TEORI
TEORI
I.
PENDAHULUAN
Tumor otak merupakan salah satu bagian dari system saraf, disamping tumor pada
sistem saraf, di samping tumor spinal dan tumor perifer. Tumor ini dapat berupa tumor
sifatnya primer ataupun yang merupakan metastasis dari tumor pada organ lainnya.
Tumor otak memberikan permasalahan klinis yang agak berbeda dengan tumor
lain karena efek yang ditimbulkannya, dan keterbatasan terapi yang dapat dilakukan.
Tumor otak yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak secara langsung akan
menyebabkan gangguan fungsional dari system saraf pusat, berupa gangguan motorik,
sensorik, panca indera, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu efek massa yang
ditimbulkan tumor otak juga akan memberikan problem serius mengingat tumor berada
dalam rongga tengkorak yang pada orang dewasa merupakan suatu ruang tertutup dengan
ukuran yang tetap.
Disisi lain, sebagian besar terapi (tindakan bedah dan non bedah) memberikan
efek samping dan resiko komplikasi yang tidak kalah seriusnya. Tindakan operatif
maupun radioterapi tidak jarang terpaksa menyebabkan terjadinya efek samping
kerusakan jaringan otak di sekitar lesi. Berdasarkan hal-hal tersebut, tidaklah berlebihan
bila ada yang mengatakan bahwa tumor otak merupakan tumor yang paling menakutkan
bagi pasien.
II.
DEFINISI
Tumor otak memberikan pengertian suatu proses neoplasma dari jaringan otak
(termasuk adalah otak besar, otak kecil, batang otak, hipofisis, pleksus khoroideus).
Sedangkan tumor intracranial adalah tumor yang berada dalam rongga intracranial,
dimana dapat berupa tumor jaringan otak, maupun dari jaringan lain (misalnya
meningioma dan limfoma).
III.
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi tumor otak di Indonesia sampai saat ini masih sangat tidak
memadai. Hal ini disebabkan teknik diagnostik yang masih kurang optimal, dan masalah
pencatatan kasus yang tidak lengkap. Sedangkan pendataan di negara maju juga
kadangala tidak begitu mudah untuk dirangkum, Karena teknik pengklasifikasian yang
tidak selalu sama antara sentra yang satu dengan yang lain.
Hal ini juga menjadi perhatian adalah kesan bahwa kejadian tumor otak semakin
meningkat dalam beberapa dekade belakangan ini. Berbagai laporan telah memberikan
kesan peningkatan tersebut. Namun disisi lain para ahli juga menyatakan bahwa dengan
danya sarana diagnostik untuk tumor otak yang saat ini jauh lebih baik, otomatis akan
memberikan pelaporan kasus tumor otak yang lebih banyak.
Beberapa deskriptif mengenai data epidemiologi internasional diantaranya:
Menurut data The American Cancer Society, diperkirakan pada tahun 1999, telah
berhasil didiagnosa 16.800 kasus tumor intracranial baru.
Untuk semua jenis tumor otak primer, rata-rata umur pada saat onset adalah 54 tahun.
Khusus untuk tumor glioblastoma dan meningioma, rata-rata adalah 62 tahun. Namun
demikian perlu diingat bahwa masing-masing tumor memiliki predileksi dan
keterkaitan dengan usia yang berbeda-beda. Contohnya, astrositoma dan glioblastoma
insiden tertingginya adalah usia 65 - 74 tahun; sedangkan oligodendroglioma pada
usia 35 - 44 tahun.
Antara tahun 1991-1995 , sebanyak 23 % kanker pada anak adalah tumor otak.
Seperempat kematian kanker pada anak adalah akibat tumor otak maligna. Dalam
periode yang sama, tumor otak maligna merupakan 1 % dari kanker pada orang
dewasa yang baru terdiagnosa (Lagler, 1999)
IV.
