Anda di halaman 1dari 13

Muhammad Candra Sadam

Senin, 11 Maret 2013


MAKALAH MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI INDONESIA

MAKALAH
MENCEGAH KECELAKAAN KERJA
DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
NAMA : Muhammad Candra Sadam
KELAS : 3 IC 01
NPM : 24410652
DOSEN : Dr.TRI MULYANTO,ST.MT

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
DEPOK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi
dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus
bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada

gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang,
kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan
ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara
anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Kecelakaan Kerja adalah
sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda,
korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang
terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan
pekerjaan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non
kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam
kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja
dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani
korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan

keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa
maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko
kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan
itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun
1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan
dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundanganundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya
yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang
lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di
dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3
serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembagalembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial
guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi
yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik
keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam

melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan
cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran
mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang
memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung
mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti
helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai
kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin
mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari
hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja
yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi
untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
1. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat
kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan
kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi
yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada
di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi
pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan
terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering
dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah
dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan
membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun
pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat
membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
2. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat
merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
3. Usaha-usaha pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
Description:
http://id.shvoong.com/images/spacer.gif?
s=summarizer&d=1362668638609&id=273206cf-974b-4c4a-9b0e-9e13b6659030
Di abad ke-21 ini semua bangsa tidak dapat lepas dari proses industrialisasi. Indikator
keberhasilan dunia industri sangat bergantung pada kualitas tenaga kerja yang produktif, sehat dan
berkualitas. Kita ambil contoh industri bidang konstruksi, yang merupakan kegiatan di lapangan,
memiliki fenomena kompleks yang menyangkut perilaku dan manajemen keselamatan. Di dalam
industri konstruksi terjadinya kecelakaan berat lima kali lipat dibandingkan industri berbasis
manufaktur.

Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah. Oleh sebab itu
masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan kesehatan. Di
sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia,
rata-rata pekerja usia produktif (15 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya
standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain di
kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari
sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan penyebabnya,
terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung.
Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman,
kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pelatihan, kurangnya
pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman ukuran organisasi, yang kesemuanya
mempengaruhi kinerja keselamatan dalam industri konstruksi.
Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila waktu yang disediakan untuk merencanakan,
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor
dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang disebut roda
keseimbangan dinamis.
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar para buruh
tetap produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja
tersebut serasi dengan pekerjaan barunya, baik secara fisik maupun mental.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor
penyebab itu telah menimbulkan gangguan pada pekerja
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan kepada para buruh secara
kontinu agar mereka tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum mereka
memulai tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan
kimia berbahaya, dan pengoperasian mesin yang sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan
keluar.
8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak
berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan
kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi harus
dikelola dengan baik, sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk

mencapai produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti
memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman.
5. KONSEPSI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA
Sebelum Revolusi Industri :
Kecelakaan itu terjadi karena nasib semata-mata, sehingga pada waktu itu belum ada usaha secara
rasional yang diarahkan untuk mencegah kecelakaan.
Zaman Revolusi Industri tahun 1931 :
Herbert W Heinrich memprakarsai teori dasar penyebab dan pencegahan kecelakaan atau yang
dikenal dengan teori Domino Kecelakaan. Dia mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan
( 80% ) disebabkan karena faktor manusia atau dengan perkataan lain tindakan tidak aman dari
manusia.
a)
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi
kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak
keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b)
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam
sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola
kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan
yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih
relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan.
Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit
Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
c) Sebab Sebab Kecelakaan
Berdasarkan konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan
kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
Manusia.
Manajemen ( unsur pengatur ).
Material ( bahan-bahan ).
Mesin ( peralatan ).
Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).
Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem tersendiri. Ketimpangan
pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan menimbulkan kecelakaan / kerugian. Berikut contoh
bentuk-bentuk ketimpangan unsur 5M tersebut.:

Unsur Manusia, antara lain :


Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan pimpinan.
Kurangya pengetahuan / keterampilan.
ketidakmampuan fisik / mental.
Kurangnya motivasi.
Unsur Manajemen, antara lain :
Kurang pengawasan.
Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat.
Kesalahan prosedur operasi.
Kesalahan pembinaan pekerja.
Unsur Material, antara lain :
Adanya bahan beracun / mudah terbakar.
Adanya bahan yang mengandung korosif.
Unsur Mesin, antara lain :
Cacat pada waktu proses pembuatan.
Kerusakan karena pengolahan.
Kesalahan perencanaan.
Unsur Medan, antara lain :
Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ).
Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek.
e)
Pencegah Kecelakaan
Berdasarkan uraian diatas, maka kecelakaan terjadi karena adanya ketimpangan dalam unsur 5M,
yang dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yang saling terkait, yaitu :
Manusia, Perangkat keras dan Perangkat lunak. Oleh karena itu dalam melaksanakan pencegahan
dan pengendalian kecelakaan adalah dengan pendekatan kepada ketiga unsur kelompok tersebut,
yaitu :
Pendekatan terhadap kelemahan pada unsur manusia, antara lain :
a. Pemilihan / penempatan pegawai secara tepat agar diperoleh keserasian antara bakat dan
kemampuan fisik pekerja dengan tugasnya.
b. Pembinaan pengetahuan dan keterampilan melalui training yang relevan dengan pekerjaannya.
c. Pembinaan motivasi agar tenaga kerja bersikap dan bertndak sesuai dengan keperluan
perusahaan.
d. Pengarahan penyaluran instruksi dan informasi yang lengkap dan jelas.
e. Pengawasan dan disiplin yang wajar.
Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat keras, antara lain :
Perancangan, pembangunan, pengendalian, modifikasi, peralatan kilang, mesin-mesin harus
memperhitungkan keselamatan kerja.
Pengelolaan penimbunan, pengeluaran, penyaluran, pengangkutan, penyusunan, penyimpanan dan
penggunaan bahan produksi secara tepat sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.
Pemeliharaan tempat kerja tetap bersih dan aman untuk pekerja.
Pembuangan sisa produksi dengan memperhitungkan kelestarian lingkungan.
Perencanaan lingkungan kerja sesuai dengan kemampuan manusia.
Pendekatan terhadap kelemahan pada perangkat lunak, harus melibatkan seluruh level manajemen,
antara lain :

a.
Penyebaran, pelaksanaan dan pengawasan dari safety policy.
b.
Penentuan struktur pelimpahan wewenang dan pembagian tanggung jawab.
c.
Penentuan pelaksanaan pengawasan, melaksanakan dan mengawasi sistem/prosedur kerja
yang benar.
d. Pembuatan sistem pengendalian bahaya.
e.
Perencanaan sistem pemeliharaan, penempatan dan pembinaan pekerja yang terpadu.
f.
Penggunaan standard/code yang dapat diandalkan.
g.
Pembuatan sistem pemantauan untuk mengetahui ketimpangan yang ada.
h.
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah
mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat
dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama
untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa
pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus
kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan
jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan
kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka
pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang
pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti:
kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan
kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan
tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan
kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang
berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi,
menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena
itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa
pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus
kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan
jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian
khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.

Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :


a.
Perawat
b.
Perawat Gigi
c.
Bidan
d. Fisioterapis
e.
Refraksionis Optisien
f.
Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i.
Analis Farmasi
j.
Dokter Umum
k.
Dokter Gigi
l.
Dokter Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
p.
Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita
gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan
kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius.
Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan
upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta
hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era
globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut
bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang
sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan
ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi
persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap
dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir
semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu
hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak
lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian
dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi
bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam

perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan
peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang
professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang
ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No.
05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
pencegahan lebih baik daripada penanggulangan. Dengan kita mengerti tentang penyebab, akan
meminimalisir adanya akibat. Dengan mengutamakan BERDOA kepada ALLAH SWT kita
juga wajib berikhtiar. Beberapa hal yg harus di ketauhi antara lain sbb:
1. Peraturan-peraturan yaitu ketentuan-ketentuan yg diwajibkan mengenai kondisi kerja pada
umumnya, PERENCANAAN, KONSTRUKSI, PERALATAN dan PEMELIHARAAN,
PENGAWASAN, PENGUJIAN dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan
buruh, latihan supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.
2. STANDARISASI. Yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi
mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan
industri tertentu, praktek-praktek keselamatan dan hygiene umum atau alat-alat perlindungan diri.
3. PENGAWASAN. Yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundangundangan yg diwajibkan.
4. PENELITIAN BERSIFAT TEKHNIK. Yang meliputi sifat ciri-ciri bahan-bahan yg berbahaya.
Penyelidikan tentang pagar penaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang
pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat
untuk lambang pengangkat dan peraltan pengangkat lainnya.
5. RISET MEDIS. Yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek FISIOLOGIS dan
PATOLOGIS faktor-faktor lindungan dan tekhnologis serta keadaan-keadbn fisik yg
mengakibatkan kecelakaan.
6. PENELITIAN PSIKOLOGIS. Yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yg menyebabkan
terjadinya kecelakaan.
7. PENELITIAN SECARA STATISTIK. Untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yg terjadi,
banyaknya mengenai siapa saja dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.
8. PENDIDIKAN yg menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum tehnik sekolahsekolah perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
9. LATIHAN-LATIHAN Yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja yg
baru, dalam keselamatan kerja.
10. PENGGAIRAHAN. Yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan
misalnya dalam bentuk pengurangan premi yg dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan
keselamatan sangat baik.
11. USAHA keselamatan pada tingkat perusahaan, yg merupakan ukuran utama efektif tidaknya
penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi. Sedangkan
pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat kesadaran
keselamatan kerja semua pihak yg bersangkutan.
Untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi

seperti pembuat undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli tehnik, dokter, ahli ilmu jiwa, ahli
statistik, guru dan sudah barang tentu pengusaha dan buruh.
D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan
sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.
Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan
dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan
system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompttreatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi :
1.
Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja
dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umumPemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi:
a. Anamnese pekerjaan
b.
Penyakit yang pernah diderita
c. Alrergi
d. Imunisasi yang pernah didapat
e.
Pemeriksaan badan
f.
Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
- Tuberkulin test
Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin
besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup
pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada
pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko
kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya
untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus
merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan
bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3
diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui
pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi
pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan
kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu
kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan
tetapi seluruh masyarakat. PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA MERUPAKAN
TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA

DAFTAR PUSTAKA

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung Agung, 1985
1990. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina Peran Masyarakat
Depkes RT.
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/1822345-usaha-usaha-pencegahan-

terjadinya-kecelakaan/#ixzz2Mrp983wB
Muhammad Candra Sadam di 01.35
Berbagi
2 komentar:
siska fitri7 Oktober 2013 21.22
trimakasih artikelnya bagus, saya dapat terbantu untuk melengkapi projek yang saya buat. saya
juga alumni 2011 universitas gunadarma jurusan MI. salam kenal
Balas
Dita Maharani29 Januari 2015 06.42
Wah! Lengkap. Bagus, pas untuk referensi tugas. Terima kasihh.
Balas
Muat yang lain...

Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto Saya
Muhammad Candra Sadam
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai