Anda di halaman 1dari 27

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Stroke
a. Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada
setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri di otak (Price & Wilson,
2006). Doengoes (2000) mengungkapkan bahwa stroke merupakan penyakit
serebrovaskuler yang menunjukan beberapa kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh beberapa keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh darah otak,
yang disebabkan robekan pembuluh darah atau oklusi parsial atau total yang
bersifat sementara atau permanen. Kemudian menurut WHO, stroke
didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak lokal maupun luas yang terjadi
secara mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, dapat
menyebabkan penderitanya meninggal karena gangguan pendarahan otak.
Gangguan fungsi otak ini dapat mengakibatkan kematian, kelumpuhan,
gangguan bicara, menurunnya kesadaran dan lain-lain.

16

b. Jenis
Penyakit stroke dapat di diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisis neurologis. Diagnosis ini sangat penting dalam menentukan atau untuk
membedakan jenis stroke yang diderita seseorang. CT-Scan merupakan
pemeriksaan baku emas untuk membedakan jenis stroke apakah perdarahan
atau infark (Mansjoer, 2000).
a. Stroke non hemoragi atau stroke iskemik
Stroke

iskemik

yaitu

tersumbatnya

pembuluh

darah

yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir


85 persen disebabkan oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan
sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus
(kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada
di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri
intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah, peradangan,
dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke
hemoragi dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda
(Mansjoer, 2000).
Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik ini dibagi menjadi
empat jenis, yaitu:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam.

17

2) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RNID) yaitu gejala neurologis


akan menghilang antara >24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Progressing Stroke atau Stroke in Evolution yaitu kelainan atau defisit
neurologik berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi
berat.
4) Completed Stroke atau stroke komplit yaitu kelainan neurologis sudah
menetap dan tidak berkembang lagi (Ngoerah, 1991).
Sebagian besar stroke iskemik terjadi di hemisfer otak, meskipun ada
yang terjadi di cerebellum (otak kecil) atau batang otak. Beberapa stroke
iskemik di hemisfer tampaknya bersifat ringan dan tidak bergejala dan hanya
menimbulkan kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya ingat.
Stroke ringan berganda dan berulang dapat menimbulkan cacat berat,
penurunan kognitif dan demensia (Feigin, 2006).
b. Stroke Hemoragi
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada
penderita hipertensi (Ngoerah, 1991).
Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan.

18

c. Faktor Risiko
Menurut Notoatmodjo (2005), faktor risiko adalah faktor-faktor atau
keadaan-keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau
status kesehatan tertentu. Penggolongan faktor risiko penyakit stroke
berdasarkan dapat tidaknya risiko tersebut dicegah atau ditanggulangi ada
dua, yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Riwayat Keluarga
4. Ras
b. Faktor risiko yang dapat diubah:
1. Hipertensi
2. Merokok
3. Diabetes Melitus
4. Penyakit Kardiovaskular
5. Kolesterol Tinggi
6. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
7. Kontrasepsi oral
8. Obesitas
9. Konsumsi Alkohol
10. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)

19

d. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Ada
beberapa manifestasi klinis dari penyakit stroke, yaitu:
1. Kehilangan motorik antara lain hemiplegia dan hemiparesis.
2. Kehilangan komunikasi antara lain disatria (kesulitan berbicara), disfasia
atau

afasia

(bicara

defektif

atau

kehilangan

bicara),

apraksia

(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).


3. Gangguan persepsi antara lain disfungsi persepsi visual, gangguan
hubungan visual-spasial, dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2002).
e. Komplikasi
Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja, gangguan
emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal
yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke,
yaitu:
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral (Brunner & Suddarth, 2002).

20

f. Pencegahan
Penyakit stroke sebenarnya dapat dicegah dengan mengendalikan
faktor risiko stroke. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit
stroke adalah tidak merokok dan minum alkohol, pola makan yang sehat dan
seimbang serta berobat untuk mengobati penyakit seperti hipertensi, diabetes
dan penyakit jantung.

