Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernapasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan udara disebut
ekspirasi.
Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang
ditarik dari udara yang masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah
secara

osmosis.

Seterusnya

CO2 akan dikeluarkan

melalui

traktus

respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapilerkapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung (atrium
sinistra) ke aorta seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-sel), disini
terjadi oksidasi atau pembakaran. Sebagai ampas atau sisanya dari
pembakaran adalah CO2 dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena
masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) ke bilik kanan
(ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan
paru-paru akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel alveoli. Proses
pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa
dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan
kulit. Setelah udara dari luar diproses, didalam hidung masih terjadi perjalanan
panjang menuju paru-paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis
yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan
tidak masuk ke trakea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka begitu

vi

seterusnya. Jika makanan masuk kedalam laring maka kita mendapat serangan
batuk, untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebut dari laring. Selain itu
dibantu oleh adanya bulu-bulu getar silia yaitu untuk menyaring debu-debu,
kotoran dan benda asing. Adanya benda asing atau kotoran tersebut
memberikan rangsangan kepada selaput lendir dan bulu-bulu getar sehingga
terjadi bersin, kadang terjadi batuk. Akibatnya benda asing dan kotoran
tersebut bisa dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Dengan kejadian tersebut
diatas udara yang masuk kedalam alat-alat pernapasan benar-benar bersih.
Tetapi kalau kita bernapas melalui mulut, udara yang masuk ke dalam
paru-paru tidak dapat disaring, dilembabkan atau dihangatkan, ini bisa
mengakibtkan gangguan terhadap tubuh. Dan sel-sel bersilia (bulu-bulu getar)
dapat rusak apabila adanya gas beracun dalam keadaaan dehidrasi. Namun
dalam keadaaan tertentu diharapkan kita bernapas melalui mulut, misalnya
pada operasi hidung, pengangkatan polip, karena setelah operasi pada kedua
hidung diisi tampon sehingga bernapas melalui mulut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi sistem pernapasan?
2. Bagaimana fisiologis sistem pernapasan?
3. Bagaimana proses oksigen sel?
4. Apa saja tanda dan gejala kecukupun oksigen?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengeruhi oksigenasi?
6. Apa saja masalah yang sering terjadi terkait dengan kebutuhan oksigenasi
pada semua tingkat usia?
7. Bagaimana contoh askep pada pasien pada usia neonatus dengan gangguan
oksigenasi sesuai dengan tahapan-tahapan askep yang ditentukan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih memahami
tentang sistem pernafasan yang dialami oleh kita sendiri dalam kehidupan
sehari-hari.
1.4 Sistematika Makalah
BAB 1 Pendahuluan

vi

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Pembahasan
1.4 Sistematika Makalah
BAB 2 Pembahasan
2.1 Anatomi Sistem Pernapasan
2.1.1 Sistem Respirasi Atas
2.1.1.1 Hidung
2.1.1.2 Faring
2.1.1.3 Laring
2.1.1.4 Trakea
2.1.2 Sistem Respirasi Bawah
2.1.2.1 Bronkus
2.1.2.2 Bronkiolus
2.1.2.3 Bronkiolus Terminalis
2.1.2.4 Bronkiolus Respiratori
2.1.2.5 Duktus Alveolar dan Sakus Alveolar
2.1.2.6 Alveoli
2.1.2.7 Paru
2.1.2.8 Pleura
2.2 Fisiologis Sistem Pernapasan
2.2.1 Ventilasi
2.2.1.1 Tekanan Atmosfer
2.2.1.2 Tekanan Pleura
2.2.1.3 Tekanan Alveoli
2.2.1.4 Tekanan Pulmonal

vi

2.2.2 Difusi
2.2.2.1 Ketebalan Membrana
2.2.2.2 Luas Permukaan Membrana
2.2.2.3 Koefisien Difusi Ga dalam Substansi Membrana
2.2.2.4 Perbedaan Tekanan antara Kedua Sisi Membrana
2.2.3 Transportasi
2.2.3.1 Efek Bohr
2.2.3.2 Peran Hb
2.2.3.3 Efek Haldene
2.2.4 Perfusi
2.3 Proses Oksigen Sel
2.3.1 Sistem Respirasi
2.3.1.1 Hipoksia Hipoksik
2.3.1.2 Hipoksia Anemik
2.3.1.3 Hipoksia Stagnan atau Iskemik
2.4.1.4 Hipoksia Histotoksik
2.4.2 Hipokapnia
2.4.3 Hiperkapnia
2.4.4 Hipoventilasi
2.4.5 Hiperventilasi
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
2.5.1 Faktor Fisiologis
2.5.2 Faktor Perkembangan
2.5.2.1 Bayi Premature

vi

2.5.2.2 Bayi dan Toodler


2.5.2.3 Anak Usia Sekolah dan Remaja
2.5.2.4 Dewasa Muda dan Pertengahan
2.5.2.5 Dewasa Tua
2.5.3 Faktor Perilaku
2.5.3.1 Nutrisi
2.5.3.2 Exercise
2.5.3.3 Merokok
2.5.4 Faktor Lingkungan
2.5.4.1 Tempat Kerja (Polusi)
2.5.4.2 Suhu Lingkungan
2.5.4.3 Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut
2.5.5 Faktor Psikologis

2.6 Masalah yang Terkait dengan Kebutuhan Oksigen


2.6.1 Hipoksia
2.6.2 Perubahan Pola Pernapasan
2.6.2.1 Takipnea
2.6.2.2 Bradipnea
2.6.2.3 Hiperventilasi
2.6.2.4 Kussmaul
2.6.2.5 Hipoventilasi
2.6.2.7 Ortopnea
2.6.2.8 Cheyne Stokes

vi

2.6.2.9 Pernapasan Paradoksial


2.6.2.10 Biot
2.6.2.11 Strider
2.6.3 Obstruksi Jalan Napas
2.6.4 Pertukaran Gas
BAB 3 Asuhan Keperawatan
A.

Pengkajian Keperawatan

B.

Diagnosa Keperawatan

C.

Perencanaan Keperawatan

D.

Implementasi Keperawatan

E.

Evaluasi

BAB 4 Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Lampiran
Daftar Pustaka

vi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Sistem Pernapasan
Anatomi sistem pernapasan terbagi menjadi 2, yaitu :
2.1.1 Sistem Respirasi Atas
Sistem respirasi atas meliputi :
2.1.1.1 Hidung
Hidung terdiri dari bagian eksternal dan internal. Bagian
eksternal hidung yaitu menonjol dari wajah dan disangga oleh
tulang hidung dan kartilago. Bagian internal hidung yaitu
rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung
kanan dan kiri oleh septum (pembagi vertikal yang sempit).
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang banyak
mengandung

vaskular

yang

disebut

mukosa

hidung.

Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang


mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke
belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi
sebagai saluran udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru,
sebagai

penyaring

kotoran

dan

melembabkan

serta

menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.


