Anda di halaman 1dari 55

ODI

S
EI
BUKUPE
RT
AMA

RAKS
AS
ABE
RMAT
AS
AT
U
Di
t
ul
i
sol
ehMARYPOPEOSBORNE
Di
gambarol
ehTROYHOWELL

Edi
t
or
:cl
i
cker
s
Scan:k80
ht
t
p:
/
/
ebookl
i
nk.
co.
cc

Teks Copyright 2004 by Mary Pope Osborne


Artwork Copyright 2004 by Troy Howell
Diterjemahkan dari The One-Eyed Giant,
karangan Mary Pope Osborne, terbitan Hyperion, New York: 2004
Hak terjemahan Indonesia pada Serambi
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh
maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara
apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit

Penerjemah: Santi Paramitta


Penyunting: Ferry Halim
Pewajah Isi: Siti
PT SERAMBI ILMU SEMESTA
Anggota IKAPI
Jln. Kemang Timur Raya No. 16, Jakarta 12730
www.serambi.co.id; info@serambi.co.id

Cetakan I: Oktober 2006 M


ISBN: 979-1112-00-2

Dicetak oleh Percetakan PT. Ikrar Mandiriabadi, Jakarta


Isi diluar tanggung jawab percetakan

Untuk Wilborn Hampton dan Lu Ann Walther

SATU

PANGGILAN PERANG

ada zaman dahulu kala di Pulau Ithaca,


Yunani Kuno, hiduplah seorang pria bernama
Odiseus. Meski ia seorang raja di pulau tersebut,
Odiseus menjalani kehidupan yang sederhana. Ia
gemar merawat ladang maupun kebun buah
serta bekerja dengan menggunakan kedua
tangannya sebagai pengrajin dan tukang kayu.
Selain itu, ia sangat menikmati kebersamaan
dengan keluarganyaayah dan ibunya yang
sudah lanjut usia; Penelope, sang istri tercinta;
dan putranya, Telemakus.
Pada suatu hari, ketika tengah membajak
sawah,
Odiseus
menatap
Penelope
dan
Telemakus. Putranya sedang tertidur lelap di
dalam buaian sang ibu di bawah pohon. Odiseus
membayangkan bahwa suatu saat kelak ia akan
mengajari putranya bercocok tanam dan
merawat kebun buah. Ia akan mengajarinya
berlayar di antara kepulauan Yunani.
Pada saat Odiseus tengah membayangkan
masa depan putranya, seorang pelayan berlarilari dari arah istana. Pembawa pesan dari Raja
Agamemnon telah tiba, demikian si pelayan

berteriak.
Perasaan takut menghinggapi Odiseus. Ia tahu
mengapa si pembawa pesan datang. Agamemnon,
sang penguasa kepulauan Yunani, tengah
memanggil para raja dan pangeran dari seluruh
Yunani untuk berperang melawan Troya. Seorang
pangeran Troya telah menculik Helen, ratu
Yunani dari pelukan suaminya.
Odiseus dari Ithaca! si pembawa pesan
berseru. Aku membawa perintah untukmu agar
bergabung dengan Raja Agamemnon guna
berperang melawan Troya!
Odiseus menatap laki-laki tersebut sambil
berusaha dengan susah payah memikirkan cara
untuk
menghindari
perpisahan
dengan
keluarganya. Ia adalah seorang pejuang dan
pemimpin yang gagah berani, namun cintanya
pada keluarga melebihi segala-galanya. Ia tidak
ingin meninggalkan keluarganya.
Odiseus! si pembawa pesan berseru.
Ingatlah bahwa kau sendiri yang telah meminta
rakyatmu untuk bersumpah mempertahankan
pernikahan Helen!
Odiseus ingat baik akan hal itu. Helen adalah
wanita tercantik di dunia. Ketika wanita itu telah
cukup umur untuk menikah, seluruh pangeran
dan raja Yunani ingin mempersuntingnya.
Karena khawatir akan kehancuran bangsa akibat
kecemburuan para raja dan pangeran tersebut,
Odiseus menganjurkan mereka bersumpah
untuk selalu mempertahankan pernikahan

Helen, tak peduli siapa yang akan menjadi


suaminya.
Atas nama Agamemnon, aku memerintah
kanmu untuk berlayar sekarang juga! demikian
si pembawa pesan berkata.
Tanpa memedulikan si pembawa pesan,
Odiseus mulai bertingkah laku aneh. Bukannya
mengikat kedua sapinya untuk membajak, ia
malahan mengikat seekor sapi bersama dengan
seekor keledai kecil. Ia tidak menaburkan benih
ke dalam petak tanamannya, melainkan garam.
Odiseus berharap bahwa si pembawa pesan akan
berpikir bahwa dirinya telah menjadi gila.
Namun, si pembawa pesan merasa curiga
bahwa Odiseus hanya berpura-pura gila. Untuk
mengujinya, si pembawa pesan merampas Tele
makus dari gendongan Penelope dan meletak
kannya di depan bajak Odiseus.
Penelope menjerit.
Odiseus segera menghentikan bajaknya karena
tidak ingin melukai putranya. Pada saat itulah ia
tahu bahwa ia telah menentukan nasibnya
sendiri. Ia telah membuktikan bahwa dirinya
masih dapat menggunakan akal sehat. Sekarang
ia harus meninggalkan keluarganya dan meme
nuhi panggilan perang.

DUA

KUDA KAYU

elama sepuluh tahun berikutnya, Odiseus


berkemah bersama ribuan pejuang Yunani di
luar benteng Troya. Ia kehilangan harapan dan
merasa bahwa perang ini tidak akan pernah
berakhir. Dalam pertempuran tersebut, orangorang Yunani telah membantai banyak pemimpin
Troya, termasuk sang pangeran yang telah
menculik Helen dari suaminya. Namun, Helen
sendiri tetap terperangkap di dalam tembok tebal
Troya. Para pejuang Yunani tersebut belum
mampu menemukan cara untuk memasuki kota
dan membawa Helen kembali.
Pada suatu hari, Odiseus meninggalkan
perkemahan Yunani dan duduk seorang diri di
pantai Troya. Ia meratapi perpisahan dengan
istrinya dan merasa sangat sedih karena tidak
dapat melihat putranya tumbuh. Ia khawatir
bahwa ayah dan ibunya telah meninggal
sementara dirinya sibuk berperang. Ia khawatir
tidak akan pernah lagi bertemu dengan mereka.
Tiba-tiba seorang wanita jangkung muncul di
depan Odiseus. Wanita itu mengenakan sebuah

helm berkilau serta membawa tombak dan


perisai. Ia adalah putri Zeus, Athena, Dewi
Perang dan Kebijakan.
Athena menatap Odiseus dengan mata kelabu
yang bercahaya. Tatapan matanya tajam namun
penuh kebaikan. Athena memang selalu
menyukai Odiseus. Ia mengagumi keahlian pria
itu sebagai seorang tukang kayu dan pengrajin.
Athena juga menyayanginya karena kekuatan
dan kecerdikannya.
Odiseus terdiam di depan sang dewi.
Aku datang untuk membantumu merebut
Helen kembali dari orang-orang Troya, kata
Athena. Akan kutunjukkan bagaimana menak
lukkan tembok Troya. Perintahkan para tukang
kayumu untuk membuat sebuah kuda kayu rak
sasa. Bersembunyilah bersama beberapa anak
buahmu di dalam kuda kayu tersebut. Prajurit
Yunani yang lain harus berpura-pura mengalami
kekalahan dan meninggalkan pulau ini. Karena
orang-orang Troya menganggap bahwa kuda
kayu tersebut telah ditinggalkan, mereka akan
membawa kuda itu masuk ke dalam tembok
kota. Saat malam tiba dan ketika para prajurit
Yunani telah tiba kembali, bukalah pintu
gerbang kota dan biarkan mereka masuk.
Sang dewi kemudian menghilang secepat ia
datang.
Odiseus segera bersiap untuk bekerja. Ia
mengumpulkan para tukang kayu terbaik dan
memerintahkan mereka untuk membuat seekor

kuda kayu raksasa. Setelah kuda kayu itu selesai


dibuat, Odiseus memerintahkan para prajurit
untuk mengukir nama Athena di sisinya.
Kemudian, Odiseus memilih beberapa prajurit
yang paling berani dan memimpin mereka
menaiki tangga tali untuk masukmelalui
sebuah pintu rahasiake dalam perut kuda
raksasa tersebut. Mereka bersembunyi di dalam
dan menunggu.
Tidak lama kemudian, Odiseus mendengar
para prajurit Yunani membakar kemah-kemah
mereka. Ia juga mendengar mereka menaiki
kapal dan berlayar pada malam hari itu juga.
Saat menunggu datangnya fajar, Odiseus tidak
berani memejamkan mata. Setelah beberapa jam,
ia mendengar suara burung-burung camar mulai
bernyanyi menyambut terbitnya sang surya.
Kemudian, ia juga mendengar suara langkah
kaki.
Kuda apa ini? tanya salah seorang prajurit
Troya.
Mengapa orang-orang Yunani membuatnya
dan kemudian meninggalkannya di pantai kita?
Ini milik kita sekarang! kata seorang lagi.
Ayo kita bawa masuk ke dalam benteng kita.
Jangan! seru salah seorang lainnya. Kita
tidak boleh memercayai pemberian apa pun dari
orang Yunani! Lempar saja benda yang seperti
monster ini ke laut!
Bakar saja, beberapa orang berseru.
Biarkan benda ini di sini, yang lain berseru.

Pertengkaran tersebut terhenti oleh seorang


prajurit Yunani yang dengan sengaja telah
membiarkan dirinya tertinggal sehingga ia
ditangkap oleh para prajurit Troya. Ia mengaku
telah mengkhianati orang Yunani.
Kuda ini adalah hadiah untuk Dewi Athena,
prajurit tersebut membual. Apakah kalian tidak
melihat namanya terukir di sisi kuda ini? Bila
kalian menghancurkannya, sang dewi akan
menghukum
kalian.
Namun,
bila
kalian
memberinya tempat yang terhormat di dalam
kotamu, maka ia akan memberikan Troya
kekuatan untuk menguasai dunia.
Orang-orang Troya beradu pendapat dengan
seru tentang apakah mereka dapat memercayai
si tahanan tersebut. Akhirnya sang raja
membuat keputusan. Kita akan menyimpan
kuda kayu ini, sabda sang raja. Bawa kuda
kayu ini masuk ke dalam Troya.
Odiseus merasa lega dan gembira. Rencana
yang disusun oleh Athena berhasil. Ia dan anak
buahnya menahan napas ketika kuda raksasa
tersebut diletakkan di atas roda dan ditarik
masuk ke dalam kota.
Odiseus menunggu dengan sabar datangnya
malam. Ketika suasana di luar telah mulai
senyap, ia membuka pintu di perut kuda
tersebut.
Suasana di luar gelap gulita. Kota tersebut
benar-benar sangat sunyi. Seluruh penduduk
Troya telah pulang dan tidur.

Dengan diselimuti kegelapan malam, Odiseus


memimpin anak buahnya menuruni tangga tali.
Mereka merayap mendekati pintu gerbang kota
dan membukanya.
Sekumpulan prajurit Yunani telah menanti di
luar. Dalam gelapnya malam, mereka telah
berlayar kembali ke Troya dan secara diam-diam
berkumpul di luar gerbang.
Sambil
diiringi
teriakan
perang
yang
mengerikan, para prajurit Yunani menyerbu
kota. Mereka membunuh banyak kaum pria serta
menangkap para wanita dan anak-anak untuk
dijadikan budak. Mereka menemukan Helen dan
mengembalikannya kepada suaminya.
Saat senja, seluruh kota Troya telah dilahap
api. Para prajurit Yunani yang berjaya memuat
kapal-kapal mereka dengan harta karun.
Akhirnya, setelah sepuluh tahun yang panjang,
mereka berlayar pulang kembali ke kampung
halaman.
Tiupan angin yang kuat membawa Odiseus
dan kedua belas kapalnya bertolak dari pantai
Troya.
Ia
merasa
sangat
bahagia.
Ia
membayangkan seluruh Ithaca ikut merayakan
kemenangannya. Ia juga membayangkan dirinya
memeluk istri, anak, dan kedua orangtuanya.
Belum pernah Odiseus merasa demikian bahagia
dan penuh harapan seperti saat ini.

TIGA

PERJALANAN DIMULAI

egera setelah kapal-kapal Yunani mening


galkan Troya, langit menjadi gelap. Kilat me
nyambar-nyambar di atas laut yang berbuih dan
petir mengguncang langit.
Angin kencang bertiup dan mengaduk-aduk
air laut. Ombak bertambah tinggi sehingga
mampu menggulung lambung kapal.
Dewa-dewa sedang menghukum kita! para
prajurit Yunani tersebut berteriak-teriak. Kita
semua akan tenggelam.
Pada saat para anak buahnya tengah berjuang
dengan panik mengatasi badai, Odiseus berta
nya-tanya. Mengapa Zeus, Sang Dewa Langit,
mengirimkan petir ke arah mereka? Mengapa
Poseidon, sang penguasa lautan, mengirimkan
ombak yang demikian besar ke atas lautan?
Odiseus berpaling ke arah anak buahnya. Apa
yang telah membuat para dewa begitu marah?
tanyanya. Katakan padaku, ia berteriak.
Sebelum kita meninggalkan Troya, para
prajurit Yunani menyerbu kuil Athena! jawab
salah seorang anak buahnya. Mereka begitu

kasar dan sama sekali tidak mengenal rasa


hormat.
Odiseus terpana. Orang-orang Yunani ini telah
menghina dewi yang telah membantu mereka
dalam memenangkan perang. Dan sekarang,
kemarahan
sang
dewi
mungkin
akan
menenggelamkan mereka semua.
Angin yang bertiup semakin kencang memukul
layar kapal dan membuatnya menjadi compangcamping.
Angkat dayungmu! Odiseus berteriak ke arah
anak buahnya. Dayung! Dayung menuju
pantai!
Para prajurit Yunani itu berjuang dengan
gagah berani melawan ombak dan angin.
Perjuangan yang keras untuk mempertahankan
nyawa akhirnya berhasil membuat mereka
mendayung kapal yang telah porak-poranda
menuju ke sebuah pantai terasing. Di sana
mereka menemukan tempat berlindung di
sebuah gua berbatu.
Badai masih terus mengamuk selama dua hari
dua malam. Kemudian, pada hari ketiga, angin
bertiup lembut; matahari akhirnya bersinar; dan
laut yang berwarna sekelam anggur tampak
tenang.
Sekarang kita dapat melanjutkan perjalanan,
kata Odiseus kepada anak buahnya. Athena
tampaknya sudah tidak lagi marah. Di tengah
merahnya fajar, ia memerintahkan mereka untuk
menaikkan layar yang sudah compang-camping

dan berlayar kembali menuju Ithaca.


Namun ternyata, kemarahan Athena belum
sepenuhnya reda. Odiseus hampir tidak dapat
mencapai laut lepas ketika angin yang kuat
kembali bertiup.
Selama berhari-hari, Odiseus dan anak
buahnya berjuang melawan angin dan ombak.
Mereka menolak untuk menyerah kepada badai.
Akhirnya pada hari kesepuluh, laut tiba-tiba
menjadi tenang.
Odiseus memerintahkan para prajuritnya
untuk berlayar ke teluk sebuah pulau yang
subur menghijau. Di sana ia berharap bisa
menemukan makanan dan minuman untuk anak
buahnya yang telah kelaparan dan kehausan.
Para prajurit Yunani tersebut membuang
jangkar dan kemudian pergi ke pantai. Mereka
meminum air yang segar dan sejuk dari sebuah
mata air, lalu beristirahat di pantai berpasir.
Setelah beristirahat, Odiseus memerintahkan
tiga orang prajurit untuk menjelajahi pulau
tersebut guna mencari perbekalan.
Ketika ketiga orang tersebut tidak juga
kembali hingga tengah hari, Odiseus mulai
kehilangan kesabaran. Mengapa mereka begitu
lambat? ia bertanya-tanya.
Odiseus segera pergi mencari ketiga orang
tersebut. Ia mencari di antara semak belukar dan
memanggil-manggil nama mereka.
Belum lagi terlalu jauh mencari, ia bertemu
dengan sekelompok penduduk pulau yang ramah

dan tenang. Mereka menyambutnya dengan


hangat dan penuh senyum. Mereka juga
menawarkan makanan merekabunga-bunga
berwarna cerah.
Odiseus memang kelaparan. Namun ketika
hendak memakan bunga tersebut, ia secara tak
sengaja melihat ketiga anak buahnya yang
hilang. Ketiga orang tersebut berbaring di tanah
dengan wajah yang seolah-olah sedang bermimpi.
Odiseus memanggil nama mereka, namun tak
satu pun dari mereka yang menjawab. Mereka
bahkan tidak memandangnya.
Apa yang telah kalian lakukan kepada
mereka? ia bertanya kepada para penduduk
pulau tersebut.
Kami menyuguhkan bunga-bunga kami pada
mereka, jawab salah seorang penduduk pulau
itu. Ini persembahan terbaik kami. Para dewa
akan marah bila kami tidak menawarkan
makanan kepada tamu-tamu kami.
Bunga apa ini? tanya Odiseus.
Bunga-bunga ini berasal dari pohon teratai,
jawab penduduk pulau tersebut. Mereka
memiliki kemampuan ajaib untuk membuat
orang melupakan berbagai hal. Mereka mampu
membuat manusia melupakan masa lalunya.
Termasuk ingatan akan tanah kelahiran
mereka? tanya Odiseus. Dan juga kenangan
akan keluarga serta teman-teman mereka?
Para pemakan teratai tersebut hanya terse
nyum. Sekali lagi mereka menawarkan bunga-

bunga mereka yang manis dan indah tersebut


kepada Odiseus. Namun dengan kasar, Odiseus
menyingkirkan mereka. Ia menyeret ketiga anak
buahnya dan memerintahkan mereka untuk
segera kembali ke kapal.
Ketiga orang tersebut mulai menangis. Mereka
memohon pada Odiseus untuk meninggalkan
mereka sehingga mereka tetap dapat tinggal di
sana dan memakan bunga teratai selamanya.
Dengan marah Odiseus menggiring ketiga
anak buah itu kembali ke kapal. Pada saat
mendekati pantai, mereka mencoba melarikan
diri. Odiseus berteriak meminta bantuan.
Ikat tangan dan kaki mereka! ia berteriak
kepada awak kapalnya. Ayo cepat pergi dari sini!
Sebelum yang lain ikut memakan bunga ajaib
tersebut dan melupakan tanah kelahiran me
reka!
Ketiga orang tersebut meronta-ronta ketika
ditarik ke atas kapal dan diikat di bangku
pendayung. Kemudian, Odiseus memerintahkan
kedua belas kapal tersebut untuk membongkar
sauh dan berlayar dari pantai.
Sekali lagi, orang-orang Yunani tersebut
berlayar menuju Ithaca dan menyapu laut kelabu
dengan dayung mereka yang panjang. Saat
mereka mendayung melewati pulau-pulau suram
berbatu tajam dan teluk yang gelap, Odiseus
merasa resah dan cemas. Entah bahaya apa lagi
yang akan menghadang di antara pantai-pantai
gelap yang tak dikenal ini?

EMPAT

PANTAI MISTERIUS

ak lama kemudian, armada kapal Yunani itu


mendekati sebuah pulau berbukit-bukit yang
rapat ditumbuhi pepohonan. Tampaknya pulau
tersebut tidak berpenghuni. Ratusan kambing
liar terdengar mengembik dari balik semaksemak.
Odiseus memerintahkan awak kapalnya untuk
membuang jangkar di teluk yang tertutup kabut.
Pada saat awak kapal menurunkan layar, malam
telah tiba. Bulan tertutup awan. Di tengah
gelapnya malam, para awak kapal berbaring di
atas pantai berpasir dan jatuh tertidur.
Ketika pagi menjelang, awak-awak kapal
tersebut melihat para peri hutan. Mereka adalah
anak-anak perempuan Zeus yang sedang
menggiring kambing-kambing liar menuruni
bukit. Para awak kapal yang kelaparan tersebut
segera mengambil anak panah serta tombak dan
membunuh lebih dari ratusan kambing.
Sepanjang hari, para awak kapal Yunani
tersebut berkeliaran di pulau sambil menyantap
daging panggang dan minum anggur yang manis.

Setelah matahari terbenam, mereka menatap ke


arah pantai misterius di seberang. Asap
membumbung dari api di sisi gunung yang
berada di sana. Mereka mendengar suara
gumaman berat dan embikan domba yang
terbawa oleh angin senja.
Siapa yang tinggal di sana? Siapa yang
menyalakan api unggun itu? Odiseus bertanyatanya dalam hatinya. Apakah mereka orang-orang
baik atau orang-orang jahat?
Malam tiba, dan para prajurit Yunani tersebut
kembali tertidur di atas pantai berpasir. Ketika
fajar menjelang, Odiseus terbangun dan kembali
memandang ke arah pantai misterius di
kejauhan. Walaupun ia sangat ingin segera
pulang ke Ithaca, perasaan ingin tahu yang aneh
dan kuat merasukinya.
Odiseus membangunkan awak kapalnya. Aku
harus tahu siapa yang tinggal di pantai
seberang, katanya. Aku akan pergi dengan satu
kapal dan memimpin ekspedisi untuk mencari
tahu apakah mereka orang biadab atau orang
beradab. Kemudian, barulah kita lanjutkan
perjalanan.
Odiseus memilih orang-orang paling berani
untuk pergi bersamanya. Mereka membongkar
sauh salah satu kapal dan meninggalkan pantai.
Tak
lama
kemudian,
mereka
telah
mengayunkan dayung di atas permukaan laut
yang tenang dan mendayung ke arah pantai
misterius tersebut. Setelah semakin dekat,

mereka menjatuhkan jangkar di bawah tebing


yang tinggi dan berbatu.
Kemudian, Odiseus mengisi kantung kulit
kambingnya dengan anggur terbaik yang ada di
kapal. Minuman itu terbuat dari buah anggur
yang paling manis. Ini akan menjadi hadiah
persembahan bagi orang-orang yang menyambut
kita dengan ramah di tempat tinggal mereka,
katanya.
Ia memerintahkan sebagian awak kapalnya
untuk tetap tinggal di kapal dan memimpin
sisanya ke atas tebing. Di atas tebing yang tinggi,
mereka menemukan tempat yang luas dan
teduh. Di tempat itu terdapat pohon anggur yang
menjalar di sekitar jalan masuk sebuah gua.
Para prajurit Yunani tersebut menyingkap pohon
anggur tersebut dan melangkah ke dalam gua.
Gua tersebut penuh dengan anak kambing
dan domba muda. Bermangkuk-mangkuk besar
keju dan berember-ember susu kambing tersebar
di seluruh gua. Namun, sama sekali tidak ada
tanda-tanda seorang penggembala.
Cepat! kata salah seorang anak buah
Odiseus. Ayo kita ambil untuk persediaan dan
pergi!
Benar! Kita harus menggiring domba-domba
ini ke kapal sebelum pemiliknya datang! yang
lain menyetujui.
Tidak, kata Odiseus. Kita akan menunggu
sebentar. Aku ingin tahu siapa yang tinggal di
sini.

Para orang Yunani itu kemudian menyalakan


api unggun dan memberi persembahan kepada
dewa-dewa. Setelah itu, mereka dengan rakus
menikmati susu dan keju yang tersedia.
Akhirnya
menjelang
sore
hari,
mereka
mendengar suara siulan dan kambing yang
mengembik.
Nah, si penggembala telah kembali, kata
Odiseus. Mari kita ke depan dan menemuinya.
Namun, saat memandang ke luar gua, orangorang Yunani tersebut terpana ketakutan
karena si penggembala tersebut sama sekali
bukan manusia. Ia adalah sesosok monster
besar.

LIMA

RAKSASA BERMATA SATU

aksasa yang buruk rupa itu berjalan lambat


dari arah tanah lapang. Ia membawa begitu
banyak kayu sehingga seolah-olah ia membawa
hampir separuh hutan di bahunya. Kepalanya
yang mengerikan berbentuk seperti puncak
gunung. Sebuah mata menempel tepat di tengah
keningnya.
Monster tersebut adalah Polifemus. Ia adalah
Cyclops, sejenis raksasa bermata satu terganas
yang hidup tanpa aturan maupun pemimpin.
Cyclops merupakan makhluk kejam yang dikenal
gemar menangkap dan memakan para pelaut
yang kebetulan berada di sekitar pantai mereka.
Polifemus melemparkan tumpukan kayu yang
dibawanya. Pada saat tumpukan kayu itu jatuh
ke tanah, Odiseus dan anak buahnya lari
bersembunyi di sudut gua yang paling gelap.
Tanpa menyadari bahwa ada sekumpulan
orang Yunani bersembunyi di dalam, Polifemus
menggiring ternaknya masuk ke dalam gua.
Kemudian, dia mendorong sebuah batu besar ke
depan pintu gua untuk menghalangi cahaya dan

mengurung kumpulan ternak itu di dalam.


Bahkan dua puluh empat kereta tidak akan
mampu menarik batu sebesar itu, pikir Odiseus
dengan perasaan putus asa. Bagaimana kita
dapat melarikan diri dari monster ini?
Anak buah Odiseus gemetar ketakutan ketika
si raksasa membuat api unggun kecil dan
memeras susu kambing di tengah temaramnya
sinar api unggun. Selesai memeras susu, ia
melempar lebih banyak kayu ke dalam api
unggun. Api bersinar lebih terang dan menerangi
sudut-sudut di mana Odiseus beserta anak
buahnya bersembunyi.
Apa-apaan ini? Siapa kalian? Kalian berasal
dari mana? si raksasa berteriak. Ia menatap
orang-orang Yunani itu dengan mata tunggalnya.
Apakah kalian para bajak laut yang mencuri
harta karun dari orang lain?
Anak buah Odiseus terdiam karena tercekam
rasa ngeri. Namun, Odiseus menyembunyikan
perasaan takutnya dan melangkah maju
mendekati si raksasa.
Kami bukan bajak laut, katanya. Kami
adalah orang-orang Yunani yang tersesat. Kapal
kami tersapu angin sehingga keluar jalur.
Apakah kau akan bersikap ramah sebagaimana
layaknya seorang tuan rumah yang baik? Bila
iya, maka Zeus, penguasa seluruh dewa yang
perkasa akan merasa senang. Zeus adalah
pelindung semua orang asing seperti kami.
Dasar bodoh! teriak si raksasa dengan keras.

Siapa kau? Berani sekali menyuruhku untuk


menyenangkan Zeus. Aku adalah anak Poseidon,
Dewa Lautan! Aku tidak takut pada Zeus!
Anak buah Odiseus gemetar ketakutan.
Polifemus bergerak mendekati Odiseus. Ia
berbicara dengan suara yang lembut namun
menakutkan. Tetapi, hai orang asing, katakan,
di mana kapalmu? Apakah jauh atau dekat
pantai?
Odiseus tahu bahwa Polifemus mencoba
menjebaknya. Kapal kami hancur diterpa
badai, ia berbohong. Kapal itu terhempas ke
batu karang. Hanya beberapa orang inilah yang
berhasil menyelamatkan diri. Aku bertanya sekali
lagi, apakah kau bersedia menyambut kami?
Cyclops
tersebut
melotot
sejenak
dan
memandang Odiseus. Dan kemudian, tanpa
peringatan, ia menyambar dua prajurit Yunani.
Ia melempar mereka ke lantai batu sehingga
keduanya tewas seketika. Si raksasa kemudian
merobek tubuh kedua orang tersebut, sepotong
demi sepotong, dan mengunyah merekadaging,
tulang, dan seluruh bagian tubuh mereka.
Anak buah Odiseus yang lain berteriak
ketakutan. Mereka menengadahkan tangan ke
arah
Gunung
Olimpus
untuk
memohon
pertolongan Zeus. Odiseus menguatkan hatinya
dan memerintahkan anak buahnya untuk diam.
Si raksasa menutup santapannya yang
mengerikan dengan seember susu kambing.
Nah! katanya sambil mengusap mulutnya.

Itulah sambutan yang kuberikan padamu.


Si
raksasa
bersendawa.
Kemudian,
ia
berbaring di lantai, di antara domba-domba
gemuk dan muda. Tak lama kemudian ia tertidur
lelap dan mulai mendengkur.
Sambil gemetar karena marah, Odiseus
mencabut pedangnya, dan siap membantai si
raksasa haus darah itu. Namun, akal sehat
mencegahnya.
Ia menarik napas panjang. Kita tidak akan
dapat menyingkirkan batu tersebut dari pintu
masuk, ia menjelaskan kepada anak buahnya
yang ketakutan. Bila aku membunuh si kejam
ini, kita juga akan mati, terperangkap selamalamanya di sarangnya yang berantakan ini.
Odiseus menyimpan pedangnya. Ia tidak
memiliki pilihan lain selain menunggu sampai
pagidan menunggu si raksasa bangun.

ENAM

RENCANA ODISEUS

etelah saat-saat yang mengerikan berlalu,


sinar matahari pagi menyelinap masuk di
antara celah-celah batu di mulut gua.
Odiseus mengamati Cyclops membuka mata
dan bangun dari lantai. Si raksasa kemudian
menyalakan api dan memeras susu. Setelah usai
dengan tugasnya, ia kembali menyambar dua
orang Yunani.
Prajurit-prajurit
Yunani
yang
ketakutan
kembali memohon pertolongan Zeus. Namun
seperti sebelumnya, sang dewa yang perkasa
tidak mendengarkan permohonan mereka.
Odiseus dan anak buahnya yang lain
memandang
bagaimana
si
raksasa
menghantamkan tubuh dua orang teman mereka
ke dinding batu dan menyantap mereka sebagai
sarapan pagi.
Orang-orang Yunani itu terpana ketakutan
melihat pemandangan tersebut. Sekali lagi
Odiseus merasa marah sehingga sangat ingin
membunuh si raksasa, namun ia berjuang keras
untuk menutupinya.

Usai menyantap sarapannya yang seram,


Polifemus mendorong batu besar dari pintu gua.
Ia memanggil ternaknya dan memimpin mereka
keluar. Kemudian, ia menutup kembali pintu
masuk dengan batu besar, sehingga orang-orang
Yunani itu tetap terperangkap di dalam. Mereka
dapat mendengar siulan sang monster saat ia
menggiring ternaknya menuruni lereng bukit.
Odiseus dan anak buahnya merasa muak
melihat
bagaimana
teman-teman
mereka
dibunuh dengan kejam. Mereka menjerit-jerit
dan menangis, namun Odiseus menyuruh
mereka untuk tenang.
Menangis tidak akan dapat menyelamatkan
kita, ia berkata. Kita harus membuat rencana.
Namun, anak buah Odiseus terlalu tertekan
untuk dapat berpikir dengan jernih. Oleh karena
itu, Odiseus berjalan mondar-mandir di dalam
gua sambil mencari cara untuk menghancurkan
si raksasa.
Saat menatap ke sekeliling gua yang remangremang, Odiseus melihat tongkat milik si
raksasa. Tinggi tongkat yang terbuat dari kayu
pohon zaitun berwarna hijau itu sama dengan
tinggi tiang kapal dagang yang memiliki dua
puluh dayung.
Odiseus mengambil tongkat tersebut dan
memotongnya menjadi sebuah pasak setinggi
enam kaki. Ia menyuruh prajuritnya mengukir
kayu tersebut menjadi runcing. Setelah usai, ia
menyerut salah satu ujungnya menjadi setajam

mata pisau.
Sekarang, kita undi siapa yang akan
membantuku, kata Odiseus.
Anak buah Odiseus menarik undian, dan
empat orang terpilih untuk membantu. Odiseus
memberitahukan rencananya. Kemudian, ia
menyembunyikan pasak tersebut di sudut gua
yang gelap.
Yang dapat kita lakukan sekarang hanyalah
menunggu, katanya.
Para prajurit Odiseus berkumpul seperti anak
kecil yang ketakutan. Odiseus duduk dan
menatap ke arah pintu masuk gua. Hatinya
berubah menjadi keras dan dingin.
Akhirnya, ia mendengar suara siulan yang
mengerikan
dari
makhluk
tersebut,
dan
kemudian suara domba.
Batu besar digeser dan sinar matahari masuk
ke dalam gua. Sekumpulan domba dan kambing
bergerombol masuk. Si raksasa bermata satu
berjalan perlahan-lahan di belakang mereka.
Setelah masuk ke gua, Polifemus kembali
menutup pintu gua dengan batu raksasa
tersebut. Tanpa memandang sekejap pun ke arah
orang-orang Yunani, ia menyalakan api unggun
dan memerah susu kambing.
Setelah usai dengan tugasnya, Cyclops
seperti sebelumnyamenyambar dua orang lagi,
melempar mereka ke lantai, dan menyantap
mereka
sebagai
makan
malam.
Setelah
menyelesaikan santap malam yang terdiri dari

daging manusia, si raksasa bermata satu


menyeringai seram ke arah sisa orang Yunani
yang masih hidup.
Orang-orang Odiseus berteriak ngeri di
hadapan monster tersebut.
Odiseus gemetar karena menahan marah.
Namun, ia masih mencoba untuk tersenyum. Ia
berdiri pelan-pelan dan mengambil kantung kulit
kambingnya. Dengan tenang dan mantap, ia
menuangkan anggur merah yang manis ke dalam
mangkuk kayu.
Silakan, Tuan, katanya sambil menawarkan
mangkuk tersebut ke Cyclops. Silakan minum
anggur kami. Aku memberikannya sebagai
persembahan supaya kau mengasihani kami dan
membiarkan kami mencari jalan pulang.
Si raksasa merampas mangkuk tersebut dari
Odiseus dan menenggak anggurnya. Setelah
menghabiskan minuman itu, ia mengembalikan
mangkuk tersebut dan berteriak keras, LAGI!
LAGI! Berikan aku LAGI!
Odiseus menuang lebih banyak anggur ke
dalam mangkuk, dan Polifemus menenggak
seluruhnya.
LAGI! monster tersebut berteriak. LAGI! Dan
katakan siapa namamu!
Odiseus mengisi mangkuk untuk ketiga
kalinya. Si raksasa menuang minuman tersebut
ke tenggorokannya. Kemudian ia meletakkan
mangkuk tersebut dan berjalan dengan limbung.
Odiseus sadar bahwa anggur tersebut mulai

mempengaruhi kesadaran si raksasa. Ia tahu


bahwa waktu beraksi semakin dekat.
Tuan, kau menanyakan namaku, kata
Odiseus,
aku
akan
memberitahukannya
padamu sebagai hadiah. Namun, sebaliknya kau
juga harus memberi hadiah padaku. Namaku
adalah Tak Seorang Pun. Demikian orang
memanggilku. Tak Seorang Pun.
Si raksasa tertawa dengan nada kejam.
Ha! Tak Seorang Pun! katanya. Terima kasih
atas
pemberianmu.
Sekarang
aku
akan
memberimu hadiah. Hadiahku adalah ini: aku
akan memakanmu dan semua orang-orangmu.
Tetapi kau akan kumakan terakhir kali! Nah,
itulah hadiahku untukmu, Tak Seorang Pun. Ha
ha ha!
Ketika sedang tertawa, si raksasa mulai
kehilangan keseimbangan. Ia mundur beberapa
langkah. Kemudian, ia merosot ke dinding gua
dan jatuh ke lantai. Kepalanya yang besar miring
ke samping. Matanya tertutup dan ia mulai
mendengkur. Suara dengkuran si raksasa begitu
keras sehingga semua ember susu berguncangguncang menggema di seluruh gua.
Odiseus bergerak cepat. Ia menekan ujung
pasak yang tajam ke arah perapian yang
membara. Ia menyuruh anak buahnya untuk
berdiri di dekatnya. Kemudian ia menarik pasak
tersebut dari api.
Bantulah kami, wahai Zeus! Odiseus berdoa.
Tampaknya sang dewa yang perkasa akhirnya

mendengarkan doa Odiseus. Setelah menarik


napas panjang, Odiseus merasa mendapat
kekuatan.
Odiseus memberi tanda. Kemudian bersamasama mereka menegakkan dan menusukkan
ujung pasak yang menyala ke mata si raksasa
yang besar dan menonjol.
Cyclops meraung keras.
Matanya terasa mendidih dan mengeluarkan
suara mendesis.
Orang-orang Yunani itu segera melepaskan
pasak tersebut dan melarikan diri ke sudutsudut gua.
Polifemus mencabut pasak dari matanya dan
membuangnya jauh-jauh. Karena tidak bisa
melihat dan mengerang-mengerang kesakitan, ia
akhirnya terjatuh ke lantai gua sambil berteriak
minta tolong.
Cyclops lain yang tinggal di pulau tersebut
muncul dari bebatuan yang gelap dan berkumpul
di luar gua.
Siapa yang telah melukaimu, Polifemus?
teriak salah satu raksasa. Mengapa kau
mengganggu
ketenangan
malam
dengan
teriakanmu? Siapa yang telah melukaimu?
TAK SEORANG PUN! Polifemus berteriak
sambil berguling-guling kesakitan di lantai
guanya.
Tak
Seorang
Pun
mencoba
membunuhku! Tak Seorang Pun membutakan
mataku!
Baiklah, jika tak seorang pun telah

melukaimu, kau pasti sakit, kata Cyclops yang


lain. Dan bila Zeus membuat salah satu dari
kita sakit, yang lain tak dapat memberikan
bantuan apa-apa.
Tanpa banyak bicara, semua Cyclops itu
berbalik dan berjalan kembali ke gua masingmasing.
Odiseus ingin tertawa. Tipuannya yang berani
telah berhasil.
Sambil berteriak marah, si raksasa merabaraba dinding dengan tangannya yang besar
untuk mencari batu yang menutup gua. Setelah
menemukannya, ia mendorongnya.
Odiseus merasa sangat gembiraia dan anak
buahnya akan segera bebas! Namun, sebelum
mereka dapat melarikan diri, si Cyclops buta
telah duduk di depan pintu gua yang terbuka
dan melebarkan kedua lengannya yang besar. Si
raksasa berdiri dengan tenang. Ia menunggu
untuk dapat menangkap orang Yunani pertama
yang mencoba melarikan diri.

TUJUH

KUTUKAN CYCLOPS

am demi jam Polifemus menunggu di pintu


gua. Jam demi jam Odiseus berpikir
bagaimana ia dapat menyelamatkan diri dan
anak buahnya. Menjelang fajar, tatapannya
beralih ke arah domba-domba gemuk dan
berbulu
tebal.
Pasti
ada
cara
untuk
memanfaatkan mereka, pikirnya.
Odiseus berdiri diam-diam. Cepat-cepat ia
memilih
delapan
belas
domba
terbesar.
Kemudian, dengan memakai cabang pohon
willow yang masih muda dan panjang, ia
mengikat domba-domba itu menjadi kelompok
yang masing-masing terdiri dari tiga ekor.
Setelah selesai, ia mengikat anak buahnyasatu
per satuke perut domba yang berada di tengah.
Setelah semua anak buahnya tertutup oleh
bulu domba yang keriting dan tebal, Odiseus lalu
memilih seekor domba jantan yang paling kuat
dan bersembunyi di bawahnya.
Sinar fajar mulai merayap masuk ke gua.
Seperti yang biasa mereka lakukan setiap pagi,
domba-domba tersebut mulai mengembik dan

bergerak ke luar gua, menuju padang rumput di


pegunungan.
Pada saat domba-domba tersebut berjalan
melewati si raksasa, ia meraba bulu mereka
untuk mencari apakah ada orang Yunani di
antara mereka. Namun, si raksasa buta hanya
menyentuh dua ekor domba yang berada di
bagian luar dari setiap kelompok. Ia tidak
menyangka bahwa para prajurit Yunani itu akan
bersembunyi di bawah domba yang berada di
tengah.
Satu demi satu, anak buah Odiseus melewati
si raksasa dengan aman dan lancar. Namun,
ketika domba jantan di mana Odiseus
bersembunyi mulai berjalan melalui pintu gua, si
raksasa
menghentikannya
dan
memegang
bulunya.
Odiseus
menahan
napas
karena
ia
bersembunyi tepat di bawah perut domba jantan
tersebut.
Teman baikku, kata Polifemus pada domba
jantan tersebut, mengapa kau bergerak begitu
lambat pagi ini? Kau selalu menjadi yang
pertama berlari ke padang rumput yang penuh
bunga atau ke arah mata air yang menggelegak.
Kau selalu menjadi yang pertama pulang di
malam hari. Apakah sekarang kau bergerak
pelan karena tahu bahwa tuanmu ini telah
menjadi buta? Apakah kau turut bersedih
bagiku? Seandainya kau dapat bicara dan
mengatakan padaku di mana Tak Seorang Pun

bersembunyi, aku akan menangkapnya dan


menghancurkan otaknya.
Domba jantan itu mengembik dengan tidak
sabar, dan si raksasa kemudian melepaskannya
pergi.
Domba
jantan
tersebutbersama
Odiseusbergerak ke luar gua, menjauhi si
raksasa.
Begitu mereka mencapai jarak yang cukup
jauh dan aman, Odiseus meluncur turun dari
bawah perut domba jantan itu. Ia segera
melepaskan ikatan anak buahnya. Tanpa suara,
ia memerintahkan anak buahnya untuk segera
pergi. Kemudian mereka menggiring ternak milik
Cyclops ke arah air.
Saat melihat teman-teman mereka kembali
dalam keadaan selamat, orang-orang Yunani
yang telah menunggu di kapal menyambut
dengan gembira. Namun, mereka menangisi
kematian enam orang teman mereka yang telah
dibunuh dengan kejam.
Berhentilah berkabung sekarang! Odiseus
berkata. Kita harus segera melaut sebelum
Cyclops tahu bahwa kita telah kabur dan
mengejar kita!
Odiseus dan awak kapalnya menggiring ternak
Cyclops ke atas kapal. Kemudian, mereka
mengangkat sauh dan mendayung secepatnya
mengarungi laut yang tenang dan berwarna
kelabu.
Begitu mereka berada cukup jauh dari pantai,
Odiseus berdiri di ujung kapal. Polifemus!

teriaknya. Polifemus!
Dalam sekejap mata, makhluk itu muncul di
ujung tebing. Ia berteriak penuh kemarahan
ketika sadar bahwa Odiseus dan anak buahnya
telah kabur.
Kau seharusnya berpikir dua kali sebelum
menyantap anak buahku! teriak Odiseus. Lihat
bagaimana Zeus telah menghukummu!
Si raksasa yang telah buta tersebut menjawab
dengan pekikan penuh kemarahan. Ia mencabut
sebongkah batu besar dari tebing yang tinggi,
dan dengan sekuat tenaga melemparkannya ke
arah orang-orang Yunani tersebut.
Batu besar itu menghantam air di depan kapal
mereka. Ombak sebesar gunung muncul,
menggulung, dan menyeret kapal tersebut
kembali ke pulau Cyclops serta mendorongnya ke
arah pantai.
Odiseus menyambar sebuah dayung panjang
dan segera mendayung kapalnya kembali ke air.
Dayung! Dayung! ia berteriak pada awak
kapalnya. Dayung dan selamatkan nyawa
kalian!
Secara membabi-buta, orang-orang Yunani
tersebut mendayung kapal mereka kembali ke
laut lepas. Setelah mereka bergerak cukup jauh
dari pantai, Odiseus tak dapat menahan diri
untuk mengejek makhluk buas itu sekali lagi.
Polifemus! ia berteriak.
Anak buah Odiseus memintanya untuk
menjaga mulut. Jangan ganggu monster itu lagi!

Ia pasti akan menenggelamkan kapal kita!


Namun, Odiseus tidak ambil peduli terhadap
permohonan mereka. Perasaan marah dan
sombong menyelimuti dirinya sedemikian rupa
sehingga ia tidak dapat menahan diri dan
membuat kesalahan yang fatal. Ia menyebutkan
nama aslinya kepada si raksasa.
Polifemus! ia berteriak. Bila ada orang
bertanya siapa yang telah membuatmu buta,
jangan katakan itu hasil perbuatan Tak Seorang
Pun. Katakan pada mereka bahwa itu adalah
perbuatan Odiseus, penguasa Ithaca, si pejuang
yang gagah berani dan penakluk kota-kota besar!
Dialah yang telah membuatmu buta!
Kurang ajar! Ramalan itu ternyata telah
menjadi kenyataan! seru si raksasa. Dahulu,
seorang peramal pernah menyebutkan bahwa
seorang pria bernama Odiseus akan membuatku
buta. Aku telah menunggu seseorang dengan
kekuatan seperti dewa. Tapi kaukau hanyalah
seorang manusia biasa yang lemah! Kembalilah,
supaya aku dapat memberikan persembahan
padamu sebagai bukti keramahtamahanku!
Untuk menyenangkan Dewa Zeus! Sehingga ia
bersedia menyembuhkan mataku!
Menyembuhkanmu?
Odiseus
berteriak
dengan nada mengejek. Baik Zeus maupun aku
tidak mau menyembuhkanmu. Aku hanya
berharap bisa mengirimmu ke Negeri Orang
Mati!
Si raksasa mengangkat tangan dan berdoa

kepada ayahnya, Poseidon, Sang Dewa Lautan.


Dengarlah aku, Ayah! ia berteriak dengan suara
menggelegar. Kutuklah Odiseus, sang raja
Ithaca! Semoga ia tidak akan pernah dapat
pulang ke tanah kelahirannya hidup-hidup! Bila
ia memang dapat kembali, semoga ia tersesat
dalam perjalanan pulang, kehilangan kapal dan
seluruh awak kapalnya! Semoga ia hanya
mendapat kesedihan dan kesulitan dalam
perjalanannya!
Cyclops kemudian memungut sebongkah batu
yang lebih besar dari batu pertama dan
melemparkannya ke arah Odiseus. Namun, kali
ini batu tersebut jatuh di belakang kapal, dan
ombak setinggi gunung mengangkat kapal
Yunani tersebut ke arah pulau kambing di mana
sisa awak kapal lain sedang menunggu.
Odiseus disambut dengan teriakan penuh
kelegaan. Namun sekali lagi, kegembiraan
tersebut berubah menjadi kesedihan manakala
para prajurit Yunani mengetahui bagaimana si
raksasa telah membantai teman-teman mereka.
Pada saat matahari terbenam, orang-orang
Yunani itu berpesta menyantap daging domba
dan minum anggur. Setelah malam tiba, mereka
semua berbaring dan tidur nyenyak di tepi pantai
berpasir.
Di pagi hari, Odiseus memerintahkan semua
anak buahnya naik ke kapal. Masing-masing
segera mengambil posisi. Kemudian, dengan
mendayung
secepat-cepatnya,
mereka

meninggalkan pulau kambing dan mengarungi


samudra.
Saat kapal-kapal tersebut meluncur ke tempat
tak dikenal, Odiseus tampak cemas. Apakah
Dewa
Laut
Poseidon
akan
mengabulkan
permintaan
putranya?
Apakah
ia
akan
menghukum Odiseus karena telah membuat
Polifemus menjadi buta? Bila iya, bagaimanakah
caranya dan kapan?

