Anda di halaman 1dari 85

Computer Based Control System Course Notes 1

COURSE NOTES 1

COMPUTER BASED CONTROL SYSTEM

Materials :
1. Basis Control System
2. Conventional Control System

ACHMAD FANANY ONNILITA GAFFAR, ST., MT

JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
COPYRIGHT@ 2013
All rights reserved. Subject to change without prior notice

Computer Based Control System Course Notes 1

GAMBARAN UMUM COMPUTER BASED CONTROL SYSTEM

START

PEMODELAN
MATEMATIS

SISTEM FISIK

DESAIN
FEEDBACK
CONTROL WITH
CONTROLLER

CONVENTIONAL
CONTROL

Computer
Based Control
with Model
Plant

PENENTUAN
SPESIFIKASI
RESPONS
TRANSIENT YANG
DIHARAPKAN

OR
MODEL OPEN
LOOP SYSTEM

MODIFIKASI
OPEN TO
CLOSED LOOP
SYSTEM

INTELLIGENT
CONTROL

KARAKTERISTIK
PERFORMANSI
SISTEM
(SPESIFIKASI
RESPONS
TRANSIENT)

COMPUTER
BASED
SIMULATION

DESKRIPSI
MODEL
MATEMATIS
DENGAN
DIAGRAM BLOK

MODEL
MATEMATIS
SISTEM FISIK

MODEL CLOSED
LOOP SYSTEM

ANALISIS
RESPONS
TRANSIENT

SPESIFIKASI
RESPONS
TRANSIENT

Y
OK ?

IMPLEMENTASI
HARDWARE

COMPUTER
BASED
SIMULATION
Computer Based
Control with Real
Plant

SPESIFIKASI
RESPONS
TRANSIENT

N
OK ?
Y
END

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN I
KONSEP SISTEM KENDALI (KONTROL)

DEFINISI
Controlled Variable dan Manipulated Variable
Controlled Variable (variabel terkendali) adalah kuantitas atau kondisi yang
diukur dan dikendalikan.
Manipulated Variable (variabel termanipulasi) adalah kuantitas atau kondisi
hasil manipulasi controller (kontroler/pengendali) yang berdampak pada harga
controlled variable. Biasanya, controlled variable adalah output dari sistem.
Istilah control (pengendalian) terkait dengan aksi pengukuran nilai controlled
variable dari sistem dan menerapkan manipulated variable ke sistem untuk
memperbaiki atau membatasi deviasi (simpangan) antara harga terukur
(measured value) terhadap harga yang diharapkan (desired value).
Plant
Seperangkat peralatan, dapat terdiri dari beberapa bagian mesin yang bekerja
bersama-sama, yang digunakan untuk melakukan suatu operasi tertentu.
Proses
Operasi atau perkembangan alamiah yang berlangsung secara kontinyu yang
ditandai dengan suatu deretan perubahan kecil yang berurutan dengan cara
yang relatif tetap dan menuju ke suatu hasil atau keadaan akhir tertentu.
Sistem
Kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja bersama-sama dan melakukan
suatu sasaran tertentu. Definisi sistem tidak dibatasi hanya untuk fisik saja,
tetapi juga dapat digunakan untuk menggambarkan gejala-gejala abstrak dan
dinamis.

Computer Based Control System Course Notes 1


Gangguan (disturbance)
Sinyal yang cenderung mempunyai pengaruh yang merugikan pada harga output
sistem. Gangguan terdiri dari gangguan internal (dibangkitkan dari dalam
sistem) dan eksternal (dari luar sistem).
Feedback Control (Kontrol Umpan Balik)
Suatu operasi yang dengan adanya beberapa gangguan, cenderung memperkecil
selisih antara output sistem dan input referensi (atau suatu keadaan yang
diinginkan, yang secara sembarang diubah) dan bekerja berdasarkan selisih
tersebut.
Sistem Kendali (control system), sistem yang mengoperasikan, meregulasi, atau
menuntun suatu mesin, piranti, atau sistem yang lain dengan tujuan untuk
melakukan fungsi pengendalian (control function).
Fungsi Pengendalian, memaksa suatu sistem untuk berada pada keadaan /
perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.
Pengendali (controller), piranti yang melaksanakan fungsi pengendalian.
Open-Loop Control System/OLCS (Sistem Kendali Kalang Terbuka)
OLCS adalah sistem kendali yang mengabaikan perilaku sistem, diindikasikan
dengan tidak adanya feedback (umpan balik) dari sisi output ke sisi input.
Berikut adalah beberapa contoh OLCS.

Gambar 1. Sistem Lampu Lalu Lintas

Gambar 2. Oven konvensional

Computer Based Control System Course Notes 1


Closed-Loop Control System/CLCS (Sistem Kendali Kalang Tertutup)
CLCS atau disebut juga dengan Feedback Control System (FCS) adalah sistem
kendali yang mempertimbangkan perilaku sistem. Perilaku sistem diobservasi
dengan menggunakan sensing device (perangkat pengindera), kemudian hasilnya
di-umpanbalik-kan ke sisi input untuk mengetahui seberapa baik perilaku sistem
telah mencapai performansi yang diharapkan.
Berikut adalah beberapa contoh CLCS.

Gambar 3. Sistem Lampu Lalu Lintas dengan Feedback Control

Gambar 4. Sistem Pengendalian Ketinggian Air (Water Level)

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN II
PERSAMAAN MATEMATIS SEBAGAI MODEL

Persamaan

matematis

adalah

pernyataan

matematis

yang

biasanya

direpresentasikan dalam variabel dan konstanta. Sebagai contoh adalah sebagai


berikut :
y x2 1
dimana y dan x adalah variabel, dan 1 adalah konstanta.
Variabel y dapat dinyatakan sebagai fungsi x seperti berikut :
y f ( x) x 2 1
yang menyatakan y adalah suatu fungsi matematis yang berubah terhadap x.
Jika suatu fungsi berubah terhadap waktu

f (t )

maka variabel tersebut

menyatakan dinamika suatu sistem terhadap waktu. Persamaan matematis


seperti demikian disebut Model Matematis Sistem Dinamis.
Suatu model matematis dapat dinyatakan dalam dua domain (kawasan) yaitu :

Domain Waktu, dinyatakan dengan variabel t dan biasanya berupa


Persamaan Diferensial.

Domain Frekuensi, dinyatakan dengan variabel s (variabel kompleks) dan


biasanya berupa Persamaan Laplace.

Model matematis dalam domain waktu dapat dinyatakan dalam dua bentuk
waktu, yaitu :
a). Waktu Kontinyu.
Pada Kenyataannya, waktu (t) berada pada interval 0 sampai dengan tak
berhingga, yang dinyatakan dengan : t 0.. .
Misalnya diketahui suatu persamaan :

y (t ) t 2 1 , maka grafik akan tampak

seperti dalam Gambar 5.

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 5. Grafik y (t ) t 1
2

Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa untuk nilai t pada interval [0 .. 5] akan
menghasilkan y(t) pada interval [1 .. 26]
b). Waktu Diskrit
Waktu diskrit adalah waktu kontinyu yang di sampling (cuplik) dengan periode
sampling tertentu, yang dinyatakan dengan :
k n.T n t / T

T adalah periode sampling, n adalah banyaknya sampling, k adalah waktu diskrit.


Misalnya pada contoh di atas ditetapkan T = 1, maka k akan bernilai : 1, 2, 3,
Jika pengamatan dilakukan pada t : [0 .. 5] maka dengan T yang sama diperoleh :

n t / T 5 /1 5 sampling
Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 6.

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 6. Grafik y ( k ) k 1 dengan T = 1


2

Jika ditetapkan T = 0.5 maka pada t : [0 .. 5] akan diperoleh :

n t / T 5 / 0.5 10 sampling
Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 7.

Gambar 7. Grafik y ( k ) k 1 dengan T = 0.5


2

Dari Gambar 6 dan 7 maka dapat diketahui bahwa jika T 0 (mendekati nol)
akan diperoleh grafik waktu kontinyu seperti dalam Gambar 5.

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN III
TRANSFORMASI LAPLACE

Transformasi Laplace merupakan metode operasional yang secara mudah


digunakan

untuk

menyelesaikan

persamaan

diferensial

linear.

Dengan

Tranformasi Laplace, dapat mengubah fungsi-fungsi umum seperti fungsi


sinusoida, fungsi eksponensial, menjadi fungsi-fungsi aljabar variabel kompleks.
Kelebihan transformasi Laplace adalah memungkinkan digunakannya teknik
grafis untuk meramal performansi sistem tanpa menyelesaikan persamaan
diferensial sistem.
Transformasi Laplace didefinisikan sebagai :

L f (t ) F ( s) e s.t dt f (t ) f (t ).e s.t dt


dimana :

f (t ) = fungsi waktu t sedemikian rupa sehingga (t) = 0 untuk t 0


s
= variabel kompleks ( + j )
L = simbol operasional yang menunjukkan bahwa besaran yang

didahuluinya ditransformasi dengan integral Laplace e s.t dt


0

F ( s ) = transformasi Laplace dari (t)


Transformasi Laplace Balik, adalah proses matematis untuk mengubah ekspresi
variabel kompleks menjadi ekspresi waktu. Secara matematis didefinisikan
sebagai :

L-1 F ( s ) f (t )
Metode yang digunakan dalam melakukan Transformasi Laplace Balik adalah

Metode Uraian Pecahan Parsial (MUPP). Pada dasarnya F ( s ) adalah berupa


persamaan polinomial P(s ) yang dapat diuraikan dalam bentuk pecahan parsial
seperti berikut :
P( s )

B( s )
P1 ( s ) P2 ( s ) . . . Pn ( s)
A( s )

Computer Based Control System Course Notes 1


dimana A(s ) dan B(s ) adalah polinomial dalam s, dan derajat (pangkat tertinggi)

B(s ) lebih rendah dari derajat (pangkat tertinggi) A(s ) .

Dalam melakukan Transformasi Laplace maupun Transformasi Laplace Balik


dapat menggunakan Tabel Transformasi Laplace seperti berikut :

No.

F ( s ) L f (t )

1.

2.

A
s

A Fungsi Step (Tangga)

3.

A
s2

A.t Fungsi Ramp

4.

A
sn

A
.t n 1
(n 1)!

5.

A
sa

A.e a.t Fungsi Eksponensial

6.

A
( s a) 2

A.t.e at

7.

A
( s a) n

A
.t n 1.e a.t
(n 1)!

8.

1
; ( a b)
( s a ).( s b)

1
.( e a.t e b.t )
(b a)

9.

s
; ( a b)
( s a ).( s b)

1
.( e a.t e b.t )
(b a)

10.

s 2 2

sin t Fungsi Sinusoidal

11.

( s a) 2 2

e a.t .sin (.t )

12.

s
s 2

cos (.t) Fungsi Cosinusoidal

13.

(s a)
( s a) 2 2

e a.t .cos (.t )

f (t ) L-1 F ( s )

lim

t 0 0

A
A.(t ) Fungsi Impuls
t0

10

Computer Based Control System Course Notes 1

No.

Sifat dan Teorema Transformasi Laplace

1.

2.

dt

f (t ) s.F ( s ) f (0)

d2

f (t ) s 2 .F ( s ) s. f (0) f (0)
2
dt

( n 2)
( n 1)
dn

f (t ) s n .F ( s ) s n 1. f (0) s n 2 . f (0) s. f (0) f (0)


n
dt

3.

Teorema

Diferensiasi

f 1 (0)
s

4.

L f (t ) dt F ( s)

5.

