Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah kondisi memiliki tiga atau lebih longgar atau buang air besar cair
per hari. Diare didefinisikan oleh organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai memiliki 3
atau lebih mencret atau cairan per hari atau sebagai memiliki lebih tinja dari normal
untuk orang itu. Diare akut, de-didenda sebagai peningkatan frekuensi buang air besar
(tiga atau kali / hari atau setidaknya 200 g tinja / hari) yang berlangsung kurang dari 14
hari, mungkin disertai mual, muntah, kram perut, klinis signifikan sistemik gejala, atau
malnutrisi. Pada tahun 2009 diare es-timated telah menyebabkan 1,5 juta kematian
pada anak-anak di bawah usia 5 tahun Nepal menjadi berkembang sebuah negara,
penyakit diare adalah masalah besar. Meskipun data yang tepat pada kematian anak
usia terkait dengan diar-penyakit rheal di Nepal tidak tersedia, sudah estimasi
dikawinkan bahwa sekitar 25% dari kematian anak yang diasosiakan diciptakan dengan
penyakit diare, terutama diare akut WHO Kesehatan Anak Epidemiologi Referensi grup
memperkirakan bahwa 16% kematian pada anak-anak Afrika lebih muda dari lima tahun
secara langsung disebabkan penyakit diare.
Insiden patogen yang menyebabkan diare bervariasi antara maju dan
berkembang pengaturan dunia. Dalam de-negara bangkan sekitar 70% dari kasus diare
yang dari viral (40% rotavirus), 10% - 20% dari bakteri dan <10% asal protozoa . Di
negara berkembang 50% - 60% kasus dari bakteri (Enteropathogenic Esherichia coli
25%, Campylobacter jejuni 10% - 18%, Salmonella spp. dan Shigella spp. Masingmasing5%), 35% dari virus (15% - 25% rotavirus) asal, dan dalam banyak penyebabnya
adalah unidenti- fied atau campuran.
Trend kejadian diare di provinsi Sulawesi Selatan juga cenderung fluaktif . Pada
tahun 2007 kasus diare cukup tinggi dengan jumlah kasus 209.435, kemudian turun
signifkan menjadi 60.190 kasus pada tahun 2008. Pada tahun 2009, angka ini kembali
melonjak menjadi 102.375 kasus. Penyakit Diare juga telah menjadi KLB di provinsi
Sulawesi Selatan, tercatat pada tahun 2009 KLB Diare tersebar meliputi 30 desa dari

16 kecamatan yang mengancam 184.684 penduduk dimana terdapat 627 kasus yang
menyebabkan 15 orang meninggal dunia.
Penyakit Diare menduduki peringkat pertama untuk jenis penyakit menular yang
mewabah di kota Makassar pada tahun 2009 dengan jumlah kasus sebesar 45.014
dengan angka kematian sebesar 8 orang. Angka ini menurun pada tahun 2010 menjadi
39.740 kasus tanpa kasus kematian yang terpusat pada usia 12 bulan sampai 4 tahun
(Badan Pusat Statistik, 2011)
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Bulanan Diare Bidang Bina
P2PL Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka prevalensi tertinggi kejadian diare untuk
balita terdapat di kecamatan Ujung Tanah yakni sebesar 32%. Wilayah kerja
puskesmas Barang Lompo yang berada di kelurahan Barang Lompo menduduki
peringkat pertama untuk tingkat prevalensi di kecamatan Ujung tanah yakni mencapai
angka 46.1 % dibandingkan dengan puskesmas lain seperti puskesmas Patilangoang
(33.01%) dan puskesmas Tabaringan (18.28%)
Tingginya angka kejadian diare pada balita, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita terutama
dalam menganalisis adanya hubungan dengan faktor ibu, faktor bayi dan faktor
lingkungan dengan kejadian diare pada balita. Pemilihan puskesmas Barang Lompo
yang terletak di wilayah kerja kecamatan Ujung Tanah sebagai tempat penelitian
didasarkan pada angka prevalensi yang tinggi dibandingkan kecamatan lainnya di kota
Makassar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diare
Defini diare menurut para ahli, sebagai berikut:
Diare (menurut WHO, 1980) adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari. Apabila frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu maka hal ini disebut diare akut.
menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari .
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan ( mencret)
dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan
lainnya. (Obat-Obat Penting )
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih
banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi
(Hendarwanto, 1999).
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan
bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.

B. Etiologi Penyakit Diare


Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit),
malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dansebab-sebab lainnya.
Penyebab yang Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara
klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan(DepkesRI, 2011).
Menurut Suharyono (2008), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab
diare dapat di golongkan menjadi dua golongan yaitu :
1. Diare sekresi (secretory diarrhea) disebabkan oleh:
a. Infeksi virus,kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti
a) Escherichia coli
Produksi enterotoksin oleh E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari
strain yang ada hubunganya dengan penyakit diare. Penelitian
selanjutnya

menerangkan

strain-strainenterotoksigenik

dari

E.colisebagai satu hal yang bersifat patogen pada penyakit diare


manusia.
b) Salmonella
Beberapa sepesies adalah ganas terhadap manusia, diantaranya
S.typhi, S.paratyphi, S.hirshfeldi, S.oranienburg, S.weltevreden,
S.havana, S.javiana. bakteri masuk tubuh

manusia melalui

makanan dan minuman yang tercemar tangan, tinja penderita atau


pembawa kuman. Untuk menyebabkan

diare pada orang

sehatdiperlukan inokulum yang besar.


c) Shigella
Terdapat empat kelompok spesies yang terdiri dari S.dysenteriae,
S.flexneri, S.boydii dan S.sonnei; yang sering dijumpai di daerah
tropis. Shigella adalah sangat ganas bagi manusia dan terkenal
dapat menyebabkan desentri basil yang

sifatnya sangat akut.

Sepuluh sampai dua ratus shigella yang virulen cukup dapat


mengakibatkan diare.
d) Vibrio cholera

Angka kejadian tinggi di Negara yang sedang berkembang karena


belum baiknya higene, sanitasi serta penyediaan air minum. Pada
waktu wabah, terutama anak yang sudah besar dan orang dewasa
diserang karena mobilitasnya yang lebih besar. Jarang menyerang
anak dibawah 2 tahun.
e) Vibrio campylobacter
Kuman di temukan dalam inja selama penyakit berlangsung dan
menghilang pada saat penyembuhan(Suharyono, 2008).
b. Difensiensi imunologi
Dinding usus mempunyai mekanisme pertahanan yang baik. Bila
terjadi difisiensi S.IgA dapat terjadi bakteri tumbuh lama. Demikian pula
defisiensi CMI cellmediated immunity dapat menyebabkan tubuh tidak
mampu infeksi dan infestasi parasit dalam usus. Hal ini mengakibatkan
bakteri, virus, parasit, dan jamur yang masuk dalam usus akan
berkembang dengan baik sehingga bakteri tumbuh dan akibat lebih lanjut
diare kronik dan malabsorsi makanan.
2. Diare osmotik(Osmoticdiarrhea) disebabkan oleh:
a. Malabsorsi makanan: Malabsorsi karbohidrat, lemak dan protein.
b. Kurang kalori protein.
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Inayah (2006), penyebab diare dapat dibagi
beberapa faktor yaitu:
1. Factor infeksi
a. Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi firus (Enteovirus, Poliomyelitis, Virua Echo Coxsackie,
Adeno Virus, Rota Virus, Astrovirus). Infeksi parasit: cacing (Ascaris,
Tricuris, Oxyuris, Strongxloides), protozoa (Etamoeba histolitica, Giardia
lamblia, Trichomonas homunis), jamur (Canida albicous).
b. Infeksi parenteral

Adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), tonsillitis/tonsilofaringits, bronkopenemonia, ensefalitis. Keadaan
ini terutama terjadi pada bayi dan anak berumur dibawah dua tahun.
2. Faktor malabsorsi
Penyebab diare yang disebabkan karena malabsorsi makanan dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu, malabsorsi karbohidrat, lemak, dan protein.
Malabsorsi karbohidrat mengakibatkan beban osmotic (diare 10 berair)lalu
bakteri dalam kolon membentuk gas (abdomen kembung, tinja berbuih,
flatus). Malabsorsi lemak menyebabkan lemak dalam usus keluar berlebihan
dalam tinja. Sedangkan malabsorsi protein diakibatkan adanya gangguan
pada pankreas dan mukosa usus halus.
3. Faktor makanan
Makanan terlalu pedas dan makanan terlalu asam.
4. Faktor psikologis
Biasa terjadi karena Stress, cemas, ketakutan dan gugup (Suharyono, 2008).
C. Gejala Penyakit Diare
Beberapa gejala dan tanda penyakit diare antara lain:
1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mat cekung, ketegangan kulit menurun, apatis
bahkan gelisah.
2. Gejala spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau
amis
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
Diare berkepanjangan dapat menyebabkan:
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi
dapat terjadi ringaan sedang atau berat.
2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Jika kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien

dapat

mengalami

syok

atau

presyok

yang

disebabkan

oleh

berkurangnya volume darah (hipovolemia)


3. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat
untuk membantu meningkatkan Ph arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma.
Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan
intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
5. Gangguan gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan
output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi)
Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak yang merasa normal, tidak rewel,
masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak
berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang, mwnywbabkan anak rewel atau gelisah,
mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika
dicubit.
3. Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada
cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.
D. Epidemiologi Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2008), epidemiologi penyakit Diare adalah sebagai
1.

berikut :
Penyebaran

kuman

yang

menyebabkan

Diare.

Kuman penyebab Diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya Diare, antara
lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan,

menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,


menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah
buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan
atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap

Diare.

Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit


dan lamanya Diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI
sampai

umur

tahun,

kurang

gizi,

campak,

imunodefisiensi

atau

imunosupresi dan secara proposional Diare lebih banyak terjadi pada


golongan balita.
3. Faktor

lingkungan

dan

perilaku

Penyakit Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.


Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman Diare serta berakumulasi
dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian Diare. kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik
dan meningkatkan risiko terjadinya Diare, antara lain tidak memberikan ASI
secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum
yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak
membuang

tinja

dengan

benar. Faktor pejamu

yang

meningkatkan

kerentanan terhadap Diare Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan


insiden, beberapa penyakit dan lamanya Diare. Faktor-faktor tersebut adalah
tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional Diare lebih
banyak terjadi pada golongan balita.
4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare
a. Faktor Sosiodemografi
Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan
perubahan-perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen

komponen perubahan tersebut seperti kelahiran, kematian, migrasi


sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut
umur dan jenis kelamin tertentu (Lembaga Demografi FE UI, 2000).
Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan
berbagai

karakteristik

karakteristik

sosial

individu

dan

maupun

demografi,

kelompok

karakteristik

yang

meliputi

pendidikan

dan

karakteristik ekonomi. Karakteristik sosial dan demografi meliputi: jenis


kelamin, umur, status perkawinan, dan agama. Karakteristik pendidikan
meliputi:

tingkat

pendidikan.

Karakteristik

ekonomi

meliputi

jenis

pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan (Mantra, 2000).


1) Faktor sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan
ibu, dan umur ibu.
1.1 Tingkat

pendidikan

Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam


kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan
mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan
sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular,
diantaranya Diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan,
menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit
menular (Sander, 2005). Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan
lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih
banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan
yang \lebih baik. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan,
semakin rendah angka kematian bayi dan kematian ibu (Widyastuti,
2005).
1.2 Jenis pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan,
status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau
masalah kesehatan dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga
merupakan suatu determinan risiko dan determinan terpapar yang
khusus dalam bidang pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor

status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi bekerja (Widyastuti,


2005).
1.3 Umur

ibu

Sifat manusia yang dapat membawa perbedaan pada hasil suatu


penelitian atau yang dapat membantu memastikan hubungan sebab
akibat dalam hal hubungan penyakit, kondisi cidera, penyakit kronis, dan
penyakit lain yang dapat menyengsarakan manusia, umur merupakan
karakter yang memiliki pengaruh paling besar. Umur mempunyai lebih
banyak efek pengganggu daripada yang dimiliki karakter tunggal lain.
Umur merupakan salah satu variabel terkuat yang dipakai untuk
memprediksi perbedaan dalam hal penyakit, kondisi, dan peristiwa
kesehatan, dan karena saling diperbandingkan maka kekuatan variabel
umur

menjadi

mudah

dilihat

(Widyastuti,

2005).

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikanpenyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di
dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur
(Notoatmodjo, 2008).b.
b. factor Lingkungan
1. Sumber

Air

Minum

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh


manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar
55- 60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan
untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di
negaranegara

berkembang,

termasuk

Indonesia

tiap

orang

memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara kegunaankegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan
penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003). Sumber air minum utama
merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya

berkaitan dengan kejadian Diare. Sebagian kuman infeksius penyebab


Diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan
dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar
(Depkes RI, 2008).
2. Jenis
tempat

pembuangan

tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan


lingkungan.

Pembuangan

memudahkan

terjadinya

tinja

yang

penyebaran

tidak

menurut

penyakit

tertentu

aturan
yang

penulurannya melalui tinja antara lain penyakit Diare. Menurut


Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
3.
4.
5.
6.

aturan kesehatan adalah :


Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat

lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,


7. Tidak menimbulkan bau,
8. Pembuatannya murah, dan
9. Mudah digunakan dan dipelihara.
E. Pencegahan Penyakit Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor
penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan
berbagai

upaya

agar

mikroorganisme

penyebab

diare

dihilangkan.

Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis


dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan
pemberian imunisasi.
a. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir
70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan,
minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk
keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk
hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air
permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang
tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah
dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan
salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak
mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan
baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat,
1996).
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber
air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air
salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan
yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia
akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun
bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa
perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air,
penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih

harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter
dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih,
dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih
(Andrianto, 1995).
b. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh
langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui
tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983).
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga
harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan
mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga
harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak
bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih
(Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak
mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat
di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar
dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan
membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari
keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan
tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa.
Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1%

diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat
pada keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan
tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
c. Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang
berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996).
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson
(1990) metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2)
pemeriksaan

laboratorium,

3)

pengukuran

antropometri

dan

4)

pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal


atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare
yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi
protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak
dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel
menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan
kekebalan

nonspesifik

terhadap

kelompok

organisme

berkurang

(Suharyono, 1986).
d. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk
menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan
aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air
gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan
ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI
mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh
mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada

pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak
diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan
diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi
ASI (Depkes, 2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas
diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu
tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan
ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan
(Suryono, 1988).
e. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan
dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman
tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja
yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum.
Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena
lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman
penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan
dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran
sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber
perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci
tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah
diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak
dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama
yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu,
cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak
(Howard & Bartram, 2003).

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare


dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak
mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak
mempunyai risiko lebih besar terkena diare. Heller (1998) juga
mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan
kejadian diare pada anak di Betim-Brazil.
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja
anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber
penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak
yang sakit, anak sehatpun tinjanya

juga dapat menjadi

carrier

asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu


cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya
diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aulia
dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak di
tempat terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian
diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di
jamban.
f. Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian
imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus
diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia
sembilan bulan (Andrianto, 1995).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk
mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan
diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan
mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor
seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang
diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi

tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti


bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika
tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan
penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika
memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter
(Fahrial Syam, 2006).
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini
penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal
mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan
yaitu

dengan

terus

mengkonsumsi

makanan

bergizi

dan

menjaga

keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita


dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan
secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan
kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan
sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
sepermainan.
F. Penanggulangan Penyakit Diare
1

Diare Akibat Bakteri atau Kuman E.Coli


Beberapa strain E.Coli dikenal sebagai salah satu penyebab diare berat

pada bayi yang baru lahir. Beberapa strain ini disebut low birth weight infants.
Kuman ini terdapat di tinja, perairan yang kotor, atau jamban (WC). Jika diare
disebabkan kuman ini, pada saat diperiksa, didalam usus halus bayi terdapat
banyak E.Coli. kuman ini mengeluarkan sejenis racun yang merusak selaput
lendir usus halus.

Gejala yang timbul pada diare akibat kuman E.Coli, yaitu sering buangbuang air, muntah-muntah sehingga anak tidak mau minum, jika terjadi dehidrasi
volume air kencing anak berkurang, tinja dapat bercampur dengan darah.
Diare akibat kuman E.Coli dapat diikuti dengan lactose intolerance atau
penolakan terhadap zat lactose (lactoglobulin) yang biasanya terdapat pada susu
formula. Oleh karena itu, penderita diare jenis ini harus diberi susu bebas laktosa
atau susus rendah laktosa. Sebab, kadar laktosa akan menambah beratnya
diare.
Pengobatan terbaik untuk diare yang diakibatkan oleh kuman E.Coli adalah
dengan menggunakan Colistin dan Neomicyn.

Kolera
Kolera adalah penyakit yang menyerang sluran pencernaan yang

disebabkan kuman vibrio cholerae. Gejalanya adalah berak-berak, muntah,


dehidrasi, dan kadang-kadang disertai dengan pingsan (shock).
Cara penularan kolera adalah melalui mulut bersama makanan atau
minuman yang terkontaminasi kuman vibrio cholerae, biasanya menyerang
keluarga yang sanitasinya buruk (tidak memiliki persediaan air bersih dan
lingkungannya kotor).
Cara mengobatinya dengan cara memperbaiki dehidrasi dan cairan
elektrolit, mengatasi pingsan, membunuh kuman dengan antibiotic di bawah
pengawasan dokter. Memperbaiki dehidrasi dengan cara rehidarsi atau usaha
mengembalikan cairan tubuh yang hilang selama diare. Caranya dengan
memberikan cairan pengganti yang mengandung elektrolit (ion natrium, kalium,
chlor, dan HCO3) atau dengan cara memberi oralit.

Infeksi Salmonella
Salmonella tergolong basil pencernaan yang dapat menyebabkan gejala

diare dan dehidrasi. Basil salmonella terdiri dari beratus-ratus species, bergerak

dengan rambut getar, dan tidak bersepora. Penularan basil ini dapat melalui
binatang, seperti tikus, babi, kelinci, burung, kucing anjing, sapi, dan kuda, dapat
pula melaui manusia. Kontaminasi tersebut dapat terjadi bila anak memakan
makanan yang mengandung salmonella. Serangan basil atau kuman slmonella
dapat menyebabkan peradangan usus, sehingga menimbulakan diare dengan
gejala mirip tifus abdominalis dan keracunan makanan. Penanganannya
sebaiknya dilakukan di rumah sakit.

Infeksi Basil (Disentri)


Disentri adalah penyakit yang menyerang anak-anak yang kurang

imunisasinya. Disentri disebabkan oleh organisme golongan Shigella shigae,


yang terdiri dari tiga golongan starin shigella shigae, yang menyerang daerah
tropis, Shigella ambiguna, dan Shigella flexneri atau pada disentri yang serring
menyerang bagian lintang utara katulistiwa.
Basil menyebabkan infeksi local pada dinding usus, akibat racun yang
dikeluarkannya. Setelah merusak dinding usus, timbul radang di sekitarnya,
kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar limfa. Gejala klinisnya adalah masa
inkubasi delapan hari, tubuh penderita lemah diikuti panas yang meninggi, diare
dengan tinja yang berlendir dan berdarah, pingsan. Jika terjadi dehidrasi berat
serta mutah-mutah, sebaiknya penderita segera di bawa ke dokter atau rumah
sakit.

.5

Diare karena Virus


Virus yang menyebabkan diare tersebut adalah viru Entero

cytopathogenic orpan tipe 18, viru poliomyelitis, dan virus Coxacle. Virus ini
diduga menular melalui udara atau melalui tinja. Pengobatan biasanya dilakukan
berdasarkan gejala yang timbul.
6

Infeksi Cacing

Cacing Askaris terdapat di seluruh dunia, terutama di daerah tropis yang


sanitasiny buruk. Di Indonesia hamper 70% anak berusia 1-10 tahun menderita
cacingan. Cacing menular melalui jari atau tangan. Gejala klinis yang
ditimbulakan berupa diare, mual, muntah, tidak ada nafsu makan, susah tidur,
cengeng, dan perut buncit. Pengobatan dilakukan dengan Piperazine Citrat 50
mg/kg berat badan, dosis tunggal untuk membasmi cacing. Selain itu, cacing ini
juga dapat di basmi dengan batang papaya. Jika gejala bertambah berat,
sebaiknya penderita di bawa ke dokter atau rumah sakit.

Infeksi Jamu
Jenis jamur yang sering menyerang ialah Candida albicans. Di dalam tubuh
manusia terdapat pada mulut, usus, paru dan vagina. Jamur sering menimbulakn
broncithis, infeksi ulit, dan paling sering menyebabkan diare dan dermatitis.
Penderita diare akibat jamur sebaiknya dibawa ke dokter atau rumah sakit.

Intoleransi Laktosa

Diare yang disebabkan oleh kuman dan virus pada umumnya dapat
menyebabkan kerusakan selaput lendir usus halus. Selaput lendir memiliki selsel yang mengandung enzim-enzim yang berguna untuk mencerna karbohidrat.
Jika sel-sel itu rusak akibat rusaknya selaput lendir usus, karbohidrat tidak dapat
diserap oleh usus. Hal ini mengakibatkan gangguan fungsi usus dan diare.
Pada anak yang terserang diare, sel-sel selaput lendir ususnya dapat rusak.
Padahal enzim-enzim dalam sel-sel tersebut merupakan penghasil disacharida.
Akibatnya, penyerapan karbohidrat tidak dapat berlangsung sempurna. Proses
itu akan berhenti pada tahap pembentukan disacharida, sementara disacharida
tidak dapat diserap oleh usus. Kerugian yang akan ditimbulkan oleh keadaan ini
adalah sebagai berikut:
Setiap kali anak makan / minum, zat yang mengandung karbohidrat akan
menjadi diare karena tidak dapat dicerna dan diserap usus.

Karbohidrat yang tetap berada di dalam saluran usus halus merupakan makanan
yang baik untuk bakteri, sehingga bakteri tumbuh subur.
Karbohidrat diuraikan oleh bakteri usus menjadi asam laknat, organic- gas H2,
dan CO2 . Asam laknat bersama organic asetat akan keluar bersama diare dan
menyebabkan luka (lecet ) disekitar anus. Anus menjadi kemerahan dan pedih,
sehingga anak menangis setiap kali buang air besar. Sementara itu, gas H2 dan
CO2 membuat perut kembung dan terasa mual atau mau muntah.

Anda mungkin juga menyukai