Anda di halaman 1dari 34

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.

Pengertian Lahan
Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan yang diartikan

berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yakni iklim, geologi, tanah,


topografi, hidrologi dan biologi (Aldrich, 1981 dalam Pratama, 2012).
Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan
lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Lahan juga dapat
diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan (Arsyad dalam Widiastuti, 2012).
Menurut Baja (2012), Lahan juga merupakan luasan tertentu dari
permukaan yang memiliki ciri tertentu yang mungkin stabil atau terjadi siklus
baik di atas atau di bawah luasan tersebut meliputi atmosfir, tanah, geologi,
hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, dan dipengaruhi oleh kegiatan manusia
(ekonomi, sosial, budaya) di masa lampau dan sekarang, dan selanjutnya
mempengaruhi potensi penggunaannya pada masa yang akan datang. Lahan selalu
dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam pemanfaatan tanah, sehingga bersifat
stabil atau labil tergatung dari sifat-sifat tanah tersebut, siklus yang terjadi di alam
dan faktor-faktor lain yang berhubungan (Baja, 2012:61).
Dalam perspektif perencanaan tata guna lahan, lahan menurut Dent dan
Young dalam Baja (2012:61), didefinisikan sebagai ruang yang terdiri dari
seluruh elemen lingkungan fisik sejauh memiliki potensi dan pengaruh terhadap
penggunaan lahan. Oleh karena itu, lahan tidak hanya merujuk pada tanah tetapi
juga termasuk aktivitas yang berhubungan dengan semua faktor yang relevan dari
lingkungan biofisik seperti geologi, bentuk lahan, topografi, vegetasi dan
termasuk aktivitas dibawah, pada dan di atas permukaan tanah. Serta faktor yang
berkaiatan dengan kegiatan, ekonomi, sosial dan budaya (Baja, 2012:62).
Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah mengalami
proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi di atas lahan tersebut. Ada juga
yang menyebut lahan terbangun sebagai lingkungan terbangun. T. Bartuska dan

G. Young dalam Yuliastuti, (2010) menjelaskan definisi lingkungan terbangun


(built environment) sebagai segala sesuatu yang dibuat, disusun dan dipelihara
oleh manusia untuk memenuhi keperluan manusia untuk menengahi lingkungan
secara keseluruhan dengan hasil yang mempengaruhi konteks lingkungan.
Lingkungan terbangun tersebut meliputi bangunan, fasilitas umum dan sarana
lainnya.
B.

Perubahan Penggunaan Lahan


Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan

(land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala


jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis
kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu.
Menurut Malingreau (1979), penggunaan lahan merupakan campur tangan
manusia baik secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual maupun gabungan
keduanya. Penggunaan lahan merupakan unsur penting dalam perencanaan
wilayah. Bahkan menurut Campbell (1996), disamping sebagai faktor penting
dalam perencanaan, pada dasarnya perencanaan kota adalah perencanaan
penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, berubah
terus menerus, sebagai hasil perubahan pola dan besarnya aktiitas manusia
sepanjang waktu, sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan
masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995).
Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas
terhadp suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan
komersial mapupun industri (Kazaz dalam Peruge, 2013:5). Sementara menurut
Muiz (2009), perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses
perubahan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang bersifat permanen mapun
sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan
transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang baik untuk tujuan komersil maupun industri. perubahan penggunaan
lahan dan penutupan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan
data spasial dari peta penggunaan lahan dan penutupan lahan dari titik tahun yang
7

berbeda. data penginderaan jauh sepert citra satelit, radar, dan foto udara sangat
berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan fungsi lahan atau pergeseraan fungsi lahan adalah lahan yang
mengalami peralihan pemanfaatan misalnya pertanian yang disebabkan oleh
perubahan pola pemanfaatan lahan, faktor lain yang mempengaruhi adalah sarana
dan prasarana terhadap perkembangan kawasan (Husin dalam Rahayu 2010:16).
Haeruddin dalam Rahayu (2010) mengemukakan masalah lahan di
indonesia yaitu :
1.

Terjadinya kemunduran produktivitas yang tidak disertai usaha konversi


lahan.

2.

Terjadiya kemunduran produktivitas lahan sebagai akibat penggunaan yang


tidak sesuai kemampuan.

3.

Terdesaknya lahan pertania yang relatif subur oleh jenis penggunaan lahan
non pertanian di daerah perkotaan.
Perubahan penggunaan lahan yang cepat merupakan kenyataan banyak

tempat di indonesia. sebagai perubahan penggunaan lahan yang optimum yang


diharapkan karena menuju kepada penggunaan lahan yang berkesinambungan dan
berwawasan lingkungan. sebagian lainnya merupakan perubahan atau penurunan
lahan yang tidak terkendalikan mengarah pada kerusakan lahan (Rahayu
2010:16).
Menurut Silalahi dalam Rahayu (2010:17) dalam usaha untuk mendapatkan
gambaran secara menyeluruh mengenai pola pemanfaatan lahan suatu daerah,
langkah pertama yang harus dilakukan ilaha mengadakan penyederhanaan sebutan
dari jenis-jenis pemanfaatn lahan yang beraneka ragam. misalnya dengan
membuat klasifikasi penggunaan lahan secara sistematis. Sitorus dalam Rahayu,
(2010:17), istilah klasifikasi lahan telah digunakan secara luas dalam berbagai
bidang studi. Oleh karena itu istilah tersebut mempunyai banyak perbedaan dalam
pengertiannya. klasifikasi lahan didefinisikan sebagai pengaturan-pengaturan
satuan lahan kedalam berbagai kategori berdasarkan sifat-sifat lahan atau
kesesuaiannya untuk berbagai penggunaan.
Proses perubahan pola pemanfaatan lahan dapat diikuti atau dilihat dari citra
satelit berbagai tahun. Dengan perbandingan itu dapat dilihat bertambahnya luas
8

daerah permukiman dan berkurangnya lahan pertanian bagitu pula sebaliknya


(Soerwanto dalam Rahayu, 2010:18).
Konversi lahan adalah proses alih fungsi lahan khususnya dari lahan
pertanian ke non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian.
konversi lahan non pertanian ke lahan pertanian merupakan proses konversi dalam
rangka program ekstensifikasi pertanian. konversi lahan pertanian ke non
pertanian mengalami laju yang tinggi untuk keperluan pertumbuhan industri dan
memenuhi kebutuhan permukiman penduduk yang masih relatif tinggi (Sihaloho
dalam Mutmainnah, 2013:14).
Menurut Husin dalam Rahayu (2010:16), Perubahan fungsi lahan atau
pergeseraan fungsi lahan adalah lahan yang mengalami peralihan pemanfaatan
mislanya pertanian yang disebabkan oleh perubahan pola pemenafaatan lahan,
faktor lain yang mempengaruhi adalah sarana dan prasarana terhadap
perkembangan

kawasan.

Selain

itu,

Haeruddin

dalam

Rahayu

(2010)

mengemukakan masalah lahan di Indonesia yaitu :


1.

Terjadinya kemunduran produktivitas yang tidak disertai usaha konversi


lahan

2.

Terjadiya kemunduran produktivitas lahan sebagai akibat penggunaan yang


tidak sesuai kemampuan.

3.

Terdesaknya lahan pertanian yang relatif subur oleh jenis penggunaan lahan
non pertanian di daerah perkotaan.
Perubahan penggunaan lahan yang cepat merupakan kenyataan banyak

tempat di indonesia. sebagai perubahan penggunaan lahan yang optimum yang


diharapkan karena menuju kepada penggunaan lahan yang berkesinambungan dan
berwawasan lingkungan. sebagian lainnya merupakan perubahan atau penurunan
lahan yang tidak terkendalikan mengarah pada kerusakan lahan (Rahayu,
2010:16).
Menurut Zulkaidi dalam Rahayu (2010:25), Tahapan dalam suatu proses
perubahan fungsi kawasan terjadi dari fungsi lama ke fungsi baru ialah :
1.

Penetrasi, terjadinya penerobosan fungsi baru ke dalam fungsi yang


homogen dan mempengaruhi bentuk-bentuk penggunaan lahan perkotaan.
gejala penetrasi dipengaruhi oleh aksesibilitas dari dan ke daerah sekitar
9

kota utama, kondisi topografi, kondisi hidrigrafi dan rencana tata ruang
wilayah yang berlaku.
2.

Invasi, terjadinya serbuan fungsi baru yang lebih besar dari tahap penetrasi
tetapi belum mendominasi fungsi utama, yang pada umumnya terjadi di
pinggiran kota meruapakn penggunaan lahan non urban menjadi
penggunaan lahan urban.

3.

Suksesi, terjadinya pergantian sama sekali dari fungsi lama ke fungsi baru.

4.

Dominasi, terjadi perubahan proporsi penggunaan lahan yang didominasi


dari penggunaan lama ke penggunaan baru.

C.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Lahan


Secara umum, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kota juga

merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Karena


secara tidak langsung perubahan lahan menjadi salah satu unsur utama dalam
perkembangan suatu kota.
Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan yang
dikemukan oleh beberapa peneliti terdahulu.
1.

Menurut Harini dalam Susilo (2013), terdapat enam faktor yang


menentukan perkembangan daerah yang menjadi pemicu terjadinya
konversi lahan yakni ketersediaan fasilitas umum, aksesibilitas, karakteristik
lahan, karakteristik kepemilikan lahan, inisiatif pengembangan perumahan
oleh developer dan kebijakan pemerintah. Selain itu, pertumbuhan
penduduk yang berakibat pada meningkatnya kepadatan juga berdampak
pada meningkatnya kebutuhan lahan akan permukiman.

2.

Menurut

Hermawan

(2012),

Faktor

yang

mendorong

perubahan

lahan/konversi lahan yakni aspek ketetanggan lahan, jaringan jalan, hierarki


kota, kemiringan lereng 1-15%. Selain itu, faktor penghambat perubahan
lahan yakni kemiringan lereng >15%, keberadaan hutan lindung, ruang
terbuka dan tubuh air.
3.

Wijaya dan Susilo (2013) mengatakan bahwa terdapat dua jenis faktor yang
mempengaruhi perkembangan lahan terbangun yakni faktor pendorong dan
faktor penghambat. Faktor pendorong berupa jarak terhadap pusat kegiatan,

10

jarak terhadap pusat industri, jarak terhadap pusat ekonomi, jarak terhadap
pusat kegiatan, jarak terhadap jalan utama, jarak terhadap jalan non utama
dan jarak terhadap lahan terbangun eksisting.

Sedangkan faktor

penghambat berupa kedaan relief (kemiringan lereng).


4.

Skole dan Tucker dalam Karsidi (2004), menyatakan bahwa dinamika


perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti
faktor pertumbuhan penduduk (jumlah dan distribusinya) dan pertumbuhan
ekonomi. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor fisik berupa topografi,
jenis tanah dan iklim.

5.

Peruge (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kemiringan


lereng, kawasan industri, keberadaan kawasan permukiman, jaringan jalan,
dan rencana jalan.

6.

Barlowe dalam Peruge (2013:6), Dalam menentukan penggunaan lahan


terdapat empat faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu : faktor
fisik lahan, faktor ekonomi dan faktor kelembagaan. Selain itu, faktor
kondisi sosial budaya masyarakat setempat juga akan mempengaruhi pola
penggunaan lahan. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan
terhadap masyarakat dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh
sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat
dengan adanya pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap
hasil non pertanian seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana
wilayah. Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan
material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat
jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik. Beberapa hal yang diduga sebagai penyebab
proses perubahan penggunaan lahan antara lain :
a) Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di
pedesaan

11

b) Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah


hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan
terhadap permukiman.
c) Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada
gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/lahan hijau khususnya di
perkotaan.
d) Terjadinya fragmentasi pemilihan lahan menjadi satuan-satuan usaha
dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
7.

Silalahi dalam Rahayu (2010:33) mengemukakan bahwa faktor yang paling


berpengaruh terhadap penggunaan lahan dapat disebutkan secara berurutan
adalah faktor institusi/hukum pertanahan, faktor fisik, faktor ekonomi dan
faktor kependudukan.

8.

Barlowe dalam Silalahi (1992) mengemukakan bahwa faktor fisiklah yang


paling berpengaruh terhadap perkembangan penggunaan lahan disamping
faktor ekonomi dan penduduk.

9.

Sitorus dalam Rahayu (2010:33) mengemukakan bahwa faktor sosial


ekonomi akan menjadi lebih penting pada saat menentukan penggunaan
lahan optimum. Faktor sosial ekonomi tersebut meliputi letak lahan dalam
hubungannya dengan pasar, transportasi, permukiman dan aktivitas manusia
lainnya.
Secara Umum, Faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan lahan

perkotaan :
1.

Faktor geografis
Menurut Zulkaidi dalam Rahayu (2010), Hidup dan matinya suatu kota
tidak lepas dari faktor ini, karena menyangkut sumber alam dan potensi
yang terdapat dalam lingkungan kota. Faktor geografis yang dimaksud,
karena berada dipersimpangan jalan, menyebabkan kota berkembang
dengan baik.

2.

Topografi
Menurut

Yunus

dalam

Rahayu (2010),

Salah satu

faktor

yang

mempengaruhi perkembangan kota yaitu kondisi topografi suatu wilayah.


perkembangan suatu kota cenderung terjadi pada wilayah-wilayah yang
12

datar dan bukan sebaliknya pada wilayah dengan kondisi topografi yang
tidak begitu datar. walaupun demikian, bukan berarti pada wilayah dengan
topografi yang tidak datar tidak terdapat permukiman atau perkembangan
fisik kota lainnya tetapi jika dibandingkan dengan daerah yang bertopografi
datar, perkembangannya tidak signifikan dari waktu ke waktu. Hoyt dalam
teori sektor menyatakan bahwa daerah permukiman yang bernilai sewa
tinggi cenderung berkembang ke arah bagian-bagian dari kota yang terbuka
untuk pengembangan lebih lanjut open country dan tidak terdappat
penghalang fisikal baik alami maupun artifisial, stabilitas tanahnya tinggi,
topografinya relatif datar atau mempunyai kemiringan yang kecil, air
tnahnya relatif dangkal, relief mikronya tidak menyulitkan untuk
pembangunan.
3.

Faktor Politik (Peraturan Pemerintah)

4.

Faktor Fisik
a. Tumbuhnya pusat-pusat kegiatan
Pusat kegiatan baru yang terbentuk di daerah lain akan berkembang dan
meluas dengan pola tata guna tanahnya sendiri, hal ini disebabkan karena
masing-masing daerah kegiatan mempunyai latar belakang lingkungannya
sendiri. Pertumbuhan dasar tematis, pertumbuhan lateral suatu kota tipe ini
tidak mengikuti arah jalur transportasi yang ada, tetapi lebih banyak
dilatarbelakangi oleh keadaan khusus, sebagai contoh dengan didirikannya
beberapa pusat kegiatan yang berada di luar kota, seperti pariwisata,
perdagangan dan juga pendidikan sehingga akan menarik penduduk untuk
bertempat tinggal di daerah sekitarnya. Di lingkungan pusat kegiatan yang baru
ini akan timbul susasna perkotaan yang secara administratif mungkin terpish
dengan kota yang ada. Oleh karena itu, jarak atara pusat kegiatan yang baru
dengan daerah perkotaan yang lama bisa jadi tidak terlalu jauh, maka
pertumbuhan selanjutnya adalah pusat yang lama dengan pusat yang baru akan
bergabung menjadi satu (Raldi dalam Rahayu 2010:28).
b. Ketersediaan Fasilitas Dan Infrastruktur
Dalam suatu wilayah keberadaan sarana/fasilitas dan infrastruktur sangatlah
penting bagi masyarakat yang bermukim dan berkegiatan di dalamnya.
13

Keberadaan sarana ini sangat penting oleh karena merupakan tempat


memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan masyarakat dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya, begitupun dengan ketersediaan infrastruktur akan
menunjang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat akan bermukim
dan melakukan kegiatan pada wilayah yang mudah untuk menjangkau saranasarana tersebut yang didukung dengan ketersediaan infrastruktur. Faktor
pelayanan umum merupakan faktor penarik terhadap penduduk dan fungsifungsi kekotaan untuk datang ke arahnya. Semakin banyak jenis dan macam
pelayanan umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka makin besar
daya tariknya terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan. Contohnya
kampus, rumah sakit, tempat ibadah, tempat rekreasi dan olahraga, bandara dan
sejenisnya (Yunus dalam Rahayu, 2010).
c. Aksesibilitas
Menurut Blunden dan Black (1984) seperti dikutip dalam Tamin (1997:52)
menyatakan bahwa aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem
pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi
yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau
kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain
dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasi. Selain itu, aksesibilitas juga dapat dinyatakan dengan jarak. Jika
suatu tempat berdekatan dengan tempat lain dikatakan aksesibilitas antara
kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu sangat
berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang
berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata
guna lahan tersebut tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen).
Selain menurut Blunden dan Black, teori tentang aksesibilitas juga
dikemukakan oleh Warpani (1992:62). Menurut Warpani, daya dukung atau
akses adalah tingkat kemudahan berhubungan dari satu tempat ke tempat yang
lain. Apabila dari suatu tempat A orang dapat dengan mudah berhubungan
dan mendatangi tempat B atau sebaliknya, apalagi bila hubungan dapat
dilakukan dengan berbagai cara atau alat penghubung maka dikatakan akses
A B adalah tinggi. Ada dua tuntutan utama agar tercipta akses yang baik
14

terutama bagi kegiatan

angkutan kota yaitu (1) pemakai jalan mudah

bergerak dari satu bagian kota ke bagian lainnya, atau sebaliknya dengan
aman, cepat dan nyaman; (2) dalam mencapai tujuan tidak dialami hambatan
dan di sepanjang lintasan dapat berhenti dengan aman. Akses juga dapat
digunakan sebagai ukuran atau pertanda keadaan perangkutan dalam kota.
Apabila akses baik, maka hubungan antarzona dalam kota dapat berjalan
dengan lancar. Ini mencerminkan keadaan perlalu-lintasan yang baik di kota
yang bersangkutan. Sebaliknya walaupun zone A dan zone B dihubungkan
oleh beberapa jalur jalan, tetapi bila untuk mencapai zone B dari zone A
diperlukan waktu sangat lama, sedangkan jarak dari zone A dengan zone B
dekat maka dapat dikatakan akses dari A ke B dikatakan rendah. Hal ini dapat
terjadi oleh karena lalu lintas antara A dan B terlalu macet atau kondisi
prasarana dan sarana lalu lintas tidak memadai atau karena sebab yang lain.
Faktor transportasi mempunyai peran yang besar terhadap perubahan
pemanfaatan lahan, khususnya pemanfaatan lahan agraris menjadi non agraris
di daerah pinggiran kota. Yang dimaksudkan dengan aksesibiltas dalam hal ini
adalah aksesibiltas fisikal. Aksesibilitas fisikal merupakan tingkat kemudahan
suatu lokasi dapat dijangkau oleh berbagai lokasi yang lain. Pengukuran
aksesibiltas fisikal dapat dilaksanankan dengan menilai prasarana dan sarana
transportasinya. semakin tinggi tingkat aksesibilitasnya, maka semakin kuat
daya tariknya sehingga perkembangan fisikalnya lebih intens bila dibandingkan
dengan daerah lain yang mempunyai pertumbuhan kota yang mengikuti
jaringan transportasi yaitu pola linear. Dalam pola linear jaringan transportasi
merupakan faktor pemicu perkembangan kota bukan hanya berupa prasarana
jalan tetapi juga termasuk sungai, garis pantai dan gunung penghalang (Yunus
dalam Rahayu 2010:30).
5. Faktor Ekonomi
a. Harga Lahan
Menurut Nurmandi dalam Yunus (1999) bahwa lahan ditentukan oleh
aksesibilitas pada jalur transportasi dan fasilitas umum, semakin baik
proksimitas atau kedekatan, semakin tinggi juga nilai jual tanah tersebut.
b. Mata Pencaharian Penduduk
15

Faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi permukiman oleh penduduk


yaitu jenis pekerjaan atau mata pencaharian penduduk. Dimana penduduk
cenderung bermukim pada daerah yang berdekatan dengan tempat
kerjanya. Misalnya seorang yang berprofesi sebagai nelayan akan memilih
bermukim di dekat pantai. Seperti pada teori sektor dan teori pusat
kegiatan ganda, orang-orang yang bekerja di sekitar industri akan
bermukim di sekitar lokasi industri sehingga akan terbentuk pola ruang
dimana permukiman para pekerja di sekitar lokasi industri.
6. Faktor Penduduk
Pada faktor penduduk meliputi jumlah penduduk, migrasi, kesehatan
masyarakat dan kultur.
a. Jumlah penduduk, bila penduduk bertambah maka dibutuhkan tempat yang
lebih luas sehingga kota dengan sendirinya akan berkembang.
b. Kesehatan, adanya kemajuan di bidang kesehatan maka segala macam
penyakit dapat diatasi. Hal ini yang menjadi daya tarik orang bermukim di
kota.
c. Kultur, adanya kebudayaan yang maju dengan pendidikan, kesehatan dan
sebagainya dapat menjadi daya tarik untuk bermukim.
Berikut tabel rangkuman faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan :
Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi peubahan lahan
No.
1.

Penulis/Sumber
Harini (2007) dalam Susilo
(2013)

2.

Hermawan (2012)

3.

Wijaya dan Susilo (2013)

4.

Skole dan Tucker (1993) -

Faktor yang mempengaruhi perubahan lahan


Ketersediaan Fasilitas Umum.
Aksesibilitas
Karakteristik Lahan
Karakteristik Kepemilikan Lahan
Inisiatif Pengembangan Perumahan Oleh Developer
Kebijakan Pemerintah. Pertumbuhan Penduduk
Faktor Pendorong Berupa Ketetanggan Lahan, Jaringan Jalan,
Hierarki Kota, Kemiringan Lereng 1-15%.
Faktor Penghambat Berupa Kemiringan Lereng >15%, Keberadaan
Hutan Lindung, Ruang Terbuka dan Tubuh Air.
Faktor pendorong berupa jarak terhadap pusat kegiatan, jarak
terhadap pusat industri, jarak terhadap pusat ekonomi, jarak
terhadap pusat kegiatan, jarak terhadap jalan utama, jarak terhadap
jalan non utama dan jarak terhadap lahan terbangun eksisting.
Faktor penghambat berupa kedaan relief (kemiringan lereng).
Faktor Pertumbuhan Penduduk (Jumlah Dan Distribusinya) Dan

16

No.

Penulis/Sumber
dalam Karsidi (2004)

5.

Peruge (2013)

6.

