Anda di halaman 1dari 13

EKOTOKSIKOLOGI DAN PERILAKU ZAT RACUN TERHADAP

MAKHLUK HIDUP
Pencemaran terjadi pada saat senyawaan-senyawaan yang dihasilkan dari
kegiatan manusia ditambahkan ke lingkungan, menyebabkan perubahan yang buruk
terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estetis. Semua makhluk hidup yang bukan
manusia juga menghasilkan limbah yang dilepaskan ke lingkungan, namun umumnya
dianggap bagian dari sistem alamiah. Pencemaran biasanya dianggap terjadi sebagai hasil
dari tindakan manusia. (Connel dan Miller, 1995).
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama
maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan
pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) sedangkan, menurut Butler, 1987 dalam
Principles of Ecotoxicology, ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia
dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem,
termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan.

Gambar 1.1Ekotoksikologi merupakan studi multidisipliner mengenai efek toksik


substansi pada species dalam kompleks system (Leuween 1995 dalam Buku Ajar Andhika
Puspito Nugroho, M.Si).
Ekotoksikologi pencemar dianggap sebagai suatu rentetan interaksi dan pengaruh
yang diatur oleh sifat-sifat kimia dan fisikanya. Pencemar yang dilepaskan kelingkungan
dapat mengalami hamburan fisik di atmosfer, air atau tanah dan sedimen bergantung pada
sifat-sifat fisika-kimianya. Pada waktu yang sama, dapat termodifikasi secara kimia dan
terdegradasi dengan proses abiotik atau lebih sering oleh jasad renik yang ada dalam
lingkungan. Seringkali hasil degradasi tidaklah berbahaya, namun kadang-kadang mereka
sendiri dapat memiliki dampak buruk yang lebih besar dari pencemar aslinya. Dalam
beberapa kasus, lingkungan dapat dimodifikasi oleh proses degradasi daripada oleh
pencemar itu sendiri. Sebagai contoh, dalam air, degradasi bahan organik seperti
karbohidrat menghasilkan hilangnya oksigen terlarut dalam massa air karena
bertambahnya kegiatan jasad renik (Connel dan Miller, 1995).
Makhluk hidup memiliki berbagai reaksi mulai dari pengaruh yang sangat kecil
sampai ke subletal seperti, berkurangnya pertumbuhan, perkembangbiakan, pengaruh
perilaku, atau kematian yang nyata. Ekosistem alamiah yang rumit pada makhluk hidup
merupakan suatu bagian integral, dapat bereaksi dalam berbagai cara untuk
mempengaruhi komponen makhluk hidup. Hubungan rantai makanan, aliran energi, dan
sebagainya, dapat berubah (Connel dan Miller, 1995).

Adanya polutan dalam suatu lingkungan (ekosistem), dalam waktu singkat,


dapat menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya perubahan
tersebut dapat mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme, perubahan
populasi, komposisi komunitas, dan fungsi ekosistem. Perubahan biokimiawi sampai
dengan ekosistem menunjukkan adanya peningkatan waktu respon terhadap bahan kimia,
peningkatan kesulitan untuk mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik,
dan increasing importance.

Gambar 1.2 Sumber, distribusi, transpor, dan transformasi polutan serta respon terhadap
polutan pada organisme, populasi, komunitas, dan ekosistem(Francis 1994 dalam Buku
Ajar Andhika Puspito Nugroho, M.Si).
Berdasarkan gambar 1.2 di atas, polutan dilepaskan dari sumber polutan ke
dalam ekosistem, selanjutnya mengalami proses distribusi dan transpor melalui daur atau
siklus biogeokimia serta mengalami transformasi, baik secara fisik atau biologis. Polutan
tersebut kemudian dapat diuptake oleh organisme dan dapat menyebabkan efek letal
(kematian) dan subletal. Dalam tubuh organisme, polutan dapat mengalami
biotransformasi dan bioakumulasi. Selanjutnya, terjadi perubahan karakteristik dan
dinamika populasi (reproduksi, imigrasi, recruitment, mortalitas), struktur dan fungsi
komunitas (diversitas spesies, perubahan hubungan predator prey), dan fungsi
ekosistem (respirasi terhadap rasio fotosintesis, laju siklus nutrien, dan pola aliran
nutrien).
Masuknya polutan ke dalam lingkungan terbagi 2 yaitu secara alami dan sumber
dari aktivitas manusia. Secara alami dapat dari daur biogeokimia dan pelapukan batuan,
sedangkan yang disebabkan aktivitas manusia dapat dari pelepasan unintended
(kecelakaan nuklir, penambangan, kecelakaan kapal), pembuangan berbagai jenis limbah
ke lingkungan secara sengaja maupun tidak sengaja dan aplikasi biocide dalam
penanganan hama dan vector (Nugroho,2004).
Asas-Asas Yang Mengatur Interaksi Pencemaran Dengan Sistem Alami

