Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Sindrom koroner akut merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan
keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
a. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
b.

myocardial infarction)
Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation

c.

myocardial infarction)
Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator

kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung. Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang
persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG dapat berupa depresi segmen
ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization,
atau bahkan tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan marka

jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila
hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis
menjadi Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat
secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal,
ULN) (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015). Pada angina
pektoris tidak stabil terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan
menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan
oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit.
C. PATOFISIOLOGI
Manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal
ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang
menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal.
Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih
20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard) (Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

D. ETIOLOGI
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia,

selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating


dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan
bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal
dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia,
tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien
yang telah mempunyai plak aterosklerosis (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).

BAB II
URAIAN KASUS

A. KASUS
Tn. HM (74 tahun) masuk rumah sakit (MRS) pada tanggal 8 Desember 2014 dengan
anamnesa dada terasa seperti ditimpa beban berat dan sesak sejak jam 6 pagi dan dengan
keluhan utama rasa tidak enak di dada kiri.
B. DATA PASIEN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Nama
Jenis Kelamin
Usia
Berat Badan (BB)
Tgl. MRS
Tgl. KRS
Riwayat Penyakit
Ruwayat Penyakit Keluarga
Diagnosa Awal

: Tn. HM
: Laki-laki
: 74 tahun
: 55 Kg
: 8 Desember 2014
: 14 Desember 2014
: Kesemutan (+), Sesak (+)
: Sakit Jantung
: NSTEMI

C. HASIL PEMERIKSAAN PASIEN


Pemeriksaan Fisik
Tanggal

Data klinik

Nilai
normal

8 Des

9 Des

10 Des

11 Des

12 Des

13 Des

14 Des

Suhu (C)

36-37

36

36

36

36

36

36

36

Nadi (x/mnt)

100-140

64

60

68

75

61

60

52

RR (x/mnt)

<40

22

20

21

24

20

20

20

TD (mmHg)

120/80

129/72

110/60

147/63

130/60

150/70

130/70

140/65

KU

Baik

Lemah

Lemah

Lemah

Lemah

Stabil

Kesadaran

CM

CM

CM

CM

CM

CM

CM

CM

Pemeriksaan Laboratorium
Jenis
Pemeriksaan

Nilai Normal

Tanggal Pemeriksaan
8 Des 2014

9 Des

11 Des 2014

12 Des

2014

2014

Diabetes
Glukosa Darah
Sewaktu

60-100 mg/dl

132

92

Analisa Gas Darah


Ph

7.370-7440

pCO2

35-45 mmHg

pO2

83-108 mmHg

BP

Negatif

HCO3

21-28 mmol/L

O2 Saturasi

95-99%

Base Excess

-2.5-2.5 mmol/L

Total CO2

19-24 mmol/L
Elektrolit Darah

Na

135-147 mmol/l

141

137

142

3.1-5.1 mmol/l

5.9

4.5

3.9

Cl

95-108 mmol/l

106

99

105

Hematologi
Hemoglobin

10.8-15.6 g/dL

11,8

Hematokrit

35-43%

38

Leukosit

5.5-15.5 ribu/ul

9.1

Trombosit

217-497 ribu/ul

319

Eritrosit

3.7-5.7 juta/uL

4.5

Kolestrol

160-200 mg/dl

130

Trigliserida

< 150 mg/dl

60

HDL

>60 mg/dl

35

LDL

< 100 mg/dl

83
Koagulasi

PT

10.2-12.2 detik

Control
10,9 10,1

Control
11,3 10,3

Control 10,5
9,7

Control
11,2 10,8

APTT

25-40 detik

Control
35,0 33,7

Control
33,0 33,4

Control 33,6
31,1

Control
33,3 101,9

Fungsi Ginjal
Ureum Darah

0-48 mg/dl

80

53

Kreatinin
Darah

0,0-0,9 mg/dl

2,6

1,4

Enzim
CK

32-294 u/l

CKMB

7-25 u/l

Troponin-T

<0,02 ng/ml

80

46

47

13

D. SOAP
No.

Tanggal

1.