Barlowe
(1986)
Peruge (2013:6)

dalam

7.

Silalahi
(1992)
Rahayu (2010:33)

dalam

8.

Sitorus
(1986)
Rahayu (2010)

dalam

9.

Yunus, 2010 dalam Rahayu


(2010)
Zulkaidi
(1999)
Rahayu (2010)

dalam

Faktor yang mempengaruhi perubahan lahan


- Pertumbuhan Ekonomi.
- Faktor Fisik Berupa Topografi, Jenis Tanah Dan Iklim.
- Keiringan Lereng
- Kawasan Industri
- Keberadaan Kawasan Permukiman
- Jaringan Jalan
- Rencana Jalan
- Faktor Fisik Lahan
- Faktor Ekonomi
- Faktor Kelembagaan
- Faktor Kondisi Sosial Budaya Masyarakat, Pertumbuhan Penduduk
- Faktor Institusi/Hukum Pertanahan
- Faktor Fisik
- Faktor Ekonomi
- Faktor Kependudukan
Faktor Sosial Ekonomi Meliputi Letak Lahan Dalam Hubungannya
Dengan Pasar, Transportasi, Permukiman Dan Aktivitas Manusia
Lainnya.
- Faktor Geografis
- Topografi
- Faktor Politik (Peraturan Pemerintah)
- Faktor Fisik (Tumbuhnya Pusat-Pusat Kegiatan, Ketersediaan
Fasilitas dan Infrastruktur Aksesibilitas)
- Faktor Ekonomi (Harga Lahan Dan Mata Pencaharian Penduduk)
- Faktor Penduduk

Sumber. Penulis, 2015


Dari penjelasan dan tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum
faktor yang mempengaruhi perubahan lahan ada 2 jenis yakni faktor pendorong
dan faktor penghambat. Faktor pendorong yakni faktor yang memicu terjadinya
perubahan lahan sedangkan faktor penghambat yakni faktor yang tidak dapat
memicu terjadinya perubahan lahan. Secara umum, faktor pendorong yang
dimaksud ialah aksesibilitas, ketersedian fasilitas, jarak terhadap industri, jarak
terhadap pusat kegiatan, jarak terhadap pusat ekonomi, jarak terhadap jalan utama,
jarak terhadap lahan terbangun eksisting, pertumbuhan penduduk, kebijakan
pemerintah. Sedangkan faktor penghambat yakni kemiringan lereng, keberadaan
hutan lindung, ruang terbuka dan tubuh air.

17

D.

Penginderaan Jauh Dalam Perubahan Lahan dan Interpretasi Foto


Citra

1.

Pengertian Penginderaan Jauh


Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metode untuk mengenal dan

menentukan objek di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan


objek tersebut. Sistem penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama
yaitu : sumber energi, sensor sebagai alat perekam data, stasiun bumi sebagai
pengendali dan penyimpanan data, fasilitas pemrosesan data dan pengguna data
(Noor, 2011:156).
Dari proses penginderaan jauh menghasilkan data digital yang merekam unit
terkecil atau biasa disebut pixel yang berupa 3 dimensi (x,y,z) di dalam sistem
perekam data. Kerena data penginderaan jauh berupa data digital, sehingga dalam
pengolahannya diperlukan suatu perangkat keras dan lunak untuk memprosesnya
misalnya ERMapper, ILWIS, IDRISI, ERDAS dsb. Pada pemrosesan data
penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a.

Pemrosesan dan analisis digital,

berfungsi untuk membaca data,

menampilkan data, memodifikasi data, ekstraksi data secara otomatik,


menyimpan, mendesain format peta dan mencetak. Salah satu contohnya
ialah pembentukan citra komposit warna.
b.

Analisis dan interpretasi visual, digunakan apabila pemrosesan data secara


digital tidak dapat dilakukan atau tidak berfungsi baik. Interpretasi visual ini
dilakukan dengan menggunakan parameter bentuk, ukuran, rona warna, pola
dan tekstur topografi.

2.

Jenis Citra Satelit berdasarkan resolusinya


Citra merupakan salah satu bentuk produk atau output dari proses

penginderaan jauh. Terdapat beberapa jenis citra berdasarkan resolusinya yang


bisa digunakan sesuai fungsi dan kegunaannya, yakni :
a.

Resolusi Tinggi
1)

Quickbird
Quickbird merupakan satelit resolusi tinggi dengan resolusi spasial 61

cm, mengorbit pada ketinggian 450 km. Satelit ini memiliki dua sensor
utama yaitu pankromatik dan multispektral serta 4 saluran (band).
18

2)

Worldview
Worldview adalah satelit yang memiliki resolusi spasial yang tinggi

juga memiliki resolusi spektral yang lebih lengkap dibandingkan produk


citra sebelumnya. Resolusi spasial yang dimiliki citra satelit WorldView ini
lebih tinggi, yaitu 0,46 m 0,5 m untuk citra pankromatik dan 1,84 m untuk
citra multispektral. Worldview memiliki 8 band, sehingga sangat
memungkinkan untuk keperluan analisis spasial sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
3)

GeoEye
GeoEye merupakan satelit pengamat bumi yang diluncurkan pada 6

september 2008 dari Vandenberg Air Force Base, California, AS. Satelit ini
mampu memetakan gambar dengan resolusi yang sangat tinggi. GeoEye
juga merupkan satelit yang dikomersialkan dengan pencitraan gambar
tertinggi yang ada di orbit bumi.
4)

Ikonos
Ikonos merupakan satelit resolusi spasial tinggi yang merekam data

multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m. Satelit ini memiliki ketinggian orbit


681 km dengan waktu pencapaian 1 sampai 3 hari (repeat cycle). Citra ini
sangat cocok untuk analisis detail misalnya wilayah perkotaan tapi tidak
efektif digunakan untuk analisis yang bersifat regional.
b.

Resolusi Menengah
1)

SPOT (System Pour Iobservation De La Terre)


Satelit ini merupakan satelit komersial yang dimiliki oleh negara

Perancis dan dikembangkan oleh CNES (badan keruang-angkasaan


Perancis) bekerja sama dengan beberapa organisasi di Eropa. Satelit ini
mengorbit pada ketinggian 830 km dengan sudut inklinasi 80 derajat.
Satelit ini dapat mencapai lokasi yang sama setiap 26 hari (repeat cycle)
dengan resolusi 10-20 m.

19

2)

Landsat (Land Satellite)


Landsat merupakan jenis citra satelit yang diluncurkan oleh Amerika

Serikat pada ketinggian 705 km di atas ekuator dengan periode orbit setiap
99 menit, dapat mencapai lokasi yang sama setiap 16 hari. Sejak tahun 2013
Landsat telah meluncurkan landsat 8 yang melengkapi landsat sebelumnya.
Landsat memiliki resolusi 30 m dan ukuran citra hasil perekaman berukuran
185 km x 185 km (1 scene).
3)

Alos
Alos merupakan citra yang dikembangkan oleh Jepang. Citra Alos ini

dapat dimanfaatkan untuk memantau lingkungan seperti kepentingan


kartografi, observasi wilayah, pemantauan bencana dan sumber daya alam.
4)

Aster (Advanced Spaceborne Emission And Reflecton Radiometer)


Satelit Aster juga dikembangkan oleh Jepang yang terdiri dari

beberapa sensor yakni VNIR, SWIR dan TIR. Satelit ini memiliki
ketinggian orbit 707 km dengan sudut inklinasi 98,2 derajat.
c.

Resolusi Rendah
1)

NOAA (National Oceanic And Atmospheric Administration)


Satelit NOAA merupakan satelit meterologi yang dikembangkan oleh

Amerika Serikat. Satelit ini memiliki ketinggian orbit 833-870 km dengan


sudut inklinasi 98,7 98,9 derajat. Selain itu, satelit ini mempunyai
kemampuan mengindera 2 x 24 jam (sehari semalam).
3.

