Kota Bandung merupakan salahsatu Kota Metropolitan yang sibuk
dan padat dengan aktivitas yang sekaligus menjadi ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung merupakan kota nomor ketiga terbesar di Indonesia di lihat dari jumlah penduduknya. Kota Bandung kini tercatat dihuni oleh 2,5 Juta penduduk namun pada siang hari bisa bertambah menjadi 3 Juta penduduk. Hal ini berarti ada sekitar 500ribu penduduk dari luar kota bandung. Membengkaknya penghuni Bandung pada siang hari ini diakibatkan oleh para commuter, orang dari daerah pinggiran yang mencari nafkah dan pendatang dari daerah lain seperti Jakarta yang hanya belanja atau sekadar jalan-jalan ke Kota Bandung. Dengan luas kota bandung yang tidak seberapa ini membengkaknya penduduk mengakibatkan kota bandung menjadi penuh sesak. Padahal sejarahnya kota bandung ini dirancang oleh pemerintah belanda untuk dihuni sekitar 200.000 sampai 300.000 orang saja. Kota Bandung dikenal dengan berbagai macam julukan seperti Bandung kota kembang dan bandung paris van java. Julukan ini diberikan karena memang kota ini merupakan kota yang indah dan nyaman lagi sejuk udaranya. Berbagai dayatarik yang dimiliki menjadikan Kota ini sebagai salahsatu tujuan para pelancong baik wisatawan lokal maupun wisatawan manca negara. Sebagai Ibu Kota Jawa Barat, Kota Metropolitan dan Kota tujuan wisata menjadikan berbagai macam aktivitas bercampur aduk di Kota ini. Bandung 5-10 tahun yang lalu masih nyaman untuk berkeliling dengan kendaraan bermotor kini telah berubah layaknya kota Jakarta: identik dengan kemacetan. Terutama pada saat pagi di jam berangkat kantor/sekolah, siang di jam makan siang, sore hingga malam di saat bubaran kantor dan akhir minggu yang dipadati oleh wisatawan. Pada satu sisi kemacetan ini juga memperlihatkan pertumbuhan ekonomi kotanya. Identifikasinya gampang saja, semakin banyak kendaraan berarti masyarakatnya juga ekonominya semakin meningkat dengan mempunyai kendaraan bermotor Terlepas dari cara mendapat motor yang mudah dan juga dengan banyaknya pendatang yang berwisata ke kota bandung juga menambah aktivitas perekonomian yang ada di kota bandung dimana para wisatawan menghabiskan uangnya di kota Bandung. Namun disayangkan pertumbuhan ekonomi ini tak terantisipasi dengan penggunaan lahan guna lahan untuk pusat pusat kegiatan yang tersebat tak beraturan sebutlah Dago, Cihampelas, Gasibu, Sukajadi (PVJ) dan Masjid Raya Bandung/Pasar Baru, BIP dan banyak titik pusat aktivitas lainnya yang menyebar tidak jelas ditambah
persilangan jalan yang sangat kompleks sehingga menyebabkan
kemacetan di banyak titik setiapharinya. Perencanaan pemanfaatan ruang menjadi sangat penting dalam pengendalian pemanfaatan ruang untuk menetukan pusat pusat kegiatan. Namun disayangkan Kota Bandung kini penuh sesak oleh hutan-hutan beton yang menjulang tinggi dan kavling-kavling yang berhimpitan sempit. Perlu usaha lebih jika ingin memindahkan pusat-pusat kota tersebut agar menjadi lebih teratur. Terbentuknya wajah kota bandung ini yang penuh dengan permasalahan bukan hanya disebabkan oleh kurangnya perencanaan namun ini juga diakibatkan oleh adanya unsur unsur politik yang mencampuri dalam keberjalanan pembangunannya terutama dalam pemberian izin penggunaan lahan dan mendirikan bangunan. Peran Urban Planning dan Urban Politik Kota Bandung Kota Bandung memiliki cerita yang cukup panjang dalam sejarah urban planningnya. Pada abad ke-17 Masehi Kota Bandung pada awalnya berdiri dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Pada awalnya, ibukota Kabupaten Bandung berada Krapyak, kini bernama Dayeuhkolot (Kota Tua), kurang lebih sekitar 11 kilometer dari arah Selatan pusat kota Bandung sekarang. Kemudian pada abad ke 18 berpindah Ke pusat kota Bandung sekarang yang berada di daerah sekitar jalan kantor pos. Tak terlepas perencanaan kota Bandung ini memiliki unsur politik yang memainkan perannya di kota bandung. Gubernur Daendels pada saat itu memiliki sebuah proyek besar untuk melancarkan tugasnya di pulau jawa yaitu dengan membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) sepanjang kurang lebih 1000 km dari Anyer di ujung barat Jawa Barat hingga ke Panarukan di ujung timur Jawa timur. Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing. Di daerah Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman Jalan Asia Afrika Jalan A. Kemudian Daendels meminta Bupati Bandung untuk memindahkan ibukota kabupaten ke daerah Cikapundung, mendekati Jalan Raya Pos Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan yang terletak di tepi barat Sungai Cikapundung dan berdekatan dengan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun yang merupakan pusat kota Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota itu dikarenakan Krapyak tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan tiba. Bandung yang baru dipindahkan dari Dayeuh Kolot ini dirancang pada pemerintahan Kolonial dengan pemisahan ruang kota
