambat, berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar, melangkah dengan
langkah pendek dan terseok-seok, dan sulit menyusun atau melangkah dengan kedua
kaki bergantian secara berurutan. Selain itu juga tidak didapatkan adanya kelemahan
gerak yang signifikan.
yaitu sebagai
digambarkan
sebagai''magnet'' karena sikap berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar dan
berjalan lambat, langkah kecil dengan kaki menyeret lantai. Selain itu gejala ini juga
disertai terdapatnya peningkatan tonus dan reflek tendon tungkai bawah dan
2,5
2,4
Inkontinensia urin adalah gejala primer yang ketiga pada NPH. Masalah fungsi
kemih ini ditandai perasaan urgensi, dan dalam tahap lanjut pasien tidak mampu
menahan kencing. Gejala ini mungkin diakibatkan adanya keterlibatan serat saraf
corticospinal sacral. Stadium awal INPH, timbul frekuensi urin dan urgensi. Seiring
perjalanan penyakit, terjadi inkontinensia urin dan inkontinensia feses harus
diwaspadai. Masalah urologi dapat muncul tergantung tingkat keparahan penyakit
Perlu uji urodynamic dan demonstrasi bladder hyperactivity.
2,4,5
Dengan demikian,
2.7
DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosis INPH bukan perkara yang mudah. Penampakan klinis
pasien yang mirip penyakit degeneratif otak yang lain sering mengaburkan diagnosis.
Selama ini penegakan diagnosis didasarkan pada trias gejala yang menjadi ciri khas
Normal Pressure Hydrocephalus ditambah dengan pemeriksaan CT Scan atau MRI
serta pengukuran tekanan cairan otak. Tiga gejala klinis tersebut adalah gangguan
gaya berjalan, demensia, dan inkontinensia urin. Pemeriksaan Radiologi berupa CT
Scan atau MRI menunjukkan gambaran pembesaran ventrikel, tetapi pada
pengukuran tekanan cairan otak menunjukkan bahwa cairan otak mempunyai
tekanan yang normal yaitu sebesar 5-18 mmHg (70-245 mmH2O).
Terdapat variasi gambaran klinis, progressifitas dan keparahan gejala yang
signifikan, dan semua trias tersebut tidak selalu harus muncul untuk menegakkan
diagnosis INPH. Secara khusus, bagaimanapun, gaya berjalan dan kurangnya
keseimbangan muncul sebelum atau bersamaan dengan inkontinensia urin atau saat
onset munculnya demensia. Diagnosis lengkap INPH membutuhkan bukti anamnesis
gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan neuroimaging.
Anamnesis
Pasien datang dengan gangguan progressif yang bertahap. Sebagai catatan,
trias gejala klasiknya adalah gaya berjalan abnormal, inkontinensia urin, dan
demensia. Kekacauan gaya berjalan sebagai ciri utama dan perlu dipetimbangkan
adanya respon terhadap terapi. Gejala yang menonjol adalah keluhan gaya berjalan
menyerupai apraxia. Kelemahan nyata atau ataxia adalah tipe gejala yang tidak khas
pada NPH.
Gaya berjalan pasien NPH khas seperti bradikinetik, gaya berdiri dengan kedua
tungkai dibuka lebar, berjalan menyeret lantai dan terseok-seok. Gejala urinaria
dapat berupa frekuensi, urgensi, atau inkontinensia. Sedangkan inkontinensia dapat
terjadi sebagai akibat dari gangguan gaya berjalan dan demensia.
1,6
Demensia pada pasien NPH ditandai kehilangan memory yang mencolok dan
bradiprenia. Defisit frontal dan subcortikal adalah lafal yang utama. Selain itu, defisit
juga mencakup lupa, penurunan perhatian, inersia/kelembaman dan bradiprenia.
Kehadiran tanda kortikal seperti aphasia atau agnosia akan menimbulkan kecurigaan
untuk patologi alternative lainnya sepeti Alzheimer disease atau dementia vascular.
