DASAR TEORI
2.1 Pemanasan Global
Temperatur bumi bergantung pada keseimbangan energi yang masuk ke bumi, dan
keluar dari bumi. Saat energi panas matahari diserap bumi, suhu permukaan bumi
meningkat. Saat energi panas matahari dipantulkan kembali keluar angkasa, suhu di
permukaan bumi menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan terganggunya
keseimbangan energi di sistem bumi kita adalah efek rumah kaca (Environmental
Protection Agency, 2007). Pada dasarnya gas-gas rumah kaca adalah gas-gas yang
secara alami dibutuhkan oleh bumi untuk membantu mengatur suhu di permukaan
bumi agar dapat mendukung kehidupan makhluk hidup. Tanpa adanya gas-gas rumah
kaca maka suhu di bumi akan sangat dingin dan tidak memungkinkan adanya
kehidupan (Environmental Protection Agency, 2007). Namun kondisi yang terjadi
saat ini, emisi karbon yang dihasilkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang
berlebihan, mengakibatkan konsentrasi gas rumah kaca dalam jumlah besar di
atmosfer bumi. Untuk menunjang kelangsungan hidupnya, manusia sangat
bergantung pada bahan bakar fossil. Kegiatan-kegiatan industri khusus-nya di
negara-negara maju, tidak lepas dari kebutuhan akan bahan bakar fosil. Penggunaan
bahan bakar fosil ini meng-emisikan gas-gas rumah kaca yang bisa membahayakan
bila terkumpul dalam jumlah besar. Akibatnya, radiasi yang seharusnya dipantulkan
keluar angksa, terperangkap
2.
Metana ( CH4 )
8
3.
4.
Semakin banyak gas gas rumah kaca di-emisikan, semakin banyak konsentrasi gas
rumah kaca yang terperangkap di atmosfer mengakibatkan radiasi yang terjebak
semakin banyak dan terus mengakibatkan peningkatan suhu di permukaan bumi di
atas normal (Environmental Protection Agency, 2007). Fenomena ini dinamakan
Efek rumah kaca. Gambar 2.1 menunjukan proses terjadinya efek rumah kaca.
2.2.1
Karbon Dioksida
Karbon dioksida merupakan gas yang paling banyak diemisikan oleh manusia. Pada
tahun 1700, konsentrasi karbon dioksida yang terdapat pada lapisan atmosfer bumi
diperkirakan sebesar 280 ppm (parts per million). Sekarang, konsentrasi gas Karbon
dioksida yang terdapat pada lapisan atmosfer bumi diperkirakan sebesar 390 ppm
(Pidwirny, 1994). Kenaikan konsentrasi gas karbon dioksida yang cukup drastis ini
disebabkan karena adanya revolusi industri. Dari keseluruhan konsentrasi gas karbon
dioksida yang terdapat pada lapisan atmosfer bumi, 65 % adalah hasil emisi bahan
bakar fosil. 35 % sisanya, berasal dari penebangan hutan dan peralihan fungsi hutan
9
(Solomon, 2007). Salah satu upaya alami untuk mengurangi jumlah karbon dioksida
di atmosfir adalah penyerapan gas tersebut oleh oleh vegetasi tumbuhan.
2.2.2
Stok Karbon
Stok karbon merupakan kuantitas carbon yang terkandung pada sebuah pool yaitu
suatu reservoir atau sistem yang memiliki kapasitas untuk mengakumulasi atau
melepaskan karbon (FAO Forestry Terms and definitions).
Mengukur stok karbon meliputi stok karbon diatas tanah (Aboveground biomass )
dan karbon tanah. Pada dasarnya cadangan karbon diestimasi dari besarnya biomasa
suatu pohon, yaitu sebesar 46% dari jumlah biomassa (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Menurut Baral, (2011) biomassa dapat diartikan sebagai berat kering dari tumbuhan,
yang terdiri dari biomassa di atas tanah (above ground biomass biasa disingkat AGB)
dan biomassa di bawah tanah (below ground biomass biasa disingkat BGB). AGB
adalah biomassa dari semua bagian tumbuhan yang berada di atas tanah, sedangkan
BGB adalah biomassa dari akar-akar hidup yang berdiameter lebih dari 2 mm.
Karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan disimpan dalam AGB dan BGB,
namun penyimpanan terbesar karbon dioksida dan memiliki hubungan langsung
pada deforestasi dan degradasi hutan terdapat pada AGB (Gibbs, et al., 2007).