2. 1 Penerapan Ekotoksikologi
Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisika pada
mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas serta ekosistem, termasuk jalan
masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan. Pengaruh racun dapat berupa letalitas
(mortalitas) serta pengaruh subletal seperti gangguan pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi, tanggapan farmakokinetik, patologi, biokimia, fisiologi, dan tingkah laku
(Butler, 1987).
Dengan mempelajari ekotoksikologi dapat diketahui keberadaan polutan
dalam suatu lingkungan (ekosistem) yang dalam waktu singkat, dapat menyebabkan
perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya perubahan tersebut dapat
mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme, perubahan populasi,
komposisi komunitas, dan fungsi ekosistem. Perubahan biokimiawi sampai dengan
ekosistem menunjukkan adanya peningkatan waktu respon terhadap bahan kimia,
peningkatan kesulitan untuk mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik,
dan increasing importance (Puspito, 2004).
Pengangkutan dan perubahan bentuk bahan toksik di lingkungan baik di
udara, air, tanah maupun dalam tubuh organisme (merupakan bagian utama penyususn
ekosfer bumi) sangat dipengaruhi oleh sifat fisika-kimia bahan tersebut. Perilaku serta
pengaruh bahan toksik di lingkungan berhubungan dengan dinamika keempat bagian
utama penyusun ekosfer tersebut. Bahan toksik yang ada di lingkungan pada umumnya
mengalami perpindahan dari satu bagian utama ekosfer ke bagian utama ekosfer lainnya.
Perpindahan atau transformasi bahan toksik di lingkungan dapat berupa transformasi
fisik, kimia dan biologis (Puspito,2004).
Transformasi atau perpindahan bahan toksik di lingkungan yang terjadi
secara fisik antara lain dapat melalui proses: perpindahan meteorologik, pengambilan
biologis, penyerapan, volatilisasi, aliran, pencucian dan jatuhan. Transformasi kimia
dapat melalui proses fotolisis, oksidasi, hidrolisis dan reduksi, sedangkan transformasi
biologis berlangsung melalui proses biotransformasi. Penyebaran bahan toksik di
lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan seperti
evaporasi (penguapan), presipitasi, pencucian dan aliran. Penguapan akan menurunkan
konsentrasi bahan toksik dalam air, sedangkan presipitasi, pencucian dan aliran
cenderung meningkatkan konsentrasi bahan toksik (Connel dan Miller, 1995).
Dalam ekotosikologi diketahui bahan-bahan toksik yang berupa senyawa
kimia organik yang menimbulkan pengaruh merugikan lingkungan perairan antara lain:
protein, karbohidrat, lemak dan minyak, pewarna, asam-asam organik, fenol, deterjen dan
pestisida organik. Pengaruh negatif senyawa kimia organik terhadap organisme perairan
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti konsentrasi senyawa kimia, kualitas fisika-kimia
air, jenis, stadia dan kondisi organisme air serta lama organisme terpapar senyawa kimia
tersebut (Aryani et al., 2004).
Ada beberapa kelompok pencemar yang dapat dikategorikan menjadi 6 aspek:
1. Bahan organik. Pada dasarnya terdiri dari karbohidrat , protein, dan lemak, serta
menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dengan cara menstimulasi
pertumbuhan jasad renik.
2. Hara Makanan Tumbuhan. Senyawaan ini biasanya kaya akan oksigen dan
fosfor serta menstimulasi pertumbuhan tanaman secara berlebihan.
3. Zat Beracun. Ini adalah senyawaan yang megganggu metabolisme dan aktivitas
fisiologis dan cara yang merugikan pada kepekatan rendah
4. Padatan Tersuspensi. Senyawaan ini memiliki pengaruh yang mirip dengan
senyawaan beracun namun tidak bertindak melalui hubungan timbal balik fisik
pada kepekatanyang cukup tinggi.
5. Energi. Pencemaran energi terutama disebabkan oleh pelepasan panas.
Pengaruhnya mirirp dengan pengaruh zat beracun namun aktivitas ini disebabkan
oleh masukan energi panas.
3

6. Jasad renik patogen. Ini menyebabkan suatu oengaruh beracun pada makhluk
hidup namun pengaruhnya disebabkan oleh makhluk hidup dibandingkan dengan
senyawaan kimia.
Berikut ini adalah bahan-bahan senyawa kimia organik dan efeknya terhadap
lingkungan :
Protein
Kehadiran senyawa protein di dalam badan perairan berasal dari sampah
domestik dan buangan industri. Beberapa jenis industri yang mengeluarkan buangan
mengandung protein antara lain: industri susu, mentega, keju, pengolahan
makanan/minuman, tekstil, penyamakan kulit dan industri pertanian. Kehadiran
protein di lingkungan perairan umumnya tidak langsung bersifat toksik tetapi dapat
menimbulkan pengaruh atau efek negatif, antara lain terbentuknya media
pertumbuhan berbagai organisme patogen, menimbulkan bau tidak sedap dan
meningkatkan kebutuhan BOD (Biological Oxygen Demand) (Dix, 1981).