ETIOLOGI
Apa saja yang menjadi penyebab timbulnya tumor otak belum sepenuhya
diketahui. Namun demikian seperti halnya keganasan pada anggota tubuh yang lainnya,
faktor genetik dan pengaruh lingkungan diduga memiliki peran yang tidak kecil. berbagai
penelitian masih terus dilakukan hingga kini.
A.
Faktor Genetik
1. Prinsip Genetik
Sebagian besar tumor diduga berasal dari kelainan struktur atau fungsi pada
satu atau lebih gen. Konsep onkogenesis ini menyatukan teori mengenai
meknisme induksi tumor secara viral, kimiawi, radiasi, dan alami. Gen yang
berperan dalam onkogenesis dibagi dalam 2 kelompok: onkogen dan gen
supresi tumor (tumor suppressor genes/ TSG). Onkogen dihasilkan oleh
mutasi gen yang disebut proto-onkogen yang normalnya ada dalam genom
manusia. Proto-onkogen normal mengkode faktor pertumbuhan, reseptor
faktor pertumbuhan, transducer membran, atau faktor transkripsi. TSG juga
terdapat dalam genom normal manusia; di mana produk proteinnya
berfungsi membatasi reproduksi dan diferensiasi sel. Perubahan dalam TSG
berperan dalam sebagian besar sindroma keganasan herediter.
2. Faktor Genetik dalam Tumor Otak
B.
Faktor Lingkungan
Temuan para ahli akhir-akhir ini mendapatkan besarnya faktor lingkungan
dalam terjadinya tumor otak. Namun demikian sangatlah tidak mudah
mendapatkan bukti-bukti klinis yang kuat dan memadai secara ilmiah mengenai
hubungan sebab akibat tersebut secara nyata.
Konsumsi alkohol oleh ibu yang hamil tidak didapatkan memberikan efek
bermakna kejadian tumor otak pada anak yang dikandungnya. Namun
demikian terdapat pula studi yang mendapatkan bahwa proporsi peminum
alkohol lebih banyak pada kelompok eningioma atau glioma dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
Paparan terhadap medan magnetik kuat dari kabel listrik tegangan tinggi di
daerah tempat tinggal dan penggunaan berlebihan alat elektrik rumah tangga
diduga sebagian ahli berpotensi menyebabkan kanker otak pada anak.
V.
5. Xantoastrositoma Pleomorfik
6. Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
2. Tumor oligodendroglial
1. Oligodendroglioma
2. Oligodendroglioma anaplastik
3. Glioma campuran (mixed glioma)
1. Oligoastrositoma
2. Oligostrositoma anaplastik
4. Tumor ependimal
1. Ependimoma Myxopapilari
2. Subependimoma
3. Ependimoma
4. Ependimoma anaplastik
5. Tumor neuroepitelial lainnya
1. Astroblastoma
2. Glioma koroid dari ventrikel III
3. Gliomatosis serebri
2. Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial
1. Gangliositoma
2. Ganglioglioma
3. Astrositoma Desmoplastik infantil
4. Tumor Disembrioplastik Neuroepitelial (DNET)
5. Neurositoma sentral
6. Liponeurositoma Serebelar
7. Paraganglioma
3. Tumor non-glial
1. Tumor embrional
1. Ependimoblastoma
2. Meduloblastoma
3. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
2. Tumor pleksus khoroideus
1. Papiloma pleksus khoroideus
2. Karsinoma pleksus khoroideus
3. Tumor parenkim pineal
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM
1. Pineoblastom
2. Pineositoma
3. Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet
2. Tumor Meningeal
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik
4. Tumor Sella
1. Adenoma hipofisis
2. Karsinoma hipofisis
3. Kraniofaringioma
VI.
GEJALA KLINIS
Tumor sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evolusi progresif
disfungsi neurologis. Gejala-gejala awal yang bersifat sementara dapat terabaikan, namun
gejala-gejala yang persisten umumnya memerlukan konsultasi medis.