DELAPAN

ISTANA DEWA ANGIN

ak lama kemudian, Odiseus dan anak


buahnya tiba di sebuah pulau besar yang
berbatu. Di sana terlihat sebuah benteng besar
yang terbuat dari perunggu. Suara musik dan
tawa gembira terdengar dari dalam benteng.
Para saudagar lautan pernah mengatakan
padaku
tentang
sebuah
kerajaan
yang
penduduknya selalu gembira, kata Odiseus
kepada anak buahnya. Tempat itu adalah
tempat tinggal Aeolus, Dewa Angin. Ia tinggal
dengan keenam putra dan enam putrinya. Siang
dan malam mereka berpesta menyantap daging
panggang dan mendengarkan musik dari siulan
dan suling.
Tetapi bagaimana mereka akan menyambut
kita? salah seorang Yunani itu bertanya dengan
rasa takut. Anak buah Odiseus masih dihantui
oleh mimpi buruk tentang Cyclops.
Dewa Angin adalah teman Zeus, kata
Odiseus. Aku yakin ia akan menghormati
perintahnya untuk menyambut orang asing
dengan kebaikan hati.

Kata-kata Odiseus terbukti benar. Ketika


orang-orang Yunani itu merapat ke pantai pulau
itu, Aeolus menyambut mereka dengan hangat.
Ia
bahkan
mengundang
mereka
untuk
berkunjung ke istananya.
Odiseus sebenarnya berharap untuk dapat
melanjutkan perjalanan secepatnya, namun
akhirnya ia setuju untuk tinggal di pulau Aeolus
selama
sebulan.
Anak
buahnya
sangat
membutuhkan
istirahat,
dan
Odiseus
memikirkan cara bagaimana Dewa Angin bisa
membantu mereka pulang.
Pada minggu-minggu berikutnya, ketika anak
buahnya sedang menikmati kemewahan hidup di
istana, Odiseus bercerita pada Dewa Angin
tentang perang besar nan panjang antara Yunani
dan Troya. Ia juga bercerita tentang kuda kayu
dan jatuhnya Troya.
Aeolus sangat senang mendengar kisah
menarik itu. Setelah Odiseus selesai bercerita,
sang dewa menawarkan hadiah untuknya.
Aku hanya akan minta satu hal, kata
Odiseus, bersediakah kau membantu armada
kapalku untuk pulang ke Ithaca dengan selamat?
Bersediakah kau untuk tidak mengirimkan badai
dan angin kencang serta hanya memberikan
angin sepoi-sepoi untuk mengembangkan layar
kami?
Aeolus menyetujui dengan penuh semangat. Ia
segera mengumpulkan seluruh angin dari timur,
barat,
utara,
dan
selatan.
Sang
dewa

memerintahkan setiap angin untuk tetap diam.


Bahkan angin badai yang paling ganas sekalipun
mematuhi perintahnya.
Aeolus mengikat angin dari seluruh penjuru
dunia itu ke dalam sebuah kantung dari kulit
sapi, sehingga tak ada satu pun yang dapat
menghambat kapal-kapal Yunani itu dalam
perjalanan pulang. Ia hanya menyisakan angin
barat yang sepoi-sepoi untuk membawa kapal
mereka secepatnya ke Ithaca.
Dewa Angin mengikat kantung angin tersebut
dengan benang perak dan memberikannya
kepada Odiseus. Odiseus menyembunyikan
kantung tersebut di bagian bawah kapal. Ia tidak
menceritakan kepada anak buahnya tentang isi
kantung tersebut, karena ia tidak ingin mereka
menjadi malas dalam perjalanan pulang.
Odiseus mengucapkan salam perpisahan
kepada Dewa Angin. Dan kemudian, dengan
bantuan angin barat yang tenang, ia dan anak
buahnya bertolak dari pulau tersebut.
Hari-hari berikutnya, armada kapal Yunani
berhasil mempertahankan jalur yang benar.
Odiseus sangat bersemangat untuk segera
pulang ke kampung halamannya sehingga ia tak
dapat tidur. Selama sembilan hari sembilan
malam, ia tetap mengawasi bagaimana angin laut
mengembangkan layar kapalnya.
Pada hari kesepuluh, di kejauhan, ia akhirnya
melihat bukit-bukit berpohon lebat menjulang di
sepanjang pantai karang Ithaca. Odiseus merasa

sangat bahagia. Ia telah pulang! Kutukan


Cyclops ternyata tidak terbukti.
Ketika kapal-kapal Yunani itu semakin
mendekati pulau, Odiseus dapat melihat asap api
dari tungku dapur. Apakah Penelope, istrinya
tercinta sedang menyiapkan makan malam
untuk putra mereka? Anak itu pasti sudah
berusia sepuluh tahun sekarang, usia yang
sangat membutuhkan bimbingan seorang ayah.
Dan apakah kedua orangtua Odiseus masih
hidup? Ia berdoa semoga mereka semua sedang
menanti untuk menyambutnya.
Angin barat yang lembut, ombak kecil, dan
rasa letihakhirnya bercampur menjadi satu
dan membuat Odiseus tertidur nyenyak.
Ketika ia tertidur, beberapa anak buahnya
menggerutu satu sama lain.
Apa kira-kira isi kantung yang diberikan oleh
Dewa Angin kepada kapten kita?
Aku yakin pasti hadiah-hadiah istimewa
emas dan perak.
Mengapa hanya Odiseus yang menerima
hadiah dari Dewa Angin? Kita semua juga
bekerja tapi tidak mendapat apa-apa.
Cepat! Sebelum ia bangun, ayo kita geledah
kapal dan mencari tahu apa yang ia
sembunyikan dari kita!
Dan kemudian orang-orang yang tidak setia
tersebut menggeledah kapal dan menemukan
hadiah pemberian Dewa Angin. Mereka melepas
ikatan benang perak dari kantung kulit sapi itu.

Tiba-tiba, angin dari berbagai penjuru dunia


bertiup ke luar dari kantung dan berubah
menjadi topan. Badai menerjang dan menyapu
kedua belas kapal Yunani itu jauh dari pantai
Ithaca.
Odiseus melompat bangun dari tidurnya dan
dengan panik berusaha mempertahankan arah
kapal namun terlambat. Ia tidak dapat melawan
angin-angin yang telah dilepaskan oleh anak
buahnya.
Perasaan putus asa yang amat sangat hampir
saja mendorong Odiseus untuk menceburkan diri
ke laut. Namun, ia berpegangan erat pada tiang
kapal ketika angin-angin tersebut menyapu
armadanya kembali ke arah mereka datang
yaitu ke pulau Dewa Angin.
Begitu mencapai pantai, Odiseus bergegas
pergi ke benteng perunggu milik sang dewa. Ia
melihat Aeolus sedang berpesta dengan kedua
belas anaknya.
Karena malu untuk memperlihatkan diri,
Odiseus hanya berdiri di belakang aula dan
menunggu sampai mereka memerhatikannya.
Salah seorang anak Aeoluslah yang pertama
kali memerhatikannya. Apa yang terjadi
Odiseus? ia bertanya. Mengapa kau kembali?
Odiseus melangkah maju. Ia bercerita kepada
Aeolus tentang apa yang telah dilakukan oleh
awak kapalnya. Aku mohon kau mau membantu
kami sekali lagi supaya kami dapat berlayar
pulang, katanya. Maukah kau sekali lagi

mengikat angin dan badai serta memberikan


kami
angin
barat
yang
lembut
untuk
mengembalikan kami ke jalur yang benar?
Tidak, Odiseus, kata Dewa Angin dengan
suara rendah penuh kemarahan. Kau telah
dikutuk Cyclops. Dan sekarang dewa-dewa
memang telah menghukummu. Kami tak dapat
menolongmu lagi.
Odiseus memandang ke arah putra-putri
Aeolus sambil berharap mereka menaruh belas
kasihan. Namun, mereka hanya memandangnya
dengan dingin.
Pergilah sekarang! kata Dewa Angin.
Sebelum
kami
dihukum
karena
telah
membantumu. Tinggalkan pulau ini sekarang
juga!
Odiseus tahu bahwa Aeolus berkata yang
sebenarnya. Kutukan Cyclops memang terbukti
atas dirinya. Dewa-dewa sedang menghukum
orang-orang Yunani karena telah membuat mata
anak Poseidon yang jahat menjadi buta.
Odiseus kembali ke anak buahnya dan
memerintahkan mereka untuk kembali berlayar.
Karena malu atas perbuatan bodoh mereka, anak
buah Odiseus mendayung dengan gagah berani.
Namun tanpa kehadiran angin, kapal mereka
hanya terapung-apung di lautan selama berharihari.
Ketika Odiseus menatap langit yang berkabut,
perasaan sedih mulai menekan semangatnya.
Namun, setiap kali ia memikirkan Penelope dan

Telemakus, api semangat untuk pulang ke Ithaca


kembali berkobar.
Aku akan menemukan jalan untuk kembali ke
keluargaku, ia berjanji kepada dirinya sendiri.
Kemudian, ia menatap ke arah cakrawala, sambil
merindukan tanah kelahirannya.

