Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta pertambahan penduduk
menuntut perlunya penyediaan sumber daya untuk memenuhi konsumsi pangan
dan areal pemukiman. Untuk merealisasikannya perlu tindakan yang bijaksana
agar tidak menimbulkan dampak perubahan terhadap lingkungan. Masalah
lingkungan yang terjadi seperti erosi tanah, longsor, banjir dan kekeringan
merupakan tanda-tanda terancamnya keseimbangan ekosistem.
Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial dengan
sistem alam, dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Agroekosistem kebanyakan dipakai oleh negara atau masyarakat yang
berperadaban agraris. Kata agro atau pertanian menunjukan adanya aktifitas atau
campur tangan masyarakat pertanian terhadap alam atau ekosistem. Istilah
pertanian dapat diberi makna sebagai kegiatan masyarakat yang mengambil
manfaat dari alam atau tanah untuk mendapatkan bahan pangan, energi dan bahan
lain yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya (Pranadji, 2006). Dalam
mengambil manfaat ini masyarakat dapat mengambil secara langsung dari alam,
ataupun

terlebih

dahulu

mengolah

atau

memodifikasinya.

Jadi

suatu

agroekosistem sudah mengandung campur tangan masyarakat yang merubah


keseimbangan alam atau ekosistem untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Pentingnya pengamatan dan analisis untuk sistem dan perlakuan pertanaman
di suatu hamparan lahan untuk menilai seberapa besar keseimbangan

agroekosistem di lahan tersebut. Dengan mengetahui seberapa besarnya


keseimbangan agroekosistem maka akan bisa menjadi dasar dalam perlakuan
selanjutnya, baik dalam pemeliharaan, perawatan dan sebagainya.
B. Tujuan
Tujuan praktikum agroekosistem ini yaitu:
1.
2.
3.
4.

Mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem


Mengenal komponen ekosistem pertanian
Menentukan keputusan pengelolaan agroekosistem
Memberi kesempatan praktikan untuk menjadi ahli di lahannya sendiri

II.

TIJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan UU NO. 23 TAHUN 1997, Ekosistem adalah tatanan unsur


lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
Menurut Wijaya (2012), Organisme hidup di dalam sebuah sistem yang
ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling
berpengaruh. Sistem inilah yang disebut dengan ekosistem. Ekosistem adalah
tempat dimana terjadinya proses saling interaksi dan ketergantungan antara
makhluk hidup sebagai komponen biotik, dengan Lingkungan hidupnya yang
merupakan komponen abiotik.
Ekosistem dipelajari dalam salah satu cabang ilmu biologi yaitu ekologi.
Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos yang berarti tempat hidup,
dan logos yang berarti ilmu. Pembahasan ekologi tak bisa lepas dari ekosistem
dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu komponen biotik dan komponen
abiotik. Komponen biotik sendiri adalah seluruh makhluk hidup di bumi yang
mencakup individu, populasi, dan komunitas. Sedangkan komponen abiotik
adalah faktor-faktor yang bukan makhluk seperti faktor fisik dan kimia. Contoh
dari komponen abiotik antara lain air, suhu, sinar matahari, tanah, dan angin.
1. Interaksi Dalam Ekosistem

Pola-pola interaksi dalam ekosistem melibatkan faktor biotik dan abiotik


melalui rantai makanan, aliran energi, dan daur biogeokimia yang berlangsung
baik pada tingkat individu, populasi, maupun komunitas.
Aliran energi adalah rangkaian urutan pemindahan energi dari satu bentuk
ke bentuk energi yang lain. Proses ini dimulai dari sinar matahari, produsen,
konsumen pertama hingga terakhir, dan dekomposer (pengurai). Pemindahan dan
perubahan energi berlangsung di dalam rantai makanan dan jaring-jaring
makanan. Sedangkan daur biogeokimia adalah daur unsur atau senyawa kimia
yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke abiotik. Yang
termasuk daur biogeokimia antara lain daur karbon, nitrogen, sulfur, dan fosfor.
2. Jenis-jenis Ekosistem
Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu ekosistem alami dan ekosistem buatan.
a. Ekosistem alami, adalah jenis ekosistem yang terjadi secara alami tanpa
campur tangan manusia. Contoh dari ekosistem alami antara lain
ekosistem sungai, danau, laut, gurun, padang lumut, padang rumput, dan
lain-lain.
b. Ekosistem buatan, adalah ekosistem yang sengaja dibuat oleh manusia
untuk keperluan tertentu. Contoh ekosistem buatan antara lain ekosistem
sawah, bendungan, waduk, kebun, hutan produksi, dan lain-lain.
3. Perubahan Ekosistem
Ekosistem sendiri tidaklah bersifat statis, melainkan selalu mengalami
perubahan. Keseimbangan lingkungan dapat berubah melalui proses alami
maupun karena campur tangan manusia. Pencemaran lingkungan adalah salah satu