2.1.1.2 Faring
Faring (tenggorok) merupakan struktur seperti tuba yang
menghubungkan rongga hidung dan mulut ke laring. Faring
dibagi menjadi 3, yaitu nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan

vi

laring (laringofaring). Fungsi faring adalah untuk menyediakan


saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
2.1.1.3 Laring
Laring (organ suara) merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea. Laring terdiri atas epiglotis
(daun katup kartilago yang menutupiostium ke arah laring
selama menelan), glotis (ostium antara pita suara dalam
laring), kartilago tiroid (kartilago terbesar pada trakea,
sebagian dari kartilago ini membentuk jakun), kartilago krikoid
(satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring),
kartilago aritenoid (digunakan dalam gerakan pita suara
dengan kartilago tiroid), pita suara (ligamen yang dikontrol
oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara). Fungsi
laring yaitu untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi,
melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batu.
2.1.1.4 Trakea
Ujung trakea (batang tenggorok) bercabang menjadi dua
bronkus yang disebut karina.
2.1.2 Sistem Respirasi Bawah
2.1.2.1 Bronkus
Bronkus terbagi menjadi 2, yaitu bronkus kanan dan kiri.
Bronkus lobaris kanan (3 lobus) terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus

vi

segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi


menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan
ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
2.1.2.2 Bronkiolus
Bronkiolus

mengandung

kelenjar

sub

mukosa

yang

memproduksi lender yang membentuk selimut tidak terputus


untuk melapisi bagian dalam jalan napas
2.1.2.3 Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis yang mana tidak mempunyai kelenjar lendir dan
silia.
2.1.2.4 Bronkiolus Respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional
antara napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
2.1.2.5 Duktus Alveolar dan Sakus Alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolar dan sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alveoli
2.1.2.6 Alveoli
Alveoli merupakan tempat pertukaran gas O2 dan CO2. Alveoli
terdiri atas 3 tipe, yaitu sel alveolar tipe I (sel epitel yang
membentuk dinding alveoli), sel alveolar tipe II (sel yang aktif
secara metabolik), sel alceolar tipe III (makrofag yang
merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan).

vi

2.1.2.7 Paru
Paru merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut dan
terletak dalam rongga dada (toraks). Kedua paru dipisahkan
oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar. Setiap paru memiliki apeks dan basis.
Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura
interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus.
Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya.
2.1.2.8 Pleura
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan
jaringan elastis. Pleura terbagi menjadi 2, yaitu pleura
parietalis (yang melapisi rongga dada) dam pleura viseralis
(yang menyelubungi setiap paru-paru). Diantara pleura
terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak
selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks
dengan paru-paru. Tekananan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfir. Hal ini untuk mencegah kolap
paru-paru.
2.2 Fisiologis Sistem Pernapasan
Respirasi (pernapasan) adalah proses pengambilan oksigen dari
lingkungan dan pengeluaran karbondioksida dari dalam tubuh makhluk
hidup. Sistem pernapasan setiap makhluk hidup berbeda tergantung

vi

pengkalifikasiannya. Namun, pembahasan makalah ini hanyalah mencakup


tentang sistem pernapasan pada manusia.
Tujuan dari respirasi adalah menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbondioksida. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, respirasi
dapat dibagi menjadi 4 kejadian fungsional mayor, yaitu :
2.2.1 Ventilasi
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya udara antara
atmosfer dan alveoli paru.
Paru dapat berekspansi dan berkontraksi dalam 2 cara, yaitu
dengan pergerakan ke atas dan ke bawah dari diafragma untuk
memperpanjang atau memperpendek rongga dada dan dengan elevasi
dan depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan menurunkan
diameter anteroposterior dari rongga dada.
Ada 4 tekanan yang mempengaruhi ventilasi pulmonal, yaitu :
2.2.1.1 Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara atmosfer pada
benda dipermukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut
760 mmHg.
2.2.1.2 Tekanan Pleura
Tekanan cairan diruang sempit antara pleura paru dan pleura
dinding dada. Tekanan pleura yang normal pada awal inspirasi
(-5 cm air) merupakan nilai isap (tekanan negative)
mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai istirahat.

vi

Pengembangan rangka dada akan menarik paru kearah luar


dengan kekuatan lebih besar tekanan jadi lebih negative (-7
cm air).
2.2.1.3 Tekanan Alveoli
Tekanan alveoli bersifat positif dalam keadaan tidak ada udara
masuk atau keluar dari paru yaitu saat akhir ekspirasi biasa,
tekanan alveoli ini sama dengan tekanan atmosfer. Tekanan
alveoli harus lebih rendah dari tekanan udara luar saat
permulaan inspirasi. Pada akhir inspirasi maksimal, tekanan
alveoli menjadi lebih tinggi dari udara luar dan saat ini
dimulailah proses ekspirasi.
2.2.1.4 Tekanan Transpulmonal
Perbedaan yang ada diantara tekanan alveolus dan pleura pada
permukaan luar paru nilai daya lenting (elastic).
Ventilasi Alveolus adalah kecepatan udara yang baru masuk
pada area ini. Perbaruan udara secara terus-menerus dalam area
pertukaran gas, merupakan sebuah penampung pada jaringan elastin
(elastic). Keelastikan paru ini beragantung pada dua faktor, yaitu
jaringan ikat elastik paru (Setiap jaringan ikat ini mengandung seratserat elastin yang kemudian elastin itu membentuk jaringan yang
memperkuat elastisitasnya yang membungkus paru) dan tegangan
permukaan alveolus (Ditimbulkan oleh lapisan tipis cairan yang
melapisi bagian dalam alveolus, dari gaya tarik tak seimbang antara
ikatan molekul air dipermukaan yang lebih kuat dibanding dengan

vi

udara diatas permukaan. Terdapat cairan dalam elveoli ini yang


membuat tegangan permukaanya menjadi naik).
2.2.2 Difusi
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat
dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel
tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan
dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi. CO2 lebih mudah berdifusi dibandikan O2. gas
pernafasan yang berhenti memungkinkan terjadinya pengikatan /
berdifusi ke dalam pembuluh darah dan memasukkan gas pernafasan ke
dalam tubuh sehingga bisa berguna.
Prinsip dan formula terjadinya difusi gas melalui membrana
respirasi sama dengan difusi gas melalui air dan berbagai jaringan. Jadi,
faktor yang menentukan betapa cepat suatu gas melalui membrana
tersebut adalah :
2.2.2.1 Ketebalan Membrana
Sering terjadi kecepatan difusi melalui membrana tidak
proporsional terhadap ketebalan membrana sehingga setiap
faktor yang meningkatkan ketebalan melebihi 2 3 kali
dibandingkan dengan yang normal dapat mempengaruhi secara
sangat nyata pertukaran gas pernafasan normal.
2.2.2.2 Luas Permukaan Membrana
Khusus pada olahragawan, luas permukaan membrana respirasi
sangat mempengaruhi prestasi dalam pertandingan maupun

