Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Maksila berperan sebagai jembatan antara basis kranial di superior dan
bidang oklusi dental di inferior. Maksila berhubungan langsung dengan cavitas
oral, cavitas nasal, dan orbita struktur ini membuat maksila menjadi struktur
penting secara fungsional maupun kosmetik. Maksila membentuk banyak
persendian dengan tulang-tulang disekitarnya sehingga sulit mengkategorikan
fraktur yang terjadi pada regio tersebut dengan segera, oleh karena itu digunakan
klasifikasi Le Fort I, II dan III untuk fraktur pada midfasial.1,2,3
Fraktur pada tulang ini tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan
kosmetik tetapi dapat pula mengancam nyawa. Trauma maksilofasial dan saluran
pernapasan atas merupakan masalah yang sering ditemukan pada manajemen jalan
napas.3
Trauma yang cukup keras merupakan etiologi dari trauma maksilofasial.
Selain itu, trauma trauma tumpul lain yang dapat menyebabkan trauma
maksilofasial di antaranya perkelahian, olahraga, dan peperangan dengan
distribusi fraktur maksila yang terjadi ialah 54,65 Le Fort II, 24,2% Le Fort I,
12,1% Le Fort III.3,4,5,6
Trauma maksilofasial dapat berhubungan dengan trauma pada fossa
cranial dan otak, orbita, serta vertebra servikalis sehingga dibutuhkan koordinasi
suatu manejemen multidisiplin termaksud otoralingologis, bedah mulut dan gigi,
bedah plastik, oftalmologis, bedah saraf dan anastesi. Prinsip manajemen pada
trauma ini ialah langsung menstabilkan kondisi medis pasien dan memberikan
rekonstruksi yang tepat untuk memaksimalkan rehabilitasi fungsional dan estetik.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Buttress
Secara konseptual kereangka wajah terdiri dari empat pasang dinding
penopang (buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah
tulang yang lebih tebal yang menyokong unit fungsional wajah (otot, mata,
oklusi dental, airway) dalam relasi yang optimal dan menentukan bentuk
wajah dengan cara memproyeksikan selubung jaringan lunak diatasnya.3,4,6,7
Vertical buttresses terdiri dari sepasang maksilaris lateral dan dinding
orbital lateral atau zygomaticomaxillary buttress, maksilaris medial dan
dinding orbital medial atau nasomaxillary buttress, pterygomaxillary
buttress, dan posterior vertical buttress atau mandibular buttress.
Horizontal buttress terdiri dari frontal bar, infraorbital rim dan os. Nasal,
dan palatum durum dan alveolus maksilaris.3,4,6
1
2
3
4
hidung
Platysma : menarik mandibula ke bawah dan menegangkan kulit wajah
6
7
2.1.4
Inervasi
Saraf sensoris utama untuk wajah berasal dari Nervus Trigeminus
(N.V). Nervus ophtalmicus (N.V1) menginervasi daerah mata, N.
Maxillaris
(N.V2)
menginervasi
daerah
maxilla,
sedangkan
2.2 Definisi
Fraktur Le Fort (Le Fort Fracture) merupakan tipe fraktur tulangtulang wajah yang klasik terjadi pada trauma-trauma di wajah. Fraktur Le
fort diambil dari nama seorang ahli bedah Prancis Rene Le Fort yang
mendeskripsikannya pertama kali di awal abad 20.6,7,8,9
Fraktur Le Fort II adalah fraktur yang disebabkan oleh gaya
hantaman pada level os nasal sehingga terdapat ketidakstabilan setinggi os.
Nasal. Fraktur berbentuk piramid dan meluas dari nasal bridge tepat atau
dibawah sutura nasofrontal melalui proses frontal pada maksila, pada
inferolateral melalui os. Lakrimalis lantai orbita inferior dan rima melalui
atau mendekati foramen orbita inferior.5,6,7
Pada inferior melalui dinding anterior sinus maksilaris kemudian
melintas dibwah zigoma, memotong fissura pterigomaksilaris dan melalui
pterygoid plates.6,7
(9,7%),
olahraga
(6,3%),dan
peperangan
(9,7%).
10
2.7 Diagnosis
Mobilitas dan maloklusi merupakan hallmark adanya fraktur
maksila. Namun, kurang dari 10 % fraktor Le Fort dapat terjadi tanpa
mobilitas maksila. Gangguan oklusal biasanya bersifat subtle, ekimosis
kelopak mata bilateral biasanya merupakan satu-satunya temuan fisik. Hal
ini dapat terjadi pada Le Fort II dan III dimana disrupsi perioste um tidak
cukup untuk menimbulkan mobilitas maksila.4
2.7.1 Anamnesis
Jika memungkinkan, riwayat cedera seharusnya didapatkan
sebelum pasien tiba di departemen emergency. Pengetahuan tentang
mekanisme cedera memungkinkan dokter untuk mencurigai cedera yang
terkait selain cedera primer. Waktu diantara cedera atau penemuan
korban dan inisiasi treatment merupakan informasi yang amat berharga
yang mempengaruhi resusitasi pasien.4
11
12
13
imobilisasi
ini
harus
dipakai
dipakai
sampai
dalam
rongga
pleura.