Gejala yang disebabkan oleh tumor yang pertumbuhannya lambat, akan
memberikan gejala yang lebih perlahan-lahan munculnya. Apalagi bila lokasi tumor
berada di daerah yang tidak terlalu vital atau yang tidak memberikan gangguan organ
secara nyata, misalnya bila tumor berada di daerah lobus frontalis. Tumor yang demikian
ini tidak jarang ditemukan sudah dalam ukuran yang cukup besar.
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM
Pada sisi lain, tumor yang terletak pada posisi yang vital atau dekat dengan
struktur yang penting akan memberikan gejala secra cepat meskipun ukurannya masih
kecil. Sebagai contoh, bila tumor merusak jaras motorik dalam otak atau bila
menyebabkan sumbatan pada aliran serebrospinalis.
Manifestasi klinis tumor otak yang bersifat akut progresif umumnya disebabkan
terjadinya komplikasi perdarahan intraserebral, atau karena terjadinya sumbatan tiba-tiba
pada saluran serebrospinalis.
Gambaran klinis tumor intrakranial sistem saraf secara umum dapat dibagi dalam
tiga kelompok: (1) umum, (2) terlokalisir, (3) terlokalisisr palsu.
Gambaran Klinis Umum
Gejala dan tanda umum disebabkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial,
infiltrasi difus dari tumor, edema, atau hidrosefalus. Gambaran klinis yang sering terlihat
adalah nyeri kepala, perubahan status mental, kejang, pening, papiledema, dan mual serta
muntah.
Nyeri Kepala
Nyeri kepala merupakan keluhan awal sekitar 20 % pasien tumor otak. Namun
keluhan ini dalam perjalanan penyakit akan semakin banyak ditemukan. Nyeri ummnya
dirasakan sebagai nyeri tumpul, terlokalisisr, dan intermiten, serta mengalami
pertambahan dalam derajat beratnya. Nyeri kepala ini umumnya bukan merupakan gejala
tunggal, namun desertai gejala lain meskipun tidak sama derajatnya.
Sekitar 15 % penderita dewasa dapat mengalami gambaran yang khas, yaitu
pemunculan secara nokturnal atau pada saat dini hari. Nyeri kepala berat seringkali
diperberat pada perubahan posisi, saat batuk, manuver valsava, dan aktivitas yang
mengerahkan tenaga. Mual dan muntah menyertai nyeri kepala pada sebagian besar
pasien.
Pada sebagian besar pasien, nyeri bersifat ipsilateral terhadap tumor. Karena
struktur supratentorial yang sangat sensitif terhadap nyeri mendapat suplai oleh aferenaferen saraf trigeminal, maka nyeri kepala yang timbul sering dialihkan pada lokasi
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM
frontal. Tumor-tumor fossa posterior mengiritasi struktur sensitif nyeri yang dipersarafi
oleh cabang-cabang nervus kranial IX dan X dan saraf-saraf servikal atas, dan nyeri yang
timbul dialihkan pada oksipital dan leher.
Nyeri kepala yang terjadi pada tumor otak disebabkan oleh adanya traksi pada
arteri-arteri serebral besar dan sirkulus Willisi, traksi pada sinus-sinus vena besar dan
bagian proksimal vena-vena kortikal, distensi pembuluh ekstrakranial, dilatasi ventrikel
III, inflamasi daerah yang sensitif nyeri pada struktur intra dan ekstra kranial, atau
penekanan langsung pada saraf servikal atau kranial. Tidak jarang keluhan nyeri kepala
dianggap tension headache yang tidak terlalu serius.
Nyeri kepala berat yang dapat terjadi dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial secara mendadak (gelombang tekanan). Perubahan tekanan mendadak
umumnya dicetuskan perubahan posisi, seperti saat berdiri atau duduk secara cepat. Nyeri
kepala yang terjadi memiliki onset mendadak, mencapai intensitas puncak dengan cepat,
dan adang dapat berkurang dengan modifikasi posisi. Nyeri kepala tipe gelombang
tekanan umumnya mengesankan adanya efek massa yang signifikan, peningkatan tekanan
intrakranial, atau obstruksi aliran serebro-spinal.
Perubahan Status Mental
Bentuk awal dari perubahan status mental misalnya berupa gangguan konsentrasi,
mudah lupa, perubahahan kepribadian, perubahan mood, dan penurunan inisiatif. Hal ini
secara khusus lebih sering terlihat pada pasien dengan tumor pada lobus frontal atau
temporal. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan berpikir abstrak,
pengambilan keputusan logis, dan aliran berpikir mulai terlihat terutama oleh keluarga
dan teman yang sering berinteraksi dengan pasien. Gejala juga akan menyebabkan
berkurangnya rentang perhatian, distrakbilitas, afek tumpul, disinhibisi, apatis, gangguan
memori, iritabilitas, dan terganggunya pola tidur. Jika tidak diterapi, kondisi ini lama
kelamaan akan meningkat, hingga suatu saat menyebabkan terjadinya somnolen
memanjang dan koma.
Kejang
Gejala kejang dapat terjadi pada sepertiga kasus pasien dan paling sering adalah
pada tumr yang tumbuh lambat, seperti astrositoma, oligodendroglioma, dan
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM
10
11
Gejala tumor secara fokal dapat berasal dari adanya destruksi, infark, atau edema
parenkim yang diinduksi tumor. Pembedaan ini secara klinis relevan, karena gejala-gejala
yang berasal dari edema mempunyai potensi reversibel dengan terapi kortikosteroid.
Faktor-faktor yang dilepaskan ke dalam lingkungan tumor lokal, (misal: ion H+, sitokine )
dapat pula menyebabkan disfungsi fokal yang secara potensial reversibel.
Tumor-tumor Kortikal
Tumor pada lobus frontal dapat menyebabkan gejala fokal bila tumor
menginfiltrasi atau menyebabkan edema jaringan otak. Kejang motorik sederhana atau
kejang umum yang diikuti oleh paralisis post-iktal seringkali merupakan merupakan
petunjuk lokasi frontal. Meningioma parasagital atau konveksitas dan glioma frontal
secara khusus berhubungan
12
Tumor lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Kejang oksipital fokal
umumnya ditandai oleh adanya episode penglihatan cahaya, warna-warni, atau bentukbentuk pola geometris secara kontralateral.
Tumor pada Ventrikel Ketiga dan Daerah Pineal
Tumor yang terletak di dalam atau berdekatan dengan ventrikel ketiga seringkali
mengobstruksi ventrikel atau akuaduktus, sehingga terjadilah hidrosefalus. Perubahan
posisi dapat secara mendadak akan meningkatkan tekanan ventrikular dan menyebabkan ,
nyeri kepala frontal atau verteks, muntah-muntah, atau bahkan terkadang sampai terjadi
sinkop tumor pada regio ventrikel ketiga juga dapat menyebabkan gangguan memori,
diabetes insipidus, amenorhea, galaktorhea, dan gangguan pada satiasi (rasa kenyang)
atau termolegulasi. Sindroma Parinaud (disosiasi refleks akomodasi cahaya pupil dan
gangguan pada penatapan vertikal) disebabkan oleh adanya tekanan pada tektum dari
otak tengah dan komisura posterior. Pubertas prekoks dapat terjadi pada anak laki-laki
dengan tumor daerah pineal.
Tumor pada Batang Otak
Disfungsi nurologis fokal merupakan gambaran utama tumor otak-tengah
(midbrain). Tumor yang melibatkan lempeng kuadrigeminal akan menyebabkan
gangguan penatapan ventrikel, sindroma Parinaud, dan kesulitan pendengaran. Tumor
pada tegmentum dapat menyebabkan kelemahan degan adaya penekanan pada jaras
kortikospinal, serta ophtalmoplegia internuklear. Terjadinya ataksia menunjukkan adanya
suatu keterlibatan pada proyeksi dentatorubrotalamikus, dan nistagmus retraktorius serta
nistagmus konvergen menunjukkan adanya keterlibatan substansia grisea secara
periakuaduktal otak-tengah. Gambaran preterminal tumor batang otak meliputi gangguan
pola napas dan homeostasis tekanan darah.
13
menjalar ke dalam daerah retro-orbital atau temporal, serta leher dan bahu. Kekakuan
dan keterbatasan lingkup gerak sendi leher dan angkat kepala dapat berkaitan dengan
terjadinya herniasi tonsilar insipien.
Rasa pusing atau vertigo serta nistagmus horizontal dan rotasional dapat pula
menjadi gejala utama. Ataksia apendikuler atau trunkal merupakan gambaran yang khas.
Refleks-refleks tendon serta tonus akan berkurang pada sisi ipsilateral lesi. Palsi nervus
kranialis dan traktus kortikospinal dapat terjadi pada perjalanan lanjut menunjukkan
adanya invasi sekunder atau penekanan batang otak.
Gambaran Terlokalisir palsu
Gambaran terlokalisir palsu menunjukkan adanya keterlibatan neuro-aksis yang
lebih jauh dari lokasi tumor yang sebenarnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya
peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran struktur-struktur intrakranial, atau masalah,
atau masalah vaskular. Contoh gambaran terlokalisir palsu antara lain:
Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang
sifatnya kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi
(sindroma Kernohans notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir palsu
yang bersifat ipsilateral terhadap lesi.
Kompresi atau invasi pada pembuluh darah oleh tumor dan status
hiperkoagulabilitas yang berhubungan dengan sifat keganasan atau terapinya
dapat menyebabkan infark atau perdarahan yang jauh dari lokasi tumor. Sebagai
contoh, infark korteks oksipital yang dapat terjadi akibat kompresi arteri
serebral posterior selama herniasi transteritorial.
VII.
DIAGNOSA
i. Anamesis
ii. Pemeriksaan Fisik & Neurologis
14
sulit disembuhkan.
15
2. Non-Operatif
Radioterapi
Radiasi adalah energi yang berasal dari partikel atau gelombang
tertentu, dan dapat dikategorikan sebagai radiasi elektromagnetik dan
radiasi partikulate. Radiasi jarang efektif untuk penyembuhan
permanen, walaupun terdapat beberapa contoh prolong remisi
beberapa tahun setelah radiasi, baik untuk tumor primer maupun
metastasis. Pada kebanyakan pasien, penanganan adekuat dapat
meningkatkan angka harapan hidup, khususnya pada kasus-kasus lowgrade
astrositoma,
oligodendroglioma,
dan
ependimoma.
16
Chemoterapi
Kemoterapi dapat diartikan sebagai suatu usaha penggunaan obat
untuk menghancurkan sel tumor atau memodifikasi sel tumor tersebut
sehingga pertumbuhannya dapat dihambat. Kemoterapi merupakan
komponen penting dalam penanganan tumor otak. Terdiri atas :
kemoterapi sistemik dan lokal. Obat-obat kemoterapi dibagi dalam 2
golongan besar yaitu: (1) Obat-obat yang bersifat sitotoksik (contoh:
Alkylating agent, Nitrosourea, bahan platinum, Camptothecins, Vinca
alkaloid dan Epipodophyllotoxin, Taxanes), (2) Obat-obat yang
bersifat
sitostastik
(contoh:
Cis-retinoid
acid,
Tamoxifen,
Thalidomide.)
Imunoterapi
Imunoterapi dilakukan secara aktif dan pasif.imunoterapi aktif akan
meningkatkan kemampuan sel imun dalam memberikan respons
terhadap tumor yang ada, sedangkan imunoterapi pasif akan
menggunakan efektor atau respon sistem imun untuk memberikan
imunitas terhadap tumor yang ada.
IX.
PROGNOSA
17
DAFTAR PUSTAKA
18
19