2. Tanda-Tanda Vital
a. Pengertian Tanda-Tanda Vital
Menurut Perry & Potter (2005) pengukuran yang paling sering dilakukan
oleh praktisi kesehatan adalah pengukuran suhu, nadi, tekanan darah frekuensi
pernapasan, dan saturasi oksigen. Sebagai indikator dari status kesehatan,
ukuran-ukuran ini menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural, dan
endokrin tubuh, karena sangat penting maka disebut dengan tanda vital. Faktor
seperti suhu lingkungan, latihan fisik, dan efek sakit yang menyebabkan
perubahan tanda vital, kadang-kadang di luar batas normal.
Pengukuran tanda vital memberi data untuk menentukan status kesehatan
klien yang lazim (data dasar), seperti respon terhadap stress fisik dan psikologis,
terapi medis dan keperawatan, perubahan tanda vital, dan menandakan
perubahan fungsi fisiologis. Perubahan pada tanda vital dapat juga menandakan
kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan medis. Tanda vital
merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi klien atau

21

mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon klien terhadap intervensi.


Pengkajian tanda vital merupakan unsur yang esensial bila perawat dan dokter
melakukan kolaborasi dalam menentukan status kesehatan klien (Perry & Potter,
2005).
b. Tekanan Darah
1) Pengertian
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh
permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh
darah (Ethel, 2004).
2) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
a) Curah jantung tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung
(ditentukan berdasarkan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya).
(1)Tekanan perifer terhadap tekanan darah berbanding terbalik
dengan tahanan dalam pembuluh.
(2)Viskositas darah. Semakin banyak kandungan protein dan sel
darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah.
b) Panjang Pembuluh
Semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap
aliran darah radius pembuluh.
c) Radius Pembuluh
Tekanan darah akan turun, jika radius pembuluh dibagi dua,
seperti yang terjadi pada vasokontriksi, maka tahanan terhadap aliran

22

akan meningkat enam belas kali lipat dan tekanan darah akan naik.
Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan,
maka perubahan dalam tekanan darah didapat dari perubahan radius
pembuluh darah (Ethel, 2004).
3) Pengaturan Tekanan Darah
Pengaturan saraf pusat vasomotorik pada medulla otak mengatur
tekanan darah. Pusat kardioakselerator dan kardioinhibitor mengatur
curah jantung. Pusat vasomotorik tonus vasomotorik merupakan stimulasi
tingkat rendah yang terus menerus pada serabut otot polos dinding
pembuluh. Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi tekanan darah. Zat tersebut meliputi:
a) Hormon medulla adrenal (norepineprin termasuk vasokonstriktor)
epinefrin dapat berperan sebagai sebagai suatu vasokonstriktor atau
vasodilator, bergantung pada jenis reseptor otot polos pada pembuluh
darah organ.
b) Hormon antidiuretik (vasopresin) dan oksitosin yang disekresi dari
kelenjar hipofisis posterior termasuk vasokonstriktor.
c) Angiostensin adalah sejenis peptida darah yang dalam bentuk aktifnya
termasuk salah satu vasokonstriktor kuat.
d) Prostaglandin adalah agen seperti hormon yang diproduksi secara lokal
dan mampu bertindak sebagai vasodilator atau vasokonstriktor (Ethel,
2004).

23

4) Cara Mengukur
Tekanan darah arteri sistolik dan diastolik diukur secara tidak
langsung

