BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
suatu
komponen
dari
jaringan
ikat.
Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi
(misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) 2,3.
Luka bakar dalam ilmu kedokteran disebut Combustio, berasal dari bahasa
Yunani (Greek) artinya ignition. Didalam bahasa inggris modern, istilah yang
kerap digunakan saat ini adalah Burn Injury atau Burns 2.
C. Epidemiologi
Kelompok insiden terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-aak
kelompok usia di bawah 6 tahun; bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2
tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja, yaitu pada usia kerja
25-35 tahun 3.
Secara global, luka bakar menyebabkan 195.000 kematian tiap tahunnya, baik
itu dari luka bakar akibat listrik maupun akibat fackor lainnya. Kematian akibat
luka bakar itu sendiri menempati posisi ke-15 diantara anak-anak dan dewasa
muda berusia 5-29 tahun 6.
Insiden luka bakar terutama terjadi pada pia, oleh karena dominasi pekerja
pria pada industry berat dan kehidupan pria yang beresiko lebih tinggi. Cedera
luka bakar lebih sering melibatkan kelompok sosio ekonomi yang kurang
beruntung 5.
Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan
usia. Lebih dari 6% pasien luka bakar terjadi dalam kisaran usia produktif dimana
pria lebih banyak daripada perempuan. Hingga 55% disebabkan api. 40% karena
air mendidih, dan selebihnya dikarenakan kimia dan listrik 3.
D.
a.
b.
c.
d.
e.
Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
Luka bakar akibat api
Luka bakar akibat cairan panas (mendidih)
Luka bakar kontak dengan benda panas atau dingin
Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa kuat.
Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik tegangan
tinggi 4,8.
E. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan
suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh
sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah
kebocoran intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan 4.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskuler, pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih
dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemikdisertai gejala yang khas, seperti
gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
dan prodksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal setelah
delapan jam 4.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia 4.
Pada kebakaran ruang tertutup atau bila terjadi pada wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup.
Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipneu, stridor, suara parau, dan dahak berwarna
gelap akibat jelaga 4,5.
Demling dalam artikelnya berjudul The Edema formation: Current Consept
mengungkapkan adanya kerusakan struktur penunjang endotel (kolagen dan asam
hialuronat) yang secara langsung disebabkan oleh trauma termis.
Temuan Demling yang sangat esensial adalah pembentukan edema. Lebih
lanjut dijelaskan pula bahwa edema yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh
cairan yang digunakan untuk tujuan resusitasi, dalam hal ini kristaloid (Ringers
Lactate) 2.
Secara detil ia menguraikan bahwa pada luka bakar, edema maksimal terjadi
di antara 12-18 jaam pasca trauma, 94% timbul dalam 6 jam pertama. Sedangkan
proses reabsorpsi dimulai dalam 24 jammengalami penurunan setelah empat hari
dna berlangsung hingga 8-10 hari 2.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya dieresis 4.
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami thrombosis. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nasokomial
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai antibiotik 4.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau
sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang mungkin meninggalkan parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik sangat jelek 4.
Respon inflamasi sistemik dapat menyebabkan sepsis, disfungsi organ
multiple dan bahkan sampai ke kematian. Fase permulaan luka bakar protein
tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolism tinggi, dan mudah terjadi
infeksi. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari
pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat
kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa
sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban
kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa
yang disebut schizophrenia postburn 4,7.
Jackson membedakan tiga area pada luka bakar sebagai berikut:
a. Zona Koagulasi, Zona Nekrosis
Daerah yang mengalami kontak langsung. Kerusakan jaringan berupa
koagulasi (denaturasi) protein akibat oengaruh trauma termisTitik kerusakan
maksimum terjadinya kehilangan jaringan irreversible akibat koagulasi
protein. Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami
nekrosis ebberapa saat setelah kontak, karenanya disebut juga sebagai zona
nekrosis.
b. Zona Statis
Area hipoperfusi yang mengelilingi zona nekrotik yang masih
berpotensi untuk diselamatkan dan mempunyai tingat kerusakan sedang.
Merupakan target utama resusitasi untuk meningkatkan perfusi ke daerah ini
dan mencegah kerusakan baru yang ireversibel. Kerusakan yang terjadi di
daerah ini terjadi karena perubahan endotel pembuluh darah, trombosit dan
F.
10
G.
Diagnosis
Besar masalah yang timbul sangat tergantung pada beratnya trauma (severity
of injury). Oleh karenanya, sebelumnya perlu diketahui beberapa hal penting
sebagaimana diuraikan berikut ini. untuk mendiagnosis luka bakar didasarkan
pada:
a. Luas luka bakar
Wallace rule of Nine
Baik dan cepat. Lebih sering digunakan pada dewasa dihitung
menggunakan rumus sembilan yang diprovokasi oleh Wallace, dikenal dengan
rule of nine atau rule of Wallace, didasari atas perhitungan kelipatan 9, dimana
luas permukaan tubuh adalah luas telapak tangan penderita (bukan tangan
pemeriksa). Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan
bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas
relatif permukaan kaki lebih kecil, sehingga pengukurannya kurang akurat
pada anak-anak.