berdasarkan status sosial. Orang-orang pribumi menempati bagian
selatan kota beserta alun-alun, Mesjid Agung, yang dibangun dengan biaya pemerintah tahun 1850, rumah bupati dan jabatan penting pribumi lainnya. Sementara itu, di bagian utara ditempati oleh orang-orang Eropa sebagai tempat daerah hunian karena dikenal sejuk dan memiliki pemandangan yang indah. Kota Bandung yang pada awalnya dirancang dan dibangun dengan konsep-konsep yang mengacu pada fungi kenyamanan sebuah kota dengan nilai estetika yang indah karena pada zaman kota bandung ini direncanakan ilmu yang sedang berkembang pada saat itu adalah perencanaan berbasih keindahan dan estetika. Perencanaan yang baik tentu akan baik hasilnya begitu pula begitu pula dengan perencanaan yang buruk maka akan berujung buruk. Seiring dengan berjalannya waktu kini kota Bandung berubah menjadi kota yang semrawut. Kesemrawutan ini tidak semata mata karena perencanaan yang buruk. Karena mungkin saja perencanaan yang dibuat sudah baik namun pada saat diimpelmentasikannya tidak sesuai rencana. Salah satu factor yang dapat merubah rencana tersebut adalah unsur politik. Kepentingan elitis dan pemilik modal dapat berpengaruh besar terhadap pembentukan wajah kota Bandung. Demi kepentingan politik banyak hal yang dapat diubah tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Pembangunan Mal, factory outlet dan fasilitas perbelanjaan contohnya yang tumbuh di kota bandung bagaikan jamur di musim hujan yang menyebar luas tak terencanakan merupakan output dari urban planning dan urban politik yang terjadi di kota Bandung. Wajah kota bandung yang kini semrawut bagaikan benang kusut yang tak teratur ini menyebabkan banyak permasalahan, diantara berbagai macam masalah yang paling utama dan dirasakan kini adalah kemacetan yang mewarnai di berbagai titik Kota Bandung terutama di pusat kota. Kemacetan ini tak mengenal waktu, pada saat pagi di jam berangkat kantor/sekolah, siang di jam makan siang, sore hingga malam di saat bubaran kantor dan akhir minggu yang dipadati oleh wisatawan. Kemacetan lalu lintas memberikan dampak negatif yang besar karena kecepatan perjalanan yang lambat, diantaranya adalah Kerugian waktu, Pemborosan energi, Keausan kendaraan lebih tinggi, Meningkatkan polusi udara, Meningkatkan stress pengguna jalan, Mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti mobil ambulan, pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya. Wajah kota Bandung di masa depan Kota Bandung saat ini adalah kota dengan permasalah transformasinya yang sangat kompleks. Di masa depan diharapkan
kota bandung menjadi kota yang bebas dari kemacetan. Salahsatu
langkah mengatasi kemacetan kota Bandung yang paling berpotensi adalah dengan membangun infrastruktur transportasi. Fasilitas transportasi masal yang dibangun diharapkan memenuhi berbagai macam kriteria seperti terintegrasi dengan transportasi umum lainnya, canggih sehingga energy yang digunakan hemat dan ramah lingkungan, nyaman, murah dapat dijangkau semua kalangan, handal tepat waktu dan menjangkau seluruh sudut kota. Dengan keunggulan tersebut tentu masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi masal dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Pembangunan Transportasi masal di kota Bandung bukanlah bayangan yang tidak mungkin terjadi. Walikota Bandung Kota Bandung sekarang tengah menggenjot lima proyek transportasi umum untuk mengatasi kepadatan arus lalu lintas. Wali Kota menyebutkan lima proyek besar transportasi tersebut adalah monorel, cable car, bis listrik, penyewaan sepeda dan skyway. Semua rencana pembangunan tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya peran dari para pemilik modal dan pemegang kebijakan. Karena sejatinya rencana tidak akan bisa dijalankan tanpa adanya keputusan politik dimana keputusan bisa dibangunnya atau tidak berdasarkan alokasi anggaran dan pengesahan kebijakan yang penuh dengan unsur politik, Dengan banyaknya program pembangunan transportasi umum di kota bandung ini pada masa depan diperkirakan kota bandung menjadi kota canggih dengan transportasi yang terintegrasi dan kemacetan yang terjadi dapat berkurang.