Karbohidrat
Selain berasal dari sampah domestik, karbohidrat juga dapat berasal dari
buangan industri.Masuknya karbohidrat ke dalam air dapat menyebabkan
peningkatan BOD dan menimbulkan warna pada air.

Lemak dan minyak


Buangan yang mengandung lemak dan minyak dapat berasal dari
berbagai kegiatan industri. Perairan laut juga dapat kemasukan minyak yang berasal
dari pengoperasian kapal, kilang minyak, sisa pembakaran bahan bakar minyak di
atmosfer yang jatuh bersama air hujan, buangan industri, limbah perkotaan,
kecelakaan kapal tanker serta pecah atau bocornya sumber minyak lepas pantai
(Laws, 1981).
Seperti halnya dampak masuknya senyawa protein dan karbohidrat ke
dalam lingkungan perairan, senyawa lemak dan minyak juga dapat berpengaruh
negatif terhadap kehidupan akuatik. Adanya lemak dan minyak dalam badan air
dapat menyebabkan peningkatan turbiditas air sehingga mengurangi ketersediaan
cahaya yang sangat diperlukan organisme fotosintetik di dalam air. Disamping itu,
molekul lemak dan minyak berukuran besar akan mengendap di dasar perairan
sehingga dapat mengganggu aktivitas serta merusak kehidupan bentos dan daerah
pemijahan ikan (spawning ground) dan meningkatkan BOD.

Pewarna
Terdapatnya pewarna dalam suatu perairan antara lain berasal dari buangan
industri (tekstil, penyamakan kulit, kertas dan industri bahan kimia). Menurut
Santaniello (1971) warna air yang Iebih dari 50 unit akan membatasi aktivitas
organisme fotosintetik sehingga akan mengurangi kandungan oksigen terlarut atau
DO (Dissolved Oxygen) serta mengganggu kehidupan berbagai organisme air.

Asam-asam organik
Asam-asam organik berada dalam air antara lain dapat berasal dari
buangan industri (bahan kimia dan industri pertanian). Keberadaan senyawa asam
organik dapat menyebabkan penurunan derajat keasaman (pH) air dan pada nilai pH
tertentu (acid dead point) dapat mengakibatkan kematian ikan maupun organisme air
lainnya.

Deterjen

Terdapatnya deterjen dalam suatu perairan dapat berasal dari buangan


rumah tangga dan industri (susu, mentega, keju, tekstil, dan industri pertanian).
Nickless (1975) menyatakan bahwa sebagian besar deterjen dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap ekosistem perairan yaitu dapat menghambat aktivitas atau
bahkan membunuh berbagai jenis mikroorganisme.Selain itu, deterjen juga
menyebabkan pengkayaan nutrien pada suatu badan air sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yang sangat merugikan lingkungan perairan.