Kepala dan leher
Lengan masing-masing 9%
Badan depan 18%
Tungkai masing-masing 18%
Genetalia perineum
Total
: 9%
: 18%
: 36%
: 36%
: 1%
: 100 %
11
12
13
superficial) dermis.
Dermal-epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi
epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulla, blister).
Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal.
Bila epidermis terlepas (terkelupas), terlihat dasar luka berwarna
14
(duapertiga
baguan
superficial) dermis
Apendises kulit (integument) seperti folikel rambut rambut,
15
berwarna pucat sampai berwarna hitam kering atau lebih putih karena
terbentuk eskar, tidak ada bulla, dengan permukaan lebih rendah daripada
bagian yang tidak terbakar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri,
bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian (dibuktikan dengan tes pin-prick). Bila
kontak langsung denga nyala api, terbentuk lesi yang kering dengan
gambaran koagulasi seperti lilin di permukaan kulit, yang dikenal sebagai
eskar.
Penyembuhan terjadi lama. Proses epitelisasi spontan baik dari tepi
luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit (folikel rambut
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea) yang mempuyai fungsi
epitelisasi tidak dimungkinkan terjadi karena struktur- struktur jaringan
tersebut mengalami kerusakan 2,5,8.
C. Penyebab
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, luka bakar disebabkan oleh
kontak dengan sumber termis, tidak hanya api. Untuk membedakan atau
menjelaskannya, perlu diketahui klasifikasi luka bakar berdasarkan penyebab
antara lain:
Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya (pada literature
16
H.
Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat
(chemical burn)
Luka bakar karena sengatan listrik dan petir (electric burn atau
(ABA), yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar 2o dan 3o <10% pada usia <10 sampai >50 tahun
- Luka bakar 2o dan 3o <15% pada kelompok usia lain.
- Luka bakar 2o dan 3o <10% pada semua kelompok usia, tanpa cedera
pada tangan, kaki dan perineum
b. Luka bakar sedang (Moderate)
- Luka bakar 2o dan 3o 10-20 % pada usia <10 sampai >50 tahun
- Luka bakar 2o dan 3o 15 25% pada kelompok usia lain, dengan luka
bakar 3o <10%
- Luka bakar 3o < 10 % pada semua kelompok usia, tanpa cedera pada
tangan, kaki dan perineum
c. Luka bakar berat, Luka bakar kritis, Luka bakar masif
- Luka bakar 2o dan 3o >20 % pada usia <10 sampai >50 tahun
- Luka bakar 2o dan 3o 25 % pada kelompok usia lain
17
- Trauma inhalasi
- Luka bakar multiple
- Luka bakar pada resiko tinggi
-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera listrik 2,9.
H. Penatalaksanaan
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air, atau
melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelag sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan aor mengalir selama
sekurang-kurangnya
15
menit.
Upaya
pendinginan
ini,
dan
upaya
18
sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.
Primary Survey
Airway
Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut, sebaiknya servikal tetap dilindungi
kecuali yakin tidak terdapat jejas servikal. Inhalasi gasa panas dapat
menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemudian. Oleh karena itu jaga
jalan naas tetap paten. Bila diperlukan dapat dilakukan intubasi.
Tanda-tanda trauma inhalasi adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup.
Luka bakar yang luas dan dalam di daerah wajah, leher atau upper torso.
Bulu hidung yang terbakar.
Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.
Indikasi untuk dilakukan intubasi adalah sebagai berikut:
a. Edema atau eritema area orofaring dari inspeksi langsung dengan
laringoskop.
b. Suara yang berubah menjadi kasar atau batuk kasar.
c. Stridor, takipneu atau dispneu.gerakan dada dan membuat ventilasi
inadekuat.
Breathing
Seluruh pasien luka bakar sebaiknya mendaat oksigen 100% dengan
non-rebreathing mask.
- Luka bakar yang mengelilingi dada, atau sangat luas dan dalam di area
dada, dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi inadekuat.
-
distress syndrome.
Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat masuk ke dalam paru-paru
dan meniritasi paru yang menyebabkan inflamasi, bronkospasme,
bronkorhoea
Circulation
19
Buat dua jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
Disability
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale.
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.
Environment
Seluruh permukaan tubuh apsien harus diperiksa termasuk punggung,
untuk mendapatkan estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang
menyertai. Pasien sebaiknya segera ditutupi selimut karena rentan hipotermi,
terutama anak-anak.