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dalam Perubahan Lahan


Penginderaan jauh telah dimanfaatkan pada banyak aplikasi pemantauan

bumi termasuk pemantauan perubahan penggunaan lahan yang bisa dilakukan


dengan pendekatan berupa perbandingan peta tematik dalam waktu tertentu.
Interpretasi penggunaan lahan dari citra satelit dimaksudkan untuk memudahkan
deliniasi area/ unit-unit penggunaan lahan. Salah satu syarat dari teknik sederhana
yang digunakan untuk mengkaji atau melakukan evaluasi terhadap perubahan,
termasuk untuk mengetahui sejauh mana perubahan penggunaan lahan kota telah

20

terjadi, adalah dengan cara menginterpretasi dua citra yang berbeda waktu
perekamannya (multitemporal).
Citra satelit merupakan data yang diperoleh dari proses penginderaan jauh.
Terdapat beberapa jenis citra yang bisa dihasilkan. Penggunaan citra tersebut akan
dilakukan sesuai kebutuhan dan tujuan, misalnya untuk melihat penggunaan lahan
bisa digunakan citra landsat.
Citra landsat merupakan citra yang dibuat dari land satellite yang semula
disebut Earth Resources Technology Satellite (ERTS) yang mengorbit di
ketinggian 920 km. Citra satelit Landsat Thematic Mapper (TM ) mempunyai
resolusi 30 x 30 meter (satu pixel=pixel element) artinya objek yang ukurannya
lebih kecil dari 30 m tidak dapat dikenali (tidak tampak) dalam citra, sehingga
lahan sawah yang ukurannya kurang dari 30x30 meter tidak akan tampak/dikenali
pada citra satelit.
Beberapa keuntungan menggunakan citra Land Sattelite (Landsat) :
a.

Ketinggian satelit, satu citra menggambarkan daerah yang luas dengan


proyeksi yang mendekati orthogonal. Hal ini memungkinkan suatu
pandanga menyeluruh.

b.

Pencitraan yang terulang setiap 18 hari (bahkan tiap 9 hari), memungkinkan


perbandingan dua citra atas objek yang sama pada daerah yang sama. Hal
ini menguntungkan untuk maksud monitoring objek maupun untuk
mengkaji objek dalam berbagai musim dan kondisi.

d.

Keseragaman waktu, landsat yang melewati daerah yang sama dalam jam
yang sama memungkinkan ketelitian dalam menilai erosi tanah, perubahan
daerah basah, pelaksanaan irigasi, monitoring berbagai produksi agraris dsb.

e.

Keseragaman daerah luas, keseragaman perpektif atas daerah luas


memungkinkan pembuatan mosaik citra landsat untk mengkaji daerah luas
(kontinen) secara tepat, misalnya utuk inventarisasi dalam tingkat tinjau
bagi sumber daya seperti hutan, air permukaan, jenis tanah dsb.

f.

Penginderaan

multispektral,

dengan

cara

ini

dapat

meningkatkan

kemampuan intepretasi citra.


Selain itu, penginderaan dengan menggunakan citra landsat dapat digunakan
untuk menganalisis berbagai bidang misalnya :
21

a.

Inventarisasi air permukaan

b.

Kajian air tanah

c.

Kajian geologi dan eksplorasi mineral serta minyak bumi

d.

Revisi peta dalam kartografi

e.

Penggunaan lahan dan perencanaan kota serta regional

f.

Mengkaji kepadatan penduduk dalam hubungannya dengan penggunaan


lahan

g.

Pengendalian dan pengelolaan lingkungan.


Pada penelitian ini menggunakan data citra satelit landsat 7 dan landsat 8.

Kedua landsat ini digabungkan sehingga saling melengkapi, hal ini dikarenakan
ada beberapa kelebihan dan kekurangan di kedua landsat tersebut. Misalnya
dibandingkan versi-versi sebelumnya, landsat 8 memiliki beberapa keunggulan
khususnya terkait spesifikasi band-band yang dimiliki maupun panjang rentang
spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap. Sebagaimana telah
diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar, yaitu Red, Green
dan Blue (RGB). Dengan makin banyaknya band sebagai penyusun RGB
komposit, maka warna-warna objek menjadi lebih bervariasi.
Berikut perbedaan berupa kelebihan dan kekurangan antara landsat 7 dan
landsat 8.
Tabel 2.
Perbedaan Band pada Landsat 7 dan Landsat 8
Landsat 7
Band Name

Landsat 8
Resolusi
(m)

Band Name

Resolusi
(m)

Band 1 Coastal

30

Band 1 Blue

30

Band 2 Blue

30

Band 2 Green

30

Band 3 Green

30

Band 3 Red

30

Band 4 Red

30

Band 4 NIR

30

Band 5 NIR

30

Band 5 SWIR 1

30

Band 6 SWIR 1

30

22

Landsat 7

Landsat 8

Band Name

Resolusi
(m)

Band Name

Resolusi
(m)

Band 7 SWIR 2

30

Band 7 SWIR 2

30

Band 8 Pan

15

Band 8 Pan

15

Band 9 Cirrus

30

Band 10 TIRS 1

100

Band 11 TIRS 2

100

Band 6 TIR

30/60

Sumber : Blog resmi ESRI http://blogs.esri.com/esri/arcgis/2013/07/24/bandcombinations-for-landsat-8/

Tabel 3.
Perbedaan Kombinasi Band pada Landsat 7 dan Landsat 8
Kombinasi Band
Gambar

Warna
Landsat 5 dan 7

Landsat 8

Color Infrared:

4, 3, 2

5, 4, 3

Natural Color:

3, 2, 1

4, 3, 2

False Color:

5, 4, 3

6, 5, 4

False Color:

7, 5, 3

7, 6, 4

23

Kombinasi Band
Gambar

Warna

False Color:

Landsat 5 dan 7

Landsat 8

7, 4, 2

7, 5, 3

Sumber : USGS
Pada penelitian ini hanya terfokus pada dua jenis penggunaan lahan saja
yakni objek lahan terbangun dan lahan tidak terbangun (vegetasi) . Oleh karena
itu, untuk membedakan lahan terbangun dan bukan lahan terbangun dilakukan
interpretasi citra satelit. Interpretasi citra dilakukan dengan

menggunakan 2

komposit band baik dari citra landsat 7 maupun citra landsat 8 yakni true colour
dan false colour dengan asumsi warna yang berbeda. Berikut perbedaan secara
sistematis warna yang akan dihasilkan dari komposit band citra landsat:
Tabel 4.
Perbedaan Warna Komposit Band

Objek Vegetasi (lahan


tidak terbangun)

Komposit Band 3,2,1


(True Colour)
Sesuai warna yang ada di
lapangan (hijau).

Komposit Band 5,4,3 (False


Colour)
Jingga

Objek Lahan
terbangun

Sesuai warna yang ada di


lapangan (coklat untuk
genting).

Warna Biru : Semakin padat


lahan terbangun di suatu
daerah rona yang terbentuk
semakin cerah dan sebaliknya.

Objek Jalan

Tidak dapat
dibedakan/tersamarkan
dengan objek lahan
terbangun.

Dapat dibedakan dengan objek


lahan terbangun.