1
1,4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan peninjang yang dapat digunakan untuk diagnosis normal preasure
hydrocephalus dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Laboratorium
Hiponatermi dilaporkan pada pasien NPH karena tekanan pada hipotalamus
yang menggambarkan sindroma ketidaksesuaian sekresi hormon anti diuretik.
Ini bukanlah penemuan yang konsisten. Umumnya, uji laboratorium tidak
banyak membantu.
b.
Radiologi
Pemeriksaan esensial untuk evaluasi pasien yang dicurigai INPH adalah
neuroimaging dengan CT atau MRI untuk menilai ukuran ventrikel. (gambar 1).
Walaupun tidak didapatkan tanda yang sesuai untuk diagnosis INPH pada
pemeriksaan neuroimaging, pelebaran ventrikel perlu untuk menegakkan
diagnosis INPH pada pasien yang mengalami gejala yang sesuai. Rasio frontal
horn (Evans' index), didefinisikan sebagai lebar ventrikel dari frontal horn
maximal dibagi diameter transversal tulang tengkorak diukur dari bagian dalam,
dikatakan ventrikulomegali jika nilainya 0,3 atau lebih.
10
Gambaran radiologis
Gambar 1. Neuroimaging dari 2 pasien dengan idiopathic normal pressure hydrocephalus. (A)
CT scan kepala menunjukkan ventrikulomegali tanpa disertai atrofi kortikal yang signifikan. (B)
MRI kepala menunjukkan ventrikulomegali dan adanya perubahan iskemik subkortikal. Kedua
pasien
Axial nonenhanced CT scan kepala pasien NPH pada level fossa cranial tengah. Pembesaran
bagian temporal
normal. Factor progostik negative yang dikenal adalah adanya penyakit serebrovaskuler.
Axial T2-weighted MRI kepala pasien NPH. Tampak pembesaran system ventrikel khususnya
atrium ventrikel lateral (V) yang keluar dari ukuran sesuai dengan atrofi sulkus.
CT
memperlihatkan reabsorbsi CSF yang rendah, kondisi ini mengakibatkan zat warna
radionucleotide tidak akan diabsorbsi sempurna seperti yang terjadi pada pasien nonNPH. Untuk mereka yang kemungkinan didiagnosis NPH, dapat pula dilakukan
lumbal punksi, pertama, dilakukan tes gaya berjalan yang direkam selama pasien
berjalan 50 langkah dan nantinya rekaman tersebut diputar ulang. Lalu, diaspirasi
CSF sekitar 30 ml, dan kemudian dievaluasi kembali gaya berjalan pasien. Setelah
lumbal punksi, akan menunjukkan perbaikan segera pada pasien yang benar-benar
menderita NPH, meskipun beberapa kasus, dibutuhkan beberapa hari untuk
terjadinya
perbaikan.
Dengan
metode
drainase
lumbal
secara
kontineus,
diperbolehkan drainase CSF untuk setiap 2 hingga 3 hari sekali, dan harus dinilai
adanya perbaikan klinis secara periodik. Pemeriksaan ini dipercaya sebagai metode
2,8
Tap test CFS disebut juga large volume lumbal punksi, didapatkan volume
saat penarikan 40-50 ml CSF dari rata-rata lumbal punksi. Terjadi perbaikan gejala
setelah pembuangan CSF, kemungkinan menunjukkan respon yang baik terhadap
pemasangan shunt (nilai prediksi positif 73-100%).Tap test CSF memiliki
sensitivitas yang rendah (26-61%), bagaimanapun, dan tes negative tidak dapat
7
Penilaian respon klinis dari drainase CSF yang lama melalui kateter spinal
memiliki kombinasi sensitivitas yang tinggi (50-100%), spesifitas (60-100%) dan
nilai prediksi positif (80-100%). Metode ini memerlukan perawatan di rumah sakit
dan staf perawat yang terlatih berkompeten dalam managemen drainase CSF external.
dan memiliki risiko komplikasi tinggi (infeksi, iritasi serat saraf). Konsekuensinya,
cara ini hanya digunakan secara terbatas di center-center Amerika. Identifikasi
peningkatan abnormal resistensi aliran keluar CSF juga meningkatkan respon yang
baik terhadap pemasangan shunt dibandingkan dengan evaluasi klinis dan radiologis.
dan teknik ini lebih umum digunakan di Eropa daripada di Amerika.