vi

latihan. Luas permukaan paru-paru yang berkurang dapat


berpengaruh serius terhadap pertukaran gas pernafasan pada
manusia, misalnya kakunya alveolus pada penderita TBC.
2.2.2.3 Koefisien Difusi Gas dalam Substansi Membrana
Dalam hal koefisien difusi masing-masing gas kaitannya dengan
perbedaan tekanan ternyata CO2 berdifusi melalui membrana
kira-kira 20 kali lebih cepat dari O2. Dan Koefisien difusi O2
dua kali lebih cepat dari N2.
2.2.2.4 Perbedaan Tekanan Antara Kedua Sisi Membrana
Dalam hal perbedaan tekanan gas, tekanan gas parsial
menyebabkan gas mengalir melalui membrana respirasi.
misalnya diudara PO2 160 mmHg di Alveolus hanya 105
mmHg, maka terjadilah aliran dari udara ke alveolus , begitu
seterusnya. Dengan demikian, bila tekanan parsial suatu gas
dalam alveoli lebih besar dibandingkan dengan tekanan gas
dalam darah pada O2 maka terjadilah difusi O2 dari alveoli ke
arah darah. Tetapi bila tekanan gas dalam darah lebih besar
dibandingkan dengan dalam alveoli seperti halnya CO2 maka
difusi terjadi dari darah ke dalam alveoli.

2.2.3 Transportasi
Gas yang telah berdifusi kedalam darah dapat mengalami
beberapa kejadian, yaitu ada yang larut dalam plasma dan masuk
kedalam eritrosit dan berikatan dengan Hb.
Dengan eritrosit

oksigen diangkut kejaringan oleh sirkulasi

sistemik, dan karbondioksida juga diangkut oleh eritrosit diangkut dari

vi

jaringan ke alveoli melalui sirkulasi pulmonum. Setelah oksigen


berdifusi masuk ke dalam melalui kapiler pulmonum. Saat masuk
oksigen itu mengalami beberapa kejadian 3 % larut dalam plasma dan
97 % masuk kedalam eritrosit dan berikatan dengan Hb.
2.2.3.1 Efek Bohr
Longgarnya ikatan oksigen dengan Hb dijaringan tampaknya
dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida didaerah itu. Di
jaringan karena kadar karbondioksida tinggi akibat sisa
metabolism, oksigen segera dilepaskan. Sedangkan didalam
kapiler di alveoli, karena karbondioksida rendah karena sudah
berdifusi kedalam alveoli, maka oksigen diikat kuat oleh Hb.
2.2.3.2 Peran Hb
Menjaga/mempertahankan dan menstabilkan kadar oksigen
jaringan. Pengangkutan karbondioksida dari jaringan ke alveoli :
Karbondioksida

yang

dilepaskan

oleh

sel

sebagai

sisa

metabolism akan berdifusi keluar melewati membrane sel


sehingga PCO2 jaringan menjadi lebih tinggi dari tekanan
karbondioksida darah.
2.2.3.3 Efek Haldane
Efek yang ditimbulkan oleh ikatan Hb dengan oksigen terhadap
pengeluaran karbondioksida dari darah dan dibuang ke alveoli
yaitu melepaskan oksigen saat tekanan oksigen jaringan mulai
berasa dalam level 25 mmHg, Mempertahankan oksigen
jaringan saat konsentrasi oksigen darah berubah drastis.

vi

2.2.4 Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru
untuk dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah
deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel
kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut
serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler
dan alveolus. Sirkulasi paru bersifat flexible dan dapat mengakodasi
variase volume darah yang besar sehingga dapat dipergunakan jika
sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sitemik.
2.3 Proses Oksigen Sel
Oksigen adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh :
2.3.1 Sistem Respirasi
Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paruparu dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otototot pernapasan, diafragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat
pernapasan di otak.
Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, difusi
paru dan difusi.
2.3.2 Sistem Kardiovaskular
Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat dipengaruhi oleh
fungsi jantung untuk memompa darah sebagai transpor oksigen. Darah
masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris. Aliran darah keluar dari

vi

ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta. Kemudia dari aorta
darah disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol,
dan kapiler serta menyatu kembali membentuk vena yang kemudian
dialirkan ke jantung melalui atrium kanan. Darah dari atrium kanan
masuk dalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis kemudian
keluar ke arteri pulmonaris melalui katup pulmonaris untuk kemudian
dialirkan ke paru-paru kanan dan kiri untuk berdifusi. Darah mengalir
di dalam vena pulmonaris kembali ke atrium kiri dan bersirkulasi secara
sistemik. Sehingga tidak adekuatnya sirkulasi sistemik berdampak pada
kemmpuan transpor gas oksigen dan karbondioksida.
2.3.3 Hematologi
Oksigen membutuhkan transpor dari paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Sekitar 97% oksigen dalam
darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan Hb dan 3% oksigen
larut dalam plasma. Setiap sel darah merah mengandung mengandung
280 juta molekul Hb dan setiap molekul dari keempat molekul besi
dalam Hb berikatan dengan satu molekul oksigen membentuk
oksihemoglobin. Reaksi pengikatan Hb dengan O2 adalah adalah
Hb+O2-HbO2. Afinitas atau ikatan Hb dengan O2 dipengaruhi pleh
suhu, pH, konsentrasi, 2,3 difosfogliserat dalam darah merah. Dengan
demikian besarnya Hb dan jumlah eritrosit akan mempengaruhi
transpor gas
2.4 Tanda dan Gejala Kecukupan Oksigen
2.4.1 Hipoksia

vi

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan atau defisiensi


oksigen karena berkurangnya kadar oksigen dibandingkan kadar
normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ. Secara umum,
hipoksia dibagi dalam 4 jenis, yaitu :
2.4.1.1 Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik)
Yaitu bila PO2 darah dari arteri berkurang .
2.4.1.2 Hipoksia anemik
Yaitu bila PO2 darah arteri normal namun jumlah hemoglobin
yang tersedia untuk mengangkut O2 berkurang. Saat istirahat,
hipoksia

akibat

anemia

tidaklah

berat

karena

terdapat

peningkatan kadar 2,3-BPG di dalam sel darah merah, kecuali


bila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun begitu,
penderita anemia dapat mengalami kesulitan cukup besar
sewaktu melakukan aktivitas fisik karena adanya keterbatasan
kemampuan untuk meningkatkan pengangkutan O2 ke jaringan
yang aktif.

2.4.1.3 Hipoksia stagnan atau iskemik


Yaitu, bila aliran darah ke jaringan sangat rendah sehingga O 2
yang dihantarkan ke jaringan tidak cukup, meskipun PO2 dan
konsentrasi hemoglobin normal. Hipoksia akibat sirkulasi yang
lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung
saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami

vi

kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif.


Pada jeadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan
dibutuhkan hipotensi jangka panjang untuk menimbulkan
kerusakan yang berarti.
2.4.1.4 Hipoksia histotoksik
Yaitu, bila jumlah O2 yang dihantarkan ke jaringan memadai,
namun oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tak
mampu menggunakan O2 diberikan. Hipoksia yang disebabkan
oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering disebabkan
oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidase
dan mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit
digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut
bekerja dengan membentuk methemoglobin, yang akan bereaksi
dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, yakni suatu
senyawa

non-toksik.