faktor yang dapat mengganggu keseimbangan alam. Pencemaran lingkungan


disebabkan oleh bahan pencemar (polutan) yang berasal dari berbagai sumber.

III.

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi pertanaman
hortikultura, jaring serangga, kantong plastik, gunting tanaman, kertas plano dan
alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam
setiap rombongan
2. Bahan dan alat disiapkan
3. Dilakukan pengamatan ke lapangan untuk komponen agroekosistem
hortikultura
4. Hasil pengamatan dituliskan pada kertas plano
5. Serangga/hewan yang bertindak sebagai hama dan musuh alami juga
tanaman/bagian tanaman yang bergejala sakit dikoleksi
6. Hasil pengamatan dipresentasikan

IV.
A. Hasil Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hari, tanggal

: kamis, 1 November 2012

Lokasi

: Griya Satria

Luas

: Hamparan 20-30 pohon

Waktu pengamatan

: 10.30 WIB

Metode sampling

: diagonal

KOMPONEN
A. Biotik
Tanaman Pokok
Tanaman lainnya

KEBERADAAN/ KETERANGAN
Ada, tanaman jagung dan jabon

Ada, tanaman pisang, cabai, daun bawang dan


Hama tanaman
a. Tanaman Pisang
bayam
Ulat penggulung
daun
Hama scab
b. Tanaman Cabai
Kutu putih
Lalat buah

Intensitas

serangan

berat,

gejala

daun

menggulung terdapat larva didalamnya


Intensitas serangan berat, gejala pada buah
terdapat bercak seperti kudis

Penyakit Tanaman
a. Tanaman pisang
Korep buah
b. Tanaman Cabai
Keriting daun
Gulma
Musuh alami
Serranga netral

Intensitas serangan sedang, gejala terdapat kutu


pada daun dan daun menguning hingga kering
Intensitas serangan rendah, gejala buah menjadi
busuk

B. Abiotik
Tanah
Cuaca
Air
kelembapan
C. Sistem Pertanaman
D. Kondisi Lahan
Keadaan naungan

Intensitas berat, gejala pada buah terdapat bercak


coklat kehitaman seperti kudis

Intensitas sedang, gejala pada daun menjadi


keriting mulai dari tepi hingga tengah daun
Intensitas banyak, yaitu rumput teki, bandotan,
krokot, meniran, krema, dan orang-aring
Intensitas sangat sedikit, yaitu capung
Intensitas sangat sedikit, yaitu semut

Subur
Cerah
Irigasi setengah teknis
Lembap
Campuran
Cukup bersih
Tidak ada naungan

B. Pembahasan
Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah
suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan
pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi.
Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dengan
lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem yang terdiri dari komponen
biotik dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi dan siklus
nutrisi). Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai

kegiatan

produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan


ternak. Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan untuk kegiatan
budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai pemanenan
energi matahari secara langsung atau tidak langsung melalui pertumbuhan
tanaman dan ternak (Saragih, 2000). Agroekosistem dapat dipandang sebagai
sistem ekologi pada lingkungan pertanian.
Agroekosistem adalah sebuah sistem lingkungan yang telah dimodifikasi
dan dikelola oleh manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat dan berbagai
produk pertanian lain (Conway, 1987). Manusia, dalam hal ini sering disebut
petani, melakukan intervensi terhadap system lingkungan dengan tujuan utama
meningkatkan produktivitas sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup
bagi keluarganya. Dalam perspektif yang lebih luas, masyarakat juga ikut
mendukung intervensi semacam itu karena kepentingan yang lain, yakni untuk
menghasilkan pangan dengan harga yang terjangkau bagi mereka-mereka yang

