Anda di halaman 1dari 13

ASKEP FRAKTUR

>> Kamis, 10 Juli 2008


FRAKTUR
I. PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami
oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan
langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi
tersebut (FKUI, 1995:553).
II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari
posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi
fragmen (Smeltzer, 2001:2357).
IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 5 hari setelah injury
Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast

dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
Terjadi 6 10 harisetelah injuri
Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
Mulai pada 2 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang
menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas
osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan
secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau
cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara
manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan,

seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates
batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau
stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;
Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006)
meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan
oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture
Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan
akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas
sehari-hari yang diinginkan.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.


Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan
secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :

0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan
sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa
tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.
IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN


FRAKTUR FEMUR
Femur merupakan tulang yang terpanjang pada badan, dimana fraktur dapat terjadi mulai dari
proksimal sampai distal tulang memerlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur pada
orang dewasa, kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan
bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multiple yang
menyertainya. Secara klinis fraktur femur terdiri dari patah tulang paha terbuka dan patah tulang
paha tertutup yang asuhan keperawatannya berbeda.
Sering klien mengalami syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam
jaringan maupun syok neurogenik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat yang dialami klien.

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang / osteoporosis.

b.

Klasifikasi
Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu:
Fraktur Intrakapsuler Femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan melalui kepala femur
(Capital Fraktur)
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar / yang lebih kecil / pada
daerah intertrokhanter.
Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

2.
a.
b.

Fraktur Ekstrakapsuler
Hanya dibawah kepala femur
Melalui leher dari femur

1.
a.

A. PENGKAJIAN
Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama pada klinis fraktur umum tulang panjang seperti nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan bawah tempat fraktur, krepitus, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur, tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam /
hari setelah cedera.

1.
2.

B. ANAMNESA
Identitas klien
Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident
:
Faktor presipitasi nyeri adalah trauma pada
bagian paha.
Quality of Paint
:
Rasa
nyeri
yang
dirasakan
atau
digambarkan klien bersifat menusuk-nusuk.
Region
:
Rasa sakit bisa reda dengan immobilisasi
atau dengan istirahat, rasa sakit tidak
menjalar atau menyebar, dan rasa sakit
terjadi di bagian paha yang mengalami
Severity (Scale) of :
patah tulang.
Pain
Rasa nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antara skala 2-4 pada rentang
:
skala pengukuran
Time
0-4
Berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari /
siang hari.
C. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan apa yang telah
didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun? Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
2.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit-penyakit tertentu seperti Kanker Tulang dan penyakit Pagets yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit Diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadinya Osteomyelitis akut maupun kronik dan juga Diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
3.

Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit patah tulang paha adalah faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
4.

Riwayat Psikososial Spiritual

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga /
masyarakat.
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).

D. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
Kesadaran penderita: apatis, spoor, koma, gelisah, compos mentis, tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.

hing)
Pada klien dengan fraktur femur pemeriksaan pada sistem pernapasan inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi thorax didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan
bunyi nafas tambahan.
Inspeksi : tidak tampak iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba. Auskultasi : suara S1
dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
Tingkat kesadaran, biasanya compos mentis
Muka : wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi,
simetris, tidak ada edema.
Mata : tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (apabila klien dengan patah tulang tertutup,
karena tidak terjadi perdarahan). Pada klien dengan fraktur terbuka dengan banyaknya perdarahan yang
keluar biasanya konjungtiva didapatkan anemis.
Sistem sensorik, pada klien faktur femur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan, begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

er)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine termasuk berat jenis urine, biasanya
klien fraktur femur tidak ada kelainan pada sistem urine.

)
Abdomen.
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.


: turgor baik, tidak ada depands muskuler, hepar tidak teraba.
: suara tymphani.
: peristaltic usus normal 20 kali / menit.

Inguinal-Genetalia-Anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lympe, tak ada kesulitan BAB
Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal baik fungsi motorik, sensorik dan peredaran
darah.
Look
: Sistem Integumen : terdapat erytema, suhu sekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, edema, nyeri tekan. Didapatkan
adanya pembengkakan hal-hal yang tidak biasa (abnormal),
deformitas, perhatikan adanya kompartemen sindrom pada
lengan bagian distal fraktur femur. Apabila terjadi open
fraktur di dapatkan adanya tanda-tanda trauma jaringan
lunak sampai pada kerusakan integritas kulit. Pada fraktur
oblik, spiral atau bergeser yang mengakibatkan pemendekan
batang femur. Adanya tanda-tanda cidera dan kemungkinan
keterlibatan bekas neurovaskuler (saraf dan pembuluh
darah). Paha seperti bengkak/edema. Perawat perlu
mengkaji apakah dengan adanya pembengkakan pada
tungkai atas yang mengganggu sirkulasi peredaran darah ke
bagian bawahnya. Terjebaknya otot, lemak, saraf dan
pembuluh darah dalam sindroma kompartemen pada fraktur
femur adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal pada
jari-jari kaki, tungkai bawah pada sisi fraktur bengkak,
adanya keluhan nyeri pada tungkai, timbulnya bula yang
banyaknya menyelimuti bagian bawah dari fraktur femur.