L f (t ) dt dt F (2s)

6.

L ... f (t ) (dt ) n F (ns)

f 1 (0) f 2 (0)

s2
s

a .t

f 1 (0) f 2 (0)
f n (0)
n
...
Teorema Integrasi
n
s
s 1
s

. f (t ) ] F ( s a ) Perkalian dengan faktor e a.t

7.

L[ e

8.

L[ f (t a) ] e a.s .F ( s)

9.

L f t a.F (a.s) Perubahan skala ( t menjadi t/a )

10.

f () lim f (t ) lim s.F ( s ) Teorema harga Akhir

Translasi fungsi (t) sejauh a

s 0

(0) = f (0) lim f (t ) lim s. F ( s) Teorema harga Awal

11.

t 0

Catatan Tambahan :
a) Notasi Penulisan

d
d2
f (t ) f (t ) f '(t ) ;
f (t ) f (t ) f ''(t )
2
dt
dt

f (t ) dt f

(t )

f (t ) dt dt dt f

f (t ) dt dt f

(t )

d3
f (t ) f (t ) f '''(t )
3
dt

(t )

Untuk f 1 (0) f (t ) dt yang dihitung untuk t = 0


b) Diferensiasi Parsial

d U .V

U . dV V . dU U .V

U .dV V .dU
11

Computer Based Control System Course Notes 1

Sifat Distributif Diferensial :

d
d
d
d
an .t n an 1.t n 1 ... a1 an .t n an 1.t n 1 ... a1
dt
dt
dt
dt

c) Perpangkatan polinomial

t a

t 2 2.a.t a 2

t a

t 3 3.a.t 2 3.a 2 .t a3

t a

t 4 4.a.t 3 6.a 2 .t 2 4.a 2 .t 2 a3

Untuk mencari Transformasi Laplace Balik dari P(s ) maka harus dicari akarakar dari polinomial A(s ) yang memiliki tiga jenis kemungkinan akar-akar
polinomial seperti berikut :

I. MUPP untuk P(s) yang mengandung akar-akar yang berbeda


Misalnya diketahui persamaan Laplace seperti demikian :
P( s )

1
s.( s 2)

Dengan MUPP maka persamaan di atas dipecah menjadi sebanyak penyebutnya,


sehingga menjadi :
P( s )

a1
a2

s ( s 2)

Kemungkinan akar-akarnya adalah s = 0 ; (s + 2) = 0 s = -2


Nilai a1 dan a2 dicari dengan cara :

1
1
1
a1 P( s ).s s 0
.s
(0 2) 1/ 2
s
.(
s

2)
(
s

2)

s 0
s 0
1

1
a2 P( s ).( s 2) s 2
.( s 2)

1/ 2
s.( s 2)
s 2 s s 2
Jadi didapatkan persamaan seperti berikut :
P( s )

1/ 2 (1/ 2)

s
( s 2)

Dengan menggunakan Tabel Transformasi Laplace didapatkan :

1/ 2
1/ 2
L1

s
s 2

L1 P( s ) L1

p (t )

1
e 2.t untuk t 0
2

12

Computer Based Control System Course Notes 1


Catatan :
1 a .t
1 1
Pada Tabel diketahui bahwa : L1
e ; L s 1
(
s

a
)

II. MUPP untuk P(s) yang mengandung akar-akar yang sama


Misalnya diketahui persamaan Laplace seperti demikian :
P( s )

s 2 2s 3
( s 2)3

Dengan MUPP maka persamaan di atas dipecah menjadi seperti demikian :


P( s )

a3
a2
a1

3
2
( s 2)
( s 2)
( s 2)

Akar berulangnya adalah s = -2. Nilai a3, a2, a1 dicari dengan cara :

s 2 2s 3

2
a3 P( s ).( s 2)3

.( s 2)3
s 2 s 3 s 2

s 2 ( s 2)3

s 2
= (2) 2 2(2) 3 = 3
d s 2 2s 3

a2 P ( s).( s 2)3

.( s 2)3
s 2 2s 3
3
ds
ds
(
s

2)
ds

s 2
s 2
s 2
= 2 s 2 s 2 = 2(2) 2 = -2
a1

1 d2
P(s).(s 2)3

(3 1) ! ds 2
s 2

1 d 2 s 2 2s 3
.( s 2)3 =

(3 1) ! ds 2 ( s 2)3
s 2

1 d2 2
s 2s 3 12 dsd 2s 2 12 2 s2 1

2! ds 2
s 2
s 2

Jadi didapatkan persamaan seperti berikut :


P( s )

3
( 2)
1

( s 2)3 ( s 2) 2 ( s 2)

Dengan menggunakan Tabel Transformasi Laplace didapatkan :

2
1
3
L1
L1

3
2
( s 2)
( s 2)
( s 2)

L1 P( s ) L1

3
3
p (t ) .t 3 .e 2t 2.t.e 2t e 2t e 2.t .[ t 2 2.t 1] untuk t 0
2
2
Catatan :

13

Computer Based Control System Course Notes 1


1
1
Pada Tabel diketahui bahwa : L1

t ( n 1) .e a.t
n
( s a) (n 1)!

III. MUPP untuk P(s) yang mengandung akar konjugasi kompleks


Tidak dibahas di sini

14

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN IV
MODEL MATEMATIS SISTEM FISIK

Beberapa sistem dinamik (mekanik, listrik, termal, hidrolik, ekonomi, biologi, dll)
dapat dikarakterisasikan dengan persamaan diferensial. Respons sistem dinamik
terhadap suatu masukan (atau suatu fungsi penggerak) didapatkan dengan
menyelesaikan persamaan diferensial tersebut.
Transfer Function (TF) merupakan perbandingan antara input dan output dari
sistem linear parameter konstan. Dalam bentuk Laplace, input berupa input
referensi/fungsi penggerak, dan output berupa fungsi respons. Pangkat tertinggi
dari s pada penyebut TF menyatakan orde ke n dari sistem tersebut.
Sebagai contoh rangkaian listrik seperti berikut :

Gambar 8. Rangkaian listrik sederhana

Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa sumber tegangan vs (t ) memberi supply


arus i (t ) ke dalam rangkaian dengan beban berupa resistor R1 dan R2 . Adanya
arus yang mengalir dalam rangkaian akan menimbulkan beda potensial di
masing-masing resistor. Karena total beda potensial dalam rangkaian sama
dengan sumber tegangan vs (t ) maka dapat dinyatakan :
vs (t ) vR1 (t ) vR 2 (t )
R1.i (t ) R2 .i (t )

(1)

R1 R2 .i (t )

15

Computer Based Control System Course Notes 1


Dari Pers.(1) dapat diperoleh :
i (t )

1
.v (t )
R1 R2 s

(2)

Karena : vo (t ) vR 2 (t ) maka :
vo (t ) R2 .i (t )

(3)

Substitusi Pers.(2) ke Pers.(3) diperoleh :


vo (t ) R2 .i (t ) R2 .

1
.v (t )
R1 R2 s

R2
.v (t )
R1 R2 s

Transfer Function dapat dinyatakan dengan :


vo (t )
R2

vs (t ) R1 R2

(4)

yang menyatakan perbandingan antara beda potensial pada R2 sebagai output


terhadap tegangan sumber sebagai input.
Jika rangkaian pada Gambar 8 menjadi seperti dalam Gambar 9 maka persamaan
rangkaian menjadi :

vs (t ) vR (t ) vC (t ) R.i (t )
vC (t )

1
i (t ).dt
C

1
i (t ).dt
C

(5)
(6)

Gambar 9. Rangkaian RC-Seri sederhana

16

Computer Based Control System Course Notes 1


Untuk mempermudah penyelesaian, maka persamaan diferensial di atas perlu
ditransformasi ke dalam bentuk Laplace. Dari Tabel Transformasi Laplace
diketahui bahwa :

L1 f (t ).dt

F (s)
s

I ( s)
Dengan f (t ) i (t ) maka : L1 i (t ).dt
, sehingga dari Pers.(5) diperoleh :

L1 vs (t ) L1 R.i(t ) L1

i(t ).dt
C

1 I (s)
.
C s
1

R.C.s 1
R
.I ( s)
.I ( s )
C
.
s

C.s

Vs ( s ) R.I ( s)

C.s
I (s)
.Vs ( s )
R.C.s 1

(7)

Dari Pers.(6) diperoleh :

L1 vC (t ) L1

i(t ).dt
C

VC ( s )

1 I ( s)
.
C s

Karena : vo (t ) vC (t ) maka :

Vo ( s )

1
.I ( s )
C.s

(8)

Substitusi Pers.(7) ke Pers.(8) diperoleh :


Vo ( s )

1 C.s
.
.Vs ( s )
C.s R.C.s 1

.Vs ( s)
R
.
C
.
s

Transfer Function dapat dinyatakan dengan :


Vo ( s )
1

Vs ( s) R.C.s 1

(9)

Pers.(9) adalah model matematis yang menyatakan perbandingan antara output


berupa tegangan pada bagian kapasitor terhadap input berupa supply tegangan.
Pers.(9) memiliki pangkat tertinggi (orde) = 1, sehingga disebut Sistem Orde 1.

17

Computer Based Control System Course Notes 1


Jika rangkaian pada Gambar 9 menjadi seperti dalam Gambar 10 maka
persamaan rangkaian menjadi :

vs (t ) vR (t ) vL (t ) R.i (t ) L.
vL (t ) L.

d
i (t )
dt

d
i (t )
dt

(10)
(11)

Gambar 10. Rangkaian RL-Seri sederhana

Dari Tabel Transformasi Laplace diketahui bahwa :

L1

f (t ) s.F ( s )
dt

Dengan f (t ) i (t ) maka : L1 i (t ) s.I ( s ) , sehingga dari Pers.(10) diperoleh :


dt

L1 vs (t ) L1 R.i(t ) L1 L.

i (t )
dt

Vs ( s ) R.I ( s) L.s.I ( s )
R L.s .I ( s )

1
I (s)
.Vs ( s )
L.s R

(12)

Dari Pers.(11) diperoleh :

L1 vL (t ) L1 L.

i (t )
dt

VL ( s ) L.s.I ( s )
Karena : vo (t ) vL (t ) maka :
Vo ( s ) L.s.I ( s)

(13)

18

Computer Based Control System Course Notes 1


Substitusi Pers.(12) ke Pers.(13) diperoleh :
1
Vo ( s ) L.s.
.Vs ( s )
L.s R
L.s

.Vs ( s )
L.s R
Transfer Function dapat dinyatakan dengan :
Vo ( s )
L.s

Vs ( s) L.s R

(14)

Jika suatu motor DC diberi input tegangan maka akan menghasilkan output
berupa kecepatan putar rotor pada motor DC. Rangkaian equivalent motor DC
ditunjukkan dalam Gambar 11.

Gambar 11. Rangkaian equivalent motor DC

Dari gambar di atas diketahui bahwa :

: resistansi elektris motor DC, (Ohm)

: induktansi elektris motor DC, (H)

: arus pada motor DC, (A)

: Back-Electro Motive Force (B-EMF) dari motor (GGL), (Volt)

: momen inersia rotor DC, (Kg-m2/sec2)

TL

: torsi beban motor DC, (N-m) : TL D.

TM

: torsi motor DC, (N-m) : TM K M .i

: damping ratio/constant dari sistem mekanik motor, (N-m-sec/rad)

K M : konstanta mekanis dari sistem mekanik motor DC, (N-m/A)


K E : konstanta elektris B-EMF, (Volt-sec/rad)

: kecepatan sudut motor DC, (rad/sec)

vs

: tegangan DC referensi

19

Computer Based Control System Course Notes 1


Bagian elektris dari motor DC dinyatakan dengan :
vs (t ) vR (t ) vL (t ) e(t )
R.i (t ) L.