2.8
DIAGNOSA BANDING
Gejala nonspesifik pada pasien NPH harus dievaluasi secara hati-hati untuk
menghindari misdiagnositik NPH sebagai kelainan neurologis lain seperti AD, PD,
atau demensia vaskuler. Pada pasien NPH, perubahan gaya berjalan, kesulitan
urologis, dan kemunduran fungsi kognitif tidaklah selalu muncul secara dini.
Gaya berjalan abnormal dapat timbul pada pasien NPH maupun pasien
Parkinson; namun, cara berdiri pada pasien Parkinson khasnya berdiri sempit (kedua
tungkai dirapatkan), sedangkan cara berdiri pasien NPH lebih luas (kedua tungkai
dijarangkan). Pasien NPH sering tidak disertai rigiditas/kekakuan cogwheel (rahang),
tidak terdapat tremor saat istirahat, dan tidak menunjukkan respon terhadap terapi
levodopa. Onset dan karakteristik gangguan gaya berjalan pasien NPH juga berbeda
dengan pasien Alzheimer. Gangguan berjalan pada pasien AD tidak mendahului
penurunan kemampuan kognitif sebagai mana terjadi pada pasien NPH. Selain itu,
pasien NPH tidak terdapat apraxia yang khas seperti yang tampak pada pasien
Alzheimer.
Demensia merupakan gejala klinis umum pada usia tua dan punya banyak
penyebab. merosotnya kemampuan kognitif yang dipantau pada pasien INPH banyak
kesamaan pada demensia subkortikal lainnya, termasuk penyakit Parkinson, diffuse
Lewy body disease dan demensia vaskuler. Jika tidak ditemukan adanya apraxia,
agnosia dan aphasia dapat membantu untuk membedakan INPH dari demensia
kortikal, termasuk pula penyakit demensia yang paling umum yaitu Alzheimer's
disease.
Walaupun perburukan kognitif pada AD, PD, demensia vaskuler dan NPH
sama-sama didapatkan, karakteristik tiap kelainan tersebut berbeda jelas. Lemahnya
kognitif pada NPH khasnya ditandai penurunan kemampuan verbal, skill
perencanaan dan tidak ada inisiatif. Sedangkan masalah prilaku, seperti agitasi, sikap
terlalu agresif, beranga-angan, dan halusinasi, jarang muncul pada pasien NPH.
Meskipun, gejala-gejala ini umumnya muncul pada parkinson, Alzheimer, dan
demensia vaskuler. Panurunan kemampuan kognitif antara pasien Alzheimer
biasanya ditandai dengan agnosia dan afasia, yang secara normal tidak berhubungan
dengan pasien NPH. Merosotnya fungsi kognitif akibat demensia vaskuler khas,
dibandingkan berdasarkan munculnya gangguan gaya melangkah pada pasien dengan
stroke. Pada semua pasien stroke, kemampuan kognitif pasien tersebut semakin
memburuk, sedangkan pada NPH, kemunduran ini cenderung berjalan sejajar. Tabel
1. Menampilkan perbandingan gambaran klinis yang dapat ditemukan pada pasien
NPH dan demensia dalam bentuk umum lainnya.
2.9 PENATALAKSANAAN
Medis
Tidak ada bukti definitif untuk terapi farmakologis NPH yang memuaskan.
Meskipun levodopa/carbidopa pernah dilaporkan bermanfaat dalam laporan anekdot
(tidak memenuhi syarat ilmiah), tetapi kemungkinan pasien dengan NPH pada
laporan tersebut merupakan penderita Parkinsons yang salah didiagnosis dan
dimasukkan dalam kelompok penderita NPH. Saat ini, tidak ada bukti definitive
bahwa levodopa/cardidopa adalah terapi efektif untuk NPH. Namun demikian, Pada
pasien miskin yang direncanakan shunt, lumbal punksi secara berulang yang
dikombinasikan acetazolamide perlu dipertimbangkan.