8 Des
2014

Hasil Pemeriksaan, Analisa, Tindak Lanjut


Subjective

Objective

Pingsan kurang lebih


2x dalam 4 hari,
pingsan saat berdiri
dan duduk. Pingsan
kurang lebih 5 menit.
BAB/BAK
ringan,
keringat dingin, mual,
muntah,
lambung
terasa tidak nyaman,

Kesadaran : CM

Assesment
NSTEMI
TIMI risk

Plan
-

nyeri dada.
2.

3.

9 Des
2014

10 Des
2014

Sesak berkurang,
nyeri dada (-)

Kesadaran : CM

Nyeri dada menurun,


sesak berkurang

Kesadaran : CM

Ku : lemah

Ku : lemah

Kesadaran : CM
4.

5.

6.

7.

11 Des
2014

12 Des
2014

Nyeri dada dan sesak


(-)

Makan siang
setengah porsi

CHF, NSTEMI,
TB paru

Terapi lanjutan

Nyeri,
ketidakaktifan
perfusi jaringan
miokard

Observasi
hemodinamik,
aritmia, dan
pendarahan

NSTEMI HT
terkontrol
Ketidak
efektifan perfusi
jaringan

Monitor
hemodinamik,
observasi
pendarahan

NSTEMI

Lanjutkan
intervensi STOP
Heparin Cek
APTT

Kesadaran : CM
Nyeri dada menurun
Ku : lemah

Lanjutkan
intervensi,
besok pulang
dan kontrol

Kesadaran : CM

13 Des
2014

Nyeri dada menurun

14 Des
2014

Nyeri dada berkurang

NSTEMI
Ku : lemah

Kesadaran : CM
NSTEMI

Pasien pulang

Ku : stabil

E. DATA PENGOBATAN PASIEN


Nama
Obat

Rute

Frek

Heparin

sc

Aptor
CPG

Tanggal
8 Des

9 Des

10 Des

11 Des

12 Des

13 Des

14 Des

1x

Po

1x

Po

1x

Bisoprolol

Po

1x

Simvastatin

Po

1x

Valesco

Po

1x

BAB III
PEMBAHASAN
A. ANALISIS DRUG THERAPY
1. Kesesuaian Indikasi, Dosis, dan Interaksi Obat
No.

Nama Obat

Indikasi

1.

Heparin
(3000u awal,
ditingkatkan
15000u

Pengobatan
deep- vein
thrombosis,
paru emboli,

Efek
Samping
-

Dosis
15000 unit
setiap 12
jam.
Diawali

Interaksi
Obat
-

Keterangan
Indikasi sesuai
Dosis pasien <
dosis lazim

2.

3.

4.

5.

sehari)
antikoagulan

angina tidak
stabil, dan
oklusi arteri
perifer akut

Aptor
(aspirin)
1x100 mg

Pencegahan
sekunder
trombotik
serebrovaskula
r atau penyakit
kardiovaskular

CPG
(Clopidogrel)
1x75 mg
antiplatelet

Pencegahan
arterosklerotik
pada penyakit
arteri perifer,
atau dalam
waktu 35 hari
dari
myocardial
infraction, atau
dalam waktu 6
bulan iskemik
stroke

Dispepsia ,
nyeri perut,
pendarahan

75 mg
sekali
sehari

Bisoprolol
1x1,25 mg

Gagal jantung
kronik stabil
sedang hingga
parah dengan
fungsiventriku
lus sistolik
terkurangkan

Rasa
dingin atau
baal, lesu,
lelah,
pusing, dan
sakit
kepala

10 mg
sehari,
maksimal
20 mg
sehari

10 mg
sehari
sekali pada
gangguan
fungsi
ginjal

Simvastatin
1x20 mg

Hiperkolestero
lemia primer,
hiperkolesterol
emia familial
homozigot

dengan
dosis
muatan
5000 unit.
Bronkospa
sme; gastro
intestinal,
iritasi
pendarahan
gastro
intestinal

Tidak terdapat
interaksi
Indikasi sesuai
Dosis pasien <
dosis lazim

150-300
mg sehari

Valesco dan
Clopidogrel

Terdapat
interaksi dengan
Valesco dan
clopidogrel

Indikasi sesuai
Dosis pasien =
dosis lazim
Aptor
Terdapat
interaksi dengan
Aptor

Indikasi sesuai
Dosis pasien <
dosis lazim
Tidak terdapat
interaksi

Indikasi sesuai
Dosis pasien >
dosis lazim
Tidak terdapat
interaksi

6.

Valesco
(valsartan)
1x40 mg

Hipertensi

80 mg per
hari

Aptor

Indikasi sesuai
Dosis pasien <
dosis lazim
Terdapat
interaksi Aptor

2. Analisis Drug Related Problem (DRP) berdasarkan Pharmaceutical Care Practice

(CIPOLLE)
Drug Therapy
Problem

Keterangan

Action

Membutuhkan terapi
tambahan

Pengobatan tanpa
indikasi

Pengobatan yang
tidak tepat

Dosis terlalu tinggi

Simvastatin yang
digunakan dengan
dosis yang melebihi
dosis lazim pada
gangguan fungsi ginjal
(1x20 mg)

ADR (Adverse Drug


Reaction)

Heparin DP<DL
Aptor DP<DL

Dosis terlalu rendah


Bisoprolol DP<DL
Valesco DP<DL
Interaksi obat

Clopidogrel >< Aptor


(Severity : Moderate,
Documentation :

Mengkonfirmasi
kepada dokter dan
menyarankan untuk
menurunkan dosis
menjadi 1x10 mg
Menginformasikan
kepada dokter dan
menyarankan dokter
untuk menaikkan
regimen dosis
Memperhatikan
kondisi pasien,
terutama yang

Monitor

Monitor hasil
laboratorium ureum dan
kreatinin

Perubahan kondisi klinis


yang dialami pasien

Tekanan darah, PT/APTT,


Ureum, dan kreatinin.

Possible)
Meningkatkan resiko
pendarahan
Aptor >< Valesco
(Severity : Moderate
Documentation :
Possible)
Menurunkan tekanan
darah, menurunkan
efek valesco, dan
dapat menimbulkan
gangguan fungsi ginjal
Kepatuhan

berhubungan dengan
pendarahan dan
tekanan darah dan
fungsi ginjal

B. KONDISI PASIEN
Pasien atas nama Tuan HM dengan umur 74 tahun termasuk golongan lanjut usia dimana
umur ini lebih berisiko terkena penyakit jantung koroner karena telah terjadinya
penurunan fungsi tubuh. Selain itu, pada usia lanjut terjadi peningkatan lemak dan
penurunan metabolisme dalam tubuh. Peningkatan lemak dapat berisiko terjadinya
hiperlipidemia.

Kemudian adanya

kemungkinan terjadi arterosklerosis, dimana

arterosklerosis merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya penyakit jantung koroner.
Berdasarkan tinjauan literature, pria lebih berisiko terkena penyakit jantung koroner
dibandingkan wanita (Pedoman tatalaksana sindrom coroner akut, 2015).
Pasien mengalami sesak dada sejak jam 6 pagi merupakan salah satu gejala pasien yang
mengalami infark miokard akut.
Hal ini diperkuat dengan pasien mempunyai riwayat penyakit jantung dari keluarganya.
Berdasarkan data pasien tersebut diatas, maka pasien termasuk dalam pasien kategori
tinggi NSTEMI.
C. TERAPI PENGOBATAN

