Anda di halaman 1dari 19

TUMOR OTAK

I.

PENDAHULUAN
Tumor otak merupakan salah satu bagian dari system saraf, disamping tumor pada

sistem saraf, di samping tumor spinal dan tumor perifer. Tumor ini dapat berupa tumor
sifatnya primer ataupun yang merupakan metastasis dari tumor pada organ lainnya.
Tumor otak memberikan permasalahan klinis yang agak berbeda dengan tumor
lain karena efek yang ditimbulkannya, dan keterbatasan terapi yang dapat dilakukan.
Tumor otak yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak secara langsung akan
menyebabkan gangguan fungsional dari system saraf pusat, berupa gangguan motorik,
sensorik, panca indera, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu efek massa yang
ditimbulkan tumor otak juga akan memberikan problem serius mengingat tumor berada
dalam rongga tengkorak yang pada orang dewasa merupakan suatu ruang tertutup dengan
ukuran yang tetap.
Disisi lain, sebagian besar terapi (tindakan bedah dan non bedah) memberikan
efek samping dan resiko komplikasi yang tidak kalah seriusnya. Tindakan operatif
maupun radioterapi tidak jarang terpaksa menyebabkan terjadinya efek samping
kerusakan jaringan otak di sekitar lesi. Berdasarkan hal-hal tersebut, tidaklah berlebihan
bila ada yang mengatakan bahwa tumor otak merupakan tumor yang paling menakutkan
bagi pasien.

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

II.

DEFINISI
Tumor otak memberikan pengertian suatu proses neoplasma dari jaringan otak

(termasuk adalah otak besar, otak kecil, batang otak, hipofisis, pleksus khoroideus).
Sedangkan tumor intracranial adalah tumor yang berada dalam rongga intracranial,
dimana dapat berupa tumor jaringan otak, maupun dari jaringan lain (misalnya
meningioma dan limfoma).
III.

EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi tumor otak di Indonesia sampai saat ini masih sangat tidak

memadai. Hal ini disebabkan teknik diagnostik yang masih kurang optimal, dan masalah
pencatatan kasus yang tidak lengkap. Sedangkan pendataan di negara maju juga
kadangala tidak begitu mudah untuk dirangkum, Karena teknik pengklasifikasian yang
tidak selalu sama antara sentra yang satu dengan yang lain.
Hal ini juga menjadi perhatian adalah kesan bahwa kejadian tumor otak semakin
meningkat dalam beberapa dekade belakangan ini. Berbagai laporan telah memberikan
kesan peningkatan tersebut. Namun disisi lain para ahli juga menyatakan bahwa dengan
danya sarana diagnostik untuk tumor otak yang saat ini jauh lebih baik, otomatis akan
memberikan pelaporan kasus tumor otak yang lebih banyak.
Beberapa deskriptif mengenai data epidemiologi internasional diantaranya:

Menurut data The American Cancer Society, diperkirakan pada tahun 1999, telah
berhasil didiagnosa 16.800 kasus tumor intracranial baru.

Untuk semua jenis tumor otak primer, rata-rata umur pada saat onset adalah 54 tahun.
Khusus untuk tumor glioblastoma dan meningioma, rata-rata adalah 62 tahun. Namun
demikian perlu diingat bahwa masing-masing tumor memiliki predileksi dan
keterkaitan dengan usia yang berbeda-beda. Contohnya, astrositoma dan glioblastoma
insiden tertingginya adalah usia 65 - 74 tahun; sedangkan oligodendroglioma pada
usia 35 - 44 tahun.

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

Antara tahun 1991-1995 , sebanyak 23 % kanker pada anak adalah tumor otak.
Seperempat kematian kanker pada anak adalah akibat tumor otak maligna. Dalam
periode yang sama, tumor otak maligna merupakan 1 % dari kanker pada orang
dewasa yang baru terdiagnosa (Lagler, 1999)

IV.

ETIOLOGI
Apa saja yang menjadi penyebab timbulnya tumor otak belum sepenuhya

diketahui. Namun demikian seperti halnya keganasan pada anggota tubuh yang lainnya,
faktor genetik dan pengaruh lingkungan diduga memiliki peran yang tidak kecil. berbagai
penelitian masih terus dilakukan hingga kini.
A.

Faktor Genetik
1. Prinsip Genetik
Sebagian besar tumor diduga berasal dari kelainan struktur atau fungsi pada
satu atau lebih gen. Konsep onkogenesis ini menyatukan teori mengenai
meknisme induksi tumor secara viral, kimiawi, radiasi, dan alami. Gen yang
berperan dalam onkogenesis dibagi dalam 2 kelompok: onkogen dan gen
supresi tumor (tumor suppressor genes/ TSG). Onkogen dihasilkan oleh
mutasi gen yang disebut proto-onkogen yang normalnya ada dalam genom
manusia. Proto-onkogen normal mengkode faktor pertumbuhan, reseptor
faktor pertumbuhan, transducer membran, atau faktor transkripsi. TSG juga
terdapat dalam genom normal manusia; di mana produk proteinnya
berfungsi membatasi reproduksi dan diferensiasi sel. Perubahan dalam TSG
berperan dalam sebagian besar sindroma keganasan herediter.
2. Faktor Genetik dalam Tumor Otak

B.

Faktor Lingkungan
Temuan para ahli akhir-akhir ini mendapatkan besarnya faktor lingkungan
dalam terjadinya tumor otak. Namun demikian sangatlah tidak mudah
mendapatkan bukti-bukti klinis yang kuat dan memadai secara ilmiah mengenai
hubungan sebab akibat tersebut secara nyata.

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

1. Infeksi Virus dan Tumor Otak Manusia


Hingga saat ini, tidak ada bukti kondusif mengenai peran virus pada tumor
otak manusia. Badan inklusi, antigen, dan genom telah dilaporkan dalam
eksperimen dan tumor otak manusia. Suatu BK virus dasn virus tipe SV 40
telah pernah ditemukan pada pasien dengan menggunakan teknik fusi sel.
Namun tidak terdapat cara untuk menentukan apakah virus ini yang
menyebabkan timbulnya tumor, sehingga diperkirakan kemungkinan virus
didapatkan sebagai kontaminan atau infeksi jinak laten. Para ahli juga
menduga berbagai laporan terdeteksinya asam nukleat viral dengan teknik
hibridisasi asam nukleat sesungguhnya merupakan sesuatu yang bersifat
artifaktual karena kotaminasi.
Meskipun didapatkan homologi gennom viral pada beberapa kasus tumor
otak manusia, namun kenyataannya hingga kini belum ada hubungan
kausatif yang dapat dibuktikan. Dengan demikian, peran potensial virus
dalam menginduksi terjadinya tumor otak manusia masih tetap sebatas teori.
2. Faktor Radiasi
Reaksi jaringan normal sistem saraf pusat terhadap radiasi pengion dapat
terjadi dalam beberapa bentuk: (1) radioresistensi saraf/perbaikan, (2)
demielinisasi, (3) kerusakan vaskular, dan (4) induksi tumor sekunder.
Pertimbagan apakah tumor otak manusia memang terinduksi oleh karena
adanya pengaruh radiasi, harus memenuhi beberapa kriteria:

Tumor terjadi dalam jangkauan radiasi

Periode laten yang cukup setelah radiasi, sepadan dengan dosis


radiasinya

Tidak terdapat faktor predisposisi lain pembentukan tumor

Terdapat diagnosis tumor yang pasti

Tumor tersebut jarang muncul spontan pada kelompok kontrol yang


tak terkena radiasi.

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

Pertimbangan ini harus menjadi pertimbangan bersama dengan usia dan


jenis kelamin, dalam kaitannya dengan tipe dan lokasi tumor. Sebagai
contoh, astrositoma serebelum atau glioblastoma bitemporal merupakan
kejdian yang kurang wajar pada individu yang sudah dewasa. Fibrosarkoma
merupakan tipe tumor tersering yang terbentuk setelah terapi radiasi.
Fibrosarkoma intrakranial telah dilaporkan setelah terapi radiasi untuk
tumor hipofisis. Meningioma telh dilaporkan terjadi setelah pemberian
terapi radiasi untuk tumor hipofisis, tumor glial, dan kelainan kulit kepala.
3. Faktor Kimia
Dua jenis senyawa yang dilaporkan potensial menginduksi tumor otak adala
polycyclic hydrocarbon (PCH) dan bahan alkilasi (ankylating agent).
Senyawa-senyawa ini menghasilkan tumor dalam berbagai model hewan
percobaan.
C. Analisa Faktor-Faktor Lainnya

Telah diketahui bahwa merokok memberikan paparan bahan karsinogenik


pada tubuh. Namun adanya sawar darah otak, efek pada jaringan otak
tampaknya lebih sedikit dibanding organ lain yang terpapar langsung,
misalnya paru-paru. Namun demikian komponen N-nitroso dari rokok dapat
menembus sawar darah otak, dan diduga berkaitan dengan kejadian tumor
otak.

Konsumsi alkohol oleh ibu yang hamil tidak didapatkan memberikan efek
bermakna kejadian tumor otak pada anak yang dikandungnya. Namun
demikian terdapat pula studi yang mendapatkan bahwa proporsi peminum
alkohol lebih banyak pada kelompok eningioma atau glioma dibandingkan
dengan kelompok kontrol.

Pengguna telepon genggam diduga meningkatkan risiko tumor otak, berkaitan


dengan pancaran gelombang yang mengenai bagian kepala

Paparan terhadap medan magnetik kuat dari kabel listrik tegangan tinggi di
daerah tempat tinggal dan penggunaan berlebihan alat elektrik rumah tangga
diduga sebagian ahli berpotensi menyebabkan kanker otak pada anak.

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

V.

KLASIFIKASI TUMOR OTAK


1. Klasifikasi tumor otak berdasarkan Patologi Anatomi
Berdasarkan kebanyakan literatur patologi anatomi, tumor sistem saraf pusat
dibagi sebagai berikut:
1. Tumor Jaringan Otak: termasuk di dalamnya adalah glioma (astrositoma,
ependimoma,oligodendroglioma, meduloblastoma, dan mikrogliomatosis),
ganglioglioma (neuroastrositoma), neuroma akustikus (neurilemmoma).
2. Tumor Jaringan Mesenkim: termasuk didalamnya adalah hemangioblasto
ma, sarkoma, dan lipoma.
3. Tumor Selaput Otak: termasuk didalamnya adalah meningioma.
4. Tumor dari Cacat Perkembangan: termasuk di dalamnya adalah kista
epidermoid dan dermoid, kista paraphyseal atau kista ependim, khordoma,
kraniofaringioma.
5. Tumor Kelenjar Pineal: termasuk didalamya adalah pinealoma, teratoma,
golongan glioma dan kista.
6. Tumor Medula Spinalis
7. Tumor Otak Metastatik: termasuk didalamnya adalah semua jenis tumor
yang merupakan tumor sebaran dari tumor primer yang ada di luar
jaringan otak.

Klasifikasi Tumor Otak menurut WHO


1. Tumor Neuroepitelial
1. Tumor Glial
1. Astrositoma
1. Astrositoma Pilositik
2. Astrositoma Difus
3. Astrositoma Anaplastik
4. Glioblastoma

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

5. Xantoastrositoma Pleomorfik
6. Astrositoma Subependimal Sel Raksasa
2. Tumor oligodendroglial
1. Oligodendroglioma
2. Oligodendroglioma anaplastik
3. Glioma campuran (mixed glioma)
1. Oligoastrositoma
2. Oligostrositoma anaplastik
4. Tumor ependimal
1. Ependimoma Myxopapilari
2. Subependimoma
3. Ependimoma
4. Ependimoma anaplastik
5. Tumor neuroepitelial lainnya
1. Astroblastoma
2. Glioma koroid dari ventrikel III
3. Gliomatosis serebri
2. Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial
1. Gangliositoma
2. Ganglioglioma
3. Astrositoma Desmoplastik infantil
4. Tumor Disembrioplastik Neuroepitelial (DNET)
5. Neurositoma sentral
6. Liponeurositoma Serebelar
7. Paraganglioma
3. Tumor non-glial
1. Tumor embrional
1. Ependimoblastoma
2. Meduloblastoma
3. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial (PNET)
2. Tumor pleksus khoroideus
1. Papiloma pleksus khoroideus
2. Karsinoma pleksus khoroideus
3. Tumor parenkim pineal
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

1. Pineoblastom
2. Pineositoma
3. Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet

2. Tumor Meningeal
1. Meningioma
2. Hemangoperisitoma
3. Lesi Melanositik

3. Tumor Germ Cell


1. Germinoma
2. Karsinoma embrional
3. Tumor germ cell campuran
4. Khoriokarsinoma
5. Teratoma
6. Tumor germ cell campuran

4. Tumor Sella
1. Adenoma hipofisis
2. Karsinoma hipofisis
3. Kraniofaringioma

5. Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas


1. Hemangioblastoma kapiler

6. Limfoma Sistem Saraf Pusat primer


7. Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP
8. Tumor metastasis

VI.

GEJALA KLINIS
Tumor sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evolusi progresif

disfungsi neurologis. Gejala-gejala awal yang bersifat sementara dapat terabaikan, namun
gejala-gejala yang persisten umumnya memerlukan konsultasi medis.
Gejala yang disebabkan oleh tumor yang pertumbuhannya lambat, akan
memberikan gejala yang lebih perlahan-lahan munculnya. Apalagi bila lokasi tumor
berada di daerah yang tidak terlalu vital atau yang tidak memberikan gangguan organ
secara nyata, misalnya bila tumor berada di daerah lobus frontalis. Tumor yang demikian
ini tidak jarang ditemukan sudah dalam ukuran yang cukup besar.
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

Pada sisi lain, tumor yang terletak pada posisi yang vital atau dekat dengan
struktur yang penting akan memberikan gejala secra cepat meskipun ukurannya masih
kecil. Sebagai contoh, bila tumor merusak jaras motorik dalam otak atau bila
menyebabkan sumbatan pada aliran serebrospinalis.
Manifestasi klinis tumor otak yang bersifat akut progresif umumnya disebabkan
terjadinya komplikasi perdarahan intraserebral, atau karena terjadinya sumbatan tiba-tiba
pada saluran serebrospinalis.
Gambaran klinis tumor intrakranial sistem saraf secara umum dapat dibagi dalam
tiga kelompok: (1) umum, (2) terlokalisir, (3) terlokalisisr palsu.
Gambaran Klinis Umum
Gejala dan tanda umum disebabkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial,
infiltrasi difus dari tumor, edema, atau hidrosefalus. Gambaran klinis yang sering terlihat
adalah nyeri kepala, perubahan status mental, kejang, pening, papiledema, dan mual serta
muntah.
Nyeri Kepala
Nyeri kepala merupakan keluhan awal sekitar 20 % pasien tumor otak. Namun
keluhan ini dalam perjalanan penyakit akan semakin banyak ditemukan. Nyeri ummnya
dirasakan sebagai nyeri tumpul, terlokalisisr, dan intermiten, serta mengalami
pertambahan dalam derajat beratnya. Nyeri kepala ini umumnya bukan merupakan gejala
tunggal, namun desertai gejala lain meskipun tidak sama derajatnya.
Sekitar 15 % penderita dewasa dapat mengalami gambaran yang khas, yaitu
pemunculan secara nokturnal atau pada saat dini hari. Nyeri kepala berat seringkali
diperberat pada perubahan posisi, saat batuk, manuver valsava, dan aktivitas yang
mengerahkan tenaga. Mual dan muntah menyertai nyeri kepala pada sebagian besar
pasien.
Pada sebagian besar pasien, nyeri bersifat ipsilateral terhadap tumor. Karena
struktur supratentorial yang sangat sensitif terhadap nyeri mendapat suplai oleh aferenaferen saraf trigeminal, maka nyeri kepala yang timbul sering dialihkan pada lokasi
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

frontal. Tumor-tumor fossa posterior mengiritasi struktur sensitif nyeri yang dipersarafi
oleh cabang-cabang nervus kranial IX dan X dan saraf-saraf servikal atas, dan nyeri yang
timbul dialihkan pada oksipital dan leher.
Nyeri kepala yang terjadi pada tumor otak disebabkan oleh adanya traksi pada
arteri-arteri serebral besar dan sirkulus Willisi, traksi pada sinus-sinus vena besar dan
bagian proksimal vena-vena kortikal, distensi pembuluh ekstrakranial, dilatasi ventrikel
III, inflamasi daerah yang sensitif nyeri pada struktur intra dan ekstra kranial, atau
penekanan langsung pada saraf servikal atau kranial. Tidak jarang keluhan nyeri kepala
dianggap tension headache yang tidak terlalu serius.
Nyeri kepala berat yang dapat terjadi dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial secara mendadak (gelombang tekanan). Perubahan tekanan mendadak
umumnya dicetuskan perubahan posisi, seperti saat berdiri atau duduk secara cepat. Nyeri
kepala yang terjadi memiliki onset mendadak, mencapai intensitas puncak dengan cepat,
dan adang dapat berkurang dengan modifikasi posisi. Nyeri kepala tipe gelombang
tekanan umumnya mengesankan adanya efek massa yang signifikan, peningkatan tekanan
intrakranial, atau obstruksi aliran serebro-spinal.
Perubahan Status Mental
Bentuk awal dari perubahan status mental misalnya berupa gangguan konsentrasi,
mudah lupa, perubahahan kepribadian, perubahan mood, dan penurunan inisiatif. Hal ini
secara khusus lebih sering terlihat pada pasien dengan tumor pada lobus frontal atau
temporal. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kemampuan berpikir abstrak,
pengambilan keputusan logis, dan aliran berpikir mulai terlihat terutama oleh keluarga
dan teman yang sering berinteraksi dengan pasien. Gejala juga akan menyebabkan
berkurangnya rentang perhatian, distrakbilitas, afek tumpul, disinhibisi, apatis, gangguan
memori, iritabilitas, dan terganggunya pola tidur. Jika tidak diterapi, kondisi ini lama
kelamaan akan meningkat, hingga suatu saat menyebabkan terjadinya somnolen
memanjang dan koma.
Kejang
Gejala kejang dapat terjadi pada sepertiga kasus pasien dan paling sering adalah
pada tumr yang tumbuh lambat, seperti astrositoma, oligodendroglioma, dan
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

10

meningioma. Kejang paling sering pada tumor-tumor (urutan berdasarkan frekuensi)


frontal, parietal, dan temporal, serta sedikit lebih jarang pada anak-anak. Kemuingkinan
karena anak-anak memiliki frekuensi tumor fossa posterior yang lebih sering.
Papiledema
Dahulu, tanda klinis berupa papiledema merupakan gambaran pada 60-70 %
pasien dengan tumor otak primer. Tumor-tumor fossa posterior umumnya menyebabkan
papiledema melalui obstruksi aliran keluar ventrikel, namun tumor-tumor supratentorial
dapat menyebabkan papiledema tanpa bukti patologis adanya obstruksi ventrikel.
Papiledema dini tidak menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara simtomatis,
namun papiledema lanjut dapat memperbesar bintik buta dan membatasi penglihatan
perifer. Bila terjadi perdarahan retina, dapat terjadi skotoma dan penurunan ketajaman
penglihatan, khususnya bila perdarahan di dekat makula. Atrofi optik pada satu mata
dengan papiledema pada mata lainnya (sindroma Foster Kennedy) menunjukkan suatu
tumor kanal olfaktorik (olfactory groove) yang besar, yang terletak ipsilateral terhadap
mata yang mengalami atrofi saraf optikus.
Mual dan muntah
Mual merupakan gejala yang sering dikeluhkan, namun muntah-muntah umumya
menunjukkan adanya tumor yang besar yang menyebabkan adanya efek massa dan
pergeseran serebral (cerebral displacement).
Muntah-muntah yang rekuren pada dini hari atau malam hari, serta muntah proyektil
tanpa didahului rasa mual memperbesar kecurigaan adanya suatu massa intrakranial.
Muntah lama yang timbul mendadak, berlangsung hingga berjam-jam dan kemudian
mengalami remisi spontan, dapat menunjukkan adanya perdarahan intratumor, atau
peningkatan tekanan intrakranial sementara.
Secara khusus, muntah lebih sering terjadi pada tumor yang letaknya di fosa posterior.
Hal ini tampaknya karena adanya stimulasi langsung pada pusat muntah batang otak atau
karena hidrosefalus.
Gambaran Klinis Tumor Terlokalisir
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

11

Gejala tumor secara fokal dapat berasal dari adanya destruksi, infark, atau edema
parenkim yang diinduksi tumor. Pembedaan ini secara klinis relevan, karena gejala-gejala
yang berasal dari edema mempunyai potensi reversibel dengan terapi kortikosteroid.
Faktor-faktor yang dilepaskan ke dalam lingkungan tumor lokal, (misal: ion H+, sitokine )
dapat pula menyebabkan disfungsi fokal yang secara potensial reversibel.
Tumor-tumor Kortikal
Tumor pada lobus frontal dapat menyebabkan gejala fokal bila tumor
menginfiltrasi atau menyebabkan edema jaringan otak. Kejang motorik sederhana atau
kejang umum yang diikuti oleh paralisis post-iktal seringkali merupakan merupakan
petunjuk lokasi frontal. Meningioma parasagital atau konveksitas dan glioma frontal
secara khusus berhubungan

dengan terjadinya kejang . Tanda-tanda lokal tumor

frontal meliputi disartria kortikal, kelemahan kontralateral, dan afasia, bila


hemisfer dominan, dan afasia, bila hemisfer dominan yang terkena. Lobus frontal
unilateral akan menyebabkan timbulnya berbagai refleks, seperti refleks palmomental
atau genggam (grasp reflex) kontralateral. Anosmia unilateral menunjukkan adanya
tumor kanal olfaktorik yang infiltratif, umumnya berupa meningioma subfrontal.
Gambaran tumor lobus temporal adalah disfungsi traktus kortikospial kontralateral,
defisit perimetri visual homonimus, afasia (dengan kelainan hemisfer dominan), dan
kejang kompleks parsial. Kejang terjadi pada sepertiga kasus pasien. Afasia konduktif
dan disnomia secara khusus sering menyertai tumor lobus temporal dominan. Perubahan
kepribadian dan disfungsi memori juga sering ditemukan.
Gambaran utama tumor lobus parietal adalah gangguan sensorik dan defisit atensi.
Setengah kasus pasien dengan tumor parietal mengalami kejang, yang umumnya berupa
tipe motorik atau sensorik sederhana. Kemungkinan gambaran lainnya, bergantung pada
hemisfer yang terkena, adalah penyangkalan (neglect) motorik atau sensorik
kontralateral, apraksia kontruksional, agnosia jari, dan kekacauan sisi kanan-kiri (right
left confusion).

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

12

Tumor lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Kejang oksipital fokal
umumnya ditandai oleh adanya episode penglihatan cahaya, warna-warni, atau bentukbentuk pola geometris secara kontralateral.
Tumor pada Ventrikel Ketiga dan Daerah Pineal
Tumor yang terletak di dalam atau berdekatan dengan ventrikel ketiga seringkali
mengobstruksi ventrikel atau akuaduktus, sehingga terjadilah hidrosefalus. Perubahan
posisi dapat secara mendadak akan meningkatkan tekanan ventrikular dan menyebabkan ,
nyeri kepala frontal atau verteks, muntah-muntah, atau bahkan terkadang sampai terjadi
sinkop tumor pada regio ventrikel ketiga juga dapat menyebabkan gangguan memori,
diabetes insipidus, amenorhea, galaktorhea, dan gangguan pada satiasi (rasa kenyang)
atau termolegulasi. Sindroma Parinaud (disosiasi refleks akomodasi cahaya pupil dan
gangguan pada penatapan vertikal) disebabkan oleh adanya tekanan pada tektum dari
otak tengah dan komisura posterior. Pubertas prekoks dapat terjadi pada anak laki-laki
dengan tumor daerah pineal.
Tumor pada Batang Otak
Disfungsi nurologis fokal merupakan gambaran utama tumor otak-tengah
(midbrain). Tumor yang melibatkan lempeng kuadrigeminal akan menyebabkan
gangguan penatapan ventrikel, sindroma Parinaud, dan kesulitan pendengaran. Tumor
pada tegmentum dapat menyebabkan kelemahan degan adaya penekanan pada jaras
kortikospinal, serta ophtalmoplegia internuklear. Terjadinya ataksia menunjukkan adanya
suatu keterlibatan pada proyeksi dentatorubrotalamikus, dan nistagmus retraktorius serta
nistagmus konvergen menunjukkan adanya keterlibatan substansia grisea secara
periakuaduktal otak-tengah. Gambaran preterminal tumor batang otak meliputi gangguan
pola napas dan homeostasis tekanan darah.

Tumor pada Serebelum


Muntah-muntah yang bersiklus dan nyeri kepala oksipital merupakan gejala
umum pada pasien dengan tumor serebelum. Nyeri kepala umumnya bilateral dan
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

13

menjalar ke dalam daerah retro-orbital atau temporal, serta leher dan bahu. Kekakuan
dan keterbatasan lingkup gerak sendi leher dan angkat kepala dapat berkaitan dengan
terjadinya herniasi tonsilar insipien.
Rasa pusing atau vertigo serta nistagmus horizontal dan rotasional dapat pula
menjadi gejala utama. Ataksia apendikuler atau trunkal merupakan gambaran yang khas.
Refleks-refleks tendon serta tonus akan berkurang pada sisi ipsilateral lesi. Palsi nervus
kranialis dan traktus kortikospinal dapat terjadi pada perjalanan lanjut menunjukkan
adanya invasi sekunder atau penekanan batang otak.
Gambaran Terlokalisir palsu
Gambaran terlokalisir palsu menunjukkan adanya keterlibatan neuro-aksis yang
lebih jauh dari lokasi tumor yang sebenarnya. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya
peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran struktur-struktur intrakranial, atau masalah,
atau masalah vaskular. Contoh gambaran terlokalisir palsu antara lain:

Palsi nervus abdusens merupakan tanda terlokalisir palsu yang paling


ditemukan. Hal ini terjadi bila peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan
penekanan saraf terhadap ligamen petrosal.

Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang
sifatnya kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi
(sindroma Kernohans notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir palsu
yang bersifat ipsilateral terhadap lesi.

Kompresi atau invasi pada pembuluh darah oleh tumor dan status
hiperkoagulabilitas yang berhubungan dengan sifat keganasan atau terapinya
dapat menyebabkan infark atau perdarahan yang jauh dari lokasi tumor. Sebagai
contoh, infark korteks oksipital yang dapat terjadi akibat kompresi arteri
serebral posterior selama herniasi transteritorial.

VII.

DIAGNOSA
i. Anamesis
ii. Pemeriksaan Fisik & Neurologis

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

14

iii. Pemeriksaan Radiologi :


1. Rontgen kepala.
2. Arteriografi.
3. CT-Scan.
4. MRI Otak.
5. Positron Emission Tomografi Scan (PET-Scan)
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
iv. Punksi Lumbal.
v. Pemeriksaan Lain: Perimetri, Elecro Encephalography (EEG), Evoked
Potential, Audiometri.
VIII. PENATALAKSANAAN
Seperti pada tumor lainnya, modaitas terapi dibagi menjadi modalitas
operatif dan non operatif. Modalitas tindakan operatif secara umum ditujukan
untuk mengagkat tumor dan mengurangi gejala akibat tumor secara langsung atau
akibat efek massa ruang intra cranial. Modalitas non-operatif menakup terapi
radiasi (radioterapi), kemoterapi, dan imunoterapi.
1. Operatif (Pembedahan)
Efektvitas terapi pembedahan tergantung oleh tipe dan lokasi tumor, tetapi
kemajuan microsurgery meningkatkan ruang lingkup dan menurunkan rasio
mortalitas yang ada. Beberapa tumor yang tidak berkapsul dan menginfiltrasi
daerah sekitarnya, dan kebutuhan

dilakukannya eksisi luas membatasi

efektivitas terapi pembedahan, khususnya jika tumor telah menginvasi daerah


hemisfer dominan.
Tumor jinak seringkali dapat ditangani dengan eksisisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif. Untuk tumor
primer maligna

atau tumor sekunder, biasanya

sulit disembuhkan.

Pembedahan tumor primer seringkali diindikasikan untuk mencapai diagnosis


histologis, dan jika mungkin untuk meringankan gejala dengan mengurangi
massa tumor. Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan
tingkat derajat differensiasi tumor yang berhubungan degan prognosis.
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

15

Terkadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan


kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga
tidak tepat dilakukan pada metastasis tumor otak multipel, dimana
diagnosisnya jelas, walaupun beberapa metastasis soliter dapat ditangani
dengan reseksi.
Eksplorasi pembedahan disarankan hampir tanpa terkecuali untuk beberapa
alasan dibawah ini:

Satu-satunya cara dalam diagnosis jaringan tumor adalah melalui


biopsi.

Dekompresi secara pembedahan dapat dilakukan sebagai tindakan


palliatif

ataupun profilaksis menghindari peningkatan tekanan

intrakranial yang lebih lanjut.

Ventrikuloatrial shunt dilakukan pada kasus hidrosefalus yang


disebabkan oleh tumor dimana terjadi obstruksi saluran keluar LCS.

2. Non-Operatif

Radioterapi
Radiasi adalah energi yang berasal dari partikel atau gelombang
tertentu, dan dapat dikategorikan sebagai radiasi elektromagnetik dan
radiasi partikulate. Radiasi jarang efektif untuk penyembuhan
permanen, walaupun terdapat beberapa contoh prolong remisi
beberapa tahun setelah radiasi, baik untuk tumor primer maupun
metastasis. Pada kebanyakan pasien, penanganan adekuat dapat
meningkatkan angka harapan hidup, khususnya pada kasus-kasus lowgrade

astrositoma,

oligodendroglioma,

dan

ependimoma.

Bagaimanapun juga, terapi radiasi merupakan faktor penting dalam


harapan jangka pendek astrositoma grade 3 dan 4.
Bahaya edema dan peningkatan cepat tekanan intrakranial, yang
merupakan komplikasi radioterapi saat ini jarang ditemui jika terapi
diberikan bersamaan dengan kortikosteroid dosis tinggi. Steroid harus
Rici Kurniawan (07-089)
KKS Neurologi RSUPM

16

dimulai sebelum irradiasi dan dilanjutkan seterusnya. Karena periode


terapi radiasi berlangsung singkat, kortikosteroid dapat diberikan
perhari atau dalam dosis yang lebih sering, tetapi penggunaan dosis
besar tunggal (80 100 mg metilprednisolon) sekali tiap 48 jam lebih
efektif dan meminimalisasikan efek samping.

Chemoterapi
Kemoterapi dapat diartikan sebagai suatu usaha penggunaan obat
untuk menghancurkan sel tumor atau memodifikasi sel tumor tersebut
sehingga pertumbuhannya dapat dihambat. Kemoterapi merupakan
komponen penting dalam penanganan tumor otak. Terdiri atas :
kemoterapi sistemik dan lokal. Obat-obat kemoterapi dibagi dalam 2
golongan besar yaitu: (1) Obat-obat yang bersifat sitotoksik (contoh:
Alkylating agent, Nitrosourea, bahan platinum, Camptothecins, Vinca
alkaloid dan Epipodophyllotoxin, Taxanes), (2) Obat-obat yang
bersifat

sitostastik

(contoh:

Cis-retinoid

acid,

Tamoxifen,

Thalidomide.)

Imunoterapi
Imunoterapi dilakukan secara aktif dan pasif.imunoterapi aktif akan
meningkatkan kemampuan sel imun dalam memberikan respons
terhadap tumor yang ada, sedangkan imunoterapi pasif akan
menggunakan efektor atau respon sistem imun untuk memberikan
imunitas terhadap tumor yang ada.

IX.

PROGNOSA

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

17

Prognosa sering ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan diagnosa. Juga


tergantung pada diagnosa, tipe, derajat tumor, lokasi tumor, metastasis atau tidak,
umur pasien, keadaan umum pasien, seberapa banyak tumor mempengaruhi aktivitas
pasien dan terutama kelangsungan hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

18

1. Sriwidodo, Karya. Tumor Otak. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta. 1992.


Grup PT Kalbe Farma.
2. Sidharta, Priguna. Mahar, Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: 2009.
Dian Rakyat. Halaman: 390-402.
3. H. Rambe. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. 2009. Gajah Mada
University Press. Halaman: 363-384.
4. Markam, Soemarmo. Neurologi Praktis. Jakarta. 2002. Widya Medika.
Halaman: 137-152.
5. M. Baehr, M. Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta. 2010.
EGC. Halaman: 213-229.

Rici Kurniawan (07-089)


KKS Neurologi RSUPM

19

Anda mungkin juga menyukai