10
BK
= 0,118 D 2,53.(1)
Dimana
BK = Berat kering (kg)
D = keliling batang pada ketinggian 1,3 m/
= 3.14155927
Konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 46% (Hairiah dan Rahayu,
2007), oleh karena itu estimasi jumlah karbon tersimpan dapat dihitung dengan
perhitungan yang tertera pada persamaan (2):
Karbon tersimpan (C ton/ha) = Berat kering biomassa atau nekromassa (ton/ha) x
0,46(2)
Dalam pendugaan cadangan karbon pada tegakan pohon, dibuat plot pengukuran
yang dibagi berdasarkan besarnya diameter pohon. Untuk pohon dengan diameter >
30 cm pengukuran dilakukan pada plot berukuran 20 x 100 m2 (disebut sebagai plot
besar), sementara untuk pohon dengan diameter 5 30 cm pengukuran dilakukan
pada plot berukuran 5 x 40 m2 yang terletak di dalam plot besar (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Plot pengukuran data stok Karbon pengukuran lapangan (PIDS 2008)
Selanjutnya Dilakukan pengukuran keliling pohon dengan cara melilitkan pita ukur
disekeliling pohon pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah (Gambar 2.3).
11
2.3 Landsat 5 TM
Landsat pada awalnya disebut dengan nama ERTS-1 (Earth Resource Technology
Satellite) yang diluncurkan pada tanggal 23 juli 1972 yang mengorbit hingga 6
Januari 1978 tepat sebelum peluncuran ERTS-B. Tanggal 22 Juli 1975, NASA secara
resmi menangani program ERTS menjadi program Landsat sehingga ERTS-1
berubah menjadi Landsat 1 dan ERTS-B berubah menjadi Landsat 2. Landsat 2
berhenti beroperasi pada tahun 1981. Landsat 3 diuncurkan pada tanggal 5 Maret
1978 dan berhenti beroperasi pada tahun 1983. Landsat 4 diluncurkan pada Juli 1982
dan landsat 5 pada maret 1984. Landsat 4 berhenti beroperasi pada tahun 1993.
12
Landsat 6 gagal mencapai orbit karena terjadi kecelakaan yang dicoba diluncurkan
pada tanggal 5 Oktober 1993. Landsat 7 diluncurkan pada tanggal 15 April 1999.
Landsat 5 TM diluncurkan pada 1 Maret 1984. Landsat 5 dibuat dan didesain
bersamaan dengan Landsat 4, membawa peralatan yang sama yaitu Multispectral
Scanner System (MSS) dan Thematic Mapper (TM) instrumen. MSS instrumen tidak
digunakan lagi sejak Agustus 1995. Sistem sensor TM pertama dioperasikan pada
tanggal 16 Juli 1982 dan yang kedua pada tanggal 1 Maret 1984. Lebar sapuan
(scanning) dari sistem Landsat TM sebesar 185 km, yang direkam pada tujuh saluran
panjang gelombang dengan rincian; 3 saluran panjang gelombang tampak, 3 saluran
panjang gelombang inframerah dekat, dan 1 saluran panjang gelombang termal
(panas).
dengan resolusi spasial, spektral dan radiometrik yang lebih tinggi daripada sensor
MSS. Dalam penelitian ini, data penginderaan jauh yang digunakan adalah data citra
satelit penginderaan jauh dari Satelit Landsat 5 TM band 1, 2, 3, 4, 5, dan band 7.
Tabel 2-1 berupa penjabaran band citra Landsat-5 TM berdasarkan rentang spektrum
gelombangnya :
Band
Spektrum
Band 1 blue
Band 2 - green
Band 3 red
0.77-0.90
1.55-1.75
10.40-12.50
2.09-2.35
0.45-0.52
0.52-0.60
0.63-0.69
Reduksi Outlier
Outlier adalah data pengamatan dengan nilai yang berada jauh dari pengamatanpengamatan yang lainnnya. Secara umum outliers dapat dikelompokan ke dalam 4
penyebab (Tukey, 1977) ,yaitu :
1.
Kesalahan prosedur
2.
3.
4.
Pada penelitian ini Outlier di evaluasi dengan cara Labeling Rule. Metode Labeling
rule membatasi data dalam 2 rentang yaitu Upper boundary dan Lower boundary,
yang dihitung pada persamaan (3) dan (4) sebagai berikut (Tukey, 1977) :
Upper boundary = Q3+( Q3 Q1 )*g.(3)
Lower boundary = Q1-( Q3 Q1 )*g .(4)
Dimana Q1 merupakan Percentile 75 dari data pengamatan, Q3
merupakan
Percentile 25 dari data pengamatan, dan g merupakan multiplyer dengan nilai 2.2.
ada pada daerah yang di tutupi oleh laut menjadi sangat rendah, dimana nilai digital
number ini tidak dibutuhkan karena penelitian terfokus di daerah daratan. Karena itu
perlu dilakukan proses penghilangan daerah laut dengan cara dijitasi daerah yang
diliputi laut sehingga hanya menyisakan daerah daratan.
