Anda di halaman 1dari 3

Cultural Populism (Populisme Budaya)

Populisme sendiri berarti paham yang mengakui dan


menjunjung tinggi hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil.
(sumber: http://kamus.sabda.org/kamus/populisme/)

Dalam terpaan media sdebenarnya audiens dengan rutin


mengantarkan kembali makna yang ia tangkap dari media dengan
cara yang progresif dan keras kepala. Artinya audiens memberikan
makna khusus dengan cara yang agak egois, berdasarkan
pemahamannya sendiri. Karena audiens juga layaknya system imun
yang memiliki pertahanan terhadap bakteri ideology yang tak
diinginkannya. Dan konten media sendiri ternyata member celah
untuk audiens untuk membentuk interpretasi sendiri untuk
membentuk makna yang ia pakai.

Sedangkan media sendiri ditekan oleh pasar dan terpaksa


menghubungkan pengalaman media dengan kepentingan
masyarakat, terlepas dari nilai-nilai kepemilikan media dan isu
dominan dalam masyarakat. Hal ini menigkatkan kontradiksi “media
teks” yang memfasilitasi interpretasi sendiri dari audiens.

Dalam kapitalisme global tak hanya memperkenalkan homo-culture,


karena budaya global ternyata dianggap budaya local karena
pendekatan pasarnya menggunakan budaya local. Konsekuensi dari
ini semua adalah melemahnya parasangka nasionalis, terbukanya
ide-ide luas, dan perpanjangan cosmopolitan. Sedangkan
implikasinya adalah bertumpu pada kekuatan imperialis dalam
mengingkatkan indoktrinasi pada nlai-nilai konsumen.

Happy Days
Bahwa media telah sedikit membawa kesenangan bagi masyarakat:

1. Berubahnya posisi, status dan kekuasaan ekonomi wanita


dipengaruhi oleh represenatsi media tentang gender. Karena
sebelumnya wanita dalam media cenderung dianggap
negative dan hanya digunakan untuk kepentingan hiburan
semata.
2. Lahirnya new media kedalam hidup manusia dianggap
memberikan kebebasan untuk pengguna, kekuatan individu
semakin meningkat, memfasilitasi kebebasan, meningkatnya
politik progresif, munculnya demokrasi elektronik, dan mulai
adanya masyarakat berjaringan.

Tanpa ragu, new media sepertinya merupakan indikator


meningkatnya system media bagi manusia.
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan globalisasi memang sangat terasa di Negara-negara
yang memang sudah kaya, terlihat dari meningkatnya pandapatan
perkapita dan yang lainnya. Sedangkan Negara yang miskin malah
tetap saja miskin. Jarak inilah yang ditimbulkan dari globalisasi
terutama pasar global yang hanya didominasi oleh Negara
berkelebihan modal dan penghasilan.

Dan dengan munculnya tekologi komunikasi baru dalam media


maka, penguasa ini akan dapat menguasai pasar global. Mereka
dapat melampaui batas nasionalisme dan menjembatani budaya
local dan global.

Hegemoni Negosiasi
Kekuasaan ideologis pasar liberal juga menekan media dan riset
budaya, dengan mempengaruhi cara bagaimana masyarakat dapat
mengerti. Pasar bebas memandang masyarakat sebagai agregasi
individu daripada sebuah abtraksi kelompok sosial. Dalam
praktiknya pandangan Marxist tentang kelas sosial tak terpakai lagi,
ketidaksetaraan menjadi wacana juga dalam pasar liberal.

Namun ketidaksetaraan ini ditangani dengan cara redistribusi uang


dan sumber daya yang disetujiui oleh negara demokratis. Namun
tetap saja ketidakadilan terjadi di negara yang memang telah
menggunakan paham liberalisme. Hegemoni liberal dan neo liberal.

Tinjauan Kembali
Banyak memperkenalkan pandangan baru sebagai sara yang lebih
memihak pada diri sendiri dan lebih eksklusif. Dengan membawa
pencerahan padahal mereka sendiri bingung dengan wawasan baru
itu, dan belum tentu bermanfaat. Sedangkan kontekstualisasi lebih
memberi gambaran yang kompleks. Dengan adanya ketidak
setaraan dan timbulnya kelompok minoritas dan marginal,
mendorong mundulnya paham pluralis.

Dengan adanya perubahan besar masyarakat ini juga menyebabkan


timbulnya bintik buta untuk media dan riset budaya. Neoliberal
mempengaruhi sebagaian besar dunia. Hegemoni ini yang kini
secara tak sadar telah dilakukan media sebagai mekanisme yang
netral akibat pasar liberal.

Sumber bacaan:

Curran. James n. Morley, D. (eds). 2006. Media and Cultural Theory.


London: Routledge
Oleh: Ayu Astria RA

Anda mungkin juga menyukai