Pestisida organic
Pestisida yang digunakan di seluruh dunia telah menyababkan penyebaran
pestisida yang lebih persisten ke seluruh eksosfer dunia. Atmosfer telah
dipostulasikan menjadi jalur utama untuk penyebaran ke seluruh dunia ini
(Risebrough dkk, 1968; Woodwell dkk, 1971)
Pestisida lepas ke lingkungan baik dalam bentuk parikulat atau sebagai suatu uap
dari daerah penguapan, secara umum pestidida atmosfer terpartisi antara bentuk uap
dan partikulat (Seiber dkk., 1975).
Pestisida organik yang masuk ke dalam lingkungan air dapat berasal dari
aktivitas pertanian, perkebunan dan dari buangan industri pengolahan makanan/
minuman.Diantara sejumlah besar pestisida yang diproduksi dan diperdagangkan,
yang paling banyak digunakan masyarakat yaitu pestisida yang termasuk golongan
organoklorin dan organoposfat. Pestisida organoklorin sangat berbahaya karena
mempunyai toksisitas bersifat kronik, stabil, dan tahan urai dalam lingkungan. Salah
satu contoh organoklorin yang sangat berbahaya yaitu DDT (Dichloro-DiphenylTrichloro-ethane). Jenis pestisida yang pertama kali dibuat oleh Zeidler pada tahun
1874 tersebut apabila berada dalam air mempunyai waktu paruh antara 2,5-5 tahun
tetapi residunya dapat bertahan hingga lebih dari 25 tahun.
Pestisida yang tahan urai seperti DDT dapat terakumulasi dalam rantai
makanan (biomagnification) sehingga dalam tubuh udang dan ikan dapat
mengandung konsentrasi pestisida sebanyak 1000-10.000 kali lebih besar daripada
yang terkandung dalam perairan di sekelilingnya. Hewan yang di dalam rantai
makanan mempunyai arcs trofik (trophic level) lebih tinggi seperti burung, anjing
laut, dan lumba-lumba dapat mengandung hingga 55 ppm DDT dalam jaringan
Iemaknya. Berdasarkan penelitian menunjukkan kandungan DDT dalam jaringan
lemak tubuh manusia di berbagai negara besarnya sangat bervariasi, misalnya: di
Inggris lebih kurang 1 ppm, di Amerika Serikat lebih kurang 2 ppm, dan di India
dapat lebih tinggi dari 10 ppm (Benn & McAuliffe 1975).
Pengaruh buruk pencemar secara umum dapat dikaitkan dengan faktor
lingkungan :
1. Produksi pabrik yang berlebihan
2. Deoksigenasi
3. Pengaruh fisiologis yang toksis atau hampir sama buruknya dengan makhluk
hidup
2.2 Interaksi Biologis Dengan Pencemar
Interaksi antara proses lingkungan dan sifat fisika-kimiawi pencemaran
menentukan penyebarananya, nasibnya, dan pengaruhnya terhadap kehidupan makhluk
hidup. Masuknya dan kemungkinan bioakumulasinya diatur oleh sejumlah pengangkutan
utama dan proses perubahan bentuk (Connel dan Miller, 1995).
Sebelum suatu pencemar disebarkan ke dalam suatu makhluk hidup, ia harus
melewati suatu membran dan masuk ke dalam ruang sel (Tinsley, 1979). Membran
memegang peranan penting dengan mengatur pergerakan pencemar dan zat kimia lainnya
melalui derajat kepekatan pada salah satu sisi bagian perbatasan membran. Proses ini

perlu untuk urutan normal fungsi, khususnya metabolisme. Berbagai mekanisme


mencakup difusi pasif, filtrasi penangkutan aktif, difusi yang dilayani dan pinositosis.
Proses Bioakumulasi
Pengambilan dan retensi pencemar atau bioakumulasi oleh makhluk hidup
mengakibatkan peningkatan kepekatan yang dapat memiliki pengaruh yang merusak.
Proses ini dapat terjadi oleh penyerapan langsung dari lingkungan sekeliling atau oleh
penyerapan suatu pencemar dari makhluk hidup sebagai bahan makanan. Pencemar dalam
makhluk hidup sebagai bahan makanan dapat timbul dari sumber yang sama. Dalam suatu
rantai makanan, pencemar dapat dipindahkan dari satu tingkat trofik ke tingkat trofik
lainnya (Connel dan Miller, 1995).
Biomagnifikasi
2.3 Perilaku Racun Dalam Makhluk Hidup
Adanya suatu kerangka dasar toksikologi yang mencakup suatu fase penggantian
dari pengambilan atau absorpsi racun ke tanggapan fisiologis dan perilaku dari makhluk
hidup yang terkena. Fase awal meliputi proses biologis yang mempengaruhi absorpsi,
penyebaran, dan metabolisme zat kimia. Fase kinetik inilah yang memnentukan bentuk
kimiawi dan pengangkutan zat kimia aktif pada tempat aksi primer. Pada titik ini, terdapat
suatu fase toksodinamik dimana primer (enzim, lemak, membran, asam nukleat dan
sebagainya). Kompleks penerima ligan yang terbentuk dalam reaksi primer atau, pilihan
lain, setiap radikal bebas yang reaktif (misalnya ion peroksida, hidroksil) dapat memulai
suatu rangkaian rumit pengaruh biologis yang berubah menjadi suatu tanggapan letal atau
subletal.

Aspek metabolik mekanisme toksisitas


Setiap hipotesis mengenai mekanisme toksisitas perlu mengenali kegiatan
senyawaan asal dan metabolitnya. Boyd (1980) telah mengusulkan dua kelas mekanisme
toksisitas umum yang memisahkan antara toksisitas ekstrahepatik (bukan hati) yang
disebabkan oleh senyawaan asal yang aktif dan metabolit aktif . tetapi kedua mekanisme
dapat diperluas untuk mencakup toksisitas hepatik dan ekstrahepatik. Gambar 3.2
menggambarkan secara skematik jalur toksifikasi potensial dan detoksifikasi yang
melibatkan kedua kelas mekanisme toksisitas ini.
1. Mekanisme A.