Inspeksi
dan
palpasi
dapat
14
D. Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara cepat. Banyak pasien yang mengalami
injuri fasial mengalami hilang kesadaran. Kesemua pasien ini,
walaupun hanya pingsan dalam waktu yang singkat, harus diperiksa
secara keseluruhan dengan Skala Koma Glagow (GCS) dan
dikonsulkan ke bagian bedah syaraf.
E. Exposure environmental control
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan
cara menggunting guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah
pakaian dibuka harus dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup
hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah dihangatkan.
Langkah pertama yaitu memastikan pasien memiliki jalan nafas
yang baik serta ventilasi yang adekuat. Tanda klinis, termasuk
respirasi, nadi, dan tekanan darah sebaiknya diperiksa dan dicatat.
Selama pemeriksaan awal, masalah lain yang dapat mengancam
kehidupan,
seperti
perdarahan
eksesif,
sebaiknya
diperiksa.
15
16
dengan prioritas dan agar lebih jelas, namun dalam prakteknya hal-hal
diatas sering dilakukan berbarengan.
2.8.2
kembali bagian tulang yang fraktur seperti pada fragmen fraktur ini
bergerak, biasanya gigi geligi yang terdapat pada segmen fraktur
mengalami kegoyahan. Pada kasus ini dibutuhkan tekanan berulang
(digital) untuk mereduksi tulang yang patah.
Pada kasus fraktur unilateral maksila atau terpisahnya sisi kanan
dan kiri palatum pada sutura palatine, maka digunakan alat Rowe
Disimpaction forceps atau Hayton-Williams forcep untuk mereduksi
kembali kedua sisi palatum tersebut. Arch bar dipasang pada lengkung
maksila dan mandibula. Gigi yang goyah diikat dengan kawat (wiring)
kearch bar maksila, sedangkan gigi yang terdapat pada segment yang tidak
fraktur dilindungi dengan fiksasi intermaksila. Kemudian fiksasi
dilanjutkan kedaerah fraktur yang telah direduksi tadi. Fiksasi dibiarkan
selama 4 sampai 6 minggu didalam mulut pasient dan pasien diberikan
diet lunak selama fiksasi.
Indikasi dilakukannya metode tertutup pada fraktur maksila adalah:
17
Dimana
pada
pemeriksaan
klinis
dan
radiografis
tidak
Pada pasien yang edentulous (tidak bergigi) dan fraktur maksila secara
radiology memperlihatkan perobahan letak yang minimal dan letak
garis fraktur kemudian menjadi stabil oleh otot-otot pengunyahan.
Maka union tulang pada fraktur ini dapat menjadi penghubung yang
baik.
2.8.3
18
Fiksasi garis fraktur dengan wiring atau mini dan mikro plat serta
bautnya.
19
20
minimum
armanmetarium.
insisi yang dibuat pada bagian lateral alis dibawah sutura frontozyomatic.
Central : teknik ini dikenalkan oleh Kufner
21
dan ke atas sehingga memasuki sulkus bukal secara intraoral pada bagian
-
molar kedua.
Kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm dikaitkan pada ujung jarum
penusuk, dan instrumen ditarik dan terletak di atas arkus zygomatic tanpa
sulkus vestibular.
Dengan menggunakan bor, sebuang lubang dibor pada arkus zygomatic
dan kawat stainless steel dengan diameter 0,5mm dilewatkan pada lubang
tersebut.
2.8.4.6 Infraorbital
22
Insisi 3cm pada bagian vestibular dibuat pada bagian kaninus dan dipotong
dari subperiosteal untuk mengekspos bagian margin inferior orbital pada
23
24
Box
frame
merupakan
bentuk
yang
rigid
dari
fiksasi
craniomandibular.
Dua pin diselipkan di supraorbital dan dua pin diselipkan pada bagian
mandibula dibawah regio kaninus.
25
b. Haloframe
Haloframe
digunakan
untuk
fraktur
supraorbital
dimana
26
dapat
27
menyebabkan
gangguan
mekanis
28
dalam fiksasi ini dapat membatasi pergeseran wajah bagian tengah menuju
ke bawah dan belakang, sehingga elongasi dan retrusi wajah
dapat
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael M, G.E. Ghali, E. Peter. Peterson`s Priciples of Oral and
Maxillofacial Surgery-Third Edition, USA : Peoples Medical Publishing
House;2014.
2. Mitchel A. David. An Introduction to Oral and Maxillofacial Surgery,
Taylor and Francis Group : CRC Press;2015.
3. Perry Michael, Holmes Simon. Atlas of Operative Maxillofacial Trauma
Surgery, London : Springer;2014.
29
30