tidak bekerja di sektor pertanian, seperti para pekerja di sektor-sektor industr di


perkotaan.
Agroekosistem berbeda dengan ekosistem alam (nature ecosystem), karena
dalam agroekosistem sumber energy tidak hanya terbatas pada sinar matahari, air
dan nutrisi tanah, akan tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain yang sudah
dikonsolidasikan oleh manusia, seperti pupuk, pestisida, teknologi dan lain
sebagainya. Hal lain yang membedakan adalah tingkat keanekaragaman hayati
pada agroekosistem cenderung rendah, didominasi oleh varietas-varietas yang
seragam, serta kontrol dikendalikan oleh faktor eksternal, dalam hal ini manusia,
bukan oleh feedback system sebagaimana yang terjadi pada ekosistem alam.
Dengan demikian, dalam agroekosistem, manusia adalah faktor yang memegang
peranan sangat penting, untuk tidak mengatakan sentral.
Atas dasar itu, maka sebagaimana yang ditulis Rambo (1983), analisis
agroekosistem perlu diarahkan pada proses interaksi antara dua system yang
menjadi penopang utama, yakni system sosial (social system) dan ekosistem alam
(natural ecosystem). Conway (1987) memperkenalkan kepada kita tentang system
property yang penting untuk diperhatikan dalam setiap analisis agroekosistem,
yaitu:

produktivity,

stability,

sustainability,

dan

equitability.

Dengan

memperhatikan system property ini, menurutnya, pengelolaan agroekosistem


dapat terkontrol sedemikian rupa sehingga bisa memberikan kontribusi optimal
pada system sosial tanpa harus menghancurkan ekosistem alam.

Di dalam suatu tatanan agroekosistem, terdapat empat aspek penting yang


dapat mendukung terciptanya keseimbangan agroekosistem, yaitu :
1. Produktivitas (Productivity).
Produktivitas dapat didefinisikan sebagai suatu tingkat produksi atau
keluaran berupa barang atau jasa, misalnya produktivitas padi/ha/tahun. Hasil
akhir panen atau pendapatan bersih, nilai produksi dibandingkan masukan sumber.
Produktifitas selalu diukur dalam pendapatan per hektar, atau total produksi
barang dan jasa per rumah tangga atau negara. Produktifitas juga dapat diukur
dalam kilogram butiran, ikan atau daging, atau juga dapat dikonversikan dalam
kalori, potein, vitamin atau unit-unit uang. Input sumberdaya dasar adalah tanah,
tenaga kerja,dan modal.
Artinya, apabila produktifitas dari suatu agroekosistem itu tinggi maka
hendaknya kebutuhan hidup bagi manusia akan terpenuhi, dan sepantasnya untuk
diupayakan kondisi agroekosistem yang lestari. Namun, pada kenyataannya upaya
konservasi terhadap agroekosistem itu jarang sekali dilakukan. Seharusnya
disusun suatu model pendekatan agroekosistem yang di desain untuk pencegahan
dan pengendalian terjadinya kemerosotan kualitas sumberdaya lahan dan
lingkungan dan tetap mernpertahankan produktivitas pertanian. Karena, sejatinya
keterpaduan dua aspek tersebut merupakan konsepsi pembangunan pertanian
berkelanjutan dan melembagakan aspek ekologi ke dalam kebijakan ekonomi.
2. Stabilitas (Stability).
Stabilitas diartikan sebagai tingkat produksi yang dapat dipertahankan dalam
kondisi konstan normal, meskipun kondisi lingkungan berubah. Suatu sistem