Senyawaan asal zat racun utama yang bertanggun jawab atas kerusakan jaringan
hepatik atau ekstrahepatik dan metabolisme melayani fungsi detoksifikasi saja. Letak aksi
racun dapat spesifik dan nonspesifik. Ini dapat bergantung pada faktor seperti kontak
selektif, pengambilan yang disukai, dan akumulasi zat racun dalam jaringan sasaran, atau
adanya penerima spesifik atau letak aksi lain yang sangat rentan.
2. Mekanisme B.
Toksisitas diinduksi oleh metabolit aktif dan tidak oleh senyawaan asal. Metabolit
aktif dapat dilepaskan in situ dalam sel atau jaringan hepatik atau nonhepatik. Dalam
kaitannya dengan toksisitas ekstrahepatik, Boyd (1980) telah mencirikan dua jenis
mekanisme: B mekanisme I di mana metabolit racun dibentuk in situ dalam jaringan
atau sel ekstrahepatik dan B mekanisme II di mana mereka terbentuk dalam hati dan
diedarkan ke jaringan ekstrahepatik. Derajat kerusakan yang disebabkan dalam organ dan
jaringan akan bergantung pada faktor-faktor seperti yang disebutkan dalam mekanisme A.
Penyebaran dan kegiatan sistem metabolik juga merupakan penentu aksi racun yang
sangat penting.

Sejumlah gabungan mekanik atau mekanisme hibrida lainnya dapat diturunkan


dari kedua skema penting terkutub yang disusun diatas. Ini penting dalam situasi dengan
kontak peracunan ganda, sebagai contoh, pengambilan logam beracun dan insektisida
hidrokarbon terklorinasi di mana terdapat kategori hibrida.

Beberapa Mekanisme Yang Melewati Zat Racun Dapat Mengganggu Proses Biokimiawi
Yang Penting Dan Fungsi Fisiologis Dalam Makhluk Hidup (Ariens Dkk., 1976; Jernelov
Dkk., 1978; De Bruin, 1976) antara lain:
1. Membran sel : perusakan atau modifikasi premeabilitas membran, pengacauan
sistem perpindahan yang diperantarai dengan cara turut-campur dengan pembawa dan
produksi ATP
2. Enzim : inhibisi dapat balik atau tidak dapat balik dari enzim(ko enzim,
substrat, atau pengaktif logam) oleh zat kimia.
3. Metabolisme Lemak : pengacauan metabolisme lemak dapat menyebabkan
kegagalan fungsi hati, termasuk akumulasi lemak patologis dalam hati. Kapasitas lemak
untuk mensintesis kolesterol dapat digagalkan
4. biosintesis protein : sintesis protein dapat dipengaruhi oleh sejumlah besar zat
eksogenus (zat yang berasal dari luar tubuh), terutama melalui pendekatan kapasitas
protein untuk mensintesis yang bertempat di dalam retikulum endoplasmik yang kasar
dari sitoplasma di dalam sel. Dalam beberapa kasus, suatu pengaruh yang merangsang
timbul melalui pertambahan sintesis protein mikrosomal.
5. sistem enzim mikrosomal : pergantian dalam fungsi enzim mikrosomalrangsangan atau inhibisi yang di induksi oleh banyak zat kimia di lingkungan
6. proses pengaturan dan pertumbuhan : struktur atau kegiatan enzim pengatur
dapat diubah dan sintesis, penyimpanan, pelepasan, atau pengasingan hormon dapat
digagalkan oleh zat beracun dalam berbagai cara. Penurunan laju pertumbuhan dapat
mengikuti gangguan kimiawi jalur dan laju metabolisme.
7. metabolisme karbohidrat : penggagalan proses oksidasi dan glikolitik,
pelambanan biokimiawi yang disebabkan oleh zat kimia dapat mengagnggu proses
biosintesis dan pemecahan karbohidrat yang normal, dilanjutkan dengan penataan ulang
dalam reaksi rantai pernafasan
8. pernafasan : pengangkutan elektron sepanjang rantai pernafasan dapat
dihambat pada tempat spesifik oleh zat racun yang berbeda, pemisahan dan inhibisi
fosforilasi oksidatif.
Tingkatan tanggapan akan bergantung pada kepekatan atau dosis sebenarnya
yang mencapai penerima atau jaringan target dalam fase dinamik (Connel dan Miller,
1995).

