Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
Basic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) sudah sering
diperkenalkan dalam situasi kegawatdaruratan. Dalam perkembangannya, metode
BHD selalu mengalami penyempurnaan. BHD sangat bermanfaat bagi
penyelamatan kehidupan mengingat dengan pemberian sirkulasi dan napas buatan
secara sederhana, BHD memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem
tubuh terutama organ yang sangat vital dan sensitif terhadap kekurangan oksigen
seperti otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai beberapa
menit, asupan oksigen ke dalam otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang yang
mengakibatkan kemampuan koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom
menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung dan pernapasan.
Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin
dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walaupun tidak sempurna daripada
dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam
darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam
organ penting, terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan,
kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung
dapat dicegah.

BAB II
PEMBAHASAN
Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas dapat
terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya antara lain
adalah tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas, menghirup asap, keracunan obat,
tersengat listrik, tercekik, trauma, MCI (myocardial infarction) atau gagal jantung,
dan masih banyak lagi. Kondisi diatas, ditandai dengan tidak terabanya denyut
nadi karotis dan tidak adanya gerakan napas dada.
Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi
yang pertama kali pada tahun 1966, resusitasi jantung paru (RJP) awalnya A-BC yaitu membuka jalan nafas korban (Airway), memberikan bantuan napas
(Breathing) dan kemudian memberikan kompresi dinding dada (Circulation).
Namun, sekuensinya berdampak pada penundaan bermakna (kira-kira 30 detik)
untuk

memberikan

kompresi

dinding

dada

yang

dibutuhkan

untuk

mempertahankan sirkulasi darah yang kaya oksigen.

Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary


Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus
bantuan hidup dasar pada :
1. Pengenalan segera pada henti jantung yang terjadi tiba-tiba (immediate
recognition of sudden cardiac arrest [SCA])
2. Aktivasi sistem respons gawat darurat (activation of emergency response
system)
3. Resusitasi jantung paru sedini mungkin (early cardiopulmonary resuscitation)
4. Segera didefibrilasi jika diindikasikan (rapid defibrilation if indicated)

Dalam AHA Guidelines 2010 ini, AHA mengatur ulang langkah-langkah


RJP dari A-B-C menjadi C-A-B pada dewasa dan anak, sehingga
memungkinkan setiap penolong memulai kompresi dada dengan segera. Sejak
tahun 2008, AHA telah merekomendasikan bagi penolong tidak terlatih (awam)
yang sendirian melakukan Hands Only CPR atau RJP tanpa memberikan bantuan
napas pada korban dewasa yang tiba-tiba kolaps.

Setiap orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba


mengalami henti jantung. Keterampilan RJP dan penerapannya bergantung pada
pelatihan yang pernah dijalani, pengalaman dan kepercayadirian penolong.
Kompresi dada merupakan fondasi RJP sehingga setiap penolong baik terlatih
maupun tidak, harus mampu memberikan kompresi dada pada setiap korban henti
jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan prioritas
pertama setiap korban dengan usia berapapun. Penolong yang terlatih, harus
memberikan kompresi dada yang dikombinasikan dengan ventilasi (napas
bantuan). Sedangkan penolong yang telah sangat terlatih diharapkan bekerja
secara bersama-sama dalam bentuk tim dalam memberikan ventilasi dan kompresi
dada.
Tujuan dari BHD adalah:
1. Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (melalui kompresi dada) dan
ventilasi (melalui bantuan napas penolong) dari pasien yang mengalami henti

jantung atau henti napas melalui rangkaian kegiatan Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
A. RANGKAIAN (SEKUENS) BANTUAN HIDUP DASAR
Rangkaian bantuan hidup dasar pada dasarnya dinamis, namun
sebaiknya tidak ada langkah yang terlewatkan untuk hasil yang optimal.
Berikut ini adalah algoritma bantuan hidup dasar berdasarkan 2010 American
Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovacular Care, yaitu :

1. Response
Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan
yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu
dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik touch and talk. Hal ini
cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk

bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar.

Terdapat tiga level tingkat kesadaran, yaitu:


a. Sadar penuh: sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat
b. Setengah sadar: mengantuk atau bingung/linglung
c. Tidak sadar: tidak berespon
Jika pasien berespon tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan
hindari kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi. Analisa kebutuhan
tim gawat darurat.

Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, minta bantuan

Observasi dan kaji ulang secara regular


Jika pasien tidak berespon

Berteriak minta tolong

Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras


dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan
pasien dengan teknik log roll, secara bersamaan kepala, leher dan
punggung digulingkan.

Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara
efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP).

Cek nadi karotis.

Keterangan :
* AHA Guideline 2010 tidak menekankan pemeriksaan nadi karotis sebagai
5

mekanisme untuk menilai henti jantung karena penolong sering mengalami


kesulitan mendeteksi nadi. Jikan dalam lebih dari 10 detik nadi karotis sulit
dideteksi, kompresi dada harus dimulai.
* Penolong awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis
* Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas
atau bernapas tapi tidak normal (hanya gasping)
2. Circulation (Sirkulasi)

Compressions
Bila tidak ada nadi
Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi :
a. Lutut berada di sisi bahu korban
b. Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan \
c. Letakkan salah satu tumit telapak tangan pada sternum, diantara 2 putting
susu dan telapak tangan lainnya di atas tangan pertama dengan jari saling
bertaut atau dua jari pada bayi ditengah dada
d. Tekan dada lurus ke bawah dengan kecepatan setidaknya 100x/menit (hampir
2 x/detik)

AHA Guideline 2010 merekomendasikan :


a. Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push and hard)
b. Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit
c. Kedalaman adekuat

Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2 penolong)

Anak : 1/3 AP ( 5 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)

Bayi : 1/3 AP ( 4 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)

d. Memungkinkan terjadinya complete chest recoil atau pengembangan dada


seperti semula setelah kompresi, sehingga chest compression time sama
7

BAB III
KESIMPULAN
Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi yang didasarkan pada bukti
yang telah dipublikasikan, yaitu:
1. Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiact arrest) didasarkan
pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal
(seperti, korban tidak bernapas atau hanya gasping/terengah-engah). Penolong
tidak boleh menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan
pemeriksaan nadi. Jika nadi tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka
dianggap tidak ada nadi dan RJP harus dimulai atau memakai AED (automatic
external defibrilator) jika tersedia.
2. Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi tapi tidak
pada bayi baru lahir.
3. Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar.
4. Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit
5. Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous
circulation (ROSC)
6. Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 - 2 inchi
menjadi sedikitnya 2 inchi (5 cm)
7. Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan highquality didasarkan pada :

a. Kecepatan dan kedalaman kompresi diberikan dengan adekuat dan


memungkinkan full chest recoil antara kompresi
b. Meminimalkan interupsi saat memberikan kompresi dada
c. Menghindari pemberian ventilasi yang berlebihan

Anda mungkin juga menyukai