PENUTUP

ementara Odiseus merindukan kampung


halamannya,
Penelope
istrinya,
sangat
menantikan kepulangannya. Selama bertahuntahun, berbagai berita tentang nasib para
pejuang yang dibantai oleh orang-orang Troya
atau yang meninggal di laut dalam perjalanan
pulang dari perang telah mencapai Ithaca.
Namun, tak ada satu berita pun mengenai
Odiseus.
Sebagian besar penduduk pulau beranggapan
bahwa Odiseus telah meninggal dalam perang
atau karena kapalnya karam. Ibunda Odiseus
merasa putus asa karena beranggapan bahwa ia
tidak akan pernah melihat putranya lagi. Wanita
itu akhirnya bunuh diri. Sedangkan ayahnya
mengundurkan
diri
dan
hidup
dalam
pengasingan.
Namun, di luar dugaan orang-orang, istri
Odiseus tetap beranggapan bahwa suaminya
masih hidup. Setiap hari pada saat sedang
menenun
di
ruangannya,
ia
seringkali
memandang sekelilingnya, seolah-olah berharap

melihat suaminya berjalan melalui pintu.


Penelope merasakan kehadiran Odiseus setiap
kali memandang putranya, Telemakus. Saat
anak tersebut tumbuh dewasa, ia banyak
mengingatkannya pada sang ayah: tinggi,
tampan, cerdas, dan berani. Telemakus sering
mendengar cerita tentang Odiseus. Ribuan kali ia
membayangkan kapal ayahnya berlayar di
cakrawala.
Penelope dan Telemakus tidak tahu bahwa
Odiseus pernah sedemikian dekat dengan
mereka pada suatu malam ketika badai besar
sedang mengamuk. Demikian juga Odiseus.
Malangnya, baik sang ibu maupun anak tidak
akan dapat melihat Odiseus untuk beberapa hari
atau bulan atau ... bahkan mungkin untuk
beberapa tahun mendatang.

TENTANG HOMER DAN ODISEI

ada zaman dahulu kala, orang Yunani Kuno


percaya bahwa dunia dikuasai oleh para dewa
dan dewi yang sakti. Oleh orang Yunani, cerita
tentang para dewa dan dewi itu disebut mitos.
Mungkin pada awalnya, mitos diceritakan untuk
menjelaskan berbagai kejadian alam seperti
cuaca, gunung berapi, dan susunan bintangbintang di langit. Mitos-mitos itu juga diceritakan
ulang sebagai hiburan.
Mitos Yunani pertama kali ditulis oleh seorang
penyair buta bernama Homer. Homer hidup
kurang lebih tiga ribu tahun yang lalu. Banyak
orang percaya bahwa Homer adalah pengarang
dua puisi kepahlawanan terkenal, Illiad dan
Odisei. Illiad menceritakan tentang Perang Troya.
Odisei menceritakan tentang kisah perjalanan
panjang dari Odiseus, raja Ithaca. Cerita tersebut
banyak
berhubungan
dengan
petualangan
Odiseus ketika ia berada dalam perjalanan
pulang dari Perang Troya.
Dalam
menceritakan
kisahnya,
Homer
sepertinya mengabungkan khayalannya sendiri
dengan mitos-mitos Yunani yang secara lisan

telah diwariskan dari generasi ke generasi.


Sebagian kecil sejarah juga terdapat dalam kisah
Homer karena terdapat bukti-bukti arkeologis
yang menunjukkan bahwa kisah Perang Troya
ditulis berdasarkan perang yang pernah terjadi
lima ratus tahun sebelum Homer lahir.
Selama berabad-abad, kisah Odisei dari Homer
telah memengaruhi ke-susasteraan Barat.

PARA DEWA DAN DEWI


YUNANI KUNO

ewa yang paling sakti di antara seluruh


dewa dan dewi Yunani adalah Zeus, Sang
Dewa Petir. Dari puncak Gunung Olimpus yang
berkabut, Zeus berkuasa atas semua dewa dan
manusia. Para dewa dan dewi lainnya adalah
sanak keluarga Zeus. Saudaranya, Poseidon
adalah penguasa lautan, dan saudaranya yang
lain, Hades adalah penguasa alam baka. Anakanak Zeus antara lain adalah Dewa Apolo,
Mars, Hermes, serta Dewi Afrodite, Athena, dan
Artemis.
Para dewa dan dewi dari Gunung Olimpus
tidak melulu tinggal di puncak gunung. Mereka
juga turun ke bumi untuk melibatkan diri dalam
kehidupan sehari-hari umat manusia seperti
Odiseus.

BEBERAPA DEWA DAN


DEWI UTAMA
Zeus
Poseidon
Hades
Hera
Hestia
Athena
Demeter
Afrodite
Artemis
Ares
Apolo
Hermes
Hefaestus

Dewa Petir, raja seluruh dewa


Dewa Laut dan Sungai, saudara lakilaki Zeus
Dewa Alam Baka, saudara laki-laki
Zeus
istri Zeus, ratu para dewa dan dewi
Dewi Perapian, saudara perempuan
Zeus
Dewi Kebijaksanaan, Dewi Perang,
Seni dan Kerajinan Tangan; anak
perempuan Zeus
Dewi Pangan dan Panen, ibu dari
Persefone
Dewi Asmara dan Kecantikan, anak
perempuan Zeus
Dewi
Para
Pemburu,
anak
perempuan Zeus
Dewa Perang, anak laki-laki Zeus
Dewa Matahari, Dewa Musik dan
Puisi
Dewa Pembawa Berita, anak laki-laki
Zeus ahli membuat tipuan
Dewa Pembuat Senjata, anak laki-

Persefone
Dionisus

laki Hera
istri Hades, ratu alam baka anak
perempuan Zeus
Dewa Anggur dan Kegilaan

CATATAN TENTANG
ASAL-MUASAL CERITA

isah Odisei asli ditulis dalam bahasa Yunani


Kuno. Sampai saat ini, cerita Homer ini telah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa hingga
mencapai ribuan kopi. Penulis telah mempelajari
sejumlah terjemahan dalam bahasa Inggris,
termasuk yang ditulis oleh Alexander Pope,
Samuel Butler, Andrew Lang, W.H.D. Rouse,
Edith
Hamilton,
Robert
Fitzgerald,
Allen
Mandelbaum, dan Robert Fagels.
Odisei karangan Homer terdiri dari 24 buku. Jilid
pertama dari seri ini diambil dari buku
kesembilan dan kesepuluh.
Cerita mengenai keikutsertaan Odiseus untuk
berperang melawan Troya bersumber dari
seorang penulis yang hidup pada abad kedua
setelah Masehi. Nama penulis itu adalah
Hyginus. Catatan tentang kuda Troya bersumber
dari cerita karangan Virgil yang berjudul Aeneid.
Catatan dari Apolodorus tentang jatuhnya Troya
menyebutkan bahwa nama Athena terpahat di
atas kuda kayu tersebut.

SANG PENGARANG

ary Pope Osborne adalah pengarang buku


serial paling laris yang berjudul Magic Tree
House Rumah Pohon Ajaib. Ia juga menulis
sejumlah novel sejarah dan menceritakan
kembali mitos-mitos serta cerita rakyat yang
sudah sangat dikenal, termasuk di antaranya
Kate and Beanstalk Kate dan Pohon Kacang
dan New Yorks Bravest Yang Terberani dari
New York. Ia tinggal bersama suaminya di New
York dan Connecticut.

Anda mungkin juga menyukai