(15)

d
i (t ) K M .(t )
dt

Dinamika motor DC dengan beban (bagian mekanik) dinyatakan dengan :


d
(t ) TM TL K M .i (t ) D.(t )
dt
d
J . (t ) D.(t ) K M .i (t )
dt
J.

(16)

Karena : K E K M K ( K =konstanta motor DC) maka Pers.(15) dan Pers.(16)


menjadi :

vs (t ) R.i (t ) L.
J.

d
i (t ) K .(t )
dt

(17)

d
(t ) D.(t ) K .i (t )
dt

(18)

Dalam bentuk Laplace, Pers.(17) dan Pers.(18) dinyatakan dengan :


Vs ( s ) R.I ( s ) L.s.I ( s ) K .( s )

L.s R .I ( s) Vs ( s) K .( s)

1
I (s)
.Vs ( s ) K .( s )
L.s R

(19)

J .s.( s ) D.( s ) K .I ( s)

J .s D .( s) K .I ( s)

(20)

Substitusi Pers.(19) ke Pers.(20) diperoleh :

J .s D .( s) K .

1
.Vs ( s ) K .( s)
L.s R

K2
K

.( s)
.Vs ( s )
L.s R
L.s R

K2
K
J .s D
.( s )
.Vs ( s )
L
.
s

R
L.s R

L.s R .J .s L.s R .D K 2
K

.( s )
.Vs ( s )
L
.
s

R
L.s R

J .L.s

J .R D.L .s D.R K 2 .( s ) K .Vs ( s )

( s )
K

2
Vs ( s ) J .L.s J .R D.L .s D.R K 2

(21)

20

Computer Based Control System Course Notes 1


Pers.(21) adalah model matematis motor DC yang menyatakan perbandingan
output motor DC berupa kecepatan putar terhadap input berupa supply
tegangan. Pers.(21) memiliki pangkat tertinggi (orde) =2, sehingga disebut
Sistem Orde 2.
Induktor L sangat menentukan karakteristik dari motor DC. Akan tetapi dalam
komputasi mekanik seringkali diabaikan oleh karena sebagai berikut :

Motor yang biasanya digunakan di robotika atau aplikasi komputasi


mekanik lainnya memiliki induktansi yang kecil.

Waktu respons yang dihasilkan oleh bagian elektrik lebih cepat


dibandingkan dengan yang dihasilkan bagian mekanik, sehingga
kecepatan sistem secara umum lebih dominan ditentukan oleh bagian
yang lebih lambat (mekanik).

Persamaan diferensial orde 1 lebih mudah diselesaikan dibandingkan


dengan persamaan diferensial orde 2.

Dengan mengabaikan induktor ( L ) maka Pers.(19) dan (20) menjadi :

1
I ( s ) .Vs ( s ) K .( s)
R

(22)

J .s D .( s) K .I ( s)

(23)

Substitusi Pers.(22) ke (23) diperoleh :

J .s D .( s) K .

1
.Vs ( s ) K .( s )
R

K
K2
.Vs ( s)
.( s )
R
R

K2
K
J .s D
.( s) .Vs ( s )
R
R

J .R.s D.R K 2
K

.( s) .Vs ( s )
R
R

J .R.s D.R K .(s) K .V (s)


2

( s )
K

Vs ( s ) J .R.s D.R K 2

(24)

Pers.(24) menunjukkan bahwa dengan mengabaikan induktor L , model


matematis motor DC menjadi Sistem Orde 1.

21

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN V
DIAGRAM BLOK

Diagram blok adalah suatu penyajian bergambar dari fungsi yang dilakukan oleh
tiap komponen dan aliran sinyalnya, serta hubungan timbal balik antar
komponen-komponen tersebut.

Blok fungsional atau blok adalah suatu simbol operasi matematiS pada sinyal
input blok yang menghasilkan output. Perhatikan gambar berikut.
X (s)

G(s)

Y (s)

Gambar 12. Transfer Function dinyatakan dengan Diagram Blok

Anak panah yang menuju blok menunjukkan input dan anak panah yang
meninggalkan blok menyatakan output. Anak panah dianggap sebagai sinyal.
Dari Gambar 12 tampak bahwa :

Y ( s ) G ( s ). X ( s )

Dasar Aljabar Diagram Blok


Persamaan Blok
X (s)

G(s)

X (s)

Y (s)

Y (s)

Z (s )

G2 ( s )

G1 ( s)
X (s)

Z (s )

G 1 ( s ).G 2 ( s )
X (s)

Y ( s ) G ( s ). X ( s )
Y ( s ) G1 (s ). X ( s)
Z ( s ) G2 ( s ).Y ( s )
G2 ( s ).G1 ( s ). X ( s )

Z (s )

Z (s) X (s) Y (s)


Y (s)

22

Computer Based Control System Course Notes 1


X ( s)
G1 ( s )

Y1 ( s)

Y1 ( s) G1 ( s ). X ( s )

Z (s )

Y2 ( s ) G2 ( s ). X ( s)

Y2 ( s)

Z ( s ) Y1 ( s ) Y2 ( s )

G2 ( s )
X (s )

G 1 (s ) G 2 (s )

G1 ( s ). X ( s ) G2 ( s ). X ( s)
G1 ( s) G2 ( s ) . X ( s )

Z (s )

Tujuan utama aljabar diagram blok adalah untuk penyederhanaan diagram blok,
memindah summing point (adder), atau memindah branch (cabang). Sebagai
contoh sebuah diagram blok ditunjukkan dalam Gambar 13.
X (s )
G(s)

Y1 ( s )

Z (s )

Y2 ( s)
Gambar 13. Contoh Blok Diagram dengan input X(s) dan output Z(s)

Gambar 13 secara matematis dinyatakan dengan :


Y1 ( s) G ( s). X ( s )
Z ( s ) Y1 ( s ) Y2 ( s )
G ( s ). X ( s ) Y2 ( s )

1
G ( s ). X ( s)
.Y2 ( s )
G(s)

Hasil akhir dapat dinyatakan dengan diagram blok seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 14.
X (s)

Z (s )

G( s)
Y2 ( s)

1
G (s)

Gambar 14. Pemindahan summing point dari Gambar 9

23

Computer Based Control System Course Notes 1


Aturan penyederhanaan diagram blok

24

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN VI
KENDALI UMPAN BALIK (FEEDBACK CONTROL)

Penjelasan Umum
Secara umum, sistem dinamik suatu sistem fisik digambarkan dengan
menggunakan diagram blok seperti berikut :

Input

R(s)

Plant/
Proses

G(s)

Output

C (s)

Transfer
Function

Gambar 15. Sistem dinamik suatu sistem fisik secara umum

Model matematis sistem dinamik suatu sistem fisik adalah merupakan


perbandingan antara Output terhadap Input. Secara matematis dinyatakan
dengan :
C ( s)
G ( s)
R( s )

(25)

dimana :

C (s)

: Continuous, sinyal respons (output)

R(s )

: Referrence, sinyal input referensi (input)

G ( s)

: Gain, model matematis sistem dinamik (Transfer Function)

G(s) 1

: Plant/Proses bersifat konduktansi (konduktor)

G(s) 1

: Plant/Proses bersifat amplifikasi (amplifier)

G(s) 1

: Plant/Proses bersifat atenuasi (atenuator)

Sebagai contoh Gambar 11 dapat digambarkan dengan menggunakan Pers.(24)


sebagai berikut :

25

Computer Based Control System Course Notes 1

Vs ( s )

K
J .R .s D.R K 2

( s )

Gambar 16. Diagram Blok Pers.(24)

Dari Gambar 16 tampak bahwa :


R( s ) Vs ( s )
C ( s ) ( s)
G(s)

K
J .R .s D.R K 2

Kendali Umpan Balik (Feedback Control)


Untuk menghasilkan sinyal respons output sesuai dengan yang diharapkan
berdasarkan sinyal input referensi yang diberikan, maka diperlukan informasi
aktual sinyal respons output. Hal ini dilakukan dengan meng-umpanbalik-kan
sisi output ke sisi input. Sinyal ini disebut dengan Sinyal Umpan Balik (Feedback
Signal), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 17.

R( s)

G (s)

C (s)

B( s)
Gambar 17. Sinyal Umpan Balik

Dari Gambar 17 tampak bahwa B(s ) adalah sinyal umpan balik dimana

B( s ) C ( s ) .
Sinyal umpan balik kemudian digunakan untuk mencari selisih terhadap sinyal
input referensi. Untuk mencari selisih, digunakan summing point (adder), atau
disebut juga dengan error detector. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 18.

26

Computer Based Control System Course Notes 1

R(s)

E (s)
B(s )

Gambar 18. Error detector

Dari Gambar 18 dapat diperoleh sinyal kesalahan (error signal) yang dinyatakan
dengan :

E ( s ) R( s ) B( s )

Sinyal error ini nantinya akan digunakan oleh Plant/Proses untuk menghasilkan
sinyal respons output berikutnya. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 19.

R(s)

E (s)

G ( s)

C ( s)

B(s )
Gambar 19. Feedback Control System

Gambar 19 disebut juga sebagai Sistem Kendali ber-umpan balik (Feedback


Control System).
Dari Gambar 16 tampak bahwa sinyal output memiliki satuan rpm (radius per
minute), sedangkan sinyal input memiliki satuan V (Volt). Karena memiliki
perbedaan satuan maka untuk dapat diumpan balik, sinyal output harus
dikonversi sedemikian rupa sehingga memiliki satuan yang sama dengan sinyal
input. Untuk melakukan konversi diperlukan Sensing Device.
Untuk mengkonversi sinyal kecepatan putar ke sinyal tegangan diperlukan
sensing device berupa Tachometer. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 20.

27

Computer Based Control System Course Notes 1

R(s)

E (s)

G (s )

C (s)

B( s )
H ( s)
Gambar 20. Feedback Control System dengan Sensing Device

Gambar 20 menunjukkan bahwa sensing device dimodelkan dengan H ( s) .


Dengan menggunakan aljabar diagram blok, maka Gambar 20 dapat
disederhanakan sebagai berikut :

C ( s ) G ( s).E ( s )

(26)

B( s ) H ( s ).C ( s )

(27)

E ( s ) R( s ) B( s )

(28)

Substitusi Pers.(27) ke (28) diperoleh :

E ( s ) R( s ) H ( s).C ( s )

(29)

Substitusi Pers.(29) ke (26) diperoleh :


C ( s ) G ( s ). R ( s) H ( s ).C ( s)
G ( s ).R( s ) G ( s ).H ( s ).C (s )

C ( s ) G ( s ).R ( s) G ( s).H ( s ).C ( s )


C ( s ) G ( s ).H ( s ).C ( s) G ( s).R( s )

G( s).H (s) 1.C ( s) G( s).R( s)


C ( s)
G ( s)

R( s ) G ( s ).H ( s ) 1

(30)

Dengan Pers.(30) maka Gambar 16 menjadi seperti Gambar 21.

28

Computer Based Control System Course Notes 1


R(s)

E ( s)

G( s)

C ( s)

B(s )

H (s )

R( s)

G(s)
G ( s ).H ( s ) 1

C (s)

Gambar 21. Penyederhanaan diagram blok Feedback Control System

Penggambaran Sistem Fisik dengan menggunakan Diagram Blok


Untuk menggambarkan sistem fisik dengan menggunakan diagram blok,
terdapat beberapa langkah sebagai berikut :

Tulis persamaan yang menggambarkan perilaku dinamik tiap komponen.