Kemampuan

pengobatan

dengan

menggunakan senyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah


methemoglobin yang dapat terbentuk dengan aman. Pemberian
terapi oksigen hiperbarik juga dapat bermanfaat.
Hipoksia dapat disebabkan oleh yaitu penurunan kadar
hemoglobin dan penurunan kapasitas darah yang membawa
oksigen, penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi,
ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah,
penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, perfusi darah
yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk, kerusakan

vi

ventilasi seperti yang terjadi pada fraktur iga multiple atau


trauma dada.
Tanda Hipoksia yaitu gelisah, rasa takut, ansietas,
disorientasi, penurunan kemampuan berkonsentrasi, penurunan
tingkat kesadaran, peningkatan keletihan, pusing, perubahan
perilaku, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan, peningkatan tekanan darah, disritmia
jantung, pucat, sianosis, clubbing, dispnea.
Gejala-gejala hipoksia umum tergantung pada tingkat
keparahan dan percepatan onset. Dalam kasus penyakit
ketinggian, dimana hipoksia mengembangkan secara bertahap,
gejala-gejala termasuk sakit kepala, kelelahan, sesak napas,
perasaan euforia dan mual. Pada hipoksia berat atau hipoksia
onset yang sangat cepat, perubahan tingkat kesadaran, kejang,
koma, priapisme, dan kematian terjadi. parah hipoksia
menginduksi perubahan warna biru pada kulit, yang disebut
sianosis. Karena hemoglobin merah gelap bila tidak terikat
untuk oksigen (deoxyhemoglobin), yang bertentangan dengan
warna

merah

kaya

yang

telah

ketika

terikat

oksigen

(oksihemoglobin), jika dilihat melalui kulit ini memiliki


kecenderungan meningkat untuk memantulkan cahaya biru
kembali ke mata. Dalam kasus di mana oksigen dipindahkan
oleh molekul lain, seperti karbon monoksida, kulit mungkin
muncul 'ceri merah' bukan cyanotic.

vi

2.4.2 Hipokapnia
Hipokapnia adalah penurunan kadar CO2 dalam darah, biasanya
terjadi akibat hiperventilasi (pernafasan cepat) dan penghembusan CO 2
mnyebabkan terjadinya alkalosis (jumlah bikarbonat berlebih). Saat
melakukan hiperventilasi volunter, PCO2 darah arteri akan turun dari
40 mmHg sampai serendah 15 mmHg, sementara PO 2 alveolus
meningkat sampai 120-140 mmHg.
Tanda dan gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia
adalah sering mendesah dan menguap, pusing, palpitasi, tangan dan
kaki kesemutan dan baal, serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO 2
< 25 mmHg) dapat menyebabkan kejang.
2.4.3 Hiperkapnia
Hiperkapnia adalah peningkatam kadar CO2 dalam cairan tubuh
dan sering disertai dengan hipoksia. Jika CO 2 berlebih akan
meningkatkan respirasi dan konsentrasi ion hydrogen yang akan
menyebabkan asidosis (kadar asam berlebihan). Retensi CO2 di dalam
tubuh (hiperkapnia) pada awalnya akan merangsang pernapasan.
Retensi CO2 dalam jumlah yang lebih besar menimbulkan gejala akibat
depresi system saraf pusat : gangguan mental (confusion), penurunan
ketajaman sensorik, dan kemudian koma dengan depresi pernapasan
serta kematian. Pada penderita dengan gejala tersebut didapatkan
peningkatan PCO2 yang tinggi, asidosis respiratorik berat, dan kadar
HCO3 plasma yang dapat melebihi 40 meq/L. Sejumlah besar HCO3
akan diekskresikan, namun HCO3 yang direabsorpsi lebih banyak lagi

vi

sehingga HCO3 plasma meningkat dan mengkompensasi sebagaian


asidosis.
CO2 jauh lebih mudah larut dibandingkan O2 sehingga
hiperkapnia jarang sekali menjadi masalah pada penderita fibrosis paru.
Namun, keadaan ini timbul pada ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
dan apapun penyebabnya, ventilasi alveolus menjadi tidak adekuat pada
berbagai bentuk kegagalan pompa. keadaannya diperberat bila
pembentukan CO2 meningkat. Contohnya, pada penderita demam,
terjadi peningkatan pembentukan CO2 sebesar 13% untuk setiap
kenaikan suhu sebesar 1oC, dan tingginya asupan karbohidrat
meningkatkan pembentukan CO2 akibat peningkatan RQ. Pada keadaan
normal, ventilasi alveolus bertambah dan lebih banyak CO 2 yang
diekspirasikan, namun CO2 akan menumpuk jika ventilasi terganggu.
Penyeabab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran
napas, obat-obat yang menekan fungsi pernapasan, trauma dada atau
pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi
dangkal, dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan
dengan hiperkapnia adalah : kekacauan mental yang berkembang
menjadi koma, sakit kepala (vasodilatasi serebral), asteriksis atau
tremor kasar pada tangan yang teregang (flaping tremor), dan volume
denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan
berkeringat

(akibat

vasodilatasi

perifer

karena

hiperkapnia).

Hiperkapnia kronik akibat penyakit paru kronik dapat mengakibatkan


pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi, sehingga pernapasan

vi

terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberikan


oksigen, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnia bertambah
berat.
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hiperkapnia
adalah Drive respiratori yang insufisien, defek ventilatori pump, beban
kerja yang sedemikian besar sehingga terjadi kecapaian pada otot
pernafasan dan penyakit intrinsik paru.
2.4.4 Hipoventilasi
Hipoventilasi merupakan penyebab hiperkapnia yang paling
sering. Selain meningkatnya PaCO2 juga terdapat asidosis respirasi
yasng sebanding dengan kemampuan bufer jaringan dan ginjal.
Tanda dan gejala hipoventilasi yaitu pusing, nyeri kepala,
letargi, disorientasi, penurunan kemampuan mengikuti instruksi,
disritmia jantung, ketidakseimbangan elektrolit, konvulsi, koma, henti
jantung.
Apabila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, maka kondisi
klien

akan

menurun

kebingungan,tidak

dengan

sadar,dan

cepat.

Akibatnya

kematian.Terapi

dapat

untuk

terjadi

menangani

hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasari


gangguan tersebut,kemudian tingkatkan oksigenasi jaringan, perbaiki
fungsi ventilasi dan upayakan keseimbangan asam basa.
2.4.5 Hiperventilasi
Hiperventilasi adalah pernafasan cepat dan dalam. Alkalosis
respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena

vi

pernafasan yang cepat dan menyebabkan kadar karbondioksida dalam


darah menjadi rendah.
Biasanya disebabkan oleh tekanan psikis / stres psikis misalnya
histeria, takut yang berlebihan, sedih yang berlebihan atau marah.
Napas yang berlebihan menyebabkan perubahan kimiawi darah yaitu
meningkatkan

level

pH

menjadi

alkalis.