Sumber :
satelit.html

4.

http://reizapcd.blogspot.com/2012/04/kombinasi-band-dalam-citra-

Interpretasi Citra Satelit


Interpretasi citra merupakan proses mengkaji foto udara atau citra satelit

dengan maksud mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.
Proses interpretasi penggunaan lahan dapat diklasifikasikan menurut USGS tahun
1972. Sistem ini dapat digunakan untuk citra dengan resolusi tinggi dengan skala
menengah (1:25.000 dan 1:10.000) seperti SPOT dan Quickbird. Penggunaan

24

skala berpengaruh terhadap pemilihan kedetailan klasifikasi, dimana semakin


besar skala yang digunakan maka pengklasifiksian akan semakin detail
(Danoedoro, 1996).
Dalam melakukan interpretasi citra diperlukan sistem klasifikasi lahan. Saat
ini tidak terdapat sistem klasifikasi lahan yang pasti atau yang menjadi standar di
Indonesia. Namun, terdapat beberapa sistem klasifikasi yang sering digunakan
dalam membantu mengklasifikasikan penggunaan lahan. Misalnya sistem
klasifikasi penggunaan lahan menurut USGS dan Anderson. Berikut tabel sistem
klasifikasi penggunaan lahan menurut Anderson dan USGS.

Tabel 5.
Klasifikasi lahan menurut Anderson, 1976 :
Kelas Penggunaan Lahan
dalam penelitian
Lahan terbangun

Lahan Tidak Terbangun

Kelas Penggunaan Lahan


Level I menurut Anderson
Urban atau Built-up Land
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Agriculture Land
Rangeland
Forest Land
Water
Wetland
Barren Land
Tundra
Perennial Snow

Sumber: Anderson (1976) dalam Susilo, 2008


Tabel 6.
Klasifikasi Lahan menurut USGS Pada level I dan II
Tingkat I
1.

Perkotaan atau

lahan terbangun

Tingkat II
1. Permukiman
2. Perdagangan dan jasa
3. Industri
4. Transportasi, komunikasi dan umum
5. Kompleks industry dan perdagangan
6. Kekotaan campuran atau lahan bangunan
7. Kekotaan atau lahan bangunan lainnya

2.

Lahan pertanian

1. Tanaman semusim dan padang rumput


2. Daerah buah-buahan, bibit, dan tanaman hias

25

Tingkat I

Tingkat II
3. Tempat penggembalaan terkurung
4. Lahan pertanian lainnya

3.

Lahan peternakan

1. Lahan tanaman/ rumput


2. Lahan peternakan semak dan belukar
3. Lahan peternakan campuran

4.

Lahan hutan

1. Lahan hutan gugur dan musiman


2. Lahan hutan yang selalu hijau
3. Lahan hutan campuran

5.

Air

1. Sungai dank anal


2. Danau
3. Waduk
4. Teluk dan muara

6.

Lahan basah

1. Lahan hutan basah


2. Lahan basah bukan hutan

7.

Lahan gundul

1. Dataran garam kering


2. Gisik
3. Daerah berpasir selain gisik
4. Batuan singkapan gundul
5. Tambang terbuka, pertambangan dan tambang kecil
6. Daerah peralihan
7. Daerah gundul campuran

8.

Padang lumut

1. Padang lumut semak dan belukar


2. Padang lumut tanah gundul
3. Padang lumut basah
4. Padang lumut campuran

9.

Es atau salju

abadi

1. Lapang salju abadi


2. Glasier

Sumber : USGS http://ddwihestiningsih.blogspot.com/2013/09/perbandinganklasifikasi-lahan-menurut.html


Selain itu, informasi penggunaan lahan yang disajikan mengikuti klasifikasi
penggunaan lahan yang ditetapkan Surat keputusan menteri negara agraria/ badan
pertanahan nasional nomor 1 tahun 1997. secara garis besar klasifikasi
penggunaan lahan tersebut dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu
penggunaan lahan perkotaan (urban land use) dan penggunaan lahan non urban.
Penggunaan lahan urban meliputi perumahan, jasa (fasilitas umum dan
perkantoran), perdagangan, dan industri. sedangkan penggunaan lahan non urban

26

meliputi areal persawahan, kebuun campuran, tegalan, tambak, semak belukar,


alang-alang dan padang rumput.

E.

Model Cellular Automata


Cellular automata (CA) merupakan model yang bersifat dinamis yang

mengintegrasikan dimensi ruang dan waktu. Konsep cellular automata telah


dikembangkan sejak tahun 1940-an dalam bidang komputer oleh Von Neumann
dan Ulam. Keunggulan dari model celluar automata adalah dapat digunakan untuk
mengkaji suatu pola sederhana hingga pola yang kompleks dengan prinsip yang
sederhana (Singh, 2003; Benenson and Torenz, 2004).
Irwin (2001) menyatakan bahwa cellular automata bervariasi secara
independen, dimana kondisi saat ini ditentukan oleh kondisi masa lalu secara
independen. Pada Cellular automata transisi perubahan tidak hanya berdasarkan
pada kondisi sebelumnya namun juga berdasarkan pada kondisi sel disekitarnya,
dalam hal ini cellular automata mengandung aspek keruangan.
Gambaran proses dinamis dalam perubahan suatu kondisi dapat
diilustrasikan sebagai berikut. kondisi akan datang dari suatu sel/parsel X adalah
fungsi dari kondisi sel X saat ini dan sel-sel disekitarnya. Apabila jenis tutupan
lahan pemukiman adalah kondisi mayoritas sel-sel disekitarnya dari sel X, maka
sel X akan berubah menjadi pemukiman. Algoritma yang dipakai untuk
menghitung kondisi mendatang dari suatu sel adalah merujuk kepada kondisi
cellular automata setempat. Karakteristik cellular automata dicirikan dengan 5
sifat (Sirakoulis et al, 2000 dalam Karsidi, 2007).
1.

Banyaknya dimensi keruangan (n)

2.

lebar/jarak masing-masing sisi dari suatu susunan sel (w). wj adalah lebar
dari sisi ke-j dari suatu susunan sel, dimana j = 1,2,3,...n (banyaknya sel) j.

3.

lebar dari tetangga terdekat suatu sel (d). (d)j adalah jarak tetangga terdekat
sepanjang sisi ke-J dari suatu susunan sel j.

4.

kondisi dari sel-sel cellular automata.

5.

ketetapan/rule cellular automata, sebagai fungsi arbitrari F.

27

Selain itu, menurut Liu (2009), cellular automata terdiri atas lima elemen
dasar pembentuknya, yaitu :
1.

Sel (The Cell), yaitu satuan spasial dasar dalam sebuah ruang selular. Sel-sel
dalam sebuah cellular automaton tersusun dalam sebuah mozaik spasial.
Gridiron dua dimensi adalah bentuk yang paling umum dari sebuah cellular
automata yang digunakan dalam pemodelan pertumbuhan kota dan
perubahan guna lahan. Bagaimanapun juga, susunan lain seperti cellular
automata satu dimensi juga dikembangkan untuk menggambarkan objek
linear seperti pemodelan lalu lintas kota.

2.

Keadaan (The State), menetapkan attributes dari sebuah sistem. Tiap sel
hanya dapat memiliki satu state dari sekumpulan states dalam satu waktu.
State bisa merupakan jumlah yang menunjukkan sebuah sifat. Dalam sebuah
model cellular automata perkotaan, state dari suatu sel dapat mewakili tipe
penggunaan lahan atau tutupan lahan, seperti urban atau rural, atau beberapa
tipe guna lahan yang spesifik; atau bisa juga digunakan untuk mewakili
cirilain dari suatu kawasan urban, seperti category sosial dari penduduk.

3.

Ketetanggaan (The Neighbourhood), yaitu sekumpulan sel yang berinteraksi


dengan suatu sel. Terdapat dua jenis neighbourhood dalam ruang
dimensional:

von

Neumann

Neighbourhood

(4

sel)

dan

Moore

Neighbourhood (delapan sel).


4.

Aturan Transisi (Transition Rule), menggambarkan bagaimana state dari


sebuah sel berubah sebagai respon terhadap state sekarang dan state dari sel
tetangga (Neighbour). Ini adalah komponen dasar dari cellular automata
karena aturan ini menggambarkan proses dari sebuah sistem yang dibuat
dalam sebuah model dan merupakan komponen esensial dari untuk berhasil
dalam melakukan pemodelan yang baik.

5.

Waktu (The Time), menetapkan dimensi sementara di mana sebuah cellular


automaton berada. Berdasarkan definisi cellular automata, state dari semua
sel terperbarui secara simultan dalam semua pengulangan sepanjang waktu.

28

Kondisi sel X, pada waktu t = 1, adalah dihitung bergantung pada F. F


adalah fungsi dari kondisi sel X pada waktu (t) dan kondisi sel-sel sekitarnya pada
waktu (t) dikenal dengan rule/ketetapan transisi perubahan.
Gambaran sederhana dari dua dimensi cellular automata (n=2), dengan jarak
tetangga terdekat d1 = 3 dan d2 = 3, adalah sebagai berikut :

i j, j-1

i-1, j

i-1,j+1

I, j -1

(i, j)

(i,j+1)

I+1, j-1

I+1, j

I+1, j+1

Cellular automata adalah model sederhana dari proses terdistribusi spasial


(spatial distributed process) dalam GIS. Data terdiri dari susunan sel-sel (grid),
dan masing-masing diatur sedemikian rupa sehingga hanya diperbolehkan berada
di salah satu dari beberapa keadaan.
Dengan menggunakan informasi ini, setiap sel menerapkan aturan
sederhana untuk menentukan apakah harus berubah, dan pada keadaan apa harus
berubah. Langkah dasar tersebut diulang terus pada seluruh susunan sel secara
terus-menerus hingga mendapatkan suatu keadaan tertentu. Rencana tata guna
lahan berkaitan dengan parameter yang kompleks, namun tetap dapat
direpresentasikan dalam bentuk satuan informasi dalam bentuk grid, sehingga
pendekatan cellular automata dapat diterapkan.
Cellular system dapat didefinisikan sebagai suatu koleksi tersusun dari
unsur-unsur serupa yang disebut cell. Struktur ini diberikan oleh pilihan dari
bentuk pixel atau biasa disebut lattice. Beberapa lattice adalah 1 dimensi, 2
dimensi dan 3 dimensi. Sel-sel tetangga (neighborhoods) merupakan bagian
penting yang merepresentasikan kesatuan cell yang berinteraksi langsung dengan
pusat cell. Jumlah dari sel tetangga sangat dipengaruhi oleh lattice dari sel
tersebut.
Berbagai studi yang dilakukan saat ini telah mengembangkan model
pengintegrasian konsep cellular automata dengan sistem geografis (SIG)
khususnya untuk penerapan yang berfokus pada aspek keruangan yang bersifat

29

dinamis. sistem informasi kontemporer sekalipun dapat mengintegrasikan dan


mengelola data keruangan, namun memiliki keterbatasan dalam pemodelan
dinamis (Wagner,1997). Melalui model cellular automata dan SIG yang berbasis
raster dapat dikembangkan menjadi model SIG yang dapat memodelkan proses
perubahan keruangan yang bersifat dinamis.
Bentuk pixel cellular automata diperlihatkan pada gambar berikut :

Neighborhood
Neighborhood

Central cell
Central cell
Bentuk Square

Bentuk Hexagonal

Gambar 1. Cellular Automata


Pada gambar 1, pusat sel ditandai dengan warna merah sedangkan
neighborhoods ditandai dengan warna magenta. Lattice yang akan digunakan
dalam sistem ini adalah berbentuk Square dengan cell pusatnya yang berbentuk
segiempat, maka sel-sel tetangganya akan semakin banyak. Sehingga sangat
cocok digunakan dalam sistem yang dinamis.
Ketetanggaan (neighborhood) artinya perubahan penggunaan lahan pada
satu piksel akan dipengaruhi oleh penggunaan lahan pada piksel tetangganya.
Dalam hal ini yang perlu didefenisikan adalah jumlah piksel yang dianggap
sebagai tetangga. Konsep ketetanggaan ini, secara teknis diterjemahkan dengan
filter/jendela, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.

Keadaan

suatu

cellular

Gambar 2. Ilustrasi dari ukuran filter, (a) Filter 3x3, (b) Filter 5x5, (c) Filter 7x7, (d) Filter
Oktogonal 5x5, (3)Filter Oktogonal 7x7, (f) Filter Cros 4 tetangga terdekat. (Sumber: Jensen
1996waktu
dalam Peruge,
2013) dimana nilai variabel sel
automata bekerja dengan tahapan
yang diskrit,

automata sepenuhnya dipengaruhi oleh variabel yang dimiliki tiap sel. Cellular

30

dipengaruhi oleh nilai variabel sel tetangganya di tahapan waktu sebelumnya.


Tetangga dari suatu sel yaitu sel-sel yang berdekatan dengan sel itu sendiri.
Variable sel diperbaharui secara simultan, berdasarkan kepada nilai variabel yang
dimiliki sel tersebut dan tetangganya di tahapan waktu sebelumnya, menurut
aturan lokal tertentu (Wolfram dalam Koomen E. dkk, 2007).
Cellular automata adalah sebuah array dengan automata yang identik, atau
dsebut juga sel yang saling berinteraksi satu sama lain. array tersebut dapat
membentuk susunan sel 1 dimensi, 2 dimensi maupun 3 dimensi. Susunan sel-sel
tersebut dapat membentuk grid sei empat sederhana maupun susunan lain yang
lebih rumit. Berikut ilustrasi susunan sel cellular automata :

Gambar 3. Susunan sel-sel cellular automata.


(a)
segiempat
1
dimensi,
(b) segiempat
dimensi,
Unsur-unsur pembentuk cellular
automata2adalah
: (c) segienam 2 dimensi

1.

Geometri
Geometri adalah bentuk sel serta bentuk sistem yang disusun oleh sel-sel

tersebut. geometri cellular automata terdiri atas dimensi cellular automata


tersebut (1-dimensi, 2-dimensi, dst), dan bentuk geometri dari masing-masing sel
penyusunnya.
2.

State set
State set adalah himpunan keadaan atau status yang dapat dimiliki oleh

masing-masing sel cellula automata tersebut. status ini daat berupa angka maupun
sifat tertentu. Misalnya jika masing-masing sel merepresentasikan bagian suatu
hutan maka status dapat merepresentasikan misalnya jumlah binatang pada
masing-masing lokasi atau jenis pohon-pohon yang tumbuh disana. state set
haruslah berhingga (finite, terbatas) dan terhitung (countable, diskrit).

31

3.

Neighbourhood
Neighbourhood atau tetangga adalah sel-sel yang dapat mempengaruhi

status suatu sel pada cellular automata. Umumnya neighbourhood suatu sel hanya
meliputi sel-sel yang berada disekitarnya (jari-jari neighbourhood r, tidak besar).
Berdasarkan strukturnya, ada banyak macam neighbourhood yang telah dikenal
secara umum, antara lain untuk geometri dua dimensi.
a.

Von Neumann Neighbourhood


N = (U (Utara), T(timur), S (selatan), B (Barat)), r =1

r=1
Inti sel

Gambar 4. Von Neumann Neighbourhood


sel yang terletak ditengah adalah sel A. sl berwarna abu-abu adalah
neighbourhood dari sel A.
b.