Ubah persamaan tersebut ke dalam bentuk Transformasi Laplace, dengan


menganggap semua syarat awal nol.

Sajikan masing-masing persamaan dalam bentuk TL tersebut ke dalam


suatu blok.

Hubungan seluruh elemen-elemen yang ada hingga membentuk diagram


blok yang lengkap.

Sebagai ilustrasi akan digunakan contoh dalam Gambar 9 (rangkaian RC-Seri)


yang dinyatakan ulang seperti berikut :

Dari rangkaian di atas, persamaan yang menyatakan hubungan antara input

vs (t ) dan output vo (t ) adalah sebagai berikut :

29

Computer Based Control System Course Notes 1


vs (t ) vR (t ) vC (t ) vR (t ) vo (t )
vR (t ) vs (t ) vo (t )
R.i (t ) vs (t ) vo (t )

i (t )

vs (t ) vo (t )
1
I ( s ) . Vs ( s ) Vo ( s )
R
R

(31)

Pers.(31) dapat dinyatakan dalam diagram blok seperti berikut :


Vs ( s)

E (s)

I (s)

1
R
Vo ( s)

Pada sisi output diperoleh persamaan :

vo (t ) vC (t )

1
1
i (t ).dt Vo ( s )
.I ( s )

C
C.s

(32)

Pers.(32) dapat dinyatakan dengan diagram blok seperti berikut :


I (s)

Vo ( s)

1
C.s

Dengan menggabungkan kedua gambar di atas maka diperoleh :


Vs ( s )

E ( s)

Vs ( s )

1
R

E (s)

Vo ( s )

1
C.s

1
R.C.s

Vo ( s )

Gambar 22. Diagram blok Sistem Rangkaian RC- Seri

Dengan membandingkan Gambar 22 dengan Gambar 20 dapat diperoleh :


R( s ) Vs ( s)

C ( s) Vo ( s )

1
G(s)
R.C.s

H ( s) 1

Dengan menggunakan Pers.(30) maka diperoleh :


1
C ( s) Vs ( s)
1
R.C.s

1
R( s ) Vo ( s )
1 R.C.s

. 1 1
R.C.s
Tampak bahwa hasil di atas sama dengan Pers.(9).
30

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN VII
ANALISIS RESPONS TRANSIENT

PENGERTIAN UMUM
Analisis respons transient dilakukan untuk mengetahui spesifikasi respons
transient suatu sistem. Spesifikasi respons transient adalah merupakan
karakteristik performansi perilaku dinamis suatu sistem.
Perbaikan performansi sistem dilakukan melalui desain sistem kendali yang
tepat.
Desain sistem kendali yang tepat salah satunya didasarkan pada spesifikasi
respons transient yang diharapkan, melalui berbagai macam metode dan teknik
yang diterapkan.
Dalam menganalisis dan mendesain sistem kendali, harus mempunyai suatu
dasar perbandingan performansi berbagai sistem kendali. Dasar ini dapat
disusun dengan menetapkan sinyal-sinyal uji tertentu sebagai sinyal input
referensi dan membandingkan respons berbagai sistem terhadap sinyal-sinyal
ini.
Respons Transient dan Respons Steady State (Keadaan Tunak)
Respons transient adalah respons sistem yang berlangsung dari keadaan awal
hingga pertama kali mencapai kondisi steady state. Daerah respons sistem yang
mengalami respons transient disebut daerah transient.
Respons steady state adalah respons sistem yang berlangsung mulai dari
pertama kali mencapai kondisi steady state sampai mendekati waktu tak hingga.
Daerah respons sistem yang mengalami respons steady state disebut daerah
steady state.
Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 23.

31

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 23. Daerah transient dan daerah steady state

SINYAL UJI
Sinyal masukan uji (test input signals) yang biasa digunakan adalah :

Step function (fungsi Tangga satuan)

Ramp function (fungsi Ramp)

Acceleration function (fungsi Percepatan)

Impulse function (fungsi Impuls)

Sinusoide function (fungsi Sinusoida)

dll

Sinyal-sinyal ini merupakan fungsi waktu yang paling sederhana. Jenis sinyal
input referensi yang akan digunakan untuk menganalisis karakteristik sistem
tergantung dari bentuk input apa yang paling sering akan diberikan ke sistem
pada operasi normal.

Jika input sistem kendali merupakan fungsi waktu yang berangsur-angsur


berubah maka Fungsi Ramp dapat dijadikan sebagai sinyal uji yang cukup
baik.

Jika sistem dikenai gangguan secara tiba-tiba, maka Fungsi Step dapat
dijadikan sebagai sinyal uji yang baik.

Untuk sistem yang dikenai sinyal-sinyal kejut, mak sinyal uji yang paling
baik adalah Fungsi Impuls.

Desain sistem kendali yang didasarkan pada sinyal uji yang tepat biasanya
memiliki performansi sistem yang cukup memuaskan dalam hal memberikan
respon terhadap input sistem yang sebenarnya.

32

Computer Based Control System Course Notes 1


Respons Impuls, Step, dan Ramp Satuan pada Sistem Orde Satu
Sistem Orde 1 dinyatakan dengan :
C ( s)
A

R( s ) T .s 1

(33)
R(s)

A
T .s 1

C (s)

Gambar 24. Diagram Blok Sistem Orde 1

dimana :

A : penguatan linear
T : konstanta waktu sistem
Misalnya diketahui sistem 1 dan 2 :
G1 ( s )

1
1
G2 ( s )
s 1
0.5 .s 1

Fungsi Impuls, Step, dan Ramp satuan yang digunakan ditunjukkan dalam
Gambar 25 (menggunakan Simulink Matlab).

33

Computer Based Control System Course Notes 1


u(t)

u (t ) lim

t0 0

A
, untuk 0 t t 0 U ( s ) A
t0

A=1

t0

(a). Fungsi Impuls Satuan

u (t ) A, untuk t 0 U ( s )

A
s

(b). Fungsi Step Satuan

u (t ) A.t , untuk t 0 U ( s )

A
s2

(c). Fungsi Ramp Satuan


Gambar 25. Sinyal Uji

34

Computer Based Control System Course Notes 1


Respons Impuls, Step, dan Ramp Satuan pada Sistem Orde 1 ditunjukkan dalam
Gambar 26 (menggunakan Simulink Matlab).

(a). Respons Impuls Satuan pada Sistem Orde 1

(b). Respons Step Satuan pada Sistem Orde 1

(c). Respons Ramp Satuan pada Sistem Orde 1


Gambar 26. Sinyal Uji pada Sistem Orde 1

35

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN VIII
KARAKTERISTIK PERILAKU DINAMIS SISTEM

1. Pengaruh Karakteristik Redaman (Damping) Plant pada Respons Transient


Karakteristik redaman (damping) dari Plant dianalisis berdasarkan Plant yang
ditinjau sebagai Sistem Orde 2, yang dinyatakan dengan :
n 2
n 2
C ( s)
2
2
2
R( s ) s 2..n .s n
s 2..s n 2

(34)

dimana :
n : frekuensi alamiah tak teredam (baca : omega)
: rasio redaman sistem (baca : setha)
: atenuasi (baca : tho) .n
Kasus Redaman Kurang (Undamped) 0 1
Pada kasus ini, Transfer Function (TF) dinyatakan dengan :
n 2
n 2
C ( s)
2

2
R( s ) s 2..n .s n
( s .n j.d ).( s .n j.d )

(35)

dimana d n 1 2 frekuensi alamiah teredam.


Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan, maka : R( s ) 1/ s ,
sehingga :

1
n 2
n 2
C (s) 2
.
R
(
s
)

.
2
2
2
s 2..n .s n
s 2..n .s n s
s 2 2..n .s n 2 s 2 2..n .s 1
.
C (s)

s
s 2 2..n .s n 2

2
2
2
1 s 2..n .s n 1 s 2..n .s
. 2

.
2 2
2
s s 2..n .s n s s 2..n .s n

s 2..n
1
2
2
s s 2..n .s n

s .n
.n
1
2

2 2
2
s
s

2.

.
s

2.

.
s


n
n
n
n

36

Computer Based Control System Course Notes 1


s .n
.n
1

s s .n j.d . s .n j.d s .n j.d . s .n j.d

s .n
.n
1
C (s)

2
2
s s .n d 2 s .n d 2

(36)

TL (Transformasi Laplace) Balik dua suku terakhir C ( s ) dari Pers.(36)


berdasarkan Tabel adalah sebagai berikut :

L1 (s s.).

nt
cos d .t
e

n
d

d
1
e nt sin d .t

2
2
(
s

n
d

2
Karena d n 1 , maka .n
d
1 2
n

Jadi, TL Balik dari Pers.(36) adalah :

c(t ) 1 e nt cos d .t e nt

1 2

sin d .t

1 e nt cos d .t
sin d .t
2

Misalnya diketahui suatu Sistem Orde 2 sebagai berikut :

n 2
C ( s)
1
2

R( s ) s 2..n .s n 2 s 2 s 1

(37)

(38)

Dari Pers.(38) dapat diperoleh :


n n 2 1 1
2..n 1

1
0.5 0 1
2.n

Dengan sinyal uji berupa Fungsi Step Satuan diperoleh grafik respons seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 27 (menggunakan Simulink Matlab).

37

Computer Based Control System Course Notes 1


c(t)

C (s)
1
1

R( s )
R( s ) s 2 s 1
s
Gambar 27. Respons Step Satuan pada Sistem Orde 2 dengan n 1, 0.5

Kasus Redaman Kritis (Damped) 1


Pada kasus ini, Transfer Function (TF) dinyatakan dengan :
n 2
n 2
n 2
C ( s)
2
2

2
2
R( s ) s 2..n .s n
s 2.n .s n
( s n ) 2

(39)

Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan, maka : R( s ) 1/ s ,


sehingga :
2 1
n
C (s)
.
s 2 s
n

(40)

TL Balik dari Pers.(40) diperoleh :

c(t ) 1 e nt (1 nt )

(41)

Misalnya diketahui suatu Sistem Orde 2 sebagai berikut :


n 2
C ( s)
1
1
2

R( s ) s 2..n .s n 2 s 2 2.s 1 ( s 1) 2

(42)

Dari Pers.(42) dapat diperoleh :


n n 2 1 1
2..n 2

2
1 1
2.n

Dengan sinyal uji berupa Fungsi Step Satuan diperoleh grafik respons seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 28 (menggunakan Simulink Matlab).

38

Computer Based Control System Course Notes 1

C (s)
1

R ( s ) s 2 2.s 1

R( s)

1
s

Gambar 28. Respons Step Satuan pada Sistem Orde 2 dengan n 1, 1

Kasus Redaman Lebih (Overdamped) 1


Pada kasus ini, Transfer Function (TF) dinyatakan dengan :
n 2
n 2
C ( s)
2

R( s ) s 2..n .s n 2
s .n n 2 1 . s .n n 2 1

(43)
Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan, maka : R( s ) 1/ s ,
sehingga :

n 2
C ( s )
2
2
s .n n 1 . s .n n 1

. 1
s

(44)

TL Balik dari Pers.(44) diperoleh :

c (t ) 1

e s1 .t e s2 .t
.

s2
2 2 1 s1
n

dimana : s1 2 1 .n

(45)

s2 2 1 .n

Misalnya diketahui suatu Sistem Orde 2 sebagai berikut :


n 2
C ( s)
1
2

R( s ) s 2..n .s n 2 s 2 4.s 1

(46)

39

Computer Based Control System Course Notes 1


Dari Pers.(46) dapat diperoleh :
n n 2 1 1
2..n 4

4
2 1
2.n

Dengan sinyal uji berupa Fungsi Step Satuan diperoleh grafik respons seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 29 (menggunakan Simulink Matlab).

