PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah kondisi memiliki tiga atau lebih longgar atau buang air besar cair
per hari. Diare didefinisikan oleh organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai memiliki 3
atau lebih mencret atau cairan per hari atau sebagai memiliki lebih tinja dari normal
untuk orang itu. Diare akut, de-didenda sebagai peningkatan frekuensi buang air besar
(tiga atau kali / hari atau setidaknya 200 g tinja / hari) yang berlangsung kurang dari 14
hari, mungkin disertai mual, muntah, kram perut, klinis signifikan sistemik gejala, atau
malnutrisi. Pada tahun 2009 diare es-timated telah menyebabkan 1,5 juta kematian
pada anak-anak di bawah usia 5 tahun Nepal menjadi berkembang sebuah negara,
penyakit diare adalah masalah besar. Meskipun data yang tepat pada kematian anak
usia terkait dengan diar-penyakit rheal di Nepal tidak tersedia, sudah estimasi
dikawinkan bahwa sekitar 25% dari kematian anak yang diasosiakan diciptakan dengan
penyakit diare, terutama diare akut WHO Kesehatan Anak Epidemiologi Referensi grup
memperkirakan bahwa 16% kematian pada anak-anak Afrika lebih muda dari lima tahun
secara langsung disebabkan penyakit diare.
Insiden patogen yang menyebabkan diare bervariasi antara maju dan
berkembang pengaturan dunia. Dalam de-negara bangkan sekitar 70% dari kasus diare
yang dari viral (40% rotavirus), 10% - 20% dari bakteri dan <10% asal protozoa . Di
negara berkembang 50% - 60% kasus dari bakteri (Enteropathogenic Esherichia coli
25%, Campylobacter jejuni 10% - 18%, Salmonella spp. dan Shigella spp. Masingmasing5%), 35% dari virus (15% - 25% rotavirus) asal, dan dalam banyak penyebabnya
adalah unidenti- fied atau campuran.
Trend kejadian diare di provinsi Sulawesi Selatan juga cenderung fluaktif . Pada
tahun 2007 kasus diare cukup tinggi dengan jumlah kasus 209.435, kemudian turun
signifkan menjadi 60.190 kasus pada tahun 2008. Pada tahun 2009, angka ini kembali
melonjak menjadi 102.375 kasus. Penyakit Diare juga telah menjadi KLB di provinsi
Sulawesi Selatan, tercatat pada tahun 2009 KLB Diare tersebar meliputi 30 desa dari
16 kecamatan yang mengancam 184.684 penduduk dimana terdapat 627 kasus yang
menyebabkan 15 orang meninggal dunia.
Penyakit Diare menduduki peringkat pertama untuk jenis penyakit menular yang
mewabah di kota Makassar pada tahun 2009 dengan jumlah kasus sebesar 45.014
dengan angka kematian sebesar 8 orang. Angka ini menurun pada tahun 2010 menjadi
39.740 kasus tanpa kasus kematian yang terpusat pada usia 12 bulan sampai 4 tahun
(Badan Pusat Statistik, 2011)
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Bulanan Diare Bidang Bina
P2PL Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka prevalensi tertinggi kejadian diare untuk
balita terdapat di kecamatan Ujung Tanah yakni sebesar 32%. Wilayah kerja
puskesmas Barang Lompo yang berada di kelurahan Barang Lompo menduduki
peringkat pertama untuk tingkat prevalensi di kecamatan Ujung tanah yakni mencapai
angka 46.1 % dibandingkan dengan puskesmas lain seperti puskesmas Patilangoang
(33.01%) dan puskesmas Tabaringan (18.28%)
Tingginya angka kejadian diare pada balita, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita terutama
dalam menganalisis adanya hubungan dengan faktor ibu, faktor bayi dan faktor
lingkungan dengan kejadian diare pada balita. Pemilihan puskesmas Barang Lompo
yang terletak di wilayah kerja kecamatan Ujung Tanah sebagai tempat penelitian
didasarkan pada angka prevalensi yang tinggi dibandingkan kecamatan lainnya di kota
Makassar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diare
Defini diare menurut para ahli, sebagai berikut:
Diare (menurut WHO, 1980) adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari. Apabila frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu maka hal ini disebut diare akut.
menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari .
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan ( mencret)
dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan
lainnya. (Obat-Obat Penting )
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih
banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi
(Hendarwanto, 1999).
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan
bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.
menerangkan
strain-strainenterotoksigenik
dari
manusia melalui
Adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), tonsillitis/tonsilofaringits, bronkopenemonia, ensefalitis. Keadaan
ini terutama terjadi pada bayi dan anak berumur dibawah dua tahun.
2. Faktor malabsorsi
Penyebab diare yang disebabkan karena malabsorsi makanan dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu, malabsorsi karbohidrat, lemak, dan protein.
Malabsorsi karbohidrat mengakibatkan beban osmotic (diare 10 berair)lalu
bakteri dalam kolon membentuk gas (abdomen kembung, tinja berbuih,
flatus). Malabsorsi lemak menyebabkan lemak dalam usus keluar berlebihan
dalam tinja. Sedangkan malabsorsi protein diakibatkan adanya gangguan
pada pankreas dan mukosa usus halus.
3. Faktor makanan
Makanan terlalu pedas dan makanan terlalu asam.
4. Faktor psikologis
Biasa terjadi karena Stress, cemas, ketakutan dan gugup (Suharyono, 2008).
C. Gejala Penyakit Diare
Beberapa gejala dan tanda penyakit diare antara lain:
1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mat cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah.
2. Gejala spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau
amis
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
Diare berkepanjangan dapat menyebabkan:
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi
dapat terjadi ringaan sedang atau berat.
2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Jika kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat
mengalami
syok
atau
presyok
yang
disebabkan
oleh
berikut :
Penyebaran
kuman
yang
menyebabkan
Diare.
Kuman penyebab Diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya Diare, antara
lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan,
Diare.
umur
tahun,
kurang
gizi,
campak,
imunodefisiensi
atau
lingkungan
dan
perilaku
tinja
dengan
yang
meningkatkan
karakteristik
karakteristik
sosial
individu
dan
maupun
demografi,
kelompok
karakteristik
yang
meliputi
pendidikan
dan
tingkat
pendidikan.
Karakteristik
ekonomi
meliputi
jenis
pendidikan
ibu
menjadi
mudah
dilihat
(Widyastuti,
2005).
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikanpenyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di
dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur
(Notoatmodjo, 2008).b.
b. factor Lingkungan
1. Sumber
Air
Minum
berkembang,
termasuk
Indonesia
tiap
orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaankegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan
penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003). Sumber air minum utama
merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya
pembuangan
tinja
Pembuangan
memudahkan
terjadinya
tinja
yang
penyebaran
tidak
menurut
penyakit
tertentu
aturan
yang
upaya
agar
mikroorganisme
penyebab
diare
dihilangkan.
tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan
pemberian imunisasi.
a. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir
70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan,
minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk
keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk
hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air
permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang
tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah
dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan
salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak
mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan
baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat,
1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber
air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air
salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan
yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia
akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun
bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa
perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air,
penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih
harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter
dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih,
dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih
(Andrianto, 1995).
b. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh
langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui
tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga
harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan
mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga
harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak
bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih
(Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat
di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar
dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan
membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari
keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan
tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa.
Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1%
diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat
pada keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan
tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
c. Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang
berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996).
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson
(1990) metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2)
pemeriksaan
laboratorium,
3)
pengukuran
antropometri
dan
4)
nonspesifik
terhadap
kelompok
organisme
berkurang
(Suharyono, 1986).
d. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk
menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan
aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air
gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan
ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI
mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh
mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada
pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak
diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan
diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi
ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas
diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu
tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan
ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan
(Suryono, 1988).
e. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan
dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman
tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja
yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum.
Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena
lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman
penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan
dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran
sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber
perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci
tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah
diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak
dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama
yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu,
cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak
(Howard & Bartram, 2003).
carrier
dengan
terus
mengkonsumsi
makanan
bergizi
dan
menjaga
pada bayi yang baru lahir. Beberapa strain ini disebut low birth weight infants.
Kuman ini terdapat di tinja, perairan yang kotor, atau jamban (WC). Jika diare
disebabkan kuman ini, pada saat diperiksa, didalam usus halus bayi terdapat
banyak E.Coli. kuman ini mengeluarkan sejenis racun yang merusak selaput
lendir usus halus.
Gejala yang timbul pada diare akibat kuman E.Coli, yaitu sering buangbuang air, muntah-muntah sehingga anak tidak mau minum, jika terjadi dehidrasi
volume air kencing anak berkurang, tinja dapat bercampur dengan darah.
Diare akibat kuman E.Coli dapat diikuti dengan lactose intolerance atau
penolakan terhadap zat lactose (lactoglobulin) yang biasanya terdapat pada susu
formula. Oleh karena itu, penderita diare jenis ini harus diberi susu bebas laktosa
atau susus rendah laktosa. Sebab, kadar laktosa akan menambah beratnya
diare.
Pengobatan terbaik untuk diare yang diakibatkan oleh kuman E.Coli adalah
dengan menggunakan Colistin dan Neomicyn.
Kolera
Kolera adalah penyakit yang menyerang sluran pencernaan yang
Infeksi Salmonella
Salmonella tergolong basil pencernaan yang dapat menyebabkan gejala
diare dan dehidrasi. Basil salmonella terdiri dari beratus-ratus species, bergerak
dengan rambut getar, dan tidak bersepora. Penularan basil ini dapat melalui
binatang, seperti tikus, babi, kelinci, burung, kucing anjing, sapi, dan kuda, dapat
pula melaui manusia. Kontaminasi tersebut dapat terjadi bila anak memakan
makanan yang mengandung salmonella. Serangan basil atau kuman slmonella
dapat menyebabkan peradangan usus, sehingga menimbulakan diare dengan
gejala mirip tifus abdominalis dan keracunan makanan. Penanganannya
sebaiknya dilakukan di rumah sakit.
.5
cytopathogenic orpan tipe 18, viru poliomyelitis, dan virus Coxacle. Virus ini
diduga menular melalui udara atau melalui tinja. Pengobatan biasanya dilakukan
berdasarkan gejala yang timbul.
6
Infeksi Cacing
Infeksi Jamu
Jenis jamur yang sering menyerang ialah Candida albicans. Di dalam tubuh
manusia terdapat pada mulut, usus, paru dan vagina. Jamur sering menimbulakn
broncithis, infeksi ulit, dan paling sering menyebabkan diare dan dermatitis.
Penderita diare akibat jamur sebaiknya dibawa ke dokter atau rumah sakit.
Intoleransi Laktosa
Diare yang disebabkan oleh kuman dan virus pada umumnya dapat
menyebabkan kerusakan selaput lendir usus halus. Selaput lendir memiliki selsel yang mengandung enzim-enzim yang berguna untuk mencerna karbohidrat.
Jika sel-sel itu rusak akibat rusaknya selaput lendir usus, karbohidrat tidak dapat
diserap oleh usus. Hal ini mengakibatkan gangguan fungsi usus dan diare.
Pada anak yang terserang diare, sel-sel selaput lendir ususnya dapat rusak.
Padahal enzim-enzim dalam sel-sel tersebut merupakan penghasil disacharida.
Akibatnya, penyerapan karbohidrat tidak dapat berlangsung sempurna. Proses
itu akan berhenti pada tahap pembentukan disacharida, sementara disacharida
tidak dapat diserap oleh usus. Kerugian yang akan ditimbulkan oleh keadaan ini
adalah sebagai berikut:
Setiap kali anak makan / minum, zat yang mengandung karbohidrat akan
menjadi diare karena tidak dapat dicerna dan diserap usus.
Karbohidrat yang tetap berada di dalam saluran usus halus merupakan makanan
yang baik untuk bakteri, sehingga bakteri tumbuh subur.
Karbohidrat diuraikan oleh bakteri usus menjadi asam laknat, organic- gas H2,
dan CO2 . Asam laknat bersama organic asetat akan keluar bersama diare dan
menyebabkan luka (lecet ) disekitar anus. Anus menjadi kemerahan dan pedih,
sehingga anak menangis setiap kali buang air besar. Sementara itu, gas H2 dan
CO2 membuat perut kembung dan terasa mual atau mau muntah.