2. 3 Ekotoksikologi Zat Beracun


Zat racun dapat mempengaruhi ekosistem dalam berbagai cara, namun dalam
bentuknya yang paling sederhana, ada dua jenis dasar yang mungkin:
1. Toksisitas kematian akut (letal) pada waktu yang singkat karena buangan zat
beracun, atau perlakuan suatu daerah dengan bahan beracun pada satu kali
kesempatan
2. Pengaruh belum mematikan (subletal) yang kronis dapat terjadi dalam suatu
daerah akibat timpaan kepekatan yang belum mematikan selama selang waktu
yang lama secara terus menerus. Sebagai perbandingan, pengaruh subletal adalah
pengaruh yang merusak kegiatan fisiologis atau perilaku tetapi tidak

menyebabkan kematian langsung meskipun kematian dapat terjadi karena


gangguan terhadap proses makan, pertumbuhan atau perilaku yang tidak normal,
lebih mudah ditangkap pemangsanya, kurangnya kemampuan mengkoloni, atau
sebab-sebab lain yang tidak langsung. Pengaruh ini tidak hanya menyebabkan
perubahan dalam populasi spesies individu, tetapi juga menyebabkan pergeseran
komposisi dan diversifikasi spesies (GESAMP, 1977)
Selain itu, bahan-bahan anorganik juga dapat menjadi toksik bila melebihi
konsentrasi tertentu dalam lingkungan. Berikut ini adalah bahan-bahan toksik yang
berupa senyawa kimia anorganik :
Asam dan alkali
Asam dan alkali dapat berasal dari buangan industri tekstil, bahan kimia,
rekayasa dan industri metalurgi.Asam dan alkali jika masuk ke dalam tubuh
organisme dapat mempengaruhi aktivitas berbagai enzim sehingga menimbulkan
gangguan fisiologik, membinasakan organisme serta mempengaruhi Jaya racun atau
toksisitas zat toksik lainnya.

Logam dan garam-garam logam

- Logam dalam sistem Perairan


Air alamiah dan bahan-bahan partikulat yang berhubungan merupakan sistem
elektrolit heterogen yang rumit dan mengandung sejumlah besar spesies organik dan
anorganik tersebar diantara fase cair dan padat. Logam runutan yang memasuki
perairan alami menjadi bagian dari sistem ini dan proses penyebarannya diatur oleh
susuann interaksi dan keseimbangan fisika-kimia yang dinamis (Stumm dan Morgan,
1970).
Logam-logam di atmosfer berdasarkan sumber alamiahnya berasal dari (1) debudebu dari kegiatan gunung berapi, (2) erosi dan pelapukan tebing dan tanah, (3) asap
dari kebakaran hutan, dan (4) aerosol dan partikulat dari permukaan lautan. (Connel
dan Miller, 1995).
Cairan limbah rumah tangga dan aliran air badai perkotaan. Jumlah loham
runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam cairan limbah rumah tangga oleh
sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn, dan Cd) dan produkproduk consumer (misalnya, formula detergen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni,
CO, Zn, B dan As). Kepekatan seringkali beranah dalam milligram per liter tetapi,
beragam menurut factor-faktor seperti pola penggunaan air, jangka waktu dalam
tahun, dan keadaan ekonomi konsumen. Perilaku air limbah dengan proses lumpur
yang diaktifkan pada umumnya menghilangkan kurang dari 50% cairan buangan
logam-logam yang meghasilkan cairan limbah dengan kandungan loham jarang yang
nyata. Pembuangan sampah lumpur dapat menyumbangkan pengkayaan logam (Cu,
Pb, Zn, dan Ag) ke dalam air penerima (Williams dkk., 1974). Sebagai contoh air
limbah perkotaan dan tempat penimbunan sampah-sampah rumah tangga serta
industri merupakan sumber-sumber buatan untuk kandungan Cd, Cr, Cu, Fe, Pb dan
Hg di New York Bight (Mueller dkk., 1976)
Berbagai unsur logam dan garam logam yang ada dapat berasal dari pelapukan
tanah atau batuan, letusan volkanik, penambangan dan industri (penyamakan kulit,
kertas, bahan kimia, rekayasa, metalurgi dan industri pertanian).Dalam jumlah kecil
beberapa jenis logam tertentu memang diperlukan organisme tetapi dalam
konsentrasi tinggi semua jenis logam bersifat toksik. Logam-logam berat, yaitu
unsur logam yang mempunyai massa atom lebih dari 20 seperti: besi (Fe), timbal

(Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), tembaga (Cu), nikel (Ni) dan arsen
(As) umumnya berpengaruh buruk terhadap proses-proses biologi.
Beberapa dampak keracunan logam berat antara lain:
1) Bereaksinya kation logam berat dengan fraksi tertentu pada mukosa insang
sehingga insang terselaputi oleh gumpalan lendir-logam berat dan hal tersebut
dapat mengakibatkan organisme air mati lemas.
2) Keracunan fisiologik karena logam berat berikatan dengan enzim yang
berperanan penting dalam metabolisme.
3) Merkuri (Hg) dan timbal (Pb) dapat berikatan dengan gugus sulfhidril (- SH)
dalam protein sehingga akan mengubah bagian-bagian katalitik suatu enzim.
4) Merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dapat menghambat
pembentukan ATP dalam mitokondria serta dapat berikatan dengan membran sel
sehingga mengganggu proses transpor ion antar sel.
5) Seng (Zn) dapat menghambat kerja sistem sitokrom dalam mitokondria karena
terganggunya transpor elektron antar sitokrom-b dan sitokrom-c.
6) Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dapat menggantikan kedudukan Ca dalam
tulang sehingga menyebabkan terjadinya kerapuhan tulang
7) Timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan krom (Cr) dapat terakumulasi
dalam hati (hepar) dan ginjal (ren) sehingga dapat menyebabkan kerusakan dan
gangguan fungsi kedua organ tersebut
8) Merkuri (Hg), timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dapat mengakibatkan kerusakan
otak dan sistem saraf tepi (Dix, 1981).

Hidrokarbon
Hidrokarbon dalam suatu sampel lingkungan berdasarkan komposisinya, sulit
untuk menentukan asal-muasal hidrokarbon dikarenakan sumber dan fluks
hidrokarbon yang berbeda untuk mennetukan besaran danlaju pemasukan
senyawaan ini kedalam sektor lingkungan tertentu. Akibatnya, setiap pengukuran
ektosikologi dari dampak hidrokarbon minyak bumi dalam sistem lingkungan
secara menyeluruh bergantung pada pengetahuan akan kesetimbangan zat dan
aliran operasi minyak bumi serta laju produksi dan alur hidrokarbon terbaru
kompartemen dan reservoir global (Connel dan Miller, 1995).

Posfat dan nitrat


Posfat dan nitrat dapat berasal dari erosi dan dekomposisi sisa-sisa bahan
organik serta industri (susu/mentega/keju, bahan kimia, tungku kokas, rekayasa,
metalurgi, dan industri pertanian). Akibat masuknya posfat dan nitrat ke dalam
lingkungan perairan antara lain:
1) Eutrofikasi yang dicirikan oleh tingginya produksi biologik antara lain berupa
ledakan komunitas alga (algal blooms). Jika suatu perairan dipenuhi oleh
tumbuhan air baik makrofita maupun mikrofita (plankton), maka hal tersebut
akan mengurangi penetrasi cahaya dan menghalangi proses difusi oksigen dari
udara ke dalam air. Kematian massal algae yang diikuti dengan perombakan
biologik akan menyebabkan terjadinya defisiensi oksigen terlarut dan
menimbulkan bau tidak sedap.
2) Dalam usus manusia beberapa jenis bakteri dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit
yang dapat berikatan dengan haemoglobin (Hb) membentuk methaemoglobin.
Dengan terbentuknya methaemoglobin dalam darah akan menyebabkan
penurunan kapasitas angkut 02 oleh darah. Jika penurunan kemampuan darah
mengangkut oksigen tersebut terus berlanjut dan makin parch, maka dapat
menyebabkan anoksia (methaemoglobin anemia atau penyakit blue baby).

10

3) Dalam tubuh manusia nitrit dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
amin atau nitrosamin yang dapat merangsang timbulnya kanker perut.

Garam-garam lain
Berbagai senyawa garam yang masuk ke dalam air dapat berasal dari
buangan industri (susu/mentega/keju, tekstil, penyamakan kulit, kertas dan
industri bahan kimia).

Obat pengelantang (bleaches)


Obat pengelantang dengan rumus kimia Ca (C10) 2 banyak terkandung
dalam buangan industri tekstil, kertas dan laundry.

Sianida dan sianat


Sianida dan sianat di suatu perairan dapat berasal dari buangan
industri.Sianida dan sianat bersifat sangat toksik, terutama pada pH rendah dan
merupakan racun pernafasan yang sangat mematikan. Reaksi CN dengan logam
akan menghasilkan senyawa yang sangat beracun.

Kromat
Masuknya kromat ke dalam lingkungan perairan dapat berasal dari
buangan berbagai jenis industri seperti penyamakan kulit, petrokimia, metalurgi
dan industri rekayasa.Toksisitas kromat umumnya tidak setoksik kation logam
berat lainnya.Kromium (Cr) bervalensi 6 (kromat atau dikromat) toksisitasnya
tidak seakut kromium bervalensi 3 (garam-garam kromium).

Mineral (lempung dan tanah)


Mineral yang terkandung dalam partikel-partikel lempung dan tanah yang
masuk ke dalam perairan dapat berasal dari buangan industri seperti industri
pengolahan makanan/minuman, kertas dan industri pertanian.

