AKAD WADIAH
(Studi Kasus Pada Perbankan Syariah
di Indonesia)
Mufti Afif*
Institut Studi Islam Darussalam Gontor
Email: elgypty@yahoo.com
Abstract
Islamc banks have became a tredsetter nowadays. Its appear
wherever. It is supported by the regulation for Islamic banks conducted by
Bank of Indonesia. However, this fact is not followed by the quality of
Islamic bank itself. Many products are not suitable with the Islamic rules,
ie. saving by wadiah yad dhamanah contract. After reviewing some classical
literatures, it is concluded that fikih scholars agreed in understanding
wadiah merely as yad amanah or pure trust without any guarantee. The
product of Wadiah yad dhamah is the result of contemporary muslim
scholarss reasoning for the sake of bank to gain the profit. This is in
accordance the aim of establishment of conventional financial institution
for making profit. Fikih scholars agreed that the core of wadiah is trust,
whether yad dhamanah has the meaning untrust. By applying transaction
of wadiah yad dhamanah, it means the manipulation of trust is permitted.
Bank syariah telah menjadi tren yang sangat luar biasa pada saat
ini. Di mana-mana bermunculan bank-bank syariah yang baru. Hal ini
didukung dengan dikeluarkannya regulasi untuk perbankan syariah oleh
Bank Indonesia. Namun demikian, fenomena ini tidak dibarengi dengan
kualitas bank syariah itu sendiri. Banyak produk-produk bank syariah yang
belum memenuhi prinsip-prinsip syariah. Contohnya adalah produk
simpanan dengan akad wadiah yad dhamanah. Setelah meninjau ulang
*
| 85
Pendahuluan
embahasan hukum riba di perbankan tidak dijumpai
dalam buku-buku fikih klasik. Karena jaman dulu
belum berdiri bank-bank seperti saat ini yang menjadi
kebutuhan masyarakat banyak untuk penyimpanan harta
kekayaan. Sehingga untuk memahami berbagai masalah
seputar bank atau lembaga keuangan perlu merujuk ke
penjelasan ulama fikih kontemporer yang menjumpai praktik
perbankan. Sebagaimana kajian fikih klasik, kesimpulan fatwa
di antara ulama berbeda-beda, sesuai sudut pandang yang
mereka pahami. Namun demikian, mereka tetap sepakat bahwa
bunga bank adalah riba dan haram.
Sejak dikeluarkannya UU perbankan syariah, kian marak
dan semakin bertambah kepercayaan masyarakat Indonesia
terhadap keberadaan lembaga keuangan syariah. Hal ini
terlihat dari peningkatan jumlah kuantitas Lembaga Keuangan
Syariah yang berdiri dan siap melayani masyarakat Indonesia.
Pertanyaannya adalah apakah berdirinya Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia sudah menjadi solusi
terbaik bagi pencegahan praktik ribawi yang diharamkan
Agama Islam? Apakah praktik LKS masih seperti lembaga
konvensional?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya jika
dalam kesempatan ini penulis mencoba memaparkan kajian
literatur baik klasik maupun modern yang berkenaan dengan
86 |
Mufti Afif
Wadiah (Titipan)
Pengertian Wadiah
Secara bahasa, wadiah berasal dari Bahasa Arab yaitu
berarti meninggalkan. Dikatakan demikian karena
pemilik harta meninggalkan hartanya kepada orang lain. 1
Bentuk jamak wadiah adalah wadaai.2
Secara istilah wadiah berarti mewakilkan penjagaan
suatu harta yang spesial atau bernilai tertentu dengan cara
tertentu.3 Dikutip oleh ath-Thayyar dkk., al-Bahuti Mansyur
mendefinisikan wadiah sebagai pemberian kuasa oleh penitip
kepada orang yang menjaga hartanya tanpa kompensasi
(gantirugi).4 Menurut Sjahdeini, Akad wadiah merupakan suatu
akad yang bersifat tolong-menolong antar sesama manusia.5
Yaitu tolong-menolong dalam hal menyempurnkan amanat.
Landasan Syariat Akad Wadiah
Wadiah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya boleh.
Adapun landasan hukum diperbolehkannya termaktub dalam
al-Quran, Sunnah Rasulullah Saw. dan ijma ulama, yaitu:
| 87
Mufti Afif
| 89
90 |
Mufti Afif
| 91
Mufti Afif
| 93
Mufti Afif
Ibid
Ibid, p 36
8
Ibid, h. 51-53
9
Dimyauddin Djuwanini, Pengantar Fiqh Muamalah, Cet I, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008). h. 179
7
| 95
96 |
Mufti Afif
| 97
98 |
Mufti Afif
| 99
12
100 |
Mufti Afif
Kesimpulan
Setelah meninjau ulang beberapa pustaka klasik
(sebagaimana dipaparkan di atas), dapat disimpulkan bahwa
para ahli fikih (fuqaha dari empat madzhab) sependapat bahwa
pengertian wadiah adalah bersifat yad amanah saja yaitu titipan
murni tanpa ada penjaminan ganti rugi. Kecuali jika terjadi
kelalaian atau kesengajaan penerima amanat meninggalkan
amanatnya sebagaimana dijelaskan secara rinci di atas.
Sjahdeini menjelaskan lebih lanjut bahwa Wadiah yad dhamanah
merupakan hasil kodifikasi ulama kontemporer agar pihak
pemegang amanat (yaitu perbankan) menerima keuntungan.
Hal ini sejalan dengan prinsip didirikannya lembaga keuangan
konvensional yang berorientasi keuntungan.
Bagi lembaga keuangan, seharusnya berhati-hati dalam
memahami fatwa, terkait dengan aplikasi yang terjadi di
lapangan. Di perbankan dan lembaga keuangan mengklaim
tabungan sebagai akad wadiah yad dhamanah, padahal makna
dhomanah itu adalah bertanggung jawab (mengganti harta).
Kesepakatan ulama fikih, wadiah dasarnya adalah amanat.
Sedangkan yad dhamanah mengandung makna tidak amanat.
Bagaimana bisa instansi keuangan yang ber lebelkan syariah
tapi melegalkan aktifitas yang tidak amanat. Dengan mengaplikasikan transaksi wadiah yad dhomanah berarti
penyelewangan amanat telah diizinkan.
Setelah mencermati definisi, hasil ijtihad ulama serta
argumen-argumen dalam diskusi di atas, seharusnya karakter
Vol. 2, No. 1, Desember 2013
| 101
Mufti Afif
| 103