melalui

metode

auskultasi

dengan

menggunakan

spigmomanometer. Peralatannya terdiri dari sebuah manset lengan untuk


menghentikan aliran darah arteri brakial, sebuah manometer raksa untuk
membaca tekanan, sebuah bulb pemompa manset untuk menghentikan
aliran darah arteri brakial, dan sebuah katup untuk mengeluarkan udara
dari manset. Sebuah stetoskop dipakai untuk mendeteksi awal dan akhir
bunyi Korotkoff, yaitu bunyi semburan darah yang melalui sebagian
pembuluh yang tertutup. Bunyi dan pembacaan angka pada kolom raksa
secara bersamaan merupakan cara untuk menentukan tekanan sistolik dan
diastolik (Priharjo, 2006).
Tekanan darah rata-rata pada pria dewasa muda adalah sistolik 120
mmHg dan diastolik 80 mmHg, biasanya ditulis 120/80. Tekanan darah
pada wanita dewasa muda, baik sistolik maupun diastolik biasanya lebih
kecil 10 mmHg dari tekanan darah laki-laki dewasa muda (Ethel, 2004).
Joint National Committee 7 menetapkan klasifikasi tekanan darah seperti
terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Joint National Committee 7
KATERGORI
Normal
Pre Hipertensi
Hipertensi Grade 1
Hipertensi Grade 2

SISTOLIK (mmHg)
<120
120-139
140-159
160

DIASTOLIK (mmHg)
<80
80-89
90-99
100

24

c. Frekuensi Pernapasan/Respirasi
1) Pengertian
Menurut Perry & Potter (2005) pernapasan adalah mekanisme
tubuh menggunakan pertukaran udara antara atmosfer dengan darah serta
darah dengan sel, dimana batas normalnya sekitar 12-20 penarikan napas
per menit.
2) Siklus Respirasi
Satu siklus respirasi terdiri dari satu kali inhalasi dan satu kali
ekshalasi. Jumlah udara yang keluar atau masuk paru-paru dalam satu
siklus respirasi disebut volume tidal. Saat siklus dimulai, tekanan atmosfer
dan intrapulmonar sama besar, tidak ada pertukaran udara. Inhalasi dimulai
dengan penurunan tekanan intrapleural yang diakibatkan ekspansi rongga
dada sehingga udara masuk. Saat ekshalasi dimulai, tekanan intrapleural
dan intrapulmonar naik dengan cepat, mendorong udara keluar dari paruparu (Martini, 2001).
3) Proses Respirasi
Proses kimiawi respirasi pada tubuh manusia:
a) Transport Oksigen
In lungs
Hb

O2

HbO2
In Tissues

Hemoglobin

Oxygen

Oxyhemoglobin

25

b) Transport Karbon Dioksida


In Tissues
CO2

Hb

HbO2

In Lungs
Hemoglobin
Carbaminohemoglobin

Carbon Dioxide

In Tissues
CO2

H2O

H2CO3
In Lungs

Carbon Dioxide

Water

Carbonic Acid

In Tissues
H2CO3

H+

In Lungs
Carbonic Acid
Hydrogen Ion

HCO3Bicarbonate Ion
(Stanley, 2006)

4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju dan Kedalaman Pernapasan


Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dan kedalaman pernapasan adalah
a) Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru
yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada
yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi
dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan
proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa dada
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada
bentuk dada dan pola nafas seperti terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kecepatan Pernapasan Normal Untuk Berbagai Kelompok Usia
Usia
2-6 tahun
6-10 tahun

Pernapasan (Kali/Menit)
21-30
20-26

26

12-14 tahun
Dewasa
Lanjut Usia
b) Inflasi Refleks

18-22
12-20
12-20

Peregangan reseptor di pleura visceral sensitif terhadap tingkat


peregangan oleh paru-paru. Selama inspirasi, impuls dari peregangan
reseptor dikirim ke pusat pernapasan melalui saraf vagus, dimana
peregangan reseptor menghambat pembentukan impuls yang menyebabkan
inspirasi. Hal ini menaikkan ekspirasi dan mencegah inspirasi mendalam
yang berlebihan yang mungkin dapat merusak paru-paru.
c) Tinggi Pusat Otak
Impuls dari pusat otak yang lebih tinggi dapat mempengaruhi
pusat pernapasan. Impuls ini dapat secara sengaja dihasilkan seperti ketika
seseorang memilih untuk mengubah pola normal dari bernapas yang
tenang. Namun, kontrol yang sengaja ini terbatas. Impuls yang tidak
sengaja dapat dibentuk oleh pusat-pusat otak yang lebih tinggi selama
pengalaman emosional, seperti kecemasan, ketakutan, dan kegembiraan,
dan selama sakit kronis. Pada waktu tersebut, laju pernapasan meningkat.
Demikian pula, sebuah pengalaman emosional yang tiba-tiba, nyeri tajam,
atau stimulus dingin yang tiba-tiba akan cenderung untuk sejenak berhenti
bernapas, suatu kondisi yang disebut apnea.