. ( ) + (5)
. . 2
.cos ( )
(6)
Dimana adalah nilai reflektansi pada lapisan atas atmosfir untuk setiap piksel pada
citra, L adalah nilai radiansi diperoleh dari persamaan 2.7, Esun adalah konstanta
radiansi exoatmosferik matahari, s adalah sudut zenith matahari dalam derajat,
sebesar 3.14159 dan d adalah jarak bumi-matahari dalam unit astronomi (UA). Pada
tabel 2-2, disajikan nilai-nilai konstanta dalam perhitungan nilai reflektansi untuk
data citra satelit Landsat band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 yang didapatkan dari file metadata
masing-masing citra tersebut:
2.4.4
Band
Esun
d2(UA)
1957
1.3042
1829
1.3042
1557
1.3042
1047
1.3042
219.3
1.3042
74.52
1.3042
cos s
0.72424
0.72424
0.72424
0.72424
0.72424
0.72424
Lmax
Lmin
193
-1.52
365
-2.84
264
-1.17
221
-1.51
30.2
-0.37
16.5
-0.15
Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik adalah koreksi pada proses transformasi koordinat citra ke sistem
koordinat referensi baru yang dianggap benar secara geometris. Proses ini dilakukan
karena masih adanya kesalahan pada geometri citra, yang belum merepresentasikan
geometri sebenarnya dari sebuah lokasi pengamatan.
Kesalahan geometrik terjadi karena adanya kondisi tidak ideal pada sebuah sensor
ketika merekam objek dilapangan. Akibatnya ukuran, posisi dan bentuk citra menjadi
tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Dibutuhkan bantuan titik control
tanah ( Ground Control Point ) sebagai titk sekutu (titik yang diketaui koordinatnya
pada sistem referensi yang juga teridentifikasi pada citra) untuk melakukan proses
transformasi koordinat pada citra Landsat 5 TM. Proses transformasi ini akan
16
Persamaan dari transformasi affine-2D ditunjukan pada persamaan (7) dan (8)
(Soedomo & Sudarman, 2004):
= + + 1 .(7)
= + + 2 .(8)
Dimana (X,Y) adalah koordinat baru sebuah titik pada sistem koordinat setelah
transformasi, (x,y) adalah koordinat titik pada sistem koordinat sebelum
transformasi, serta a, b, c, d, C1, dan C2 adalah parameter transformasi. Untuk
mendapatkan ke-enam parameter transformasi, dibutuhkan minimal 3 titik sekutu.
Setelah dilakukan proeses tranformasi koordinat pada citra, ke sistem referensi baru
yang dianggap benar secara geometris, dilakukan perhitungan nilai standar deviasi,
sebagai parameter tingkat ketelitian geometris dari data GCP yang kita gunakan
(Ramadhani, 2010).
Persamaan untuk perhitungan nilai standar deviasi ditunjukan pad persamaan (9)
(11) berikut:
( )2
= =1
. (9)
=
=1 ( )2
. . (10)
, = 2 + 2 (11)
17
=1( )2 + ( )2
.(12)
,
Dimana (X,Y) adalah koordinat citra hasil koreksi geometrik, (X
Y) adalah koordinat
titik kontrol tanah pada bidang referensi, dan n adalah jumlah pengamatan.
Keberhasilan proses koreksi geometrik dapat dilihat dari hasil perhitungan nilai
standar deviasi GCP dan RMSEICP -nya. Secara umum nilai-nilai tersebut kurang dari
satu pada setiap pixel. Apabila nilainya lebih besar dari satu, maka terdapat
kemungkinan bahwa citra tersebut masih mengalami distorsi (Purwadhi & Santojo,
2008).
2.5
Indeks Vegetasi merupakan kombinasi pengukuran dua atau lebih band spectral dari
spektrum gelombang elegtromagnetik yang berbeda untuk menghasilkan informasi
tentang tutupan lahan di permukaan bumi (Campbell, 1996). Indeks vegetasi yang
diperoleh dari citra satelit, merupakan salah satu sumber informasi penting untuk
memonitor kondisi sebuah
mengandung clorophil (Zat hijau daun) dalam jumlah besar sehingga aktif
berfotosintesis atau dengan kata lain, aktif menyerap karbon. Fenomena penyerapan
cahaya merah oleh klorofil (0.4 m 0.7 m) pada vegetasi dan pemantulan cahaya
inframerah dekat oleh jaringan mesofil (0.7 m 1.1 m) pada daun akan membuat
18
nilai kecerahan yang diterima sensor berbeda (Sudiana & Diasmara, 2008). Sebuah
satelit remote sensing, bisa mendeteksi seberapa optimal suatu tumbuhan menyerap
karbon, dikarenakan adanya karakteristik yang berbeda pada saat tumbuhan dalam
menyerap dan memantulkan spectrum gelombang tertentu (NIR dan RED) pada
gelombang yang dipancarkan oleh sensor satelit.