Penyebab

terjadinya

hiperventilasi adalah pernafasan yang sangat cepat dan dalam yang


menyebabkan terlalu banyak jumlah karbondioksida yang dikeluarkan
dari aliran darah. Jika cemas berkurang dan napas kembali normal,
maka hiperventilasi akan mereda. Penyebab yang paling sering
ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik :
rasa nyeri, sirosis hati, kadar oksigen darah rendah, demam, over doosis
aspirin. Gejala alkalosis respiratorik dapar membuat penderita cemas
dan dapat menyebabkan rasa gatal pada sekitar bibir dan wajah. Jika
keadaan makin memburuk bisa terjadi kejang otot dan penurunan
kesadaran.
Tanda-tanda yang pasti yaitu terlihat bernapas cepat dengan
tarikan napas yang dalam. Tanda-tanda yang mungkin ada yaitu
kecemasan, Sskit kepala, perilaku mencari perhatian (misal berteriakteriak), kram pada tangan dan kaki, tangan terasa kaku, kesemutan,
bergetar, jari-jari tangan menguncup dan lentik, biasanya tidak bisa
digerakkan.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
2.5.1 Faktor Fisiologis

vi

Setiap kondisi yang mempengaruhi kardiopulmunar secara


langsung akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen. Proses fisiologi selain yang mempengaruhi proses
oksigenasi pada klien termasuk perubahan yang mempengaruhi
kapasitas darah untuk membawa oksigen, seperti anemia, peningkatan
kebutuhan metabolisme, seperti kehamilan dan infeksi.
2.5.2 Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal
mempengaruhi oksigenasi jaringan. Saat lahir terjadi perubahan
respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan
menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas
yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanakkanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi
terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan
berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk
thorak dan pola napas
2.5.2.1 Bayi premature : yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan
2.5.2.2 Bayi dan toodler : adanya resiko infeksi saluran pernafasan
akut
2.5.2.3 Anak usia sekolah dan remaja : resiko saluran pernafasan dan
merokok

vi

2.5.2.4

Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat,


kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung
dan paru-paru

2.5.2.5 Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan


kemungkinan arteriosclerosis, elastisitas menurun, ekspansi
paru menurun
2.5.3 Faktor Perilaku
Perilaku atau gaya hidup baik secara langsung maupun tidak
langsung
kebutuhan

mempengaruhi
oksigen.

kemampuan

Faktor-faktor

tubuh

yang

dalam

memenuhi

mempengaruhi

fungsi

pernafasan meliputi: nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan


substansi.
2.5.3.1 Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan
ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya
ikat oksigen berkurang, diet yang terlalu tinggi lemak
menimbulkan arteriosclerosis
2.5.3.2 Exercise (olahraga berlebih) :Exercise akan meningkatkan
kebutuhan oksigen
2.5.3.3 Merokok : nikotin dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah perifer dan koroner
2.5.3.4 Substance abuse (alkohol dan obat-obatan) : menyebabkan
intake nutrisi menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin,
alkohol menyebabkan depesi pusat pernafasan
2.5.4 Faktor Lingkungan

vi

2.5.4.1 Tempat kerja (polusi)


2.5.4.2 Suhu lingkungan
2.5.4.3 Ketinggian tempat dari permukaan laut
2.5.5 Faktor Psikologi
Stres

adalah

kondisi

di

mana

seseorang

mengalami

ketidakenakan oleh karena harus menyesuaikan diri dengan keadaan


yang tidak dikehendaki (stresor). Stres akut biasanya terjadi oleh karena
pengaruh stresor yang sangat berat, datang tiba-tiba, tidak terduga, tidak
dapat mengelak, serta menimbulkan kebingungan untuk mengambil
tindakan. Stress akut tidak hanya berdampak pada psikologis nya saja
tetapi juga pada biologisnya , yaitu mempengaruhi sistem fisiologis
tubuh, khususnya organ tubuh bagian dalam yang tidak dipengaruhi
oleh kehendak kita. Jadi, stres tersebut berpengaruh terhadap organ
yang disyarafi oleh syaraf otonom.
Hipotalamus membentuk rantai fungsional dengan kelenjar
pituitari (hipofise) yang ada di otak bagian bawah. Bila terjadi stres,
khususnya stres yang akut, dengan cepat rantai tersebut akan bereaksi
dengan tujuan untuk mempertahankan diri dan mengadaptasi dengan
cara dikeluarkannya adrenalin dari kelenjar adrenal tersebut. Nah,
adrenalin inilah yang akan mempengaruhi alat dalam tubuh yang tidak
dipengaruhi oleh kehendak kita. Terjadinya kegagalan dalam proses
suplai oksigen ke organ-organ tersebut karena organ-organ tubuh dalam
bekerja selalu membutuhkan oksigen secara teratur dalam jumlah yang

vi

cukup, dan oksigen tersebut dibawa oleh darah yang mengalir ke organorgan tersebut.
Ansietas atau kecemasan yang terlalu tinggi juga akan
meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen.
Tubuh berespons terhadap ansietas dan stress lain dengan meningkatkan
frekuensi

kedalaman

pernafasan.

Kebanyakan

individu

dapat

beradaptasi, tetapi beberapa individu yang mengalami penyakit kronik


seperti infark miokard tidak dapat mentoleransi kebutuhan oksigen
akibat rasa cemas.
2.6 Masalah yang Terkait dengan Kebutuhan Oksigenasi
2.6.1 Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan
kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau
peningkatan

penggunaan

oksigen

tingkat

sel,

sehingga

dapat

memunculkan taanda seperti kulit kebiruan (sianosis). Secara umum,


terjadinya hipoksia ini disebabkan oleh menurunnya kadar Hb,
menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, menurunnya difusi
O2 dari alveoli kedalam darah, menurunnya perfusi jaringan, atau
gangguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen.

2.6.2 Perubahan Pola Pernapasan


2.6.2.1 Takipnea

vi

Merupakan pernapasan dengan frekuensi lebih dari 24 kali per


menit. Proses ini terjadi karena paru-paru dalam keadaan
atelektaksis atau terjadi kembali.
2.6.2.2 Bradipnea
Merupakan pola pernapasan yang lambat abnormal, 10 kali
per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan
tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
2.6.2.3 Hiperventilasi
Merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme tubuh yang
terlampaui tinggi dengan pernapasan lebih cepat dan dalam
sehingga terjadi peningkatan jumlah oksigen dalam paru-paru.
Proses ini ditandai adanya peningkatan denyut nadi, nafas
pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2, dan
lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya
infeksi,

ketidakseimbangan

asam

basa,

atau

gangguan

psikologis. Pasien dengan hiperventilasi dapat mengalami


hipokapnea, yaitu berkurangnya CO2 tubuh dibawah batas
normal sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan
menurun.
2.6.2.4 Kussmaul
Merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
2.6.2.5 Hipoventilasi

vi

Merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida


dengan cukup pada saat ventilasi alveolar, serta tidakcukupnya
jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan
oksigen. Tidak cukupnya oksigen untuk digunakan ditandai
dengan adanya nyeri kepala; penurunan kesadaran; disorientasi
atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat
atelektasis;

otot-otot

pernapasan

lumpuh;

depresi

pusat

pernapasan; peningkatan tahanan jalan udara pernapasan;


penurunan tahanan jaringan paru-paru dan toraks; serta
penurunan compliance paru-paru dan toraks. Keadaan demikian
merupakan hiperkapnea, yaitu retensi CO2 dalam tubuh
sehingga PaCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) dan akhirnya
mengakibatkan depresi susuna saraf pusat.
2.6.2.6 Disnea
Merupakan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan,
kerja berat atau kelebihan, dan pengaruh psikis.
2.6.2.7 Ortopnea
Merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru-paru.