Fluid Resuscitation (Resusitasi Cairan)
Pada luka bakar >20% diperlukan pemasangan kateter urin untuk
memonitor keluaran urin. Pada anak, bila tidak memungkinkan dengan akses
intravena, dapat menggunakan akses interoseus untuk sementara. Namun,
jalur IV harus tetap dipasang.
Jika pasien dengan luka bakar yang luas tidak segera mendapat
resusitasi cairan yang tepat, maka dapat terjadi syok akibat luka bakar dan
bagian dari luka bakar yang cedera namun masih hidup, dan akan berlanjut
menjadi nekrosis. Selama 50 tahun belakangan pergantian cairan yang
progresif dengan segera salama 1 jam pada pasien pasca luka bakar telah
menurunkan angka kematian akibat luka bakar. Tujuan utama dari resusitasi
cairan adalah untuk mengambalikan dan mengontrol perfusi organ vital dan
mencegah terjadinya syok luka bakar.
Sebelum infus diberikan. Luas dan dalamnya luka bakar harus
ditentukan secra teliti. Kemudian, jumlah cairan infuse yang akan diberikan
dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Metode Baxter/Parkland
Karena cairan luka mirip dengan plasma, maka larutan elektrolit yang
memiliki kandungan paling mirip dengan elektrolit plasma muncul
sebagai cairan resusitasi yang efektif untuk mengatasi sindrom syok.
Baxter menganjurkan larutan
dengan cairan ekstraseluker dan tidak mahal, mudah didapat dan berhasil
20
2,3,4,5,9
21
Obat-obatan
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada
infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiate melalui IV dalam dosis
serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa
disertai hipotensi. Selanjutnya diberikan pencegah tetanus berupa ATS dan/atau
toksoid 3.
Perawatan Luka Bakar
Luka bakar derajat I dan II perlu dilakukan tidakan pencegahan infeksi. Pada
luka lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit
yang mati dan memberi obat topikal dengan daya tembus tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka maupun
tertutup. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan
dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang
minimal.
Pemakaian obat topikal membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri,
bisa menenmbus eskar dan mempercepat epitelisasi. Ada beberapa jenis obat yang
dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist
exposure burn ointment). Obat topikal yang dipakai dapat berupa larutan, salep
atau krim. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat
bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua
kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan tanpa
pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan, kontaminasi, tapi tutupnya sedemikian
rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya pengaupan.
22
Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan
cangkok kulit (early exicision and grafting ).
Lakukan reposisi anggota tubuh agar tidak terjadi kontraktur dengan siku
difleksikan maksimum fleksi 30o, aksila abduksi minumum 60o, lipat paha
abduksi 10o, lutut difleksikan sudut 10o, dan tumit pada sudut 90o.
Tindak Bedah
Pemotongan eskar atau eskarotomi pada luka bakar derajat tiga yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati.
Debrideman dilakukan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sedini mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan
perdarahan. Biasanya dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7. Eksisi tangensial
sebaiknya tidak dilakukan pada lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena
dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak.
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan
skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri (skin grafting
autologus). Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau
kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan
luas kulit penderita atau keadaan penderita terlalu payah.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan tia dilakukan
skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang
hipertrofik. Dapat dilakukan pada hari kesepuluh sebelum timbulnya jaringan
granulasi 4,8.
I.
23
buruk sekali, terutama jika parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi
memerlukan fisioterapi intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Gagal ginjal akut
Tukak Curling
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Infark Miokard
Kontraktur
Kematian 2,4,5.
J.
Prognosis
Adapun faktor yang berperan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Faktor penderita
Usia penderita
Factor gender
Factor gizi
Factor premorbid
2. Faktor trauma
Trauma penyerta
3. Faktor penatalaksanaan
24
Perawatan luka 2.
BAB III
PEMBAHASAN
Luka bakar atau combustio adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh
penyebab lain dengan seperti air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Diagnosis
luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasi dari luka
bakar tersebut. Pada kasus, dari anamnesis didapatkan keluhan luka dan nyeri pada
kepala, leher, punggung atas dan kedua tangan akibat terbakar oleh api yang dialami
penderita 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penyebab luka bakar atau combustio adalah paparan api, scalds (air panas), aliran
listrik, frost bife (suhu dingin), zat kimia (asam dan basa), dan radiasi. Pada penderita
ini, luka bakar terjadi akibat kontak dengan paparan api. Awalnya penderita
menyiram dirinya sendiri dengan bensin kemudian membakar dirinya dengan api.