C (s)
1

R ( s ) s 2 4.s 1

R( s)

1
s

Gambar 29. Respons Step Satuan pada Sistem Orde 2 dengan n 1, 1

Perbandingan ketiga kasus redaman di atas ditunjukkan dalam Gambar 30


(menggunakan Simulink Matlab).
n 1

0 1

Gambar 30. Perbandingan Respons Undamped, Damped, dan Overdamped


pada Sistem Orde 2 dengan n 1, 1

40

Computer Based Control System Course Notes 1


2. Kestabilan Mutlak
1. Tanpa adanya gangguan dari luar, sistem dikatakan stabil jika sinyal
output berada dalam keadaan setimbang yang tetap. Gambar 31
menunjukkan beberapa keadaan dimaksud.

Gambar 31. Sistem Stabil


(a). Sinyal respons output berada dalam harga akhir yang sama
(b). Sinyal respons output berada dalam harga akhir yang sama
setelah mengalami over & under shoot
(c). Sinyal respons output berosilasi dalam batas daerah yang cukup kecil

2. Sistem dikatakan stabil jika setelah dikenai gangguan dapat kembali pada
keadaan setimbang yang tetap.

Gambar 32. Sistem kembali setimbang setelah dikenai gangguan

3. Sistem dikatakan tidak stabil jika berosilasi terus menerus dalam daerah
batas yang cukup besar atau membesar tanpa batas dari keadaan
setimbangnya setelah dikenai gangguan.

41

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 33. Sistem Tak Stabil


(a). Respons output membesar tak hingga setelah dikenai gangguan
(b). Respons output berosilasi terus menerus
(c). Respons output berosilasi terus menerus dan membesar tak hingga

3. Kestabilan Relatif
Karena sistem kendali melibatkan penyimpan energi, maka output sistem ketika
dikenai suatu input tidak dapat mengikuti input secara serentak, tetapi
menunjukkan respon transien sebelum mencapai steady state. Respon transient
sistem kendali sering menunjukkan osilasi teredam sebelum mencapai steady
state. Gambar 34 mengilustrasikan tentang kestabilan relatif dari 3 (tiga) sistem
yang berbeda. Tampak bahwa respons dari sistem 1 cenderung lebih berosilasi
dibandingkan dengan respons dari sistem 2, sehingga sistem 2 lebih stabil
dibandingkan sistem 1.

Gambar 34. Respons transient dengan osilasi teredam


(Respons sistem 3 relatif lebih stabil dibandingkan sistem 1 dan 2)

42

Computer Based Control System Course Notes 1


4. Spesifikasi Respons Transient
Spesifikasi respons transient diilustrasikan dengan menggunakan kurva respons
Sistem Orde 2 seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 35.
a). error steady state, ess
Dari Gambar 23 tampak bahwa selisih antara harga akhir (final value) dari sinyal
respons output dengan harga sinyal input (input value) disebut sebagai error
steady state / ess (kesalahan keadaan tunak).
b). Delay time (waktu tunda), td
Waktu yang diperlukan respons untuk mencapai setengah harga akhir yang
pertama kali.

Gambar 35. Kurva respons Sistem Orde 2 dengan sinyal uji berupa Sinyal Step Satuan

c). Rise time (waktu naik), tr


Waktu yang diperlukan respons untuk naik dari 10 hingga 90 %, 5 hingga 95 %,
0 hingga 100 % dari harga akhirnya. Untuk sistem orde 2 redaman kurang,

43

Computer Based Control System Course Notes 1


biasanya digunakan waktu naik 0 hingga 100 %. Untuk sistem redaman lebih,
digunakan waktu naik 10 hingga 90 %.
d). Peak time (waktu puncak), t p
Waktu yang diperlukan respons untuk mencapai puncak lewatan (overshoot)
yang pertama kali. Waktu puncak t p sama dengan setengah periode osilasi
teredam, yaitu : t p

(47)

e). (Persen) Maximum overshoot (lewatan maksimum), M P


Harga puncak maksimum dari kurva respons yang diukur dari satu. Jika harga
respons steady state tidak sama dengan satu, maka biasa digunakan persen
maximum overshoot. Parameter ini didefinisikan sebagai :
%M p

c (t p ) c ( )
c ( )

100%

(48)

Besarnya (persen) maximum overshoot secara langsung menunjukkan


kestabilan relatif sistem.
f). Settling time (waktu penetapan), ts
Waktu yang diperlukan kurva respons untuk mencapai kondisi steady state yang
pertama kali dari kondisi awalnya, atau mencapai dan menetap dalam daerah di
sekitar harga akhir dengan toleransi 2% atau 5% dari harga akhir.
Untuk Sistem Orde 1 biasanya menggunakan toleransi 2%, sedangkan Sistem
Orde 2 ke atas biasanya menggunakan toleransi 5%. Settling time terkait
dengan konstanta waktu terbesar dari sistem kendali. Kriteria persentase
kesalahan yang akan digunakan ditentukan berdasarkan sasaran desain sistem
yang diinginkan.
Untuk pita toleransi 2% maka :

ts 4T

4
4

.n

(49)

Untuk pita toleransi 5% maka :

44

Computer Based Control System Course Notes 1

ts 3T

3
3

.n

(50)

CATATAN PENTING ..... !!!

Pada kenyataannya, sangatlah sukar untuk melakukan analisis respons


transient secara matematis. Hal ini disebabkan oleh perlunya pemahaman
yang cukup mendalam terhadap dasar matematis, terutama Kalkulus
(diferensial, integral), Trigonometri, dan Transformasi Laplace.

Analisis respons transient jauh lebih mudah dilakukan melalui


pengamatan secara grafis. Walau hasilnya tidak dijamin tepat, akan tetapi
cukup mendekati hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.

Sebagai ilustrasi digunakan contoh kasus Sistem Orde 2 dengan redaman kurang
(undamped) seperti pada Pers.(38) sebagai berikut :
n 2
C ( s)
1
2

R( s ) s 2..n .s n 2 s 2 s 1
dimana : n 1 0.5 d n 1 2 1 . 1 0.5 0.866
2

Dari Pers.(37) diperoleh :

c(t ) 1 e nt cos d .t
sin d .t

1 2

0.5
1 e 0.5.1.t . cos 0.866t
sin 0.866t
2

1 0.5

c(t ) 1 e 0.5.t . cos 0.866t 0.577 sin 0.866t

(51)

Error Steady State (ess)


Pada kondisi steady state maka : t sehingga :

c() 1 e 0.5. . cos 0.866 0.577 sin 0.866

1 0 1
Error steady state (ess) dinyatakan dengan : e r c 1 1 0

45

Computer Based Control System Course Notes 1


Melalui pengamatan pada grafik respons yang ditunjukkan dalam Gambar 27
tampak bahwa ess dapat dianggap nol (sama dengan hasil perhitungan).
Delay Time ( td )
Karena td adalah waktu yang diperlukan respons untuk mencapai setengah harga
akhir yang pertama kali maka : c td 0.5 sehingga :
c td 0.5 1 e
e

0.5.td

0.5 .td

. cos 0.866td 0.577 sin 0.866td

. cos 0.866td 0.577 sin 0.866td 0.5

Untuk memperoleh td dari persamaan terakhir sangatlah sukar.


Dengan melakukan zooming out pada grafik respons yang ditunjukkan dalam
Gambar 27 dapat diperoleh td 1.3 sec. seperti ilustrasi dalam Gambar 36.

1.3
Gambar 36. Hasil zoomng out pada grafik respons Gambar 27
untuk pengamatan Delay Time, td

Rise time, tr
Untuk kasus redaman kurang digunakan 0 100 % harga akhirnya, sehingga
c tr 1 . Dari Pers.(49) diperoleh :

c (t r ) 1 1 e
e

0.5.tr

0.5.tr

. cos 0.866tr 0.577 sin 0.866tr

. cos 0.866tr 0.577 sin 0.866tr 0

Karena e 0.5.tr 0 maka dari persamaan di atas diperoleh :

46

Computer Based Control System Course Notes 1


cos 0.866tr 0.577 sin 0.866tr 0

0.577 sin 0.866tr cos 0.866tr


sin 0.866tr
1

cos 0.866tr
0.577
1
0.577
1
1
1
1
1
tr
.tan
. tan 1

0.866
0.577
0.866

0.577

tan 0.866tr

1
. 3.14 1.05 2.41 sec
0.866

Dengan melakukan zooming out pada grafik respons yang ditunjukkan dalam
Gambar 27 dapat diperoleh tr 2.4 sec. seperti ilustrasi dalam Gambar 37
(mendekati hasil perhitungan).

Gambar 37. Hasil zoomng out pada grafik respons Gambar 27


untuk pengamatan Rise Time, tr

Peak time, t p
Dari Pers.(47) diperoleh :

tp

3.14

3.63 sec
d 0.866

Dengan melakukan zooming out pada grafik respons yang ditunjukkan dalam
Gambar 27 dapat diperoleh t p 3.6 sec seperti ilustrasi dalam Gambar 38
(mendekati hasil perhitungan).

47

Computer Based Control System Course Notes 1

1.163

Gambar 38. Hasil zoomng out pada grafik respons Gambar 27


untuk pengamatan Peak Time, t p

Maximum overshoot, M P
Oleh karena harga akhir respons steady state : c 1 maka :
M p c t p 1
1 e
e

0.5 .t p

. cos 0.866t p 0.577 sin 0.866t p 1

0.5 . 3.63

. cos 0.866 3.63 0.577 sin 0.866 3.63

0.16284 . 1 0.577 0.00198


0.163
Dengan pengamatan grafis, maka dari Gambar 38 dapat diperoleh M p 0.163
(sesuai hasil perhitungan).
Settling time, ts
Waktu penetapan ts untuk pita toleransi 2 % dan 5 % dapat diukur berdasarkan
konstanta waktu kurva selubung T 1 1 .n untuk harga yang berbeda.
Untuk 0 0.9 (undamped), maka dari Pers.(49) diperoleh :
ts 4T

4
4
4

8 sec toleransi 2%
.n 0.5 1

Dari Pers.(50) diperoleh :


ts 3T

3
3
3

6 sec toleransi 5%
.n 0.5 1

48

Computer Based Control System Course Notes 1


Dengan pengamatan grafis, untuk pita toleransi 2% zooming out dilakukan
pada :
c t s 2% c 2% .c c . 1 2% 1 . 0.98 0.98

Untuk pita toleransi 5% zooming out dilakukan pada :


c t s 5% c 5% .c c . 1 5% 1 . 0.95 0.95

Hasil zooming out ditunjukkan dalam Gambar 39. Dari Gambar 39 dapat
diperoleh untuk pita toleransi 2% : ts 8 sec dan untuk pita toleransi 5% :
ts 6 sec (sama dengan hasil perhitungan).