Moore Neighbourhood
Model ini dikembangkan oleh Edward F. Moore yang merupakan pelopor

teori cellular automata. Moore Neighborhood adalah konsep yang umum dan
popular digunakan. Pada proses simulasi dalam tingkat piksel, keaadaan suatu
piksel akan dipengaruhi keadaan piksel-piksel disekitrnya.
Moore Neighborhood adalah suatu bujur sangkar sederhana (biasanya
berukuran 3x3 piksel) yang digunakan untuk mendefinisikan satu set sel disekitar
satu sel (x0,y0). Biasanya digambarkan seperti arah mata angin. Jumlah sel yang
terdapat dalam cakupan area r, moore neighborhood adalah bujursangkar yang
jumlah selnya ganjil yakni 1, 9, 25, 49, 81 ....., (2r+1)2. r adalah jumlah sel yang
berada pada sel inti. Berikut gambar moore neighbourhood.
N = ( U (utara), TL (Timur laut), T (Timur), TG (Tenggara), S (Selatan, BD
(Barat Daya), B (Barat), BL (Barat Laut) ), r =1

32

Gambar 5. Moore Neighbourhood


sel yang terletak ditengah adalah sel A. Sel berwarna abu-abu adalah
neighbourhoods (jari-jari -r) dari sel A.
c.

Margolus Neighbourhood
Empat buah sel bergabung membentuk satu blok. neighbourhood suatu sel

adalah sel-sel lain yang berada pada blok yang sama dengan sel tersebut. Pada
setiap time-stepi, masing-masing blok berpindah secara diagonal sehingga blok
suatu sel berubah-ubah sesuai dengan genap atau ganjilnya time-step.
Pada gambar di bawah, sel-sel yang dikelilingi oleh kotak bergaris tebal
berada pada blok yang sama.

time-step 2k

time-step 2k+1

Gambar 6. Margolus neighbourhood


sel yang terletak ditengah adalah sel A. Sel berwarna abu-abu adalah
neighbourhood dari sel A
4.

Fungsi Transisi
Fungsi transisi adalah aturan yang menentukan bagaimana status suatu sel

berubah berdasarkan status sekarang dan status tetangganya.

33

5.

Status Awal Sel


Status awal sel adalah status yang dimiliki oleh masing masing sel pada

suatu sistem mulai berjalan.

F.

Rantai Markov
Rantai markov adalah suatu bidang paling mendasar dari studi tentang

probabilitas, yang saat ini juga telah berkembang dalam ilmu spasial, dan saat ini
banyak diterapkan di bidang penelitian perubahan tata guna lahan (land use
change). Dalam teori probabilitas statistik, yang dianalisis dalam proses markov
adalah fenomena yang berubah terhadap waktu secara acak untuk keadaan
tertentu. (Baja, 2012). Subclass penting rantai Markov adalah fenomena yang
berjalan acak (Random walks). Teori ini dicirikan dengan proses acak, dimana
distribusi bersyarat dari apa yang terjadi pada masa yang akan datang, hanya
bergantung pada kondisi sekarang dan bukan pada masa lalu.
Rantai markov merupakan sebuah proses stokastik yang menggambarkan
peluang pencapaian sebuah keadaan dari keadaan lainnya. Istilah keadaan
merepresentasikan variabel yang perubahannya dimodelkan dalam simulasi.
Rantai markov adalah model yang umum digunakan untuk memodelkan
perubahan tata guna lahan dan tutupan lahan pada skala spasial yang beragam.
Markov chain merupakan proses acak dimana semua informasi tentang
masa depan terkandung di dalam keadaan sekarang (yaitu orang tidak perlu
memeriksa masa lalu untuk menentukan masa depan). Untuk lebih tepatnya,
proses memiliki properti markov, yang berarti bahwa bentuk kedepan hanya
bergantung pada keaadan sekarang, dan tidak bergantung pada bentuk
sebelumnya. dengan kata lain, gambaran tentang keadaan sepenuhnya menangkap
semua informasi yang dapat mempengaruhi masa depan dari proses evolusi. Suatu
markov chain merupakan proses stokastik berarti bahwa semua transisi adalah
probabilitas (ditentukan oleh kebetulan acak dan dengan demikian tidak dapat
diprediksi secara detail, meskipun mungkin diprediksi dalam sifat statistik.
Rantai Markov memiliki suatu probabilitas yang bersifat stasioner, sehingga
memungkinkan rantai markov digunakan untuk model simulasi. Probabilitas
untuk perpindahan antar keadaan pada satu rentang waktu ditampilkan dalam

34

matriks probabilitas transisi. Untuk setiap transisi yang dihasilkan rantai markov
pada rentang waktu yang sama memiliki nilai yang sama.
Penerapan rantai markov bertujuan untuk memperoleh probabilitas transisi,
Pij, merupakan besar peluang untuk berubah dari keadaan i ke keadaan j. Peluang
tersebut dapat digeneralisasi menjadi sebuah matriks persegi yang dinamakan
matriks probabilitas transisi (P).
Perubahan landscape dan proses difusi spasial dapat disimulasikan secara
linear dan stokastik. stokastik proses ditentukan oleh variabel acak, dan hanya
menerangkan terminologi probabilistik (Lambin 1994 dalam Karsidi, 2007).
secara umum, model probabilistik ini cocok untuk proses perubahan penggunaan
tanah/tutupan lahan yang memiliki hubungan yang rumit antara variabel yang
berinteraksi, serta memiliki latar belakang yang minim tentang informasi faktor
pendorong di balik terjadinya perubahan. pendekatan ini menjadi sangat populer
dalam pemodelan perubahan penggunaan tanah/tutupan lahan.
Syarat-Syarat Dalam Analisa Markov :
Untuk mendapatkan analisa rantai markov ke dalam suatu kasus, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, adalah sebagai berikut:
a.

Jumlah probabilitas transisi untuk suatu keadaan awal dari sistem sama
dengan 1.

b.

Probabilitas-probabilitas tersebut berlaku untuk semua partisipan dalam


sistem.

c.

Probabilitas transisi konstan sepanjang waktu.

d.

Kondisi merupakan kondisi yang independen sepanjang waktu.


Penerapan analisa markov bisa dibilang cukup terbatas karena sulit

menemukan masalah yang memenuhi semua sifat yang diperlukan untuk analisa
markov, terutama persyaratan bahwa probabilitas transisi harus konstan sepanjang
waktu (probabilitas transisi adalah probabilitas yang terjadi dalam pergerakan
perpindahan kondisi dalam sistem).

35

G.

Validasi Kappa
Secara umum koefisien Cohens Kappa dapat digunakan untuk mengukur

tingkat

kesepakatan

(degree of agreement)

mengklasifikasikan objek

ke

dari dua

penilai

dalam

dalam grup / kelompok dan mengukur

kesepakatan alternatif metode baru dengan metode yang sudah ada.


Pada permodelan, kappa accuracy merupakan validasi model yang sering
digunakan untuk menguji kualitas hasil klasifikasi tutupan lahan atau perubahan
lahan berbasis data penginderaan jauh adalah kappa accuracy (Jensen dalam
Peruge, 2013). Nilai Kappa membantu dalam melihat kesesuaian antara hasil
simulasi dengan kondisi aktual. Perhitungan kappa menurut Hagen (2002),
didasarkan pada tabel kontigensi. Pembuatan tabel ini adalah tahap awal untuk
membandingkan peta secara objektif.
Tabel 7.
Nilai Ambang Batas untuk membedakan Tingkat Kecocokan dari Nilai Kappa
Nilai

Tingkat Kecocokan

<0.05

Tidak Ada

0,05

Sangat jelek

0,2

Jelek

0,4

Sedang

0,55

Agak Baik

0,7

Baik

0,85

Sangat Baik

0,99

Sempurna

Sumber: Pontius dalam Peruge, 2013

36

PENELITIAN TERDAHULU

37

38

39

Anda mungkin juga menyukai