dapat dikatakan memiliki kestabilan tinggi apabila hanya sedikit saja mengalami
fluktuasi ketika sistem usaha tani tersebut mengalami gangguan. Sebaliknya,
sistem itu dikatakan memiliki kestabilan rendah apabila fluktuasi yang dialami
sistem usaha tani tersebut besar. Produktifitas menerus yang tidak terganggu oleh
perubahan kecil dari lingkungan sekitarnya. Fluktuasi ini mungkin disebabkan
karena perubahan iklim atau sumber air yang tersedia, atau kebutuhan pasar akan
bahan makanan.
Stabil, artinya dalam hal ini tercipta kondisi yang konsisten terhadap suatu
hasil produksi. Namun secara menyeluruh, hal ini sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti variasi curah hujan, serangan hama periodik, fluktuasi
harga, dll.
3. Keberlanjutan (Sustainability).
Kemampuan agroekosistem untuk memelihara produktifitas ketika ada
gangguan besar. Gangguan utama ini berkisar dari gangguan biasa seperti salinasi
tanah, sampai ke yang kurang biasa dan lebih besar seperti banjir, kekeringan atau
terjadinya introduksi hama baru. Aspek keberlanjutan sebenarnya mengacu pada
bagaimana mempertahankan tingkat produksi tertentu dalam jangka panjang.
Apakah pada kondisi tertentu produktivitas dapat dipertahankan dari waktu
ke waktu (artinya bisa sustain). Prinsipnya, keberlanjutan melibatkan kemampuan
manajemen pertanian untuk mempertahankan fungsi agroekosistem (termasuk
produksi) , meskipun proses-proses ekologi alami yang cenderung mengubah
agroekosistem menuju suatu titik degradasi. Seperti dengan stabilitas,
keberlanjutan (sustainability) memiliki berbagai kebijakan yang terkait dengan

tindakan berbagai produktivitas. Beberapa langkah keberlanjutan bisa tinggi


sementara yang lain rendah untuk agroekosistem yang sama.
4.

Pemerataan (Equitability).
Aspek Ekuitabilitas digunakan untuk menggambarkan bagaimana hasil-hasil

pertanian dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat. Contoh apabila suatu sistem
usaha tani dapat dikatakan memiliki suatu ekuitabilitas atau pemerataan sosial
yang tinggi apabila penduduknya memperoleh manfaat pendapatan, pangan, dan
lain-lain yang cukup merata dari sumber daya yang ada. Indikatornya antara lain
rata-rata keluarga petani memiliki akses lahan yang luasnya tidak terlalu berbeda
atau senjang. Pemerataan biasanya diukur melalui distribusi keuntungan dan
kerugian yang terkait dengan produksi barang dan jasa dari agroekosistem.
Berangkat dari gagasan Rambo dan Conway tersebut, setidaknya ada tiga
komponen analisis penting dalam sebuah agroekosistem, pertama: unsur-unsur
yang menopang system produksi atau sering disebut sebagai faktor produksi
(modal, tenaga kerja, sumber daya fisik dll); kedua model interaksi dari unsurunsur penopang system (harmoni, disharmoni atau gabungan antara keduanya);
dan yang ketiga adalah arah dan kecenderungan dari system (sustainabilitas,
stabilitas, produktivitas dll) (Santoso, 2011).
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan

perkembangan tanaman

dalam agroekosistem. Faktor

lingkungan dibedakan menjadi 2, yaitu : faktor biotik dan faktor abiotik.


Lingkungan biotik terdiri atas organisme-organisme hidup di luar lingkungan

abiotik (manusia, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme). Faktor lingkungan


abiotik terdiri dari tanah, air, udara, kelembaban udara, angin, cahaya matahari,
dan suhu. Faktor-faktor tersebut harus tersedia untuk pertumbuhan tanaman,
apabila salah satu faktor tidak terpenuhi maka pertumbuhan tanaman akan
menjadi abnormal dan bahkan dapat menyebabkan tanaman mati.
Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan
akibat penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah
pertanian spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto, 2002).
Analisis agroekosistem merupakan hal baru yang dikembangkan untuk
memperbaiki kapasitas kita dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul dari
penerapan berbagai teknologi di bidang pertanian. Khususnya persoalan yang
muncul sejak Revolusi Hijau.
Analisis agroekosistem perlu dilakukan sebagai dasar pengambilan
keputusanpengendalian. Data hasil pemantauan agroekosistem pada dasarnya
merupakan datamentah yang jumlahnya banyak dan belum menunjukkan suatu
pola tertentu. Data yang jumlahnya banyak dan membingungkan tersebut perlu
diringkaskan untuk menghitungsuatu nilai tertentu yang dapat dijadikan patokan
pengambilan keputusan pengendalian.
Cara melakukan analisis agroekosistem tergantung pada apa yang dianalisis
danuntuk apa analisis dilakukan. Analisis agroekosistem selalu dimulai dengan
mentabulasi data hasil pemantauan agroekosistem. Data tersebut diperoleh dengan