2%
5%

Gambar 39. Hasil zoomng out pada grafik respons Gambar 27


pada c t s 2% 0.98 dan c t s 5% 0.95

49

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN IX
AKSI PENGENDALIAN OTOMATIS (AUTOMATIC CONTROL ACTION)

AKSI PENGENDALIAN DASAR


Kontroler otomatis membandingkan harga aktual dari output plant dengan harga
yang diinginkan, menentukan deviasi, dan menghasilkan suatu sinyal kendali
yang akan memperkecil deviasi sampai nol atau sampai suatu harga yang kecil.
Cara kontroler otomatis menghasilkan sinyal kendali disebut aksi pengendalian.
Di dalam Sistem Kendali Industri terdapat beberapa kontroler industri sebagai
berikut :
1. Kontroler Dua Posisi (On-Off)
2. Kontroler Proporsional (P)
3. Kontroler Integral (I)
4. Kontroler Proporsional Integral (PI)
5. Kontroler Proporsional Derivative/Diferensial (PD)
6. Kontroler Proporsional Integral Diferensial (PID)
SISTEM KENDALI INDUSTRI
Gambar 40 mengilustrasikan Sistem Kendali Industri yang terdiri dari kontroler
otomatis, aktuator, plant dan sensor.

Gambar 40. Diagram Blok Sistem Kendali Industri

50

Computer Based Control System Course Notes 1


Kontroler otomatis terdiri dari error detector dan amplifier. Error detector
mendeteksi sinyal kesalahan penggerak (actuating error signal), yang biasanya
mempunyai tingkat daya yang sangat kecil. Amplifier berfungsi untuk
memperkuat actuating error signal sehingga mempunyai tingkat daya yang
cukup tinggi.
Aktuator adalah piranti daya yang mengubah sinyal kendali (control signal)
menjadi sinyal input yang diperlukan oleh plant.
Sensor (elemen ukur /sensing device) adalah piranti yang mengubah variabel
output menjadi besaran lain yang sesuai untuk dapat dibandingkan dengan
sinyal input referensi.
Kontroler Proporsional (P)
Pada kontroler P, hubungan antara output kontroler u (t ) dengan sinyal
kesalahan penggerak e(t ) dinyatakan dengan :
u (t ) K P .e(t )

(52)

Dalam bentuk transformasi Laplace dinyatakan dengan :


U ( s)
KP
E (s)

(53)

K P adalah penguatan/kepekaan proporsional.


Dari Pers.(53) tampak bahwa kontroler P memiliki perilaku yang sama dengan
penguat linear (linear amplifier). Apapun wujud mekanisme dan daya
penggeraknya, kontroler P pada dasarnya merupakan penguat dengan
penguatan yang dapat diatur.
Blok diagram kontroler ditunjukkan dalam Gambar 41.

R(s)

E (s)

KP

U (s )

B(s )
Gambar 41. Kontroler P

51

Computer Based Control System Course Notes 1


Salah satu karakteristik dari kontroler P adalah adanya deviasi kontrol sisa.
Deviasi kontrol sisa ( erb (t ) ) adalah selisih antara input referensi ( r (t ) ) dengan
variabel terkontrol ( b t ).
Sebagai contoh ilustrasi akan digunakan dua sistem seperti berikut :
1
Sistem Orde 1
s 1
1
G2 ( s ) 2
Sistem Orde 2
s s 1
G1 ( s )

Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan ( r (t ) 1 R( s ) 1/ s )


maka grafik respons closed loop system ditunjukkan dalam Gambar 42.
Jika kedua sistem diberi kontroler P dengan K P 2 maka akan diperoleh respons
output seperti dalam Gambar 43. Jika konstanta proporsional diperbesar hingga
pada nilai yang cukup besar maka akan diperoleh respons output seperti dalam
Gambar 44. Perbandingan masing-masing respons output untuk tiap sistem
ditunjukkan dalam Gambar 45.
Semua spesifikasi respons dalam Gambar 42, 43, 44, dan 45 diperoleh melalui
pengamatan langsung secara grafis. Hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Sistem Orde 1 dan 2 untuk berbagai nilai Kp

Sistem
Orde
1
Orde
2

KP

ts

2
20
2
20

3
2.5
0.35
6
9
8.6

ess
0.5
0.33
0.05
0.5
0.33
0.05

tp

MP

2.4
1.9
0.65

0.15
0.25
0.62

Kurva respons
Stabil
Stabil
Stabil
Osilasi teredam
Osilasi teredam
Osilasi teredam

Dari Tabel 1 dapat diperoleh beberapa hal berikut :

Kontroler P dapat memperkecil error steady state (ess), yang berdampak


pula pada mengecilnya settling time ( ts ).

Dengan memperbesar konstanta proporsional ( K P ) maka ess akan


semakin mendekati nol, tetapi tidak pernah bisa mencapai nol.

Pada sistem orde tinggi (di atas orde 1), memperbesar konstanta
proporsional dapat berakibat pada respons sistem yang lebih berosilasi.

52

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1

ts
(b). Respons Closed Loop System Orde 2
Gambar 42.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2)

53

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1. ess = 0.33, ts = 2.5 sec.

r(t)
0.92

ess = 0.33

MP = 0.25

0.67

c(t)

tp = 1.9

ts = 9

(b). Respons Closed Loop System Orde 2


Gambar 43.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2) dengan kontroler P dengan Kp = 2

54

Computer Based Control System Course Notes 1

r(t)
ess = 0.05

c(t)

ts = 0.35

(a). Respons Closed Loop System Orde 1 (zoom out)

(b). Respons Closed Loop System Orde 2 (zoom out)


Gambar 44.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2) dengan kontroler P dengan Kp = 20

55

Computer Based Control System Course Notes 1

r(t)
c(t), Kp = 20
c(t), Kp = 2

c(t), tanpa kontroler

(a). Respons Closed Loop System Orde 1

c(t), Kp = 20
r(t)
c(t), Kp = 2
c(t), tanpa kontroler

(b). Respons Closed Loop System Orde 2


Gambar 45.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2) tanpa dan dengan kontroler P dengan Kp = 1, 2, 20

56

Computer Based Control System Course Notes 1


Kontroler Integral (I)
Pada kontroler I, hubungan antara output kontroler u (t ) dengan sinyal
kesalahan penggerak e(t ) dinyatakan dengan :
t

d
u (t ) K I .e(t ) u (t ) K I . e(t ).dt
dt
0
(54)
Dalam bentuk transformasi Laplace dinyatakan dengan :
U ( s) K I

E (s)
s

(55)

K I adalah konstanta integral. Gambar 46 menunjukkan Kontroler I.


R(s)

E (s)

U (s )

KI
s
B(s )

Gambar 46. Kontroler I

Salah satu karakteristik dari kontroler I adalah dalam hal menyimpan energi
(output kontroler diubah dengan laju yang sebanding dengan sinyal kesalahan
penggerak dengan harga u (t ) yang stasioner pada saat e(t ) nol), sehingga pada
saat sinyal kesalahan penggerak nol, output kontroler integral tetap pada
harganya

yang

terakhir.

Oleh

karena

itu

kontroler

cenderung

menghilangkan/memperkecil ess. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 47.

Gambar 47. Kemampuan menyimpan energi dari Kontroler I

57

Computer Based Control System Course Notes 1


Sebagai contoh ilustrasi akan digunakan dua sistem seperti berikut :
1
Sistem Orde 1
s 1
1
G2 ( s ) 2
Sistem Orde 2
s s 1
G1 ( s )

Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan ( r (t ) 1 R( s ) 1/ s )


maka grafik respons closed loop system ditunjukkan dalam Gambar 42.
Jika kedua sistem diberi kontroler I dengan K I 1 maka akan diperoleh respons
output seperti dalam Gambar 48. Jika konstanta proporsional diperbesar hingga
pada nilai yang cukup besar maka akan diperoleh respons output seperti dalam
Gambar 49. Perbandingan masing-masing respons output untuk tiap sistem
ditunjukkan dalam Gambar 50.
Semua spesifikasi respons dalam Gambar 42, 43, 44, dan 45 diperoleh melalui
pengamatan langsung secara grafis. Hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Sistem Orde 1 dan 2 untuk berbagai nilai KI

Sistem
Orde
1
Orde
2

tp

MP

3
9.5
10.9
6
-

ess
0.5
0
0
0.5
-

3.7
2.4
2.4
-

0.16
0.3
0.15
0.7
-

KI

ts

1
2
1
2

Kurva respons
Stabil
Osilasi teredam
Osilasi teredam
Osilasi teredam
Osilasi terus menerus
Osilasi terus menerus
dan membesar

Dari Tabel 2 dapat diperoleh beberapa hal berikut :

Kontroler I dapat memperkecil / menghilangkan ess.

Kontroler I memperbesar settling time ( ts ).

Dengan memperbesar konstanta integral ( K I ) dapat berakibat pada


respons sistem yang berosilasi tidak teredam, sehingga sistem menjadi
tidak stabil.

58

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1

(b). Respons Closed Loop System Orde 2


Gambar 48.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2) dengan kontroler I dengan KI = 1

59

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1

(b). Respons Closed Loop System Orde 2


Gambar 49.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2) dengan kontroler I dengan KI = 2

60

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1

(b). Respons Closed Loop System Orde 2


Gambar 50.
Respons output closed loop system (Orde 1 dan 2) tanpa dan dengan kontroler I dengan KI = 1, 2

61

Computer Based Control System Course Notes 1


Kontroler Proporsional + Integral (PI)
Pada kontroler PI, hubungan antara output kontroler u (t ) dengan sinyal
kesalahan penggerak e(t ) dinyatakan dengan :
t

u (t ) K P .e(t ) K I . e(t ).dt


0

(56)

K
K P . e(t ) I . e(t ).dt
KP 0

1
u (t ) K P . e(t ) . e(t ).dt
TI 0

(57)

Bentuk transformasi Laplace Pers.(56) dinyatakan dengan :


U ( s)
K
KP I
E (s)
s

(58)

Bentuk alternatif dari Pers.(57) dinyatakan dengan :

U ( s)
1
K P . 1

E (s)
T

I .s

(59)

TI adalah waktu integral. Gambar 51 menunjukkan Kontroler PI.

KP
R ( s)

U ( s) R ( s)

E (s)

E (s)

KI
s
B ( s)

KP

U ( s)

1
TI .s
B ( s)

Gambar 51. Kontroler PI : (a). menggunakan Pers.(58). (b). Menggunakan Pers.(59)

Pada kontroler ini, bagian proporsional akan mengantisipasi kelambatan


respons yang ditimbulkan oleh bagian integral. Sedangkan bagian integral akan
mengantisipasi terjadinya deviasi kontrol sisa yang ditimbulkan oleh bagian
proporsional. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 52.

62

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 52. Respons output Kontroler PI dengan input fungsi step satuan
(a). Bagian proporsional bekerja lebih dulu, kemudian bagian integral sehingga menutupi
kelemahan kontroler integral yang memperlambat respons
(b). Kemampuan menyimpan dari kontroler integral menutupi kelemahan kontroler
proporsional yang menyebabkan deviasi kontrol sisa (ess tidak pernah nol)

Sebagai contoh ilustrasi akan digunakan dua sistem seperti berikut :


1
Sistem Orde 1
s 1
1
G2 ( s ) 2
Sistem Orde 2
s s 1
G1 ( s )

Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan ( r (t ) 1 R( s ) 1/ s )


maka grafik respons closed loop system ditunjukkan dalam Gambar 42.
Jika Sistem 1 diberi kontroler PI dengan K P 2, K I 1 maka akan diperoleh
respons output seperti dalam Gambar 53(a).
Jika Sistem 2 diberi kontroler PI dengan K P 2, K I 1 maka akan diperoleh
respons output seperti dalam Gambar 54(a).
Semua spesifikasi respons dalam Gambar 53 dan 54 diperoleh melalui
pengamatan langsung secara grafis. Hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 3.