1,11
Bedah
Pengobatan NPH dilakukan melalui tindakan pembedahan untuk mengalihkan
kelebihan cairan serebrospinal (CSF). Usaha ini dilakukan dengan cara implant
shunt untuk drainase CSF dari system ventrikel intracranial atau dari runag
subarachnoid lumbalis menuju arah distal, seperti ke peritoneum, cavum pleura atau
system vena, dimana ditempat tersebut CSF dapat di reabsorbsi. Shunt yang umum
digunakan saat ini adalah ventriculoperitoneal (VP) dan ventriculoatrial (VA) shunt.
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan saat evaluasi pasien untuk pemasangan shunt,
termasuk risiko, rasio keuntungan prosedur, arah kateter proximal atau distal, katub
spesifik, dan komplikasi akibat shunt.
2,4
Pemilihan tempat kateter proximal dan distal dan tipe katub tergantung
individu.
Kateter proximal
ditempatkan
ruang
subarachnoid lumbal dapat digunakan pada pasien yang mempunyai masalah cedera
kepala yang ditakutkan memasukkan kateter ventrikel, sebagai contoh, seorang
pasien dengan riwayat trauma hemisfer kanan, yang dapat mengalami komplikasi
akibat memasukkan shunt kedalam hemisfer kiri akan menyebabkan trauma kepala
bilateral. Tempat kateter distal tergantung penilaian riwayat pembedahan dan
anatomi pasien. Sebagai contoh, riwayat bedah abdomen sebelumnya atau pernah
mengalami peritonitis dapat membuat cavum peritoal kurang sesuai untuk absorbsi
CSF. Dalam kondisi demikian, digunakan ventrikuloatrial shunt, pilihan ketiga
adalah dengan menempatkan kateter distal ke dalam cavum pleura.
Design katub bervariasi, termasuk differential pressure valves (DPVs), dan flowlimiting valves. Untuk DPVs, shunt terbuka dan CSF mengalir saat ada perbedaan
tekanan melebihi nilai tekanan yang telah diatur pada katub tersebut. Katub ini dapat
dikelompokkan dalam katub bertekanan, rendah, medium, atau tekanan tinggi.
Dengan DPV, perubahan posisi tubuh dari posisi supine miring ke kanan dapat
menyebabkan
tekanan hidrostatik. (contoh, jarak vertical antara ventrikel dan kateter distal) adalah
lebih besar dibandingkan tekanan untuk terbukanya DPV. Untuk menurunkan
drainase akibat pengaruh gaya grafitasi ini, dikembangkan alat anti-siphon. Flowlimiting valves didesign
konstanta nilai aliran melebihi range perbedaan tekanan. Aliran melalui katub ini
diatur oleh peningkatan resistensi terhadap peningkatan tekanan intrakranial.
Menurut kondisi tingginya tekanan intracranial, bagaimanpun, katub ini beroperasi
dalam model nilai aliran yang tinggi. Sebelumnya, tidak ada bukti bahwa sebagian
design shunt atau bentuk produk memberi hasil yang lebih baik dari bentuk lain
untuk terapi INPH, dan pemilihan shunt biasanya tergantung pilihan ahli bedah
dengan mempertimbangkan faktor-faktor di lapangan saat pemasangan shunt.
Design katub shunt yang terbaru adalah mengembangkan katub yang dapat
disesuaikan (adjustable shunts) atau diprogramkan. Katub ini, yang didesign agar
memungkinkan suatu range tekanan diatur antara 20-200 mmH2O, tergantung model
dan
pembuatannya,
dapat
disesuaikan
transkutaneus
dengan
penggunaan
Gambar
4.
Neuroimaging
dari
pasien
INPH.
(A)
CT
scan
kepala
yang
menunjukkan ventrikulomegali tanpa atrofi kortikal bermakna. (B) MRI otak menunjukkan
ventrikulomegali dan bukti adanya perubahan iskemik subkortikal. Kedua pasien INPH tersebut
mengalami perbaikan setelah pemasangan shunt.
