Demokrasi Di Asia Sebagai Demonopolisasi
Demokrasi Di Asia Sebagai Demonopolisasi
Muhammad Ridha2!
Mahasiswa S2 Murdoch University, Australia.!
e-mail: muhammad.ridha18@gmail.com; twitter: @muh_ridha!
Ide demokrasi semakin tak terelakkan dalam praktik politik global saat ini. Negara-negara
di Asia juga tak luput dalam proses transformasi demokrasi tersebut. Setelah terpaan dari
gelombang besar demokratisasi yang disebabkan oleh krisis ekonomi 1997, banyak
negara di Asia yang mengadopsi demokrasi sebagai sistem politik mereka. Walau begitu,
penerapan demokrasi dalam lembaga politik mereka belum tentu mengembangkan
demokrasi itu sendiri. Praktik-praktik demokrasi di Asia lebih baik dipahami sebagai politik
segelintir elite di mana otoritarianisme atau politik oligarki adalah hal biasa dalam proses
demokrasi. Pada dasarnya hal itu dihasilkan oleh kondisi kapitalisme di mana kapitalisme
di Asia memungkinkan monopoli yang sampai titik tertentu bisa mengancam proses
demokrasi itu sendiri (Wood, 1995). Tidaklah mengherankan bahwa deomkrasi di Asia
ditandai dengan kegagalan lembaga demokrasi.!
Di beberapa negara di Asia, praktik demokrasi yang ada (yang sering dipahami sebagai
demokrasi elektoral) justru bertabrakan dengan prinsip demokrasi itu sendiri, seperti
partisipasi, representasi dan akuntabilitas yang efektif. Tabrakan ini terjadi di mana proses
demokrasi mungkin memberikan cara untuk jenis baru monopolisasi politik dan dominasi.
Robison dan Hadiz (2004) berpendapat bahwa jenis demokrasi elektoral hanya berarti
untuk merombak politik oligarki di ranah politik. Oligarki memanipulasi mayoritas melalui
kekayaan mereka atau kekuasaan politik mereka untuk mempertahankan dominasi dan
monopoloi mereka dalam proses demokrasi, sementara sebagian besar orang masih
terpinggirkan dari proses tersebut. Hal ini dapat terjadi karena hubungan kekuasaan yang
tidak demokratis yang ada sebelum demokratisasi terus berlanjut. Pembentukan lembaga
demokrasi belum tentu menggulingkan relasi kuasa yang tidak demokratis, tetapi
sebaliknya, lembaga demokrasi mentranformasikan relasi tidak demokrasi itu ke dalam
bentuk yang lain.!
Pengajuan perspektif baru dalam memahami rupa kontradiktif dari praktik demokrasi
menjadi penting di Asia. Melalui pemeriksaan demokrasi dalam konjungtur kapitalisme,
sifat kontradiktif demokrasi di Asia sebenarnya adalah bagian dari perkembangan
demokrasi itu sendiri. Cara baru yang dapat diusulkan di mana demokrasi bisa dipahami
adalah demonopolisasi. Demokratisasi pada dasarnya adalah sebuah proses banyak
tingkat (multi-layer) di mana demonopolisasi terjadi pada struktur politik, sosial dan
Pernah dimuat di Jurnal Studi Politik Vol. I, No. 2, April 2013September 2013, hal. 7477,
Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Direproduksi
untuk tujuan pendidikan.
2
Dengan konsepsi ini, elaborasi lebih lanjut tentang komponen demokrasi sebagai
demonopolisasi dapat dilakukan. Hal ini terdiri dari liberalisasi, pemerataan, dan
pemberdayaan. Liberalisasi berarti sebagai proses di mana berbagai sektor dalam
masyarakat mendapatkan beberapa independensi dan otonomi dari kontrol politik mantan
dan membangun sendiri identitas diri. Ini semacam otonomi disebabkan oleh disintegrasi
kontrol politik mantan. Dalam demokrasi, biasanya berbagai kelompok atau individu dapat
memperoleh otonomi dan menggunakan otonomi tersebut untuk mengekspresikan
kepentingan politik mereka keluar dari kekuatan politik yang berkuasa. Sebagai contoh,
masyarakat sipil biasanya mendapat kemerdekaan dari kontrol negara. Namun, tidak
berarti bahwa proses demokrasi substansial telah terealisasi. Pengalaman di banyak
negara Asia memiliki bukti bahwa otonomi saja tidak dapat menjamin bahwa demokrasi
akan berhasil seperti yang diharapkan. Hal itu dikarenakan masyarakat sipil yang beragam
dan tak terorganisasi tidak berdaya untuk menantang kekuasaan nondemokratis.
Sebagaimana dikemukakan oleh Hadiz, kenyataannya adalah bahwa ada keragaman
seiring kepentingan bersaing dalam masyarakat sipil itu sendiri. Kenaikan politik elemen
seperti preman merupakan tidak kurang dari bersinar kesaksian keragaman itu, serta
kegagalan jenis lain kepentingan untuk berhasil menantang mereka (2010:62). Hal ini
kemudian membawa elaborasi menjadi komponen kedua yang sangat penting untuk
memahami relasi kekuasaan dalam deomkrasi, yaitu pemerataan.!
Persamaan sebagai bagian dari proses demokrasi perlu diperhitungkan karena itu berarti
proses di mana kelompok marginal bisa mendapatkan akses ke sumber daya kekuasaan.
Sementara liberalisasi berarti kurang lebih otonom terhadap kontorl politik mantan.
Sedangkan pemerataan berarti berapa banyak beberapa kelompok memiliki kesempatan
dalam mengakses sumber daya dan kekuasaan. Persamaan menyiratkan proses untuk
sangat dimonopoli demokrasi itu sendiri, di mana setiap warga negara memiliki
kesempatan yang sama untuk memengaruhi proses demokrasi. Masalah dengan
pemerataan saja harus sama belum tentu kuat untuk memengaruhi sistem demokrasi.
Selain masalah ini, pemberdayaan sebagai bagian dari komponen dasar harus
dimasukkan sebagai aspek lain dari demonopolisasi. Pemberdayaan ini penting karena
liberalisasi dan pemerataan tidak berarti bahwa orang-orang memiliki kapasitas dan
kemampuan untuk memobilisasi dan mengontrol sumber daya untuk menjamin hasil
demokrasi. Pemberdayaan memungkinkan orang-orang yang terpinggirkan untuk
mengendalikan kepentingan mereka dan memiliki kemampuan untuk melawan
kepentingan mereka dalam rangka memengaruhi proses demokrasi. Dengan cara ini
maka demonopolisasi dalam demokrasi dapat diwujudkan.!
bentuk sengit di mana dapat membahayakan monopoli itu sendiri. Seperti di Filipina
(Sidel, 2004), dapat ditemukan di mana oligarki lokal harus mengalahkan penguasa lokal
lainnya untuk melindungi hak politik mereka di wilayah mereka. Kompetisi ini dapat
dipahami juga sebagai perjuangan politik, namun perjuangan politk di demokrasi sebagai
demonoplisasi harus dipahami dalam hal perjuangan kelas di mana tujuannya bukan
untuk melestarikan relasi kekuasaan monopoli baru, tetapi secara bertahap membangun
hubungan listrik nonmonopoli. Dengan menjalskan demokrasi sebagai demonopolisasi
juga membuka banyak preposisi teoritis baru di mana demokrasi dan menifestasi
perjuangan politik bisa dipertanyakan dan diperiksa. Ini adalah upaya yang menarik untuk
membangun sebuah kemungkinan baru untuk memahami demokrasi di luar bentuk yang
sekarang.!
Kesimpulannya, demokrasi tidak dapat diterima begitu saja. Demokrasi harus diperiksa
dalam bentuk konkret untuk memahami apa artinya demokrasi di Asia. Oleh karena itu,
demokrasi sebagai demonopolisasi harus dipahami sebagai upaya untuk menjelaskan
dimensi yang bertentangan dalam demokrasi di Asia. Kontradiksi ini berasal dari
perkembangan kapitalisme di Asia yang terkait dengan kekuatan politik mantan yang tidak
demokratis. Dengan demikian, demokrasi sebagai demonopolisasi berarti bahwa proses
demokrasi harus merusak sifat tidak demokratis yang masih ada dalam sistem demokrasi.
Dengan memberi penjelasan konsep ini, dapat dikatakan bahwa demokrasi bukanlah ide
utopis, tetapi ide aktual yang terletak di relasi kekuasaan sejarah dan spesifik.!
!
Referensi!
!
Cho, Hee-Yeon Surendra, Lawrence, dan Park, Eunhong (ed). (2008). Serikat Demokrasi:
Demokrasi dan Demokratisasi Oligarkis Asia, Mumbai: Cacing Tanah Book.!
Robison, Richard dan Hadiz, Vedi R. (2004). Menata Ulang Power: Politik Oligarki di Era
Pasar, London: Routledge.!
Sidel, John T. (2005). Bosisme dan Demokrasi di Filipina, Thailand dan Indonesia, dalam
Harris, et al. Politisasi Demokrasi: Politik Demokrasi Baru (Terjemahan), Jakarta: Demos.!
!
Winters, Jeffrey A. (2011). Oligarki, Cambridge: Cambridge University Press.!
!