63

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1 menggunakan kontroler PI dengan KP =2, KI = 1

1.16

r(t)

MP = 0.16
ess = 0

c(t)

(b). Respons closed loop Sistem Orde 1 menggunakan


kontroler P dengan KP = 2

ts = 9.5

tp = 3.7

(c). Respons closed loop Sistem Orde 1 menggunakan


kontroler I dengan KI = 1

Gambar 53.
Respons output closed loop Sistem Orde 1 dengan kontroler P , I, dan PI

64

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 2 menggunakan kontroler PI dengan KP =2, KI = 1

(b). Respons closed loop Sistem Orde 2 menggunakan


kontroler P dengan KP = 2

(c). Respons closed loop Sistem Orde 2 menggunakan


kontroler I dengan KI = 1

Gambar 54.
Respons output closed loop Sistem Orde 2 dengan kontroler P , I, dan PI

65

Computer Based Control System Course Notes 1

Tabel 3. Perbandingan Sistem Orde 1 dan 2 untuk berbagai kontroler P, I, dan PI

Sistem
Orde
1
Orde
2

tp

MP

2.5
9.5
8
9

ess
0.33
0
0
0.33

3.7
1.9

0.16
0.25

0.7

12.8

2.07

0.25

KP

KI

ts

2
2
2

1
1
-

Kurva respons
Stabil
Stabil
Stabil
Osilasi teredam
Osilasi terus
menerus
Stabil

Dari Tabel 3 dapat diperoleh beberapa hal berikut :

Waktu integral ( TI K I / K P ) mengatur aksi kendali integral.

Kp mempengaruhi bagian proporsional dan integral dari aksi kendalinya.

Dengan adanya bagian I, kelemahan bagian P yang selalu menghasilkan


ess dapat diperkecil/dihilangkan.

Dengan adanya bagian P, menyebabkan sistem stabil. Hal ini juga untuk
menutupi kelemahan bagian I yang menyebabkan ketidakstabilan sistem
pada saat digunakan bersama di plant dengan konstanta waktu sistem
yang cukup besar.

Kelemahan kontroler PI adalah menyebabkan respon menjadi lambat


karena adanya bagian I.

66

Computer Based Control System Course Notes 1


Kontroler Proporsional + Derivatif / Diferensial (PD)
Pada kontroler PD, hubungan antara output kontroler u (t ) dengan sinyal
kesalahan penggerak e(t ) dinyatakan dengan :
d
e (t )
dt

K d
K P . e(t ) D . e(t )
K P dt

u (t ) K P .e(t ) K D .

(60)

u (t ) K P . e(t ) TD . e(t )
dt

(61)

Bentuk transformasi Laplace Pers.(60) dinyatakan dengan :


U ( s)
K P K D .s
E (s)

(62)

Bentuk alternatif lain dari Pers.(61) dinyatakan dengan :


U ( s)
K P . 1 TD .s
E (s)

(63)

TD adalah waktu diferensial. Gambar 55 menunjukkan Kontroler PD.

KP
R ( s)

U ( s) R ( s)

E (s)

K D .s
B ( s)

E (s)

U ( s)

KP

TD .s
B ( s)

Gambar 55. Kontroler PD : (a). Menggunakan Pers.(62). (b). Menggunakan Pers.(63)

Kontroler D tidak dapat digunakan sendirian, karena hanya efektif selama


periode transient (bersifat mendahului). Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 56.

67

Computer Based Control System Course Notes 1


e(t)
2
1

e(t)
3

Aksi kontroler
PD

2
TD
Bagian
Proporsional

Gambar 56. Respons output Kontroler PD dengan input fungsi ramp satuan

Sebagai contoh ilustrasi akan digunakan dua sistem seperti berikut :

G1 ( s )

1
1
Sistem Orde 1 G2 ( s) 2
Sistem Orde 2
s 1
s s 1

Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan ( r (t ) 1 R( s ) 1/ s )


maka grafik respons closed loop system ditunjukkan dalam Gambar 42.
Jika Sistem 1 diberi kontroler PD dengan K P 20, K D 1 maka akan diperoleh
respons output seperti dalam Gambar 57(a).
Dari Gambar 57(a) dan 57(b) tampak bahwa untuk Sistem Orde 1, respons
sistem yang dihasilkan dengan kontroler PD hampir sama dengan jika
menggunakan kontroler P, kecuali pada ts . Kecilnya ess dipengaruhi oleh bagian
proporsional yang cukup besar.
Gambar 57(c) menunjukkan bahwa dengan membuat K D 1 maka respons
sistem akan berupa sinyal impuls. Dengan K P 20, K D 2 pada Sistem Orde 1
maka pada arah forward (maju) :

G ( s ) 2 2s .

1
2 konstanta
s 1

Dari tabel transformasi Laplace diperoleh bahwa transformasi Laplace balik dari
suatu konstanta akan berupa fungsi impuls.

68

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 1 menggunakan kontroler PD dengan KP =20, KD = 1 (zoom out)

(b). Respons closed loop Sistem Orde 1 menggunakan


kontroler P dengan KP = 20 (zoom out)

(c). Respons closed loop Sistem Orde 1


menggunakan kontroler PD dengan KP = 2, KD = 2
(sinyal impuls)

Gambar 57.
Respons output closed loop Sistem Orde 1 dengan kontroler P dan PD

Jika Sistem 2 diberi kontroler PD dengan K P 20, K D 1 maka akan diperoleh


respons output seperti dalam Gambar 58(a).
Semua spesifikasi respons dalam Gambar 57 dan 58 diperoleh melalui
pengamatan langsung secara grafis.

69

Computer Based Control System Course Notes 1

(a). Respons Closed Loop System Orde 2 menggunakan kontroler P dengan KP =20, KD = 1 (zoom out)

(b). Respons closed loop Sistem Orde 2 menggunakan


kontroler P dengan KP = 20 (zoom out)

(c). Respons closed loop Sistem Orde 2 menggunakan


kontroler PD dengan KP =20, KD = 2 (zoom out)

Gambar 58.
Respons output closed loop Sistem Orde 2 dengan kontroler P , dan PD

Dari Gambar 58(a) dan 58(b) tampak bahwa respons Sistem Orde 2 dengan
kontroler PD hampir sama dengan respons Sistem Orde2 dengan kontroler P.
Perbedaan yang paling mendasar adalah maximum overshoot ( M P ) dari respons
yang menggunakan kontroler PD jauh lebih kecil dibandingkan dengan hanya
kontroler P, serta settling time ( ts ) yang lebih kecil juga. Gambar 58(c)

70

Computer Based Control System Course Notes 1


menunjukkan bahwa dengan memperbesar KD akan berdampak pada
mengecilnya M P dan ts .
Kontroler Proporsional + Integral + Derivatif / Diferensial (PID)
Pada kontroler PID, hubungan antara output kontroler u (t ) dengan sinyal
kesalahan penggerak e(t ) dinyatakan dengan :
t

u (t ) K P .e(t ) K D .

d
e(t ) K I . e(t ).dt
dt
0

(64)

K d
K
K P . e(t ) D . e(t ) I . e(t ).dt
K
dt
K
P
P 0

d
1
u (t ) K P . e(t ) TD . e(t ) . e(t ).dt
dt
T
I 0

(65)

Bentuk transformasi Laplace Pers.(64) dinyatakan dengan :


U ( s)
K
K P K D .s I
E (s)
s

(66)

Bentuk alternatif lain dari Pers.(65) dinyatakan dengan :

U ( s)
1
K P . 1 TD .s

E (s)
TI .s

(67)

Gambar 59 menunjukkan Kontroler PID.

KP
R ( s)

E (s)

KI
s
K D .s

U ( s) R ( s)

E ( s)

1
TI .s

U ( s)

KP
TD .s

B ( s)
B ( s)
Gambar 59. Kontroler PID : (a). Menggunakan Pers.(66). (b). Menggunakan Pers.(67)

71

Computer Based Control System Course Notes 1


Pada kontroler ini :

Dengan adanya bagian P, kelemahan bagian D yang cenderung


menyebabkan sistem tidak stabil dapat dikompensasi.

Dengan adanya bagian I, kelemahan P yang selalu menghasilkan ess dapat


diperkecil.

Kelemahan bagian I yang menyebabkan respon menjadi lambat


dikompensasi oleh bagian D. Bagian D memiliki kelebihan dalam hal
mendahului sehingga dapat mempercepat respon sistem. Hal ini
didasarkan pada kondisi saat sinyal kesalahan penggerak bergerak dari
nol hingga sedikit di atas nol, respon keluaran kontroler D melonjak
sangat cepat pada harga tak hingga, hingga mencapai nol kembali pada
saat sinyal kesalahan penggerak mulai konstan.

Kelemahan dari bagian D adalah dapat memperkuat sinyal desing (noise)


sehingga menimbulkan pengaruh saturasi pada aktuator (sistem tidak
stabil). Kontroler D hanya bekerja secara efektif selama periode transient.

Sebagai contoh ilustrasi akan digunakan dua sistem seperti berikut :

G1 ( s )

1
1
Sistem Orde 1 G2 ( s) 2
Sistem Orde 2
s 1
s s 1

Dengan sinyal input referensi berupa fungsi step satuan ( r (t ) 1 R( s ) 1/ s )


maka grafik respons closed loop system ditunjukkan dalam Gambar 42.
Berikut akan diilustrasikan perbandingan antara kontroler P, I, PI, PD, dan PID
pada kedua sistem di atas. Konstanta yang digunakan adalah :
KP 2 KI 1 KD 1
Perbandingan respons sistem yang dihasilkan oleh Sistem 1 yang diberi
kontroler P, I, PI, PD, dan PID ditunjukkan dalam Gambar 60.
Perbandingan respons sistem yang dihasilkan oleh Sistem 2 yang diberi
kontroler P, I, PI, PD, dan PID ditunjukkan dalam Gambar 61.
Dari Gambar 60 dan 61 tampak bahwa respons sistem yang dihasilkan oleh
kontroler PID jauh lebih baik dibandingkan kontroler yang lain.

72

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 60. Perbandingan respons Sistem Orde 1 dengan kontroler P, I, PI, PD, dan PID

PID
I
PI

P
PD

Gambar 61. Perbandingan respons Sistem Orde 2 dengan kontroler P, I, PI, PD, dan PID

Catatan :
Kontroler PID bekerja dengan optimal pada saat digunakan untuk sistem di atas
orde 1.

73

Computer Based Control System Course Notes 1

BAGIAN X
DESAIN SISTEM KENDALI

Persyaratan Umum Sistem Kendali


Sistem kendali yang didesain harus memenuhi beberapa hal berikut :
1. Harus memenuhi syarat kestabilan mutlak (respons steady state harus
berada pada keadaan yang setimbang). Secara matematis dinyatakan :
c konvergen (stabil)
c divergen (tidak stabil)

2. Harus memenuhi syarat kestabilan relatif (respons sistem menunjukkan


peredaman

yang

layak

atau

memenuhi

kriteria

yang

ditetapkan). M P sangat kecil


3. Respons sistem harus cukup cepat atau memenuhi kriteria yang
ditetapkan. t s sangat kecil
4. Error steady state harus diperkecil hingga nol atau hingga pada harga
yang dapat ditoleransi. ess sangat kecil

Pendekatan dasar dalam Desain Kendali


1. Mengetahui spesifikasi/indeks performansi (IP), dinamika plant yang ada,
dan dinamika komponen yang digunakan.
2. Merumuskan persoalan desain dalam bentuk model matematis.
3. Mensimulasikan model matematis pada komputer untuk menguji perilaku
sistem yang diperoleh dalam bentuk respons terhadap berbagai sinyal
dan gangguan.
4. Proses desain dan analisisnya dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh
model sistem yang memuaskan.
5. Berdasarkan hasil simulasi kemudian dibuat sistem fisik prototype.
6. Pengujian pada prototype dilakukan berulang-ulang hingga mendapatkan
hasil yang memuaskan.