Feel

Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah


paha.

Move

Terdapat keluhan nyeri pada pergerakan

Pola Tidur dan Istirahat:


Semula klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu dan
kebutuhan tidur klien.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang sering muncul pada fraktur humerus baik yang fraktur terbuka dan fraktur
tertutup, meliputi:
1. Nyeri

F.

2.

Kerusakan mobilitas fisik

3.

Defisit perawatan diri

4.

Resiko tinggi trauma

5.

Resiko tinggi infeksi

6.

Kerusakan integritas kulit

7.

Kecemasan

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi, saraf, cedera neuromuskuler,
trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan
Kriteria Hasil

a.

b.

c.

d.

e.

f.
1)

2)

3)

:
:

Nyeri berkurang, hilang atau beradaptasi


Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diadaptasi. Dapat mengidentifikasi aktivitas
yang meningkat kan atau menurunkan nyeri. Klien
tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.

Intervensi
:
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
Rasional
: Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji
dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan
nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
Atur posisi immobilisasi pada paha
Rasional
: Immobilisasi
yang
adekuat
dapat
mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur
utama penyebab nyeri pada paha.
Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan
juga tingkat relaksasi masase.
Rasional
: Akan
melancarkan
peredaran,
darah
sehingga
kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga
akan mengurangi nyerinya.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional
: Mengalihkan perhatian nyerinya dengan hal-hal
menyenang kan.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgetik untuk menguji
keefektifannya. Serta setiap 1-2 jam setelah tindakan perawat selama 1-2 hari.
Rasional
: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat
data yang objektif untuk mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
Kolaborasi dengan dokter
Pemberian analgetik
Rasional
: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri
akan berkurang.
Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang
Rasional
: Traksi yang efektif akan memberikan dampak
pada penurunan pergeseran fragmen tulang dan
memberikan posisi yang baik untuk penyatuan
tulang
Operasi untuk pemasangan fiksasi interna

Rasional

2.

a.

b.

c.
1)

2)

3)

4)

5)

6)

d.

e.

3.

a.

b.

Fiksasi interna dapat membantu immobilisasi


fraktur femur sehingga pergerakan fragmen
berkurang

Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik


Tujuan
: Resiko trauma tidak terjadi
Kriteria Hasil
: Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan
trauma
Intervensi
:
Pertahankan immobilisasi pada lengan atas
Rasional
:
Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan akibat
fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya
Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi
yang netral.
Rasional
: Mencegah
perubahan
posisi
dengan
tetap
mempertahankan kenyamanan dan keamanan
Monitor traksi :
Keadaan kontratraksi
Rasional
: Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap
efektif.
Umumnya
berat
badan
klien
dan
pengaturan
posisi
tempat
tidur
mampu
memberikan kontratraksi
Kesinambungan traksi
Rasional
: Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan
immobilisasi fraktur efektif.
Tali traksi tulang
Rasional
: Traksi skelet tidak boleh terputus karena akan
memudah kan trauma pada tulang akibat adanya
pergeseran tiba-tiba fragmen tulang.
Pemberat traksi
Rasional
: Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi
dimaksud kan intermitten. Setiap faktor yang
dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis
resultanta tarikan harus dihilangkan. Pemberat
harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak
pada tempat tidur atau lantai.
Posisi anatomis paha klien
Rasional
: Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan
pusat tempat tidur ketika traksi dipasang
Tali tidak boleh macet
Rasional
: Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh
menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Kolaborasi pemberian antibiotika
Rasional
: Antibiotic bersifat baketrisida/baktiostatik untuk
membunuh/ menghambat perkembangan kuman
Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan dengan lokal/sistemik, seperti peningkatan
nyeri edema).
Rasional
: Menilai perkembangan masalah klien
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurun nya kekuatan pada otot
paha.
Tujuan
: Perawatan diri klien dapat teratasi
Kriteria Hasil
: Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup
untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu
melakukan aktivitas perawatan diri sesuai denga
tingkat
kemampuan,
mengidenti-fikasi
personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi
:
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.
Rasional
: Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
pertemuan kebutuhan individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu klien perlu
Rasional
: Klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini
dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri

c.

d.

klien.
Rencanakan tindakan untuk penurunan pergerakan pada sisi paha yang sakit seperti tempatkan
makanan dan peralatan dekat dengan klien.
Rasional
: Klien akan lebih mudah mengambil peralatan yang
diperlu-kan karena lebih dekat dengan lengan yang
sehat.
Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
Rasional
: Meningkatkan latihan dan menolong mencegah
konstipasi

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sylvia Price. 1985. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius. FKUI.
Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Edisi 1.

Anda mungkin juga menyukai