27

d) Suhu Tubuh
Peningkatan suhu tubuh, seperti terjadi selama latihan berat atau
demam, meningkatkan laju pernapasan. Sebaliknya, penurunan suhu tubuh
menurunkan laju pernapasan.
e) Bahan Kimia
Faktor-faktor kimia yang paling penting yang mempengaruhi
respirasi adalah konsentrasi CO2, ion hydrogen (H+), dan O2 dalam darah.
Reseptor sensorik yang sensitif terhadap faktor-faktor ini disebut
kemoreseptor, dan kandungan zat diatas terdapat di pusat pernapasan,
badan karotis, dan tubuh aorta (Stanley, 2006).
5) Fungsi Pernapasan
Menurut Martini (2001) fungsi sistem respirasi adalah
1) Menyediakan permukaan untuk pertukaran gas antara udara dan sistem
aliran darah.
2) Sebagai jalur untuk keluar masuknya udara dari luar ke paru-paru.
3) Melindungi permukaan respirasi dari dehidrasi, perubahan temperatur,
dan berbagai keadaan lingkungan yang merugikan atau melindungi
sistem respirasi itu sendiri dan jaringan lain dari patogen.
4) Sumber produksi suara termasuk untuk berbicara, menyanyi, dan
bentuk komunikasi lainnya.

28

6) Mekanisme Respirasi
Secara umum respirasi terdiri dari 2 proses: respirasi eksternal dan
respirasi internal. Respirasi eksternal meliputi pertukaran gas (oksigen dan
karbon dioksida) antara cairan interstisial tubuh dengan lingkungan luar.
Tujuan dari respirasi eksternal adalah untuk memenuhi kebutuhan respirasi
sel. Respirasi internal adalah proses absorpsi oksigen dan pelepasan karbon
dioksida dari sel. Proses respirasi internal ini disebut juga respirasi selular,
terjadinya di mitokondria.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam respirasi eksternal:
a) Ventilasi pulmoner atau bernapas adalah perpindahan udara secara fisik
keluar masuk paru-paru. Fungsi utamanya adalah untuk menjaga
keseimbangan ventilasi alveolar. Tekanan atmosfer memiliki peranan
penting dalam ventilasi pulmoner.
b) Difusi gas, melewati membran respiratori antara ruangan alveolar dan
kapiler alveolar serta melewati kapiler alveolar dan kapiler jaringan.
c) Transportasi oksigen dan karbon dioksida: antara kapiler alveolar dan
kapiler jaringan (Martini, 2001).
d. Denyut Nadi
1) Pengertian
Denyut arteri adalah gelombang tekanan yang merambat 6-9 meter
per detik, sekitar 15 kali lebih cepat dari darah. Denyut dapat dirasakan di
titik manapun yang arterinya terletak dekat permukaan kulit dan dibantali

29

dengan sesuatu yang keras. Arteri yang biasa teraba adalah arteri radial
pada pergelangan tangan (Ethel, 2004).
Kekuatan denyut ditentukan oleh tekanan denyut dan hanya sedikit
hubungannya dengan tekanan rata-rata. Pada syok, denyut melemah
(thread). Denyut kuat apabila isi sekuncup besar, misalnya selama kerja
fisik atau setelah pemberian histamin. Apabila tekanan denyut tinggi,
gelombang denyut mungkin cukup besar untuk dapat diraba atau bahkan
didengar oleh individu yang bersangkutan (Ganong, 2002).
2) Macam-Macam Denyut Nadi
Tiap denyut nadi dapat dilukiskan sebagai suatu gelombang yang
terdiri dari bagian yang meningkat, bagian yang menurun, dan puncaknya.
Dengan cara palpasi dapat menafsirkan gelombang tersebut, yaitu:
a) Pulsus Anakrot: Gelombang nadi yang lemah mempunyai puncak
yang tumpul dan rendah yang terdapat pada stenosis aorta.
b) Pulsus Seler: Denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, yaitu
denyutan yang meningkat tinggi dan menurun secara cepat sekali.
c) Pulsus Paradoksus: Denyut nadi yang menjadi semakin lemah selama
inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi
untuk timbul kembali pada saat ekspirasi. Nadi semacam itu
menunjukkan adanya perikarditis konstritiva dan efusi perikardium.