Simple Ratio Vegetation Index (SR) pertama kali dikembangkan oleh Jordan (1969).
Simple Ratio memanfaatkan perbedaan karakteristik antara tumbuhan subur dan
tidak subur, ketika bereaksi pada radiasi spektrum gelombang NIR dan RED. Dari
fenomena tersebut, dibuat rasio dengan melakukan perbandingan NIR dan RED dari
sebuah citra yang terekam. Kelebihan dari metode ini adalah mengurangi pengaruh
efek atmosfer dan efek dari topografi. Kekurangan dari indeks vegetasi SR adalah
mudah tersaturasi di daerah dengan densitas vegetasi yang padat. Range nilai dari SR
mulai dari 0 sampai 30.
19
MSAVI-2)
doperkenalkan pertamakali oleh Qi et al. (1994) adalah indeks vegetasi yang berbasis
dari modifikasi faktor koreksi L dari SAVI. Kedua Indeks Vegetasi ini, bertujuan
untuk memperbaiki tingkat kecerahan warna tanah dari tutupan vegetasi yang
berbeda. Faktor koreksi L mengalami penurunan nilai pada vegtasi dengan densitas
rendah dan sedang (Qi, et al., 1994). MSAVI-2, memodifikasi faktor koreksi L untuk
memperbaiki noise warna tanah yang tidak terkoreksi pada NDVI dan memperbaiki
akurasi nilai pada vegetasi dengan densitas tinggi.
20
Equation
Reference
(NIR/RED)
Tucker, 1979
NDVI
(NIR-RED)/(NIR+RED)
Tucker, 1979
SAVI
1.5(NIR-RED)/(NIR+RED+0.5)
Qi et al., 1994
(2NIR+1-[(2NIR+1)2-8(NIR-RED)]0.5)/2
Qi et al., 1994
MSAVI 2
GVI
BG-G-R+NIR+MIR-SWIR
21
2.6
WI
Equation
(NIR/RED)
Reference
Serrano et all,
2000
NDWI
(Green-NIR)/(Green+NIR)
Serrano et all,
2000
2.
yang lain. Perubahan yang terjadi pada variabel bebas akan mengakibatkan
perubahan pada variabel terikat. Variabel tidak bebas (atau variabel terikat atau
dependent atau Y) merupakan variabel yang hanya akan berubah jika terjadi
perubahan pada variabel bebas. Kedua jenis variabel tersebut dapat saling
berhubungan satu sama lainya atau tidak. Bentuk hubungan antara variabel bebas (X)
dan variabel terikat (Y) dapat berupa hubungan negatif atau positif dan hubungan
linear atau nonlinear (Soemartini, 2007).
Hubungan linear dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan linear
ditunjukan pada persamaan (13) (Mason, 1996.) :
Y = a + b1x1.,, (13)
Hubungan linear lebih dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan
linear ditunjukan pada persamaan (14):
Y = a + b1x1 + b2x2 bnxn +..... (14)
Hubungan non-linear dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk persamaan
eksponensial ditunjukan pada persamaan (15):
Y = exp (b0 + b1*X1)...(15)
Hubungan non-linear lebih dari dua variabel bila dinyatakan dalam bentuk
persamaan exponential ditunjukan pada persamaan (16):
Y = exp (b0 + b1*X1+ b2*X2+... + bn*Xn).(16)
Dimana :
x, x1, x2..xk = variabel-variabel
a, b1, b2..bk = bilangan konstanta koefisien variabel
bernilai 0 artinya variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan untuk
persamaan regresi tidak saling berkorelasi. Pada persamaan (17) ditunjukan
persamaan umum perhitungan nilai R2 adalah (Anto dan Dajan, 1991):
R2 =
b1 x1 y + b 2 x 2 y
.. (17)
Dimana :
x, x1, x2..xk = variabel-variabel
a, b1, b2..bk = bilangan konstanta koefisien variabel
Pada penelitian ini dilakukan proses regresi linear tunggal, regresi exponential
tunggal, multiregresi linear, dan multiregresi exponential untuk dibuat model
matematika pendugaan stok karbon.
24