Sasaran pendekatan terapi


1. Menurunkan kadar LDL dalam darah dan meningkatkan kadar HDL dalam darah
sehingga menurunkan resiko penumpukan plak-plak artero di pembuluh darah.
2. Menyesuaikan kebutuhan atau demand O2 pada sel-sel miokard terhadap supply O2
(pada penderita yang mengalami penyumbatan pembuluh darah).
3. Mencegah terjadinya agregasi platelet dalam darah, dimana agregasi platelet tersebut
menghasilkan terbentuknya trombus pada pembuluh darah. Trombus ini dapat
menambah terjadinya penyumbatan darah. Penyumbatan darah mengakibatkan
peningkatan tekanan darah (hipertensi) dan berkurangnya supply O2 ke sel-sel
miokard (jantung).
4. Memperbaiki pembuluh darah yang mengalami penyempitan sehingga aliran darah
tetap lancar.
5. Menjaga kondisi viskositas darah agar tetap normal pada pembuluh darah yang
mengalami penyempitan akibat trombus.
6. Mencegah terbentuknya pencetus hipertensi.
Terapi Obat
1. Heparin
Heparin merupakan anti koagulan yang diberikan secara sc karena pemberian secara
iv tidak dianjurkan lagi (IONI 2000, hal 76) dan tidak diberikan juga secara oral
karena tidak dapat diabsorpsi dengan baik. Heparin mempunyai masa kerja yang lebih
lama dan cepat dimetabolisme di hati. Heparin juga digunakan karena bersamaan juga
dengan penggunaan obat anti platelet (aspirin & clopidogrel). Kemudian dosis yang
diberikan pada pasien lebih kecil dari dosis lazimnya karena kadar kreatinin darah
pasien lebih tinggi dari nilai rujukannya sehingga perlu poenyesuaian dosis. Heparin
dihentikan 2 hari menjelang keluar rumah sakit (13 & 14 Desember 2014) karena
berdasarkan data uji laboratorium nilai APTT pada tanggal 12 Desember 2014
mencapai 101,9 detik (nilai rujukan 25-40 detik). APTT merupakan uji lab untuk
menilai aktivitas faktor koagulasi (terkait dengan kekentalan darah).
2. Simvastatin
Simvastatin adalah senyawa yang mempunyai mekanisme kerja menghambat 3hidroksi-3-metil-glutaril-CoA (HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi

sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol. Penghambatan terhadap HMG-CoA


reduktase menyebabkan

penurunan LDL kolesterol. Simvastatin

cenderung

mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan HDL kolesterol hingga mencapai


lebih dari 30%. Berdasarkan hasil uji lab, pasien ini memiliki nilai HDL kolesterol di
bawah normal yaitu 35mg/dl (nilai rujukan 60mg/dl). Pemberian simvastatin pada
pasien ini melebihi dosis lazimnya (selama dalam range index terapi) karena
simvastatin tidak diekskresi di ginjal secara bermakna sehingga tidak perlu
penyesuaian dosis.
3. Aspirin
Aspirin merupakan obat golongan anti-patelet dalam dosis 150-300 mg. Obat jenis ini
bekerja dengan cara mencegah agregasi trombosit sehingga tidak terbentuk trombus
sehingga dapat mengurangi sumbatan di pembuluh darah. Diberikan karena dapat
membantu mencegah obstruksi dari koroneri arteri jika mengalami serangan jantung.
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis
loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan.
4. Clopidogrel
Clopidogrel dapat mengurangi agregasi dengan menghambat sintesis ADP pada
platelet secara irreversible. Sehingga kombinasi aspirin dengan clopidogrel
disarankan untuk meningkatkan tingkat keparahan arterosklerosis pada pasien infark
miokard.
5. Bisoprolol
Bisoprolol merupakan golongan -blocker. Bisoprolol direkomendasikan pada pasien
ini karena untuk menyesuaikan tingkat kebutuhan sel-sel miokard terhadap supply O 2
yang kurang. Obat ini direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi dengan obat
lain. Bisoprolol diberikan secara oral karena tidak ada sakit dada berlanjut, jika ada
harus diberikan secara iv.
6. Valsartan
Obat ini disarankan tidak digunakan karena berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah tidak menunjukkan terjadinya penurunan tekanan darah (tidak ada efek efikasi
dari valsartan). Sedangkan berdasarkan literatur valsartan berinteraksi dengan aspirin,

dimana aspirin dapat menurunkan efektivitas dari valsartan dan mengganggu fungsi
ginjal.

BAB IV
KESIMPULAN
1. Sebaiknya penggunaan valsartan dihentikan.
2. Perlu dilakukan tes EKG dan ronsen toraks pada awal masuk rumah sakit dan pada saat
munculnya nyeri dada.
3. Perlu dilakukan monitoring elevasi segmen ST.

Anda mungkin juga menyukai