74

Computer Based Control System Course Notes 1


Secara umum, diagram blok Sistem Kendali ideal ditunjukkan dalam Gambar 62.

Gambar 62. Diagram blok Sistem Kendali Ideal

Gambar 63. Diagram blok Sistem Kendali Berbasis Komputer

Pemodelan matematis suatu sistem fisik dapat pula dilakukan dengan


menggunakan System Identification Toolbox Matlab. Hal ini diilustrasikan dalam
Gambar 64.

Gambar 64. Pembuatan Model Matematis melalui Proses Identifikasi Sistem


Menggunakan System Identification Toolbox Matlab

75

Computer Based Control System Course Notes 1


CONTOH DESAIN :
STUDI

KASUS

PENGENDALIAN

PROPELLER

(BALING-BALING)

YANG

DIGERAKKAN DENGAN MOTOR DC (Pendekatan Orde 1)


1. Mengetahui spesifikasi/indeks performansi (IP), dinamika plant yang ada, dan
dinamika komponen yang digunakan.
Pada langkah awal ini, problem fisik dinyatakan dalam model sistem yang sesuai
dengan problem dimaksud. Propeller (baling-baling) yang digerakkan dengan
menggunakan motor DC dapat digambarkan seperti berikut :

Gambar 65. Rangkaian equivalent penggerak Propeller menggunakan motor DC

Dari gambar di atas diketahui bahwa :

: resistansi elektris motor DC, (Ohm)

: induktansi elektris motor DC, (H)

: arus pada motor DC, (A)

: Back-Electro Motive Force (B-EMF) dari motor (GGL), (Volt)

: momen inersia rotor DC, (Kg-m2/sec2)

TL

: torsi beban motor DC, (N-m) : TL D.

TM

: torsi motor DC, (N-m) : TM K M .i

: damping ratio/constant dari sistem mekanik motor, (N-m-sec/rad)

K M : konstanta mekanis dari sistem mekanik motor DC, (N-m/A)


K E : konstanta elektris B-EMF, (Volt-sec/rad)
M : kecepatan sudut motor DC, (rad/sec)
P

: kecepatan sudut propeller, (rad/sec)

vs

: tegangan DC referensi

76

Computer Based Control System Course Notes 1


2. Merumuskan persoalan desain dalam bentuk model matematis.
Jika dianggap berat propeller cukup kecil sehingga faktor beban propeller dapat
diabaikan, maka dapat dinyatakan :
P M
Dari Pers.(21) diperoleh :

( s )
K

Vs ( s ) J .L.s 2 J .R D.L .s D.R K 2


Dengan mengabaikan faktor induktansi pada motor DC maka dari Pers.(24)
diperoleh :

( s )
K

Vs ( s ) J .R.s D.R K 2
Karena diketahui :

: 0.5 Ohm

: 7.5 X 10-5 Kg-m2/sec2

: 10-6 N-m-sec/rad

: 5 X 10-3

maka diperoleh :
( s )
K

Vs ( s ) J .R.s D.R K 2

5 103

7.5 10 0.5 .s 10 0.5 5 10


5

3 2

5 103

3.75 10 .s 5 10
5

( s )
200

Vs ( s ) 1.5s 1

3 2

(68)

Dari Pers.(68) tampak bahwa model matematis pengendalian kecepatan putar


propeller (rpm) dengan input berupa tegangan (volt) memiliki penguatan linear
sebesar : A 200 . Ini berarti bahwa setiap 1 V input sebanding dengan 200 rpm
output, yang dinyatakan dengan :

1 V 200 rpm

77

Computer Based Control System Course Notes 1


3. Mensimulasikan model matematis pada komputer untuk menguji perilaku
sistem yang diperoleh dalam bentuk respons terhadap berbagai sinyal dan
gangguan.
Untuk mengamati respons open loop dari Pers.(68) digunakan model simulink
matlab seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 66.

Gambar 66. Model simulink respons open loop Pers.(68)

Dari Gambar 66 diketahui bahwa sinyal respons output berupa kecepatan putar
(rpm). Untuk dapat diperbandingkan dengan sinyal input yang berupa sinyal
tegangan satuan maka sinyal respons output perlu diubah menjadi sinyal rpm
satuan, yaitu : 1 / A 1 / 200 .

Gambar 67. Respons open loop system dari Pers.(68)

Dari Gambar 67 dapat diketahui bahwa untuk pita toleransi 2% diperoleh :


vo ts 2% 0.98 ts 2% 196
ts 5.8 sec

Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 68.

78

Computer Based Control System Course Notes 1

vs(t)
vo(t)

(t)

ts

Gambar 68. Zoom out respons open loop system dari Gambar 67

Dari Pers.(68) dapat diketahui bahwa sistem kendali kecepatan putar motor DC
adalah Sistem Orde 1. Dari Model Sistem Orde 1 yang dinyatakan dengan Pers.(33)
maka dari Pers.(68) diperoleh :
A 200 T 1.5 sec

Jika diasumsikan vs (t ) r (t ), vo (t ) c(t ) maka menggunakan sinyal uji berupa


fungsi step satuan ( r (t ) 1 R( s ) 1/ s ) maka untuk pita toleransi 2%
diperoleh Harga Akhir :

c t s 2% c 2%.c c 1 2%
1 0.98 0.98

Sedangkan settling time ( ts ) untuk pita toleransi 2% diperoleh dari Pers.(49)


sebagai berikut :
ts 4.T 4 1.5 6 sec

Tampak bahwa hasil pengamatan grafik mendekati hasil perhitungan.


Untuk mengamati respons closed loop dari Pers.(68) digunakan model simulink
matlab seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 69.

79

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 69. Model simulink respons closed loop Pers.(68)

Dari Gambar 69 tampak terdapat piranti di sisi feedback, yang mengubah sinyal
kecepatan putar menjadi sinyal tegangan. Piranti dimaksud adalah berupa
tachometer, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 70.

Gambar 70. Tachometer

Tachometer dapat dimodelkan dengan :


V (s)
KT
( s)
dimana KT adalah konstanta penguatan linear tachometer.
Untuk memperoleh respons closed loop satuan maka model simulink yang
digunakan ditunjukkan dalam Gambar 71.

Gambar 71. Model simulink respons closed loop Pers.(68) dengan respons rpm satuan (vo)

Respons closed loop system ditunjukkan dalam Gambar 72.

80

Computer Based Control System Course Notes 1

r(t)
ess = 0.5

c(t)
ts

Gambar 72. Respons closed loop sistem yang dinyatakan dengan Pers.(68)

4. Proses desain
Sebelum melakukan tahap desain, terlebih dahulu perlu ditetapkan IP (Indeks
Performansi) berdasarkan hasil analisis respons transient pada tahap sebelumnya.
Dari Gambar 72 diperoleh performansi respons transient closed loop system adalah
sebagai berikut :
ts =3 sec

ess = 0.5

No overshoot

IP yang direncanakan adalah :


ts =0.1 sec

ess 0

No overshoot

Tahap 1 :
Pada tahap awal dicoba untuk menambahkan kontroler P pada model closed loop
system seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 71. Konstanta KP diatur sedemikian
rupa sehingga diperoleh settling time : ts =0.1 sec. Pita toleransi yang digunakan
adalah 2%. Dengan melakukan beberapa kali pengaturan maka diperoleh hasil
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 73 dengan KP = 74.

Gambar 73. Respons closed loop sistem dari Pers.(68) menggunakan kontroler P dengan KP = 74
(zoom out)

81

Computer Based Control System Course Notes 1


Tahap 2 :
Pada tahap ini akan digunakan kontroler PI dengan konstanta KP dan KI sebagai
berikut :
KP = 74
KI = 74
KP = 74
KI = 54
KP = 54
KI = 34
Respons sistem ditunjukkan dalam Gambar 74.

Gambar 74. Respons closed loop sistem dari Pers.(68) menggunakan kontroler PI
dengan beberapa nilai KP dan KI (zoom out)

Dari Gambar 74 tampak bahwa ts yang telah ditetapkan dari IP (indeks


performansi)

berada

di

antara

kurva

respons

yang

dihasilkan

oleh

K P 74, K I 54 dan K P 54, K I 34 . Dengan mengatur ulang KP dan KI maka


diperoleh respons sistem seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 75.

r(t)
KP = 60, KI = 35

Toleransi 2%
KP = 74

ts

Gambar 75. Respons closed loop sistem dari Pers.(68) menggunakan kontroler P dan PI
(zoom out)

82

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 75 menunjukkan perbandingan respons sistem yang dihasilkan oleh


kontroler P (KP = 74) dan kontroler PI (KP = 60, KI = 35).
Tampak bahwa dengan kontroler PI, ess 0 dibandingkan dengan kontroler P.
Tahap 3 :
Jika digunakan kontroler PID dengan konstanta KP = 60, KI = 35 dan KD = 0.03
maka akan diperoleh kurva respons yang mendekati kurva respons yang
dihasilkan oleh kontroler PI. Dengan mengubah KI = 39 maka diperoleh respons
sistem seperti dalam Gambar 76.

Gambar 76. Respons closed loop sistem dari Pers.(68) menggunakan kontroler PID (zoom out)

Dari Gambar 76 tampak bahwa ketiga kontroler P, PI dan PID menghasilkan


respons sistem yang telah memenuhi kriteria IP yang telah ditetapkan. Hanya
saja kontroler PID menghasilkan ess yang jauh lebih mendekati nol
dibandingkan dengan kontroler P dan PI.
Hasil akhir desain dalam model simulink matlab ditunjukkan dalam Gambar 77.

83

Computer Based Control System Course Notes 1

Gambar 77. Model Simulink Pengendalian Kecepatan Putar Propeller


menggunakan Kontroler PID

5. Desain Sistem Kendali berbasis Komputer


Dari langkah 4 misalnya diputuskan untuk menggunakan kontroler PID, maka tahap
selanjutnya adalah membangun sistem kendali berbasis komputer. Dalam hal ini,
hasil tahap 4 langsung diterapkan ke sistem fisik dengan komputer sebagai piranti
pendukung. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 78.

Gambar 78. Model Sistem Kendali Kecepatan Putar Propeller berbasis Komputer

Dari Gambar 78 dapat diketahui bahwa fungsi pengendalian dilakukan


menggunakan komputer dengan menerapkan kontroler PID yang sudah didesain.
Komputer dihubungkan dengan plant fisik. Sinyal input referensi ( vr (t ) )
dibangkitkan oleh komputer. Sedangkan tegangan aktual ( va (t ) ) akan digunakan
sebagai sinyal feedback.

84

Computer Based Control System Course Notes 1


Dengan model seperti demikian, perilaku performansi respons transient sistem
fisik dengan kontroler berbasis komputer, langsung dapat diamati melalui
display komputer.
6. Pengujian Hasil Desain Sistem Kendali berbasis Komputer
Dari hasil tahap 5, pengujian dapat dilakukan berulang-ulang untuk mengamati
perilaku respons sistem fisik apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan.

85

Anda mungkin juga menyukai