2.6.2.8 Cheyne Stokes

vi

Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula


naik kemudian menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai
lagi dari siklus baru. Periode apnea berulang secara teratur
2.6.2.9 Pernapasan Paradoksial
Merupakan pernapasan dimana dinding paru-paru bergerak
berlawanan arah dari keadaan normal. Sering ditemukan pada
keadaan atelektasis
2.6.2.10 Biot
Merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan
Cheyne Stokes, akan tetapi amplitudonya tidak teratur.
Pernapasan ini ditandai dengan periode apnea tak beraturan,
bergantian dengan periode pengambilan empat atau lima nafas
yang kedalamannya sama. Pola ini sering dijumpai pada pasien
dengan radang selaput otak, peningkatan tekanan intrakranial,
trauma kepala, dan lain-lain.
2.6.2.11 Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran pernapasan. Pada umumnya ditemukan pada kasus
spasme trakhea atau abstruksi laring.
2.6.3 Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas merupakan suatu kondisi pada individu
dengan pernapasan yang mengalami ancaman terkait dengan ketidak
mampuan batuk secara efektif. Hal ini disebabkan oleh sekret yang
kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi; imobilisasi; stasis

vi

sekresi; serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti


cerebro vaskular accident (CVA), akibat efek pengobatan sedatif, dan
lain-lain.
Tanda klinis
2.6.3.1.1 Batuk tidak efektif atau tidak ada
2.6.3.1.2 Tidak mampu mengeluarkan sekret di jalan napas
2.6.3.1.3 Suara napas menunjukkan adanya sumbatan
2.6.3.1.4 Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal
2.6.4 Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan suatu kondisi pada individu yang
mengalami penurunan gas, baik oksigen maupun karbondioksida, antara
alveoli paru-paru dan sistem vaskular. Hal ini dapat disebabkan oleh
sekret yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf; depresi
susunan saraf pertukaran gas ini menunjukkan bahwa penurunan
kapasitas difusi dapat menyebabkan pengangkutan O2 dari paru-paru ke
jaringan terganggu, anemia dengan segala macam bentuknya,
keracunan CO2, dan terganggunya aliran darah. Penurunan kapasitas
difusi tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya luas permukaan
difusi, menebalnya membran alveolar kapiler, dan rasio ventilasi perfusi
yang tidak baik.
Tanda klinis :
2.6.4.1 Disepnia pada usaha napas
2.6.4.2 Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang
2.6.4.3 Agitasi

vi

2.6.4.4 Lelah, letargi


2.6.4.5 Meningkatnya tahanan vaskular paru-paru
2.6.4.6 Menurunnya satu rasi oksigen dan meningkatnya PaCO2
2.6.4.7 Sianosis

vi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih
dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen
meningkat dalam tubuh.
Tujuan pemberian oksigen :
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Anatomi sistem pernapasan :
1. Sistem pernapasan atas : hidung, faring, laring, trachea
2. Sistem pernapasan bawah : bronkus, bronkeolus, bronkeolus
terminalis, bronkeolus respiratori, duktus alveolar dan duktus alveolar,
alveoli
Fisiologi sistem pernapasan :
1. Ventilasi adalah masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke
paru-paru atau sebaliknya.
2. Difusi adalah pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara
alveolus dan kapiler paru-paru.
3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan
tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
3.1 Curah jantung (cardiac Output / CO)
3.2 Jumlah sel darah merah
3.3 Hematokrit darah
3.4 Latihan (exercise)
Pernafasan Normal:
a. Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b. Bayi : 44 x/mnt
c. Anak : 20 - 25 x/mnt
d. Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e. Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif

vi

7. Perubahan rasa nyaman


8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10. Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien
C. Perencanaan Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif yaitu tertumpuknya sekresi atau
adanya obstruksi pada saluran napas. Tanda-tandanya :
1. Bunyi napas yang abnormal
2. Batuk produktif atau non produktif
3. Cianosis
4. Dispnea
5. Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan
Kemungkinan faktor penyebab :
1. Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
2. Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
3. Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
4. Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
5. Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
6. Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan

sulit untuk di expektoran


7. Immobilisasi
8. Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi
Pola napas tidak efektif yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan
jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat Tanda-tandanya :
1. Dispnea
2. Peningkatan kecepatan pernapasan
3. Napas dangkal atau lambat
4. Retraksi dada
5. Pembesaran jari (clubbing finger)
6. Pernapasan melalui mulut
7. Penambahan diameter antero-posterior
8. Cianosis, flail chest, ortopnea
9. Vomitus
10. Ekspansi paru tidak simetris
Kemungkinan faktor penyebab :
1. Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi,
obesitas, nyeri
2. Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala,
keracunan obat anasthesi
3. Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang
menyebabkan kolaps paru
4. CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
5. Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi

vi

6. Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang

menyebabkan spasme bronchial atau oedema


7. Penimbunan CO2 akibat penyakit paru
Gangguan pertukaran gas yaitu perubahan asam basa darah sehingga
terjadi asidosis respiratori dan alkalosis respiratori. Penurunan kardiak
output Tanda-tandanya :
1. Kardiak aritmia
2. Tekanan darah bervariasi
3. Takikhardia atau bradikhardia
4. Cianosis atau pucat
5. Kelemahan vatigue
6. Distensi vena jugularis
7. Output urine berkurang
8. Oedema
9. Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan
batuk)
Kemungkinan penyebab :
1. Disfungsi kardiak output akibat penyakit arteri koroner, penyakit
jantung
2. Berkurangnya volume darah akibat perdarahan, dehidrasi, reaksi
alergi dan reaksi kegagalan jantung
3. Cardiak arrest akibat gangguan elektrolit
4. Ketidakseimbangan elektrolit seperti kelebihan potassiom dalam

darah
D. Implementasi Keperawatan
Tujuan : Mengetahui aktivitas bayi normal/tidak dan identifikasi
masalah kesehatan BBL yang memerlukan perhatian keluarga dan
penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan
Pemantauan 2 jam pertama meliputi :
1. Kemampuan menghisap (kuat/lemah)
2. Bayi tampak aktif/lunglai
3. Bayi kemerahan /biru
Sebelum penolong meninggalkan ibu, harus melakukan
pemeriksaan dan penilaian ada tidaknya masalah kesehatan terutama
pada:
1. Bayi kecil masa kehamilan/KB
2. Gangguan pernafasan
3. Hipotermia
4. Infeksi
5. Cacat bawaan/trauma lahir

vi

Jika tidak ada masalah :