cara melakukan analisis terhadap hasil tabulasidata survai atau data pengamatan
yang dilakukan dalam kegiatan pemantauan agroekosistem.
Pada praktikum ini, analisis agroekosistem dilakukan dengan melakukan
pengamatan di lahan berupa komponen biotik, abiotik, sistem pertanaman dan
kondisi lahan pertanaman hortikultura. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
data lahan yang diamati memiliki komponen biotik yaitu tanaman pokok berupa
tanaman jagung dan pohon jabon, tanaman lainnya yaitu tanaman pisang, cabai,
daun bawang dan bayam. Di lahan juga terdapat beberapa hama seperti ulat
penggulung daun, hama scab, kutu putih dan lalat buah. Selain itu terdapat
serangga netral berupa semut dan musuh alami berupa capung. Ada pula gulma
yang menjadi organisme pengganggu tanaman yaitu rumput teki, bandotan,
krokot, meniran, krema dan orang-aring.
Komponenn abiotik yang terdapat pada lahan dengan sistem tanam
campuran yaitu keaadaan tanah yang subur, cuaca cerah, menggunakan irigasi
setengah teknis dan memiliki kelembapan yang cukup baik. Kondisi lahan pada
kebun campur cukup bersih dan tidak terdapat naungan.
Berdasarkan hasil pengamatan, agroekosistem di lahan hortikultura tersebut
kurang seimbang karena keberadaan hama yang cukup banyak tidak dapat ditekan
oleh musuh alaminya sehingga tanaman yang dibudidayakan banyak yang rusak
akibat serangan hama. Keberadaan serangga netralnya juga sangat sedikit
sementara gulma yang tumbuh sangat banayak dan bersaing dengan tanaman
pokok.

V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Agroekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara sistem sosial dengan
sistem alam, dalam bentuk aktivitas manusia yang berlangsung untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
2. Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu ekosistem alami (terjadi secara alami tanpa campur tangan
manusia) dan ekosistem buatan (sengaja dibuat oleh manusia untuk keperluan
tertentu).
3. Komponen penyusun ekosistem yaitu komponen biotik dan komponen
abiotik. Komponen biotik sendiri adalah seluruh makhluk hidup di bumi yang
mencakup individu, populasi, dan komunitas. Sedangkan komponen abiotik
adalah faktor-faktor yang bukan makhluk seperti faktor fisik dan kimia.
4. Analisis agroekosistem perlu dilakukan sebagai dasar pengambilan keputusan
pengendalian dan perlu dikembangkan untuk memperbaiki kapasitas kita
dalam melihat persoalan-persoalan yang muncul dari penerapan berbagai
teknologi di bidang pertanian.
B. Saran
Pelaksanaan praktikum ini sebaiknya lebih diawasi dan diberi pengarahan
ketika pengamatan dilapangan agar praktikan tidak salah dalam penentuan hasil
pengamatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Conway, E.D. 1997. An Introduction to Satellite Image Interpretation. The Johns


Hopkins University. Baltimore and London. 242 hlm.
Rambo AT. 1983. Conseptual Approaches to Human Ecology. Di dalam Research
Report No. 14. Honolulu, Hawai: East-West Environment and Policy Institute.

Santoso, Heri. 2011. Agroekosistem Cepat: Sebuah Catatan untuk Proses Produksi
di
DataranTinggi.
(On-line).
http://www.scribd.com/doc/58528345/Agroekosistem-cepat, diakses 15
November 2012
Saragih, B. 2000. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian. Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor Indonesia, Jakarta.
Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wijaya, Algo. 2012. Pengertian Ekosistem. (On-line). http://iwakpithik.blogspot.com/2012/04/pengertian-ekosistem.html,
diakses
17
November 2012

Anda mungkin juga menyukai