Pada pemeriksaan fisik kepala tampak rambut terbakar, pada wajah, hidung,
telinga dan leher tampak luka bakar derajat IIA pada berwarna kehitaman,bulla, yang
sudah pecah dan belum pecah, tampak kulit yang terkupas dan dasar luka kemerahan,
disertai krusta. Nyeri pada tes sensibilitas. Didapat pula luka bakar derajat IIA pada
manus dextra dan digiti I-V manus sinistra. Tampak bulla, dasar luka terlepas dasar
luka kemerahan dan tampak krusta pada bulla yang sudah pecah.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di daerah ekstremitasatas yaitu
pada tangan kanan (1%) sedangkan kepala dan leher (8%) serta trunkus anterior (3%).
Luas luka ditentukan menurut diagram rules of nine atau rumus 9 dari Wallace
dengan memakai telapak tangan dimana luas luka seluas 1 telapak tangan dihitung
25
sebagai 1 persen. Pada penderita ini total luas bakar mencapai 12% dengan
kedalaman derajat IIA.
Luka bakar pada penderita ini digolongkan derajat IIA sebab Kerusakan meliputi
seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superficial dermis. Respon yang timbul
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada pasien ini merasakan nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi akibat luka bakar yang dialami. Dermalepidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti
terbentuknya lepuh (bulla, blister) pada region punggung atas, region frontalos,
telinga dan region colli posterior Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar
derajat II dangkal (IIA). Pada pasien juga tampakepidermis terlepas (terkelupas), dan
terlihat adanya dasar luka yang berwarna kemerahan-kadang pucat-edematus dan
disertai eksudatif (krusta) diatas tempat bulla yang pecah.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini adalah debridement. Pada
pasien ini debridement dilakukan pada hari perawatan ke-3, dimana hal ini
merupakan tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris. Tujuannya adalah
mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. dengan dibuangnya
jaringan nekrosis agar proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera
dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar penderita terjadi
oedem, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan
terjadinya iskemi pada jaringan tersebut atau menghambat proses penyembuhan dari
luka tersebut.
Tujuan lain dari debridement adalah untuk memutus rantai proses inflamasi yang
dapat berlanjut. Tindakan ini disertai dengan anestesi baik loka maupun general dan
pemberian cairan melalui infus. Pada penderita ini, debridement dilakukan diruang
operasi dengan anestesi general dan pemberian cairan berupa RL.
Setelah dilakukan debridement, luka dicuci menggunakan NaCl 0,9%, betadine
dan H2O2, kemudian luka dioleskan salep sulfadiazine dan ditutup menggunakan kasa
steril untuk selanjutnya dilakukan perawatan luka tiap harinya. Perawatan luka bakar
tiap harinya adalah dengan membersihkan luka bakar dengan cairan atau
26
mengandung komponen nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit yang terbakar.
Kemudian luka bakar penderita ditutup menggunakan kasa steril.
Pada pasien juga diberikan obat-obatan seperti analgesic dalam hal ini pasien
diberikan injeksi ketorolac 1 ampul/8jam dan jugadiberikan terapi oral dengan
ibuprofen tablet 3 kali sehari untuk mengurangi rasa sakit akibat luka bakar derajat II
dimana terjadi reaksi hipersensitivitas dikarenakan iritasi ujung-ujung saraf sensorik
akibat luka bakar. Pasien juga diberikan antibiotik spectrum luas seperti injeksi
ceftriaxon 1gr/12 jam, obat tablet cefadroxil 3x1 sehari.
Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi yang berarti, namun pasien
disarankan untuk diet TKTP agar mempercepat proses penyembuhan luka juga rajin
menggerakkan anggota badan yang terkena luka bakar agar tidak terjadi hipertrofi
dan kekakuan otot-otot pada daerah yang mengalami luka bakar.
Prognosis pada pasien ini yaitu baik karena usia penderita yang masih muda
yaitu 34 tahun, disertai kondisi gizi pasien yang baik, tidak adanya factor komorbid
yang menyertai luka bakar yang dialami. Pasien juga cepat melakukan pengobatan
luka bakar dan mendapat penanganan yang tepat dimana pada saat pertama pasien
dibawa ke RS. Bhayangkara dan disitu pasien mendapat resusitasi cairan juga
antibiotic salep yang dioleskan ke organ yang mengalami luka bakar. Peda saat ini
juga pasien telah dilakukan pengobatan yang adekuat dan tidak ada angka rekurensi,
juga telah dilakukan debridement untuk membuang jaringan yang nekrosis dan
membantu mempercepat kembali proses epitelisasi sel yang mengalami kerusakan
akibat luka bakar sehingga pada pasien ini mempunyai prognosis yang baik/bonam.
27
Dokumentasi
28
29
30
31
32
33
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Townsend, Courtney. Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston. Edisi 17: Jakarta.
EGC: Penerbit Buku Kedokteran. 2010.