1. lanjutkan pengamatan pernafasan, warna dan aktivitasnya
2. Pertahankan suhu tubuh bayi dg cara :
hindari memandikan minimal 6 jam/min suhu 36,5 C
bungkus bayi dengan kain yang kering dan hangat, kepala bayi
harus tertutup
3. Lakukan pemeriksaan fisik
gunakan tempat yang hangat dan bersih
cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan, gunakan sarung

tangan danbertindak lembut


lihat, dengar, dan rasakan
Rekam /catat hasil pengamatan
jika ditemukan faktor risiko/masalah segera cari bantuan lebih

lanjut
4. Pemberian vitamin K
untuk mencegah terjadinya perdarahan krn defisiensi vit. K
Bayi cukup bulan/normal 1 mg/hari peroral selama 3 hari
Bayi berisiko 0,5mg 1mg perperenteral/ IM
5. Identifikasi BBL
Peralatan identifikasi BBL harus selalu tersedia
Alat yg digunakan; kebal air, tepi halus dan tidak melukai, tdk

mudah sobek dan tdk mudah lepas


Harus tercantum ; nama bayi (Ny) tgl lahir, nomor bayi, jenis

kelamin, unit, nama lengkap ibu


Di tiap tempat tidur harus diberi tanda dg mencantumkan nama,

Tgl lahir, nomor identifikasi


6. Ajarkan pada orang tua cara merawat bayi, meliputi :
a. Pemberian nutrisi
Berikan asi seserig keinginan bayi atau kebutuhan ibu (jika

payudara ibu penuh)


Frekuensi menyusui setiap 2-3 jam
Pastikan bayi mendapat cukup colostrum selama 24 jam.
Colostrum memberikan zat perlindungan terhadap infeksi dan

membantu pengeluaran mekonium.


Berikan ASI saja sampai umur 6 bulan
b. Mempertahankan kehangatan tubuh bayi
Suhu ruangan setidaknya 18 - 21C
Jika bayi kedinginan, harus didekap erat ke tubuh ibu
Jangan menggunakan alat penghangat buatan di tempat tidur
(misalnya botol berisi air panas)

vi

c. Mencegah infeksi
Cuci tangan sebelum memegang bayi dan setelah menggunakan

toilet untuk BAK/BAB


Jaga tali pusat bayi dalam keadaan bersih, selalu dan letakkan
popok di bawah tali pusat. Jika tali pusat kotor cuci dengan air
bersih dan sabun. Laporkan segera ke bidan jika timbul
perdarahan, pembengkakan, keluar cairan, tampak merah atau

bau busuk.
Ibu menjaga kebersihan bayi dan dirinya terutama payudara

dengan mandi setiap hari


Muka, pantat, dan tali pusat dibersihkan dengan air bersih ,

hangat, dan sabun setiap hari.


Jaga bayi dari orang-orang yang menderita infeksi dan pastikan
setiap orang yang memegang bayi selalu cuci tangan terlebih

dahulu
7. Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua
Pernafasan sulit/ > 60x/menit
Suhu > 38 C atau < 36,5 C
Warna kulit biru/pucat
Hisapan lemah, mengantuk berlebihan, rewel, banyak muntah,

tinja lembek, sering warna hijau tua, ada lendir darah


Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk
Tidak berkemih dalam 3 hari, 24 jam
Mengigil, tangis yg tidak biasa, rewel, lemas, terlalu mengantuk,

lunglai, kejang
8. Berikan immunisasi BCG, Polio dan Hepatis B
E. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi Keperawatan :
1. Tanggal 13 November 2008/pukul 15.00 WIB
S:O : Keadaan Bayi aktif, klien menangis
dinding dada sedikit berkurang, nafas cepat 2 x / menit
A : Gangguan pola nafas belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
Kaji pola nafas klien
Observasi TTV tiap 2 jam
Monitor SpO2 tiap 3 jam
Atur posisi bayi semiekstensi
Terapi O2 sesuai kebutuhan
vi

kuat,

retraksi

Kolaborasi pembererian obat bronckodilator sesuai kebutuhan.


2. Tanggal 13 November 2008/Pukul 15.30
S :O : Reflek hisap (+), Klien minum 5 cc/3jam, Minum
menggunakan dot
A : Gangguan
kebutuhan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi
I :
Tingkatkan frekuensi minum
Pertahankan cairan infus

3. Tanggal 13 November 2008/pukul 14.00


S :
O : IVFD terpasang 11 tetes/menit
A : Resiko
tinggi
kebutuhan
cairan
kebutuhan cairan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Pertahankan cairan infus
4. S
:
O : Suhu tubuh 37,1 oC, badan
inkubator 32 oC
A : Resiko
tinggi

kurang

dari

bayi

hangat,

suhu

Gangguan

Hypotermoregulasi teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I :
Kaji suhu tubuh setiap hari
Atur suhu inkubator
5. S:
Ibu klien mengatakan

senang

anakanya
O : Ibu klien tersenyum, ibu tidak menangis
A : Gangguan rasa aman cemas teratasi
P : Tingkatkan pengetahuan keluarga

vi

termoregulasi

melihat

kondisi

BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem pernapasan terdiri dari hidung, paru-paru, tulang rusuk, otot
interkosta, bronkus, bronkeolus, alvelus, dan diagfragma. Dalam
mekanismenya, udara disedot dalam paru-paru melalui hidung dan trakea,
dinding trakea disokong oleh gelang rawan supaya menjadi kuat dan
senantiasa terbuka. Trakea bercabang kepada bronkus kanan dan bronkus
kiri yang disambungkan kepada paru-paru. Kedua brongkus bercabang
lagi kepada bronkiol dan alveolus pada ujung bronkiol. Alveolus
mempunyai penyesuaian berikut untuk memudahkann pertukaran gas.
Penulis menyimpulkan sistem pernafasan adalah sistem dalam
tubuh yang harus dijaga dan dipelihara, karena jika salah satu organ
pernafasan rusak akan mengganggu organ siatem pernafasan yang lain.
Dengan bernafas kita dapat hidup.
3.2 Saran
Jagalah kesehatan organ pernafasan terutama pada paru-paru dan
sistem pernafasan lainnya.

vi

LAMPIRAN

vi

vi

vi

DAFTAR PUSTAKA

Syaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Penerbit


EGC
Uliyah, Musrifatul.2008.Keterampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan.Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.