Dengan mempelajari ekotoksikologi dapat diketahui keberadaan polutan dalam


suatu lingkungan (ekosistem) yang dalam waktu singkat, dapat menyebabkan perubahan
biokimiawi suatu organisme.Selanjutnya perubahan tersebut dapat mempengaruhi
perubahan fisiologis dan respon organisme, perubahan populasi, komposisi komunitas,
dan fungsi ekosistem.Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh
berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Salah satu contoh rekayasa teknologi dalam lingkungan yaitu fitoremediasi,
fitotoksikologi, bioremediasi dan lain-lain.Penerapan teknologi fitoremediasi
menggunakan tumbuhan sebagai agensia pembersih lingkungan.Ekotoksikologi berperan
dalam konservasi terumbu karang dan pengolahan sampah menjadi kompos.
Biomonitoring merupakan "slat" untuk mempelajari dinamika suatu ekosistem,
balk secara meruang maupun mewaktu, sebagai usaha melindungi ekosistem dan
kepentingan manusia. Kegiatan pemantauan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan parameter fisik, kimiawi, dan biologis.Salah satu penerapan biomonitoring
adalah biomonitoring degradasi ekosistem akibat limbah CPO di muara sungai Mentaya
Kalimantan Tengah dengan metode Elektromorf Isozim Esterase.
Pada ekotokologi dapat diketahui toksisitas suatu bahan, sehingga dapat dibuat
baku mutu lingkungan dan teknologi konservasi lingkungan. Berdasarkan hasil studi
literature ini, penerapan dan pengembangan teknologi dalam konservasi lingkungan

11

masih sedikit ditemukan.Oleh karena itu disarankan untuk terus mempelajari dan
menemukan alternative konservasi lingkungan yang lebih baik dan mudah
diterapkan.Mengingat konservasi lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ariens, E.J., Simonis, A.M., dan Offermeier, J. (1976). Introduction to
General Toxicology. Acedemic Press, New York.
Aryani, Yanu, Sunarto dan Tertri. 2004. Toksisitas Akut Limbah Cair Pabrik Batik CV.
Giyant Santoso Surakarta dan Efek Sublethalnya terhadap Struktur
Mikroanatomi Branchia dan Hepar Ikan Nila (Oreochromis niloticus T.).Jurnal
Bio Smart Vol.6 No.2. ISSN: 1412-033X
Butler, G.C., ed., 1978. Principles of Ecotoxicology.Scope 12. John Wiley & Sons,
Chichester, 349 pp: New York.
Connel,

D.W. and G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi


Pencemaran.Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. UI Press: Jakarta.

Darliana, Ina. 2009. Fitoremediasi Sebagai Teknologi Alternatif PerbaikanLingkungan.


Universitas Bandung Raya : Bandung
Dix, H.M. 1981. Environmental Pollution. John Willey & Sons: New York.
GESAMP, IMCO/FAO/UNESCO/WMO/WHO/LAEA/UN (1977). Joint Group Experts
on the Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP), Impact of Oil on the
Marine Environment, Rep. Study No. 6. Food Agriculture Organization, Roma.
Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons : New York.
Maruru, Stevi Mardiani M. 2012.Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode
Biomonitoring di Kota Gorontalo.Skripsi.Jurusan Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo, Gorontalo.
Mueller, J.A., Anderson, A.R., dan Jeris, J.S. (1976). Contaminants entering the New
York Bight: Sources, mass loads, significance. Am. Soc. Limnol. Oceanogr. Spec.
Syamp, 9, 269.
Nickless, G., 1975.Detergents.In Chemistry and Pollution.F.R. Benn and C.A. McAuliffe
(eds.). The MacMillan Press: London. Nugroho, Andika. 2004. Pengendalian
Pencemaran Lingkugan. Universitas Gajah Mada: Yogjakarta.
Nugroho, Andika. 2004. Pengendalian Pencemaran Lingkugan. Universitas Gajah Mada:
Yogjakarta.
Pranoto, 2013.Fitoteknologi Dan Ekotoksikologi Dalam Pengolahan Sampah Menjadi
Kompos. Universitas Sebelas Maret : Surakarta
Puspito, Andhikan. 2004. Ekotoksikologi. Universitas Gajah Mada: Yogjakarta.

12

Rumahlatu, Dominggus. 2011. Konsentrasi Logam Berat Kadmium Pada Air,


Sedimen dan Deadema setosum (Echinodermata, Echinoidea) di Perairan
Pulau Ambon. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 16 (2) : 78-85
Setyono, Prabang, dkk. 2008. Biomonitoring Degradasi Ekosistem Akibat Limbah
CPO di Muara Sungai Mentaya Kalimantan Tengah dengan Metode
Elektromorf Isozim Esterase. Jurnal Biodiversitas. Vol. 9 (3) : 232-236
Tinsley, I.J. 1979. Chemical Concepts in Pollutant Behavior. John Wiley dan Sons, New
York.

13

Anda mungkin juga menyukai