Anda di halaman 1dari 7

THALASEMIA

Muhammad Darwin Prenggono


Subbagian Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam
Fakulaltas Kedokteran Unlam / RSUD Ulin
Banjarmasin, Kalimantan Selatan
DEFINISI
Thalasemia merupakan grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
produksi rantai globin. Menurut hukum Mendel, yang disebabkan oleh adanya defek produksi
hemoglobin normal. Akibat penurunan pembentukan hemoglobin, sel darah merah menjadi
mikrositik dan hipokromik. 1,2
EPIDEMIOLOGI
Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik menjadi 8,3 persen dari 3.653
penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90% para penderita penyakit genetik
sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari kalangan masyarakat miskin. Kejadian thalasemia
sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor genetik sebagai batu sandungan dan belum
maksimalnya tindakan screening untuk thalasemia khususnya di Indonesia.3
PATOFISIOLOGI
Thalasemia terjadi akibat berkurangnya sintesis rantai -globin dan kelebihan sintesis
rantai -globin. Berkurangnya sintesis rantai -globin nantinya akan membentuk Hb A yang
tidak sempurna dan menyebabkan perubahan pada eritrosit sehingga sel tampak hipokrom.
Rantai -globin yang berlebihan akan membentuk himpunan yang tidak larut dan mengendap
dalam eritrosit, akibatnya akan merusak selaput sel, mengurangi kelenturan dan eritrosit peka
terhadap fagositosis oleh sel retikuloendotelial. Hal ini menyebabkan sel mudah sekali lisis.4
KLASIFIKASI
Secara molekuler Thalasemia dibedakan atas:2
a. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai )
b. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai )
c. Thalasemia - - (gangguan pembentukan rantai dan )
d. Thalasemia - (gangguan pembentukan rantai )

Adapun secara klinis Thalasemia dibagi dalam tiga golongan yaitu :5


a. Thalasemia mayor (bentuk homozigot) memberikan gejala klinis yang jelas.
b. Thalasemia minor biasanya tidak memberikan gejala klinis.
c. Thalasemia intermedia
Namun berdasarkan pada gejala klinis dan kebutuhan tranfusinya, maka thalassemia
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu6 :
a.

Tranfusion Dependent Thalassaemia (TDT)

b.

Non-Tranfusion Dependent Thalassaemia (NTDT)

Secara lengkap, dapat dilihat pada gambar 2

Gambar 2. Pembagian Tipe Thalassemia Berdasarkan Kebutuhan Tranfusi6


Pada tipe Tranfusion Dependent Thalassaemia (TDT), penderita thalassemia tipe ini
membutuhkan tranfusi yang adekuat untuk bertahan hidup. Jika tidak, maka akan terjadi
berbagai macam komplikasi dan angka hidup yang pendek. Yang tergolong pada tipe ini ialah
thalassemi mayor, thalassemia HbE/ berat, thalassemia HbH atau HbH hydrops, dan
HbBarts hydrops.6
PENGOBATAN
Adapun penatalaksanaan Thalasemia adalah :1,2
1. Tranfusi sel darah merah padat (PRC).
-

Tranfusi hanya diberikan bila saat diagnosa ditegakkan Hb , 8g/dl. Selanjutnya,


sekali diputuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di
atas 12 g/dl.

Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum tranfusi di atas 5 g/dl,
diberikan 10 ml/kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam. Umumnya jarak
antara dua seri tranfusi darah 2-3 bl. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah
ada kelainan jantung, atau Hb< 5 d/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh

lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam.


Penderita dengan tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan
kecepatan 2 4 lt/menit, tranfusi darah dan diuretik. Kemudian, bila masih
diperlukan, diberi digitalisasi setelah Hb > 8 g/dl bersama-sama dengan tranfusi
darah secara perlahan sampai kadar Hb . 12 g/dl. Setiap selesai pemberian satu
seri tranfusi, kadar Hb pasca tranfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian
tranfusi terakhir.
2. Mencegah atau menghambat proses hemosiderosis
Terapi pengikatan besi digunakan untuk mencegah kelebihan besi. Ekskresi Fe
dapat ditingkatkan dengan pemberian chelating agent yaitu desferioxamin, dosis 2 gram
dengan setiap unit darah transfusi. Dan dapat juga dengan dosis 25 mg/Kg BB/hari dan
diberikan selama 5 hari dalam seminggu secara intravena atau intramuskular. Besi yang
diikat (chelated) banyak diekskresi dalam urine sebagai ferioksamin dan pada kasus
kelebihan besi hebat, kecepatan ekskresi sampai 200 mg besi setiap hari dapat dicapai.
3. Splenektomi
Splenektomi diindikasikan untuk keadaan :
-

hipersplenisme yang dimanifestasikan dengan meningkatnya jumlah darah yang


ditransfusikan (> 240 ml/kgBB/tahun). Hipersplenisme adalah suatu tipe penyakit
yang disebabkan oleh aktivitas lien yang berlebih yang merusak sel darah sebelum
waktunya. Ditandai dengan gejala lien yang membesar, pansitopeni yaitu anemia,
Hb< 10 g/dl; leukopenia, leukosit < 3500/mm3; trombositopeni, trombosit
<100.000/mm3.

Hipermetabolisme ginjal dengan kelemahan umum

Splenomegali sangat besar, sehingga mengganggu duduk dan tidur.