Walaupun shunt CSF merupakan procedur bedah saraf langsung secara relative,
hal ini berhubungan dengan sejumlah kemungkinan komplikasi. Komplikasi tersebut
dibagi dalam 3 kelompok utama: pertama, komplikasi akibat prosedur operasi
(seperti: hematoma intraserebral, malposisi kateter, infeksi shunt); kedua, komplikasi
yang berhubungan dengan system shunt (seperti: malfungi katub, obstruksi kateter
proximal atau distal); dan ketiga, komplikasi yang dapat diakibatkan oleh
karakteristik aliran dari system shunt (seperti: nyeri kepala akibat overdrainage, atau
hematoma ataupun subdural hygroma).
sebagai respon tidak menggembirakan pada pasien yang tidak memberikan perbaikan
setelah bedah pemasangan shunt. injeksi radionuclide tracer ke dalam reservoir shunt
dapat menyebabkan obstruksi aliran shunt baik parsial maupun total.
Insiden komplikasi shunt kira-kira 30-40% pasien. Hal ini termasuk komplikasi
anestesi, perdarahan intracranial dari tempat pemasangan kateter ventricular, infeksi,
nyeri kepala akibat hipotensi CSF, subdural hematom, oklusi shunt, dan kerusakan
shunt. Reduksi cepat ukuran ventrikel diikuti komplikasi seperti subdural hematoma,
yang bisa terjadi 2-17%. Penggunaan jenis katub dual-switch valves dan
programmable valves dapat mengurangi insiden komplikasi ini.
1,12
(3-6%) dan hematoma intracerebral (3%). Data terbaru kami dari 132 pasien INPH,
33% pasien harus diperbaiki shuntnya, 7% berkembang infeksi, 2% terjadi subdural
hematom, dan 1% terjadi hematoma intracerebral.
2.10 PROGNOSIS
Gejala NPH biasanya semakin buruk jika tidak mendapat terapi, walaupun beberapa
pasien dapat mengalami perbaikan sementara. Sedangkan tingkat kesuksesan terapi
dengan pemasangan shunt berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya.
Beberapa pasien sembuh sempurna setelah terapi dan kembali hidup normal seperti
biasa. Diagnosis dini dan terapi yang sempurna meningkatkan prognosis
kesembuhan.
Prognosis secara keseluruhan dari NPH menetap adalah buruk karena kurang
menunjukkan perbaikan pada pasien sekalipun sudah dilakukan pembedahan, hal ini
akibat komplikasi yang berat. Dalam studi Vanneste et al, studi komprehensif
menjelaskan pernyataan di atas, perbaikan hanya 21% pada pasien yang dilakukan
shunt. Angka komplikasi kira-kira 28% meninggal atau morbiditas residual berat
mencapai 7% pasien. Langkah yang perlu diperhatikan adalah pemilihan pasien yang
baik.
Nilai hasil perbaikan bervariasi setelah pemasangan shunt. Variasi ini dapat
dijelaskan karena sebahagian besar menggunakan kriteria dengan metode seleksi
pasien dan penilaian postoperatif berbeda, dan variasi pada periode follow up
Karena tidak ada tes prognostic yang sesuai untuk tingkat sensitifitas 100%,
terdapat pasien yang tidak menunjukkan perbaikan setelah pemasangan shunt. Jika
hasil CT scan menunjukkan tidak ada masalah yang membutuhkan intervensi bedah,
perlu dievaluasi indikasi yang jelas alasan pemasangan shunt. Jika shunt terjadi
obstruksi, shunt dapat diperbaiki. Jika shunt berfungsi adekuat dan pasien tidak
mengalami perbaikan klinis, mungkin saja pasien tidak hanya mempunyai masalah
NPH, atau, alternatifnya, pasien punya penyakit comorbid berat dimana terapi INPH
tidak dapat memperbaiki berbagai keluhan simtomatis pasien.
BAB III
PENUTUP
beberapa diangnosis
banding
lainnya,
termasuk
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
1.