30

d) Pulsus Alternans: Nadi yang mempunyai denyutan yang kuat dan


lemah berganti-ganti. Hal ini menandakan adanya kerusakan pada otot
jantung.
3) Faktor-Faktor
Pada saat memeriksa nadi, faktor-faktor yang perlu dievaluasi
adalah kecepatan, irama, kualitas, konfigurasi gelombang nadi, dan kualitas
pembuluh darah itu sendiri.
a) Frekuensi Nadi
Frekuensi nadi adalah jumlah denyutan selama 1 menit. Frekuensi
nadi normal pada orang dewasa antara 60-90, biasanya 70-75. Pada anakanak dan wanita frekuensi sedikit lebih cepat, demikian juga halnya pada
waktu berdiri, sedang makan, mengeluarkan tenaga atau waktu mengalami
emosi.
Frekuensi nadi dianggap abnormal adalah lebih dari 100 dan kurang
dari 60. Nadi yang cepat dikenal dengan takikardi, sedangkan nadi yang
lambat dikenal dengan bradikardi. Takikardi dijumpai pada demam tinggi
tirotosikosis, infeksi streptokokus, difteri dan berbagai jenis penyakit
jantung. Sedangkan bradikardi terdapat pada penyakit kuning, demam
enteritis, dan tifoid seperti terlihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kecepatan Jantung Normal Untuk Berbagai Kelompok Usia
Usia
Bayi baru lahir (newborn)
Umur 1-6 tahun
Umur 6-12 tahun

Kecepatan Jantung (Kali/Menit)


70-170
75-160
80-120

31

Dewasa
Lanjut Usia
Atlet yang terkondisi baik
b) Irama Nadi

60-100
60-100
50-100

Irama nadi sama pentingnya dengan frekuensi nadi untuk dikaji.


Irama nadi dibedakan menjadi teratur dan tidak teratur. Pada orang sehat
denyut nadi biasanya teratur, tetapi nadi yang tidak teratur belum tentu
abnormal. Aritmia Sinus adalah gangguan irama nadi, dimana frekuensi
nadi cepat pada waktu inspirasi dan melambat pada waktu ekspirasi. Hal
ini adalah normal dan mudah dijumpai pada anak-anak.
Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal. Pada gangguan
hantaran jantung dapat terjadi keadaan dimana tiap-tiap dua denyut jantung
dipisahkan oleh waktu yang lama, karena satu di antara tiap-tiap dua
denyut jantung menghilang. Nadi semacam itu dinamakan pulsus
bigeminus. Kalau tiap 2-3 denyutan diceraikan oleh waktu yang lama
dinamakan pulsus trigeminus.
c) Kualitas Nadi
Kualitas atau amplitudo nadi dapat dikatakan normal, kurang atau
hilang.
d) Konfigurasi Nadi
Konfigurasi atau kontur nadi dapat memberikan informasi penting.
Konfigurasi nadi paling baik diperiksa dengan palpasi pada arteri karotis,
dan bukan pada arteri radialis distal, karena karakteristik dramatik

32

gelombang nadi bisa kacau ketika nadi dihantarkan ke pembuluh yang


lebih kecil.
e) Kualitas Pembuluh Darah
Kondisi pembuluh darah juga mempengaruhi nadi dan harus
diperhatikan, terutama pada lanjut usia.
f) Kekuatan Denyutan
Kekuatan denyut ditentukan oleh tekanan denyut dan hanya sedikit
hubungannya dengan tekanan rata-rata. Pada syok denyut melemah, denyut
kuat apabila isi sekuncup besar, misalnya selama kerja fisik atau setelah
pemberian histamin. Apabila tekanan denyut tinggi, gelombang denyut
mungkin cukup besar untuk dapat diraba atau bahkan didengar oleh
individu yang bersangkutan.
Inkompeten (insufisiensi aorta), denyut sangat kuat, dan gaya ejeksi
sistolik mungkin cukup untuk menyebabkan kepala mengangguk setiap
kali jantung berdenyut. Denyut pada insufisiensi aorta disebut denyut
collapsing, corrigan, atau palu-air (water-kammer) (Delp & Manning,
1996).

3. Spiritualitas
a. Definisi Spiritualitas
Spiritualitas merujuk kepada bagian dari keberadaan manusia untuk
mencari hidup yang berarti melalui hubungan intra, inter dan transpersonal

33

(Reed, 1992). Martsolf dan Mickley (1998) menambahkan, spiritual secara


umum mencakup kepercayaan dalam hubungan dengan suatu kekuatan lebih
tinggi, kekuatan pencipta, keberadaan tuhan atau sumber energi yang tak
terbatas. Sebagai contoh seseorang pada Tuhan, Allah SWT, kekuatan besar
atau kekuatan lebih tinggi. Spiritualitas mencakup aspek makna (meaning),
nilai (values), transendensi (transcendence), hubungan (connecting) dan
menjadi (becoming) (Rafael dalam Kim, 2000).
b. Kebutuhan Spiritual
Setiap orang memiliki dimensi spiritual, semua klien juga mempunyai
kebutuhan yang merefleksikan spiritualitasnya. Kebutuhan ini sering muncul
ketika sakit atau kondisi krisis lainnya. Kepercayaan spiritual klien dapat
dirubah oleh kondisi kesehatan mereka. Perawat perlu sensistif terhadap
indikator kebutuhan spiritual klien dan memberikan respon yang sesuai.
Menemukan kebutuhan spiritual klien dapat meningkatkan perilaku koping
dan meluaskan sumber yang memberi nilai yang tersedia pada klien.
Kebutuhan spiritual klien meliputi (Kozier et al, 2004): kebutuhan dicintai,
kebutuhan mempunyai harapan, kebutuhan saling percaya, kebutuhan
diampuni, kebutuhan dihargai, kebutuhan dimuliakan, kebutuhan untuk berarti
dalam kehidupan, kebutuhan akan nilai, kebutuhan kreativitas, kebutuhan
terhubung dengan Tuhan, kebutuhan bagian dari komunitas.

34

c. Spiritual Well-Being
Spiritual yang sehat atau spiritual well-being dimanifestasikan oleh
perasaan hidup, penuh tujuan dan terpenuhi (Ellison dalam Kim, 2000). Pilch
dalam Kim (2000) menambahkan bahwa spiritual yang sehat adalah sebuah
jalan kehidupan, sebuah gaya hidup yang diperlihatkan, hidup sebagai tujuan
dan menyenangkan serta menemukan penyokong hidup dari luar, mempunyai
banyak pilihan untuk dipilih secara bebas pada kesempatan yang baik, dan
menanamkan kedalam hati nilai spiritual atau keyakinan agama yang spesifik.
Karakteristik yang mengindikasikan spiritual well-being (Kozier et al, 2004)
antara lain: perasaan damai dalam hati, mengasihi sesama, menghormati
hidup, bersyukur, apresiasi antara kesatuan dan keanekaragaman, humor,
kebijaksanaan, kemurahan hati, kemampuan untuk lebih penting dari diri,
kemampuan untuk mencintai tanpa syarat.
d. Distress Spiritual
Distress spiritual merujuk pada perubahan dari spiritual well-being
atau sistem kepercayaan yang menyediakan kekuatan, harapan, dan hidup
yang berarti. Faktor yang berhubungan dengan spiritual distress meliputi
masalah psikologis, faktor terkait pengobatan, faktor situasional (Kozier et al,
2004). Masalah psikologis antara lain: penyakit terminal, nyeri, kehilangan
fungsi bagian tubuh, keguguran atau lahir mati. Faktor yang terkait
pengobatan mencakup rekomendasi transfusi darah, aborsi, pembedahan,
pembatasan diet, amputasi, isolasi. Faktor situasional mencakup kematian atau

35

sakit orang yang dicintai, ketidakmampuan mempraktekan praktek spiritual


atau perasaan malu mempraktekannya (Capernito, 2002 dalam Kozier et al,
2004).
e. Pengertian Terapi Spiritual
Pengertian terapi spiritual adalah suatu bentuk asuhan keperawatan
spiritual atau rohani sesuai dengan agama dan keyakinan pasien (Sumiati,
2003). Terapi spiritual pasien adalah proses pemeliharaan, pengurusan,
penjagaan aktivitas spiritual, insaniah agar berada dalam situasi dan kondisi
yang fitri yaitu berkeyakinan, sabar, tawakal, mutmainah, berikhtiar dalam
menghadapi ujian sakit yang dilakukan oleh diri sendiri atau melalui bantuan
orang lain misalnya ustadz, pemuka agama atau rohaniawan dengan cara
menjalankan kewajiban beragama dalam berbagai situasi dan kondisi (STAIN,
2004). Terapi spiritual diberikan minimal satu kali selama perawatan di rumah
sakit dengan durasi 20 menit. Terapi spiritual merupakan salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan spiritual yaitu terhubung dengan kekuatan Tuhan
(Kozier et al, 2004). Fokus materi yang diberikan kepada pasien selama dalam
perawatan adalah tuntunan pelaksanaan sholat, thoharoh bagi orang sakit,
dzikir dan doa sehari-hari, tuntunan bagi keluarga dalam menghadapi cobaan,
hakikat sakit dan bagaimana cara berikhtiar menurut Islam, konseling
keagamaan, pendekatan dengan pasien dan keluarga, mencegah berputus asa
dan menjaga kemurnian tauhid, bimbingan sakaratul maut (Bimroh RS Islam
Jakarta, 2010).

36

Untuk pasien yang sakit kritis juga diperlukan terapi spiritual atau
nasehat agar mendapatkan keikhlasan, kesabaran, dan ketenangan dalam
menghadapi cobaan sakit. Terapi spiritual lebih cenderung untuk menyentuh
satu sisi spiritualitas manusia, mengaktifkan titik godspot (titik tuhan atau titik
spiritual manusia) dan mengembalikan klien ke sebuah kesadaran darimana
dia berasal, alasan mengapa manusia diciptakan, tugas-tugas yang harus
dilakukan manusia didunia, beberapa hal yang pantas dilakukan didunia, halhal yang tak pantas dilakukan didunia, mengembalikan manusia ke kesucian,
mengembalikan sebuah kertas yang berisikan tulisan tinta kembali menjadi
selembar kertas putih.
f. Cara Pemberian Terapi Spiritual
Dalam memberikan terapi spiritual menggunakan disiplin ilmu
bimbingan dan konseling Islam. Terapi spiritual diklasifikasikan menjadi 2:
1. Terapi Spiritual secara langsung
Metode yang digunakan yaitu nasehat, dialog, demonstratif,
katarsis dengan media berupa profil diri, tutur kata, dan materi bimbingan
berupa dzikir, doa, dan akhlak.
2. Terapi Spiritual secara tidak langsung
Metode yang digunakan ceramah, percikan hikmah, terapi musik,
doa, istighozah, dengan media berupa audio, audiovisual, cetak,
sedangkan materi yang diberikan berupa doa, fikih, dan akhlak (STAIN,
2004).

37

Sifat dari terapi spiritual adalah preventif dan edukatif. Program terapi
spiritual komprehensif meliputi terapi pada pasien kondisi biasa (melahirkan,
pre dan post operatif, pasien yang sakit biasa), pasien kondisi koma, pasien
gawat darurat, dan pasien sakaratul maut.
Terapi spiritual dalam bentuk massal dilakukan disebuah ruangan
tertentu, pembicara (ustadz atau rohaniawan) yang sudah menguasai
komunikasi terapeutik memberikan pencerahan tentang hakekat mengapa
manusia diciptakan, mengenalkan tujuan manusia diciptakan, pencerahanpencerahan ini bertujuan mengurangi manusia terhadap keinginan dan
memprioritaskan kebutuhan, meskipun kebutuhan bagi setiap orang itu
berbeda tetapi minimal dengan mengetahui kebutuhan dasar manusia maka
terapi ini akan membantu manusia kembali ke kesadaran awal.
Terapi spiritual juga bisa dilakukan dalam bentuk bimbingan individu,
terapi dilakukan oleh satu ustadz atau rohaniawan dengan satu pasien, ustadz
atau rohaniawan membacakan sesuatu yang harus ditirukan oleh klien
kemudian ustadz atau rohaniawan meminta klien membaca bacaan tertentu
sebanyak beberapa kali, selain itu membimbing klien dalam proses ibadah,
meski mengalami gangguan kesehatan beberapa klien masih memiliki satu
kesadaran terkait dengan spiritualitas.
Terapi spiritual diberikan kepada orang yang sedang sakit dan
menjalani perawatan baik di rumah ataupun di rumah sakit. Terapi spiritual

38

dilakukan dengan cara memberikan nasehat- nasehat tentang kesabaran dan


mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam menghadapi ujian sakit.

39

B. Kerangka Teori
Faktor Risiko Penyakit Stroke

Manifestasi Klinis

Penyakit
Stroke

a. Faktor risiko yang tidak dapat

Kehilangan

diubah: Umur, Jenis Kelamin,


Riwayat Keluarga, Ras.
b. Faktor

risiko

yang

dapat

diubah: Hipertensi, Penyakit


Kardiovaskular,

Kolesterol

(Hemiplegia

Kontrasepsi

Diabetes,
Oral,

Penyalahgunaan

dan

Hemiparesis), Kehilangan

Jenis Penyakit Stroke


a. Stroke
Non
Hemoragi/Stroke
Iskemik
b. Stroke Hemoragi

Tinggi, Obesitas, Peningkatan


Hematokrit,

Motorik

Komunikasi

(Disatria,

Disfasia,

Apraksia),

Gangguan

Persepsi,

Kerusakan

Fungsi

Kognitif

Merokok,

dan

Psikologik,

Obat,

Efek

Disfungsi

Kandung Kemih

Konsumsi Alkohol.

Komplikasi Stroke
Hipoksia

Serebral,

Penurunan Aliran Darah


Serebral,

Embolisme

Serebral
Penatalaksanaan

Biologi

Psikologi

Sosial

Spiritual

Terapi Spiritual
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori

40

C. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas maka dirumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
Variabel Bebas

Variabel Terikat

Terapi Spiritual

Tanda-Tanda Vital (Tekanan Darah,


Frekuensi Pernapasan/Respirasi, dan Denyut
Nadi) Pada Pasien Stroke Non Hemoragi

Variabel Pengganggu

Variabel Pengganggu

1. Keterampilan Terapis

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

2. Ketersediaan Alat

a. Usia

3. Potensi Pendengaran

b. Penyakit Penyerta
c. Aktivitas Fisik
d. Mobilitas Klien
e. Jenis Kelamin
f. Medikasi (Obat-obatan)

Keterangan:
: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.2 Gambar Kerangka Konsep

41

D. Hipotesis
Menurut (Saryono, 2011) hipotesis adalah prediksi dari hasil penelitian.
Hipotesis ada dua, yaitu hipotesis nihil atau hipotesis nol (Ho) dan hipotesis kerja
(Ha). Hipotesis nihil atau hipotesis nol (Ho) dalam penelitian ini adalah: Tidak
ada pengaruh terapi spiritual terhadap tanda-tanda vital pada pasien stroke non
hemoragi di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai