PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi
hormone pertumbuhan (HP) atau Growth Hormon (GH) yang berlebihan. (Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid 1, edisi 3). Akromegali adalah kelainan yang jarang
didiagnosis, ditandai dengan hipersekresi dari hormon pertumbuhan, dengan
insiden diperkirakan 3 - 4 kasus per satu juta penduduk. Lebih dari 95 % kasus,
penyebab dari hipersekresi GH adalah adenoma dari hipofise. Namun juga dapat
disebabkan oleh lesi diluar hipofise yang prevalensinya kurang dari 1% antara lain
tumor extra hipofise seperti pancreatic isleth cell tumor, ekses sekresi GHRH
central seperti hamartoma hipotalamus, Choriostoma, ganglioneuroma,
disebabkan oleh ekses sekresi GHRH perifer seperti bronchial carcinoid, dan lain
sebagainya (Cook,2004; Melmed, 2005). Gigantisme sangat jarang dijumpai. Di
Eropa, setiap tahunnya hanya dilaporkan 3-4 kasus dari 1 juta penduduk. Kejadian
antarawanita dan laki-laki sama. Laporan adanya kasusu ini di Indonesia juga
sangat jarang. Prognosis pada pasien gigantisme tergantung pada lamanya proses
kelainan berlangsung dan besarnya tumor. (Guyton, 2006)
Angka kejadian gigantisme dan akromegali sekitar 3 permil untuk semua umur,
tetapi lebih banyak pada kelompok umur 30-50 tahun; Tidak jelas ada predisposisi
seks ataupun suku. Pernah dilaporkan beberapa kasus dalam satu keluarga, tetapi
umumnya timbul secara sporadik. Di Indonesia baru ada beberapa kasus, dan pada
saat ini di Surabaya didapatkan rata-rata 2 kasus per tahun dan tercatat 10 kasus
pada tahun 1987-1989 (Askandar, 1991). Angka kematian akromegali adalah dua
kali lipat bila dibandingan dengan populasi normal. Acromegaly adalah penyakit
langka, dengan perkiraan prevalensi sekitar 69 kasus per juta penduduk (European
Journal of Endocrinology ,2004). Penyakit ini jarang sekali. Insiden pasien baru
adalah 3-4/1 juta penduduk/tahun. Usia rata-rata pada saat ditegakkannya
diagnosis akromegali adalah 40-45 tahun. Dapat timbul gejala-gejala akibat
gigantisme dan akromegali antara lain pusing 87%, gangguan visus 62%, papil
edema 3%, Rhinorrhoe 15%, Apoplexihipofise 3% dan apabila manifestasi klinis
ini tidak mendapat penanganan yang tepat akan menimbulkan rasa yang tidak
nyaman bagi penderita gigantisme dan akromegali.
Apabila manifestasi klinis dari kelainan ini tidak segera ditangani dengan
perawatan yang tepat, maka akan menyebabkan timbulnya kematian di usia muda.
Hal ini sangat penting terutama bagi perawat sebagai tenaga kesehatan yang
berada 24 jam bersama pasien gigantisme dan akromegali.
Karena sangat berbahayanya kelainan ini dan pentingnya untuk mengetahui
pentingnya pengetahuan mengenai gigantisme dan akromegali oleh perawat, maka
kami menyusun sebuah makalah yang merangkum mengenai kelainan sistem
endokrin tersebut. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber
informasi mengenai gigantisme dan akromegali, serta bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan sistem endokrin, kelenjar hipofisis
(gigantisme dan akromegali).
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi gangguan sistem endokrin, kelenjar hipofisis
(gigantisme dan akromegali).
2. Untuk mengetahui etiologi gangguan sistem endokrin, kelenjar hipofisis
(gigantisme dan akromegali).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
peka terhadap insulin, sehingga dibutuhkan insulin yang amat banyak untuk
menurunkan sedikit kadar gula darah saja.
Insulin dihasilkan dari sel beta di plau-pulau langerhans pancreas. Karena sekresi
yang berlebihan menyebabkan sel beta burn out dan mengalami kematian sel.
Hal ini memperparah gejala diabet timbul diabetes mellitus.
Menurunkan kecepatan pemakaian glukosa di seluruh tubuh (menghemat
karbondioksida)
1.
Gigantisme
2. Akromegali
2.2
Etiologi
2.3
Manifestasi Klinis
Akromegali
Gigantisme
Bertubuh tinggi
berlebihan
berlebihan
Lidah menebal
Lidah menebal
Penurunan libido
2.4
Mekanisme
Defisiensi umum hormon hipofisis ini bila tak d obati biasanya menyebabkan
kematian pada permulaan masa dewasa. Tetapi sekali gigantisme didiagnosis,
biasanya perkembangan selanjutnya dapat dihambat dengan pembuangan tumor
dari kelenjar hipofisis dengan bedah mikro atau radiasi kelenjar.
Akromegali
Bila tumor sel hormon pertumbuhan terjadi setelah pubertas yaitu setelah epifisis
tulang panjang bersatu dengan batang tulang, orang tidak dapat tumbuh lebih
tinggi lagi, tetapi jaringan lunakkya dapat terus tumbuh, dan tulang dapat tumbuh
menebal. Keadaan ini di kenal dengan akromegali. Pembesaran khususnya nyata
pada tulang tulang kecil tangan dan kaki serta pada tulang tulang memnbranosa,
rahang bawah dan bagian bagian vertebra, karena pertumbuhannya tidak berhenti
pada pubertas. Akibatnya rahang menonjol ke depan, kadang kadang sebesar 0,5
inci, dahi miring ke depan karena pertumbuhan samping supraorbital yang
berlebihan, hidung bertambah besar sampai mencapai 2 kali ukuran normal, kaki
memerlukan sepatu ukuran lebih besar dari pada keadaan normal. Dan jari jari
menjadi sangat tebal sehingga ukuran tangan hampir 2 kali normal. Selain efek
efek ini perubahan pada vertebra, biasanya menyebabkan punggung bungkuk.
Akhirnya, banyak organ jaringan lunak seperti lidah, hati, dan khususnya ginjal
menjadi sangat besar.
2.5
1.
Penatalaksanaan
Gigantisme
1) Brokriptin
2) Dianjurkan memberikan dosis 2,5 mg sesudah makan malam, dan dinaikkan
secara berkala 2,5 mg setiap 2-4 hari. Perbaikan klinis yang dicapai antara lain
adalah:
a)
Penyusunan tumor
Efek samping: ringan dan mempunyai sifat sementara yaitu nyeri local/di daerah
suntikan dan kram perut.
2. Akromegali
Terapi kelebihan GH biasanya adalah eksisi tumor penyekresi GH pembedahan.
Terapi yang paling tepat untuk kelebihan hormon pertumbuhan tak lain adalah
pengangkatan tumor pada hipofisis sedini mungkin untuk mencegah efek negative
darinya. Ada dua macam pembedahan tergantung daribesarnya tumor:
1. Bedah makro: pembedahan batok kepala (TC atautrans kranial)
Pengobatan Medis
Radiasi
Untuk tercapainya hasil yang diharapkan dengan terapi radiasi diperlukan waktu
bertahun-tahun. Terapi radiasi konvensional saja menghasilkan remisi sekitar 40%
setelah 2 tahun dan 75% setelah 5 tahun terapi, namun disertai efek negatif berupa
panhipopituitarisme.Di samping itu studi Ariel dkk (1997) pada 140 pasien
akromegali mendapatkan terapi radiasi tidak dapat menormalkan kadar IGF-1
walaupun kadar GH sudah dapat dikontrol. Oleh karena kekurangannya tersebut,
terapi radiasi hanya diberikan sebagai terapi penunjang untuk tumor besar dan
invasif dan apabila terdapat kontraindikasi operasi.
2.6
2.7 WOC