Anda di halaman 1dari 16

CASE

Sepsis Pada BBL

Disusun oleh:

Anggita Angelina P, S.ked


1102006037

Pembimbing:

dr. Oki Fitriani,M.Sc.Sp.A


KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SERANG
FALKUTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Desember 2012

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr .Wb,
Segala puji saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya. Saya dapat
menyelesaikan presentasi kasus saya yang berjudul Sepsis Pada BBL sebagai salah satu syarat
untuk dapat mengikuti ujian di dalam kepaniteraan Ilmu Kepaniteraan Anak di RSUD Serang.
Tidak lupa shalawat dan serta salam saya panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
pengikutnya yang istiqomah.
Pada kesempatan kali ini saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang sudah membantu saya menyelesaikan tugas ini, terutama kepada pembibing saya dr.
Oki Fitriani,M.Sc.Sp.A yang telah meluangka waktunya untuk membimbing saya di tengah
kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Terima kasih juga saya ucapkan kepada kedua orang tua
saya yang telah membimbing dan memotivasi saya untuk tetap belajar, serta kepada teman-teman
seperjuangan yang sedang menjalani kepaniteraan di RSUD Serang.
Saya menyadari tentunya masih banyak kekurangan dalam penulisan presentasi kasusu
ini, oleh sebab itu saya harapkan kritik dan sarannya yang dapat memperbaiki pembahasan topik
ini di kemudian hari. Semoga presentasi ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan para
pembaca di kemudian hari.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Serang, Desember 2012

Anggita Angelina P, Sked

BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis pada BBL (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat
terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Di Negara berkembang, hampir sebagian
besar BBL, yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan di
negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif BBL. Di samping morbiditas,
mortalitas yang tinggi ditemukan pula penderita sepsis BBL.
Neonatal sepsis merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama
satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat menyebabkan sepsis
pada neonatus. Insidennya berkisar 1-10 diantara 1000 kelahiran hidup dengan mortalitas 1350%. Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining sepsis dan
pengolahan terhadap faKtor resiko perlu dilakukan. Maka terapi awal pada neonatus yang
mengalami sepsis harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur.
Angka kejadian/ insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masing cukup tinggi
(1,8-18/1000) dibandingkan dengan negara maju (1-5 pasien /1000 kelahirannya). Pada bayi
laki-laki resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga meningkat
pada BKB dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (< 1000 g) kejadian sepsis terjadi pada
26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 10002000 g yang angka kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula resiko kematian
BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.
Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus
tetap perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir, Shattuck (1992)
melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan juga
sebagai penyebab sepsis. Pada topic ini, sepsis neonatal yang dibahas adalah yang disebabkan
oleh bakteri.
Dalam 5-10 tahun terakhir ini terdapat informasi baru mengenai patogenesis sepsis.
Informasi ini memberikan juga cakrawala baru dalam pencegahan dan manajemen bayi.
Beberapa studi melaporkan cara diagnosis dan tatalaksana sepsis yang lebih efisien dan efektif
pada bayi yang beresiko. Cara terakhir ini membutuhkan teknologi kedokteran yang lebih
canggih dan mahal yang mungkin belum dapat terjangkau untuk Negara berkembang.

BAB II
PRESENTASI KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: By. D

Umur

: BBL

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Curug, Serang

Agama

: Islam

Nama orangtua

: Ny.D & Tn.D

Masuk RS

: 8 November 2012

Keluar RS

: 14 November 2012 (Pulang atas permintaan sendiri)

ANAMNESIS
Telah lahir seorang bayi perempuan di RSUD Serang pada tanggal 8
November 2012 pukul 11.46 WIB dari ibu P1A0 kehamilan 38 minggu secara
vacum ekstraksi atas indikasi PTM+PEB+ inersia uteri dengan KPD > dari 1 hari.
Lahir tidak langsung menangis, apgar score 4/5/8, tidak ada kelainan kongenital,
anus (+), BAB (+), BAK (-), BB: 2650gr, PB: 47cm, LK: 32cm.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Lemah

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital :
Tekanan darah : Nadi

: 134 x/menit, regular

Pernafasan

: 42 x/menit

Suhu

: 37,4C

Berat badan

: 2650gr

Panjang badan

: 47cm

IV.

STATUS GENERALIS
Kepala

: UUB terbuka, Caput (-)

Mata

: Konjungtiva Anemis (-/-),Sklera Ikterik (-/-),Refleks Cahaya(+/+)

Hidung

: Pernafasan Cuping Hidung (+/+), Sekret (-/-)

Mulut

: Perioral Sianosis (-), Faring Hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-), Tonus (+)

Thorax

: Simetris dalam keadaan Statis dan Dinamis, Retraksi (-)

Cor

: S1S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo

: Bronkovesikuler(+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Anogenital

: anus (+), Perempuan, Labium Minor tertutup Labium Mayor

Ekstremitas

: Akral Hangat, Udem Ekstremitas Inferior (-/-)

Integumentum : Ikterik (-)


V.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(08/11/2012)
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit

: 16,20 ( gr/dl )
: 50,60 (%)
: 15.200 (/ l )
: 121.000 (/ l )

(10/11/2012)
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Bilirubin total
Bilirubin direct
Bilirubin indirect

: 17,50 ( gr/dl )
: 53,90 (%)
: 10.400 (/ l )
: 199.000 (/ l )
: 11,6
: 0,6
: 11,0

(13/11/2012)
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit

: 16,60 ( gr/dl )
: 49,30 (%)
: 11.800 (/ l )
: 201.000 (/ l )

Bilirubin total
Bilirubin direct
Bilirubin indirect
VI.

: 5,0
: 0,5
: 4,5

DIAGNOSIS
BBLC CB SMK dengan VE atas indikasi PTM dan PEB + Sepsis pada BBL

VII.
VIII.

RENCANA PENATALAKSANAAN
O2
Termoregulasi
Kebutuhan cairan sesuai umur
Ampisilin 2x135mg (dosis 50 mg/kgbb)
Cefotaxime 2x135 mg (dosis 50 mg/kgbb)
Perawatan tali pusat
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad malam

Quo ad functionam

: Dubia ad Malam

IX.

FOLLOW UP
Tanggal

Follow up

(09/11/2012) S/BAB (+), BAK (-), Menangis


2650gr
0/ku: sdg HR: 155 T:36,6
1 hari
ks: cm RR: 67
Kepala: UUB terbuka
Mata: CA-/-, SI-/-, RC+/+
Hidung: PCH (+)
Mulut: POC (-)
Thorax: SSD, Retraksi (-)
Cor: S1S2 Reg, M(-), G(-)
Pulmo: Bronkovsikuler,Wh -/-,Rh
-/Abd: BU +
Ext: Akral Hangat,Edeme -/-/-/Integument : Ikterik (-)

Tanggal

Follow up

(10/11/2012)
2650gr
LK: 34 cm
2 hari

s/LK 2 cm, Kramer V, Menangis


kuat (+)
0/ku: sdg HR: 148 T:36,3
ks: cm RR: 56
Kepala: UUB terbuka
Mata: CA-/-, SI+/+, RC+/+
Hidung: PCH (-)
Mulut: POC (-)
Thorax: SSD, Retaraksi (-)
Cor: S1S2 Reg, M(-), G(-)
Pulmo:
Bronkovsikuler,Wh-/-,Rh-/Abd: BU +
Ext: Akral Hangat, Edeme -/-/-/Integument : Ikterik (+)

Terapi
-

021/2 l/mnt
Termoregulasi
Ampisilin 2x135mg
Cefotaxime 2x135mg
Perawatan tali pusat
Kebutuhan cairan :
212 cc
Puasa
D10% 200cc
Nacl 8cc
Kcl 4 cc
Ca
glukonas
10% 4 cc

Terapi
-

021/2 l/mnt
Termoregulasi
Ampisilin 2x135mg
Cefotaxime 2x135mg
Perawatan tali pusat
Kebutuhan cairan :
265cc

Puasa
D10% 200cc
Nacl 8cc
Kcl 4 cc
Ca glukonas 10% 4
cc
Cek H2TL, bilirubin
Saran : Ct-Scan
kepala

Tanggal

Follow up

(12/11/2012)
2650gr
3 hari

s/BAB (-)
0/ku: sdg HR: 148 T:36,6
ks: cm RR: 53
Kepala: UUB Terbuka
Mata: CA-/-, SI-/-, RC+/+
Hidung: PCH (-)
Mulut: POC (-)
Thorax: SSD, Retraksi (-/-)
Cor: S1S2 Reg, M(-), G(-)
Pulmo:
Bronkovsikuler,Rh-/-,Wh-/Abd: BU +
Ext: Akral Hangat,Edem -/-/-/Integument : Ikterik (+)

Tanggal

Follow up

(13/11/2012)
2700gr
LK: 34 cm
4 hari

s/ ikterik (+), menangis (+)


0/ku: sdg HR: 125 T:37
ks: cm RR: 47
Kepala: UUB Terbuka
Mata: CA-/-, SI+/+, RC+/+
Hidung: PCH (-)
Mulut: POC (-)
Thorax: SSD, Retraksi (-)
Cor: S1S2 Reg, M(-), G(-)
Pulmo: Bronkovsikuler
Abd: BU +
Ext: Akral Hangat, Edeme -/-/-/Integument : Ikterik (+)

Terapi

Termoregulasi
Ampisilin 2x135mg
Cefotaxime 2x135mg
Terapi Sinar
KC :8x20cc

Terapi
-

Termoregulasi
Ampisilin 2x135mg
Cefotaxime 2x135mg
Kebutuhan cairan :
8x30cc
Terapi sinar
Periksa H2TL, bil
Ct-Scan kepala

Tanggal

Follow up

(14/11/2012)
2720gr
LK: 34 cm
5 hari

s/
0/ku: sdg HR: 142 T:36,8
ks: cm RR: 46
Kepala: UUB Terbuka
Mata: CA-/-, SI+/+, RC+/+
Hidung: PCH (-)
Mulut: POC (-)
Thorax: SSD, Retraksi (-)
Cor: S1S2 Reg, M(-), G(-)
Pulmo: Bronkovsikuler
Abd: BU +
Ext: Akral hangat, Edeme -/-/-/Integument : ikterik (-)

Terapi
-

Termoregulasi
Ampisilin 2x135mg
Cefotaxime 2x135mg
Kebutuhan cairan :
8x35cc
Ct-scan kepala

BAB III
Definisi
Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasive dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.
Sepsis neonatal dibagi menjadi 2 yaitu sepsis awitan dini dan awitan lambat.Pada awitan
dini, kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi
secara vertical karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama kehamilan atau
persalinan. Penderita awitan lambat terjadi disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan di
sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan
transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nosokomial. Selain
perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam kuman
penyebab infeksi.
Masalah
1.
2.
3.
4.

Sering menimbulkan kematian


Penegakan diagnosis kadang sulit karena sering sepsis asimtomatik
Gejala sisa bila bayi dapat bertahan hidup
Biaya yang dikeluarkan cukup mahal

Patofisiologi dan Patogenesis


Selama dalam kandungan janin relative aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa
factor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman
dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :
1.

Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui
aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini
ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema palidum atau Listeria dll.
2. Prosedur obstetric yang kurang memperhatikan factor aseptic/antiseptic misalnya
aliran pengambilan contoh darah janin, bahan vili khorion atau amniosentesis.
Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan
amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan
ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir
akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi silang
ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur neonatal invasive
seperti kateterisasi umbilicus, bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan antisepsis,
rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat,dll.

Pasien yang terpapar setelah lahir ini dikelompokkan dalam kelompok pasien sepsis
dengan awitan lambat sedang yang sebelumnya dikelompokkan pada kelompok awitan dini. Bila
paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah maka reaksi tubuh
yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien.
Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda, karenanya
penatalaksanaan penderita selain pemberian antibiotic, harus memperhatikan pula gangguan
fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.
Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat beratnya sepsis
tampaknya tidak banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi. Sepsis biasanya akan dimulai
dengan adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi, koagulopasi, gangguan
fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan
gangguan fungsi organ.
Informasi dalam pathogenesis dan perjalanan penyakit penderita sepsis ini merupakan
konsep pathogenesis infeksi yang banyak dibahas akhir-akhir ini dan dikenal dengan konsep
systemic inflammatory response syndrome(SIRS). Dalam konsep ini diajukan adanya
gambaran klinik infeksi dengan respons sistemik yang pada stadium lanjut menimbulkan
perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut Multi Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). Patofiologi cascade inflamasi ini berbeda dengan gambaran yang dianut sebelumnya
dan hal ini merubah pula definisi berbagai keadaan yang ditemukan pada cascade tersebut. Pada
mulanya konsep ini lebih banyak diteliti pada pasien dewasa, tetapi patofisiologi mengenai SIRS
dan MODS ini mulai di bahas pula dalam bidang pediatric dan BBL. Berlainan dengan pasien
dewasa, pada BBL terdapat berbagai tingkat defisiensi system pertahan tubuh, sehingga respons
sistemik pada janin dan BBL akan berlainan dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi
awitan dini respons sistemik pada BBL: mungkin terjadi saat bayi masih didalam kandungan.
Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin
atau BBL terjadi karena penjalaran infeksi kuman vagina-ascending infection-atau infeksi yang
menajalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeksi. Dengan demikian konsep infeksi
pada BBL, khusus pada infeksi awitan dini, perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian
sepsis, sepsis berat, syok septic/rejalan septic, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.
Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan definisi
anak. Dengan kesepakatan terakhir ini, definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila terdapat
keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi ataupun
terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis BBL ditegakkan bila ditemukan satu
atau lebih criteria FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinis sepsis.
Gambaran klinis sepsis BBL tersebut bervariasi, karena itu criteria diagnostic harus pula
mencangkup pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan
khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi dalam perjalanan
penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dalam berbagai variable antara lain
variable klinik ( seperti suhu tubuh, laju nadi,dll), variable hemodinamik (tekanan darah),
variable perfusi jaringan (capillary refill) dan variable inflamasi (gambaran leukosit, trombosit,
IT ratio,sitokon dll).

Berbagai variable inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang ditemukan
pada keadaan FIRS/SIRS yang antara lain terlihat adanya perubahan system hematologic, system
imun tubuh dll. Dalam system imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien
SIRS/FIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi
sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflammasi atau trauma. Sebagian sitokin ( Pro
inflammatory cytokine seperti IL-1,IL-2 dan TNF-) dapat memperburuk keadaan penyakit
tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak merendam
infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Selain berperan dalam regulasi
proses inflamasi, pemebntukan sitokin dapat pula digunakan sebagai penunjang diagnostic sepsis
neonatal. Kuster dkk (1998) melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien
sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul. Pelaporan ini bermanfaat
dalam manajemen pasien karena pada bayi beresiko tata laksana sepsis dapat dilakukan dengan
lebih efisien.
Perubahan system imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada system
koagulasi. Pada system koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor (TF)
yang bersamaan dengan factor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua factor
tersebut menimbulkan aktivasi IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang
menyebabkan pembentukan thrombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi
fibrin dari fibrinogen. Pada pasien pasien, respons fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi
normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan
plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNFalpha). Demikian pula pembentukan thrombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi
thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu factor yang menimbulkan supresi
fibrinolisis. Kedua factor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah
yang dapat menimbulkan mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan
sirkulasi. Gangguan tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi
disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat
memperlihatkan gejala-gejala sindrom distress pernafasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak
teratasi akan diakhiri dengan kematian pasien.
Diagnosis
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan prognosis
pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan
memperburuk prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan terdahulu, diagnosis sepsis neonatal
sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejalan sepsis kklasik yang ditemukan pada
anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda
dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada BBL. Selain ini tidak ada satupun
pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti
pasien sepsis.
Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain:

Faktor resiko
Gambaran klinik
Pemeriksaan penunjang

Pada sepsis awitan dini factor resiko dikelompokkan menjadi :


1.

Factor ibu
Persalinan dan kelahiran kurang bulan
Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam
Chorioamnionitis
Persalinan dengan tindakan
Demam pada ibu (> 38,40C)
Infeksi saluran kencing pada ibu
Faktor social ekonomi dan gizi ibu.

2.

Factor bayi
Asfiksia perinatal
BBLR
Bayi kurang bulan
Prosedur invasive
Kelainan bawaan.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber
infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan bayi. Keadaan ini sering ditemukan pada
bayi yang dirawat di ruang intensif BBL, bayi kurang bulan yang mengalami lama rawat, nutrisi
parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi
nosokomial atau infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medic yang merawat bayi. Factor
resiko awitan dini maupun awitan lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi,
harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis. Hal ini akan
meningkatkan identifikasi dini dan tatalaksana yang lebih efisien pada sepsis neonatal sehingga
dapat memperbaiki mortalitas dan morbiditas pasien.
Kriteria Diagnosis
-

Pemeriksaan fisis

Umum : bayi tidak tampak sehat, bayi tidak mau minum,retensi cairan lambung
banyak, suhu badan labil (hipo/hipertermia)

Saluran cerna : Muntah, diare, distensi abdomen, hepatomegali

Gangguan pernafasan : Merintih (Pernafasan Cuping Hidung (dispnea,takipnea),


retraksi dan Apnea

Gangguan CVS : Takikardia, bradikardia, hipotensi


Gangguan SSP : Penurunan kesadaran (letargis koma), Tremor, kejang,
irritable, hipotonia, apnea.

Gangguan hematologic : pucat, ikterus, perdarahan, pembesaran limpa

Kulit: Petekie, purpura, sklerema, mottling.

Laboratorium

Hb : < 14,9 g/dl

Leucopenia , 4.000/mm3, leukositosis > 25.000-30.000/mm3 pergeseran kekiri

Neutropenia absolute < 1.000/mm3, rasio neutrofil imatur: total > 0,2 granular
toksik

Trombositopenia

LED dan C-reactive protein

Kultur Darah, cairan serebrospinal (+)

Cairan serebrospinal : jika meningitis keruh disertai leukosit

Terapi
Umum
Rawat dalam ruang isolasi/incubator
Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi
Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan
Pengaturan suhu dan posisi bayi

Khusus

Suportif : Menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenasi jaringan vital


02 : bila sianosis, distress pernafasan,apnea dan serangan kejang
Pemberian cairan dan elektrolit
Pada keadaan umum jelek nutrisi parenteral sesuai dengan usia dan BB bayi
Bila keadaan umum baik nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral
dikurangi sampai kebutuhan rumatan terpenuhi
Atasi kejang jika ada kejang
Atasi hiperbilirubin
Atasi anemia dan syok
Antibiotik

Sebelum pemberian antibiotik, periksa kultur dan tes resistensi antibiotic spectrum luas
untuk gram (+) dan (-) selama belum ada hasil kultur.
Terapi awal (sebelum ada hasil kultur dan resistensi): kombinasi ampisilin +
aminoglikosida.
-

Ampisilin 50 mg/kgbb/dosis,iv

Bayi < 7 hari diberikan 2 dosis


Bayi > 7 hari diberikan 3-4 dosis
-

Aminoglikosida

< 2.500 g : 1,5 mg/kgbb/dosis, iv 2x/hari


> 2.500 g: 2,5 mg/kgbb/dosis, iv 2x/hari
Kombinasi sefotaksim + aminoglikosida ( sepsis diduga karena gram (-))
-

Sefotaksim :

<7 hr : 100mg/kgbb/hr, i.v. dibagi 2 dosis


>7 hr : 150 mg/kgbb/hr,i.v. dibagi 3 dosis
Untuk meningitis : 200 mg/kgbb/hr dibagi 4 dosis.
Bila klinis dan laboratorium tidak ada perbaikan setelah 48 jam antibiotic diganti
dengan antibiotic alternative sesuai dengan gambaran klinis penderita.
Lamanya pengobatan sangat tergantung pada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang
disebabkan oleh kuman Gram positif, pemberian antibiotic dianjurkan selama 10-14 hari,
sedangkan penderita dengan kuman gram negative pengobatan dapat diteruskan sampai 2-3
minggu
Prognosis
Kematian akibat sepsis pada BKB > dibandingkan BCB.

DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC ed.15. 1999


WHO, Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Jakarta

N. Sholeh, Buku Ajar NEONATOLOGI, IDAI ed. Pertama, 2010


Jakarta.
Pedoman diagnosis dan terapi. Ed ketiga. 2005:Bandung

Anda mungkin juga menyukai