Splenektomi dianjurkan untuk anak usia 2 tahun ke atas.

Terapi Iron Chelating Agent


Kelebihan besi merupakan konsekuensi yang paling penting dari transfusi pada pasien
Thalasemia. Kelebihan besi ini menyebabkan disfungsi berbagai organ secara progresif yang
akan fatal bila tidak dilakukan terapi pengikat besi.2
Penyebab utama kerusakan organ akibat toksisitas besi pada tubuh adalah karena
jumlah reaktif oksigen singlet yang berlebihan. Toksisitas ini diperantarai dengan katalisisnya

terhadap reaksi hidroksi radikal bebas. Hidroksi radikal menginduksi peroksidasi lipid pada
organ-organ selular seperti mitokondria, lisosom, dan membran sarkoplasma. Pada individu
yang normal, pengikatan besi di plasma oleh transferin mencegah aktivitas katalisasi di atas.
Namun pada pasien yang memiliki jumlah besi yang sangat tinggi, transferin menjadi
tersaturasi penuh dan akan terjadi fraksi ikatan besi non transferin. Ikatan besi non transferin
ini akan mempercepat pembentukan hidroksi radikal bebas, dan memfasilitasi pengambilan
besi oleh jaringan. Kelebihan deposit besi dalam jaringan tubuh akan menyebabkan berbagai
kerusakan yang signifikan.7,8,9
KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lainlain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).
Hemosiderosis akibat tranfusi yang berulang-ulang. Pencegahan untuk ini adalah dengan
chelating agents.1,5
Hepatitis pasca tranfusi bisa dijumpai, apalagi bila darah tranfusi atau komponennya
tidak diperiksa dahulu terhadap adanya HbsAg. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposissimelanin (dikatalisasi oleh deposisi besi yang
meningkat. Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Pembesaran limpa
dapat mengakibatkan hipersplenisme dan dapat menyebabkan trombositopenia dan
perdarahan.1,5
PROGNOSIS
Thalasemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai
usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian
chelating agents untuk mengurangi hemosiderosis (harganyapun mahal, pada umumnya tidak
terjangkau oleh penduduk negara berkembang). Apabila di kemudian hari transplantasi
sumsum tulang dapat diterapkan maka prognosis akan menjadi baik, karena diperoleh
penyembuhan.5

PENCEGAHAN
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir
dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalampencegahanthalassemiayaitu secara
retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara melakukan
penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia
mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk
mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk
pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat,
skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.10,11
a. Edukasi
Salah satu edukasi yang diberikan kepada orang tua ialah edukasi tentang melarang
atau menghindari pernikahan dari kerabat dekat (contoh, sepupu, paman, bibi, dsb). Hal ini
dikarenakan dengan adanya kekerabatan akan meningkatkan resiko mutasi gen yang
menyebabkan terjadinya thalassemia serta deteksi atau skiring mengenai gen carrier penyakit
thalassemia.12
b. Skrining Karier
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana,
klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerah dengan risiko
tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum memiliki anak.13
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah
keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang
teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan.
Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar
kerabat dekat.13

Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia International


Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 1 sebagai berikut13 :

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kosasih EN. Sindrom Thalasemia dalam : H.M. Sjaifoellah Noer, Ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : EGC, 2002. h 417-425.

2.

Permono B. Hemoglobin Abnormal dalam Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak.


Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005. h 64-84.

3.

Wahidiyat I. Thalassemia dan permasalahannya di indonesia. Sari Pediatri 2003:5;2-3

4.

Bautler E. Disorders of Hemoglobin dalam : AS Fauci, Ed. Harrisons Principles of


Internal Medicine Fourtheen edition volume 1. USA : The Mc Graw Hill Co, Inc; 2003.h.
650 - 652

5.

Robbins, Kumar. Thalassemia. dalam : Jonatan Oswari, Erlan, Irawati Setiawan, Ed.
Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC, 2005.h. 75-79

6.

Cappellini MD, Cohen A, Porter J et al. Guidelines for the management of transfusion
dependent thalassaemia (TDT). Cyprus:Thalassaemia International Federation, 2014: 218

7.

Nancy F, Gary M. Iron chelating therapy and the treatment of thalassemia. Blood. Vol.89
No.3(February 1),2003:739-761

8.

Hershko C. Role of iron chelation therapy in thalassemia major. Turk J Haematol


2002;19(2):121-126.

9.

Kohgo Y, Ikuta K, Ohtake T, Torimoto Y, Kato J. Body iron metabolism and


pathophysiology of iron overload. Int J Hematol. 2008 July; 88(1): 715.

10. Weatherall, DJ. The Thalassemias. Williams Hematology. 6th edition. Mc-Graw Hill,
November 2000.
11. Lanni F, Gani RA, Widuri, Rochdiyat W, Verawaty B, Sukmawati, dkk. -thalassemia
and hemoglobin-E traits in Yogyakarta population. Dipresentasikan pada 11th
International Conference on Thalassaemia and Haemoglobinophaties & 13rd
International TIF Conference for Thalassaemia patients and parents. Singapore; 8-11
Oktober 2008.
12. TIF. Prevention of thalassaemias and other haemoglobin disorders Volume 1 Second
edition. Thalassaemia International Federation Publisher. 2013
13. WHO. Guidelines for the control of haemoglobin disorder. Geneva 1994.

Anda mungkin juga menyukai