http://ridwanaz.com/umum/biologi/sistem-respirasi-manusia-alat-pernafasan-danfungsinya/
http://www.scribd.com/doc/78285505/ANATOMI-SISTEM-PERNAFASAN
http://www.berbagimanfaat.com/2012/02/fisiologi-sistem-respirasi.html
http://www.sarjanaku.com/2010/10/sistem-pernafasan.html
http://udayatimade.blogspot.com/2011/05/gejala-kecukupan-oksigen.html
http://asaahinauro.blogspot.com/2010/06/faktor-yang-mempengaruhioksigenasi.html
http://harianika.blogspot.com/2011/12/fisiologi-respirasi-ventilasi-difusi.html

vi

ANATOMI DAN FISIOLOGI


SISTEM PERNAFASAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah yang dibimbing
oleh : Nuris Kushayati
`

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

ABDUL WASIL
AISYAH MUTMAINNAH
DEWI QURROTA AYUN
ELITA AMELIA F
ENY MAWADDAH
GUSALI FAKUL ROZI
INDAH YULIANA
M. TOHIR
NINDYA PUTRI P

(01)
(02)
(11)
(17)
(19)
(23)
(26)
(33)
(35)

STIKES DIAN HUSADA MOJOKERTO


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2012

vi

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat, taufik fan hidayh-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang dimaksudkan untuk memenuhi tugas Ilmu Dasar Keperawatan.
Berkat dukungan dari semua pihak, makalah yang berjudul Sistem
Pernapasan dalam keperawatan dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu, pada
kesempatan kali ini kami ingin menggucapkan kepada :
1. Bapak Yulianto, S.Kep.Ners, M.M.Kes, selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Dian Husada Mojokerto
2. Ibu Nuris Kushayati, S.Kep.Ners, selaku dosen pembimbing mata kuliah Ilmu
Dasar Keperawatan
3. Semua teman-teman yang turut memberikan masukan kepada penyusun, Kami
mengharapkan adanya masukan saran dan kritik yang bermanfaat untuk
menyempurnakan makalah ini karena kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan mampu
menambah pengetahuan bagi pembaca. Terima kasih.
Mojokerto, 22 September 2012

Penyusun

vi

DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................

Kata Pengantar.............................................................................................

ii

Daftar Isi......................................................................................................

iii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................
1.4 Sistematika Makalah.................................................................

BAB II

1
2
3
3

PEMBAHASAN
2.1

2.2

Anatomi Sistem Pernapasan ...........................................

2.1.1 Sistem Respirasi Atas ............................................

2.1.1.1 Hidung .......................................................

2.1.1.2 Faring ........................................................

2.1.1.3 Laring ........................................................

2.1.1.4 Trakea ........................................................

2.1.2 Sistem Respirasi Bawah ........................................

2.1.2.1 Bronkus .....................................................

2.1.2.2 Bronkiolus .................................................

10

2.1.2.3 Bronkiolus Terminalis ................................

10

2.1.2.4 Bronkiolus Respiratori ..............................

10

2.1.2.5 Duktus Alveolar dan Sakus Alveolar ........

10

2.1.2.6 Alveoli .......................................................

10

2.1.2.7 Paru.............................................................

11

2.1.2.8 Pleura .........................................................

11

Fisiologis Sistem Pernapasan .........................................

11

2.2.1 Ventilasi..................................................................

12

2.2.1.1 Tekanan Atmosfer ......................................

12

2.2.1.2 Tekanan Pleura ..........................................

12

2.2.1.3 Tekanan Alveoli .........................................

13

2.2.1.4 Tekanan Pulmonal .....................................

13

2.2.2 Difusi .....................................................................

14

vi

2.2.2.1 Ketebalan Membrana.................................

14

2.2.2.2 Luas Permukaan Membrana.......................

15

2.2.2.3 Koefisien Difusi Ga dalam Substansi


Membrana...................................................

15

2.2.2.4 Perbedaan Tekanan antara Kedua

2.3

2.4

2.5

Sisi Membrana............................................

15

2.2.3 Transportasi............................................................

16

2.2.3.1 Efek Bohr...................................................

16

2.2.3.2 Peran Hb.....................................................

16

2.2.3.3 Efek Haldene .............................................

17

2.2.4 Perfusi.....................................................................

17

Proses Oksigen Sel .........................................................

17

2.3.1 Sistem Respirasi ....................................................

17

2.3.2 Sistem Kardiovalskular .........................................

18

2.3.3 Hematologi ............................................................

18

Tanda Dan Gejala Kecukupan Oksigen...........................

19

2.4.1 Hipoksia.................................................................

19

2.4.1.1 Hipoksia Hipoksik......................................

19

2.4.1.2 Hipoksia Anemik .......................................

19

2.4.1.3 Hipoksia Stagnan atau Iskemik..................

20

2.4.1.4 Hipoksia Histotoksik..................................

20

2.4.2 Hipokapnia .............................................................

22

2.4.3 Hiperkapnia ............................................................

22

2.4.4 Hipoventilasi ..........................................................

24

2.4.5 Hiperventilasi .........................................................

25

Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi .........................

26

2.5.1 Faktor Fisiologis ....................................................

26

2.5.2 Faktor Perkembangan ............................................

26

2.5.2.1 Bayi Premature ..........................................

26

2.5.2.2 Bayi dan Toodler .......................................

27

2.5.2.3 Anak Usia Sekolah dan Remaja ................

27

2.5.2.4 Dewasa Muda dan Pertengahan ................

27

vi

2.6

BAB III

2.5.2.5 Dewasa Tua ...............................................

27

2.5.3 Faktor Perilaku .......................................................

27

2.5.3.1 Nutrisi ........................................................

27

2.5.3.2 Exercise .....................................................

27

2.5.3.3 Merokok ....................................................

27

2.5.3.4 Substance abuse..........................................

28

2.5.4 Faktor Lingkungan ................................................

28

2.5.4.1 Tempat Kerja (Polusi) ...............................

28

2.5.4.2 Suhu Lingkungan ......................................

28

2.5.4.3 Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut ..

28

2.5.5 Faktor Psikologis ...................................................

28

Masalah yang Terkait dengan Kebutuhan Oksigen ........

29

2.6.1 Hipoksia .................................................................

29

2.6.2 Perubahan Pola Pernapasan....................................

30

2.6.2.1 Takipnea....................................................

30

2.6.2.2 Bradipnea .................................................

30

2.6.2.3 Hiperventilasi ...........................................

30

2.6.2.4 Kussmaul ..................................................

30

2.6.2.5 Hipoventilasi ............................................

31

2.6.2.7 Ortopnea ...................................................

31

2.6.2.8 Cheyne Stokes ..........................................

32

2.6.2.9 Pernapasan Paradoksial ............................

32

2.6.2.10 Biot ..........................................................

32

2.6.2.11 Strider ......................................................

32

2.6.3 Obstruksi Jalan Napas ...........................................

32

2.6.4 Pertukaran Gas ......................................................

33

ASUHAN KEPERAWATAN
A.

Pengkajian Keperawatan.................................................

35

B.

Diagnosa Keperawatan....................................................

36

C.

Perencanaan Keperawatan...............................................

36

D.

Implementasi Keperawatan.............................................

38

E.

Evaluasi............................................................................

41

vi

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..............................................................................


3.2 Saran
Lampiran .....................................................................................................
Daftar Pustaka .............................................................................................

vi

Anda mungkin juga menyukai