Anda di halaman 1dari 5

KHITAN WANITA SEBAGAI TRADISI, BUDAYA, ATAU

KEYAKINAN YANG HARUS DIHILANGKAN DI INDONESIA

A. Agastiya Aldi Rusdiyanto 1 dan B. Mohammad Ardi Setia Prayogo 2


1

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Jember, INDONESIA.


(E-mail: agastiya.aldioi@gmail.com)
2
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Jember, INDONESIA.
(E-mail: masprayo@gmail.com)

1.

PENDAHULUAN
Khitan perempuan adalah jenis khitan yang tidak biasa yang dilakukan pada

perempuan dengan cara dan metode tertentu. Masih banyak praktik khitan pada
perempuan yang dilakukan oleh masyarakat di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Hal
ini dikarenakan besarnya pengaruh ikatan tradisi, budaya, dan keyakinan tertentu.
Menariknya khitan perempuan ini dianggap bermanfaat oleh masyarakat Indonesia seperti
contoh, agar bentuk vaginanya bagus, untuk menekan hawa nafsu dan lain-lain padahal
jika ditinjau dari segi kesehatan hal ini sangat bertentangan karena khitan perempuan
menimbulkan dampak kerusakan kesehatan reproduksi yang seharusnya menjadi hak kita
untuk menjaganya dan juga mengancam keadaan psikologi dan jiwa perempuan tersebut.

2.

ISI

2.1. KHITAN PEREMPUAN DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA


Khitan perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM) memiliki beberapa 4 tipe
khitan yakni, Tipe 1 Pemotongan seluruh bagian klitoris (clitoridotomy); Tipe 2
Pemotongan sebagian klitoris (clitoridectomy); Tipe 3 Menjahit atau menyempitkan mulut
vagina (infibulasi), dan Tipe 4 Menindik, menggores jaringan sekitar lubang vagina, atau
memasukkan sesuatu kedalam vagina agar terjadi pendarahan.
Dalam sejarah perkembangannya di Indonesia praktik khitan ini sudah dilakukan
turun-temurun dibeberapa daerah di Indonesia dan masing-masing komunitas atau
beberapa daerah di Indonesia memiliki keyakinan maupun cara-cara yang berbeda dalam
melakukan praktik tersebut. Seperti contoh, praktik khitan perempuan di daerah Lampung
dilakukan ketika anak perempuan berusia minimal 2 tahun dengan cara membuang atau

memotong sedikit bagian klitoris sampai klitorisnya berdarah dan biasanya dilakukan oleh
dukun bayi. Hal ini berbeda dengan komunitas Muhammadiyah di Tasikmalaya dan
komunitas NU di Jawa Timur yang tidak melakukan khitan perempuan.

Gambar 1. Khitan pada balita perempuan, (Sumber: Khitan Perempuan Jurnal


Perempuan Bergerak Kalyanamitra edisi 3 tahun 2013)
Dalam sebuah penelitian dengan mengumpulkan 105 responden yang memiliki anak
perempuan berusia

6 bulan 6 tahun dan diwawancara mengenai mengkhitan anak

perempuannya atau tidak, didapatkan hasil sebanyak tiga perempat (89 orang) dari total
responden telah mengkhitankan anaknya sementara sisanya tidak.
Dan dari penelitian tersebut juga didapatkan data mengenai alasan orang tua
mengkhitankan anaknya yakni,

1%
6%
11%
Mengikuti ajaran Islam
42%

Menjaga kebersihan
Mengikuti tradisi keluarga
Agar nafsunya tidak besar

20%

Saran dokter atau bidan


Agar bentuknya bagus

20%

Gambar 3. Diagram Alasan Orang Tua Mengkhitan Anak Perempuannya (dalam persen),
(Sumber: Khitan Perempuan Jurnal Perempuan Bergerak Kalyanamitra edisi 3 tahun
2013)

2.2. DAMPAK YANG DITIMBULKAN PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN

Menurut sejumlah literatur, praktik khitan perempuan menimbulkan dampak


terhadap kesehatan fisik dan psikis. Dampak terhadap kesehatan fisik dibedakan lagi
menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek menurut
Kontoyannis dan Katsettos (2010), dapat berupa kematian karena terkejut, pendarahan,
dan infeksi karena alat-alat yang digunakan tidak steril. Sedangkan menurut Obaid dalam
situs UNFPA (2011), dapat berupa sakit amat-sangat, infeksi pada luka, shock,
pendarahan, infeksi saluran urin, tetanus, retensi urin, sepsis (ditandai dengan terjadinya
peradangan diseluruh tubuh akibat infeksi atau keracunan dalam darah), luka pada
jaringan-jaringan sekitar organ kelamin perempuan, HIV dan hepatitis akibat penggunaan
alat bersama untuk beberapa orang tanpa sterilisasi sesuai prosedur dan bisa
mengakibatkan kematian yang disebabkan karena infeksi dan pendarahan.
Dampak jangka panjang menurut data WHO (2010), dapat berupa pendarahan, kista,
ketidaksuburan, meningkatkan risiko komplikasi pada kelahiran dan risiko bayi meninggal
pada saat melahirkan.

Menurut UNFPA (2011), dampak jangka pendek terhadap kesehatan psikologis


antara lain disfungsi seksual, kehilangan keinginan untuk masturbasi, trauma, dan
hilangnya rasa percaya diri. Sedangkan dampak jangka panjang antara lain perasaan tidak
sempurna, depresi, dan frigiditas (keadaan perempuan yang sulit terangsang bahkan tidak
bisa menikmati hubungan seksual).

2.3 PENYELESAIAN PRAKTIK KHITAN PEREMPUAN

Walaupun praktik khitan perempuan masih dilakukan di Indonesia, pengetahuan


masyarakat mengenai praktik ini masih rendah. Pengetahuan yang rendah mempengaruhi
sikap dan perilaku masyarakat terhadap praktik khitan perempuan. Hal ini menunjukan
kurangnya sosialisasi mengenai tindakan praktik khitan perempuan dan dampaknya
terhadap kesehatan fisik maupun psikis. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi kepada
masyarakat termasuk tenaga kesehatan (medis dan non-medis) mengenai bahaya praktik
khitan perempuan.
Perlu diketahui bahwa berhasil atau tidaknya sosialisasi di masyarakat dipengaruhi
oleh key person. Besarnya pengaruh key person dikarenakan key person memiliki
hubungan yang sangat dekat dengan masyarakat. Key person dalam praktik khitan
perempuan adalah kyai, istri kyai (nyai), sesepuh desa, dan perempuan lansia. Dengan
melakukan sosialisasi (pendekatan) terhadap key person, diharapkan kita mampu
mengubah mindset (pola pikiran) key person bahwa khitan perempuan itu berbahaya. Jika
mindset key person sudah terubah dan ikut mendukung sosialisasi maka proses sosialisasi
di masyarakat akan jauh lebih mudah dilakukan sehingga masyarakat lebih menerima
untuk melepaskan praktik tersebut.

3.

PENUTUP
Khitan perempuan adalah salah satu contoh dari tradisi, budaya, dan keyakinan yang

salah untuk diberdayakan dan memiliki banyak dampak negatif sehingga khitan ini harus
dihilangkan. Tetapi perlu ada tahap-tahap untuk merealisasikan hal ini dalam artian,
pendekatan pada key person dan masyarakat sehingga masyarakat bisa lebih menerima
maksud dan tujuan kita sehingga mereka dengan ikhlas melepaskan praktik ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiati, Levina. (2012). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku terhadap Praktik Sunat
Perempuan. http://www.mitrainti.org/?q=node/585 [Accessed 2nd July 2014].
Kontoyannis, M., & Katsetos, C. (2010). Female genital mutilation. Health Science Journal,
Vol 4, pp. 31-36.
Obaid, T. A. (2011). Promoting Gender Equality.
http://www.unfpa.org/gender/practices2.htm [Accessed 2nd July 2014]
Tim Perempuan Bergerak. (2013). Khitan Perempuan: Praktik Purba yang Harus Dihapuskan.
Bulletin Perempuan Bergerak. Jakarta: Kalyanamitra.
World Health Organization. (2010). Female Genital Mutilation.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs241/en/ [Accessed 2nd July 2014].
Zamroni, Imam. (2011). Sunat Perempuan Madura (Belenggu Adat, Normativitas Agama, dan
Hak Asasi Manusia). Jurnal Karsa, Vol 19, No 2, pp